Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TEORI-TEORI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah

“TEORI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI “

Dosen Pengampu

Uswatun Khasanah. M.Pd

Disusun Oleh

Widotun Hasanah :PA620053


Wiwit Umiyati :PA620060
Hesti Hestuti :PA620061

PROGRAM STUDI TEORI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PRODI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)

UNIVERSITAS MA’ARIF NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN

TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, taufik
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Teori- teori pendidikan anak
usia dini ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga
kami berterima kasih kepada Ibu Uswatun Khasanah.M.Pd selaku Dosen mata
kuliah teori pendidikan anak usia dini yang telah memberikan tugas ini kepada
kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai teori pendidikan anak AUD. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang , mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah kami susun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apapbila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1

A. Latar Belakang................................................................................. . 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3

A. Teori Teori pendidikan menurut beberapa tokoh............................. 3


B. Teori Menerut Howard Gardner..................................................... 3
C. Teori menurut John Bowlby (1907 – 1990)................................. 6
D. Teori Jean Piaget dalam Pendidikan........................................... 7
E. Teori Lev Vygotsky (1896-1934)..................................................... 11
F. Pendekatan Pendidikan Mentasori.................................................... 20

BAB III PENUTUP.......................................................................................22

A. Kesimpulan....................................................................................... 22
B. Saran ................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Anak pada usia pra-sekolah atau sekarang lebih dikenal dengan anak
usia dini yang berada pada rentang usia 0-6 tahun oleh para ahli dianggap
sebagai usia emas dalam tahap perkembangan manusia. Perkembangan anak
di usia ini menentukan perkembangan anak di masa-masa selanjutnya.
Perkembangan intelektual, spriritual dan sosial emosional seorang manusia
merupakan hasil dari perkembangan di usia-usia dini seseorang. Oleh
karena itu, pendidikan usia dini merupakan tonggak keberhasilan seseorang
dalam menjalani pendidikan di tahapan selanjutnya.
Dewasa ini perkembangan usia dini sedang mengalami
perkembangan yang sangat membanggakan. Hampir di seluruh pelosok desa
telah berdiri lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini, baik yang formal
maupun non-formal. Hal itu didorong oleh adanya kebijakan-kebijakan
pemerintah yang semakin memudahkan masyarakat menyelenggarakan
pendidikan anak usia dini. Pendidikan usia dini tidak lagi terfokus pada
lembaga Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudhatul Anfal (RA), tetapi
sekarang cenderung pada pendidikan nonformal yang lebih sederhana
seperti Kelompok Bermain (Kober), Taman Penitipan Anak (TPA), Satuan
PAUD Sejenis, dan lainnya.
Pentingnya pendidikan anak usia dini banyak diungkapkan oleh
banyak ahli sejak berabad-abad yang lalu. Pendapat-pendapat dan teori-teori
ahli tersebut menjadi landasan filosofis dalam melaksanakan pendidikan
anak usia dini. Melalui teori-teori tentang anak, maka pemahaman
penyelenggara pendidikan anak usia dini terhadap konsep dan
pelaksananaan pembelajaran akan lebih sesuai dengan karakteristik dan
perkembangan psikologis anak.
Pentingnya pendidikan anak usia dini sebagai hak anak antara lain
tertuang dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan
Anak, yang menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh,

1
berkembang dan berprestasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Salah satu implementasi dari hak tersebut, setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pembelajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
B.     Rumusan Masalah
Masalah dalam makalah ini akan dirumuskan dalam beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa saja pemikiran para ahli pendidikan anak yang menjadi teori-teori
pendidikan anak usia dini?
2.  Bagaimana pendekatan pendidikan anak usia dini?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk lebih memperdalam
pengetahuan tentang berbagai pendapat pemikiran para ahli dan pendekatan
pendidikan anak usia dini.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. TEORI-TEORI PENDIDIKAN ANAK MENURUT BEBERAPA


 TOKOH

Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini di saat ini tidak terlepas dari
teori-teori yang disampaikan oleh para ahli, baik ahli psikologi, filsuf, dan
pemerhati pendidikan. Teori-teori serta aliran-aliran tersebut sangat
membantu guru-guru saat ini dalam menghadapi Anak Usia Dini, metode
apa yang harus dilakukan untuk mengajar anak, dan bagaimana menghadapi
anak serta perilaku-perilakunya.
Terlaksananya Pendidikan Anak Usia Dini (selanjutnya ditulis PAUD)
tidak dapat terlepas dari pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh pencetus PAUD
itu sendiri. Tanpa pemikiran dari mereka, pendidikan anak usia dini
mungkin saja masih tidak diperhatikan. Berikut adalah pemikiran-pemikiran
(filosofi) tentang PAUD.

B. Teori Menerut Howard Gardner


Dikotomi anak cerdas dan tidak cerdas, serta pemberian label
hiperaktif, gangguan belajar, dan prestasi di bawah kemampuan, mendorong
para pendidik untuk mepelajari teori Multiple Intelligences. Setelah
menemukan delapan bukti dari teorinya, Gardner meneguhkan criteria
temuannya tentang Sembilan kecerdasan dalam multiple
intelligences.Howard Gardner (1993; Armstrong, 1993) menyadari bahwa
banyak orang bertanya-tanya tentang konsep multiple intelligences

Kecerdasan majemuk adalah istilah yang digunakan Howard Gardner


untuk menunjukkan bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki banyak
kecerdasan, tidak hanya sebatas IQ seperti yang di kenal selama ini. Menurut
Gardner, setidaknya ada sembilan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia
yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan ruang

3
visual (spasial), kecerdasan kinestetik badani, kecerdasan musikal,
kecerdasan antar pribadi, dan kecerdasan intra pribadi, kecerdasan naturalis,
dan kecerdasan eksistensial. Kesembilan kecerdasan tersebut ada pada setiap
individu dan perlu dikembangkan secara maksimal sehingga siswa yang
dalam beberapa kecerdasan kurang menonjol dapat dibantu serta dibimbing
untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasannya dalam hal ini
pendidikan melalui metode pembelajarannya merupakan pihak yang
bertanggung jawab untuk mengembangkannya.

Di dalam teorinya Gardner menjelaskan bahwa setiap manusia/


seseorang dianugerahi lebih dari satu intelegensi dengan bentuk kemampuan
yang berbedabeda kemudian disebutnya dengan multiple intelligence
(kecerdasan majemuk). Pengertian inteligensi menurut Gardner ini berbeda
penafsiran dengan pengertian yang dipahami sebelumnya. Sebelum Gardner,
pengukuran intelligence question (IQ) seseorang dipatok berdasar pada tes
IQ saja, yang mana hanya menonjolkan kecerdasan matematis-logis dan
linguistik saja. Sehingga kecerdasan pada bidang yang lain kurang
diperhatikan. Hasil penemuan Gardner tentang inteligensi manusia berefek
mengubah konsep dalam kecerdasan. Yaitu, Inteligensi seseorang dapat
dikembangkan dengan melalui pendidikan dan berjumlah banyak.

Sebagian orangtua sering mengeluhkan dan merasa bahwa anak


mereka kurang cerdas bahkan termasuk lambat belajar. Standar atau patokan
yang digunakan biasanya berdasarkan prestasi belajar yang didapat di
bangku sekolah. Namun demikian, para orangtua lupa bahwa hampir seluruh
aspek yang dinilai dalam dunia pendidikan kita masih berpusat pada
kemampuan kognitif atau intelektual semata.

Gardner menentang pendidikan sekolah dan pemikiran sains kuno yang


mengatakan orang-orang dilahirkan dengan kemampuan kognitif umum yang
dapat dengan mudah diukur dengan tes jawaban singkat. Sebaliknya,
Multiple Intelligencesanggup memberikan teori baru dengan beberapa jenis

4
kecerdasan yang bisa mencerminkan berbagai cara untuk berinteraksi dengan
dunia. Setiap orang memiliki perpaduan kecerdasan yang unik ini.10Menurut
penelitian Howard Gardner (seorang psikolog dan ahli pendidikandari
Universitas Harvard, AmerikaSerikat), di dalam diri setiap anak tersimpan.
Sembilanjenis kecerdasan yang siap berkembang. Ia memetakan lingkup
kemampuan manusia yang luas tersebut menjadi Sembilan kategori yang
komprehensif atau Sembilan macam kecerdasan dasar. Sembilan jenis
kecerdasan tersebut disebut Multiple Intelligences atau kecerdasan majemuk
(kecerdasan ganda).

Teori Howard Gardner muncul dalam zaman kita hidup sekarang ini. Ia


mengatakan bahwa pada hakekatnya setiap anak adalah anak yang
cerdas. Pandangan ini menentang bahwa kecerdasan hanya dilihat dari factor
IQ. Garden melihat kecerdasan dari berbagai dimensi. Setiap kecerdasan yang
dimiliki akan dapat mengantarkan anak mencapai kesuksesan. Pendidik atau
guru perlu memfasilitasi setiap kecerdasan yang dimiliki anak dalam
pembelajaran dan kegiatan belajar.
1. Kecerdasan linguistik (Linguistic intelligence) adalah kemampuan untuk
menggunakan dan mengolah kata–kata secara efektif baik secara oral
maupun secara tertulis.
2. Kecerdasan matematis-logis (Logical –mthematical intelligence) adalah
kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika.
Jalan pikiran bernalar dengan mudah mengembangkan pola sebab akibat.
3. Kecerdasan ruang (Spatial intelligence) adalah kemampuan untuk
menangkap dunia ruang visual secara tepat dan kemampuan untuk
mengenal bentuk dan benda secara tepat serta mempunyai daya imaginasi
secara tepat.
4. Kecerdasan kinestetik-badani (bodily-kinesthetic intelligence) adalah
kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk
mengekspresikan gagasan dan perasaan.

5
5. Kecerdasan musikal (Musical intelligence) adalah kemampuan untuk
mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati bentuk–bentuk music
dan suara, peka terhadap ritme, melodi, dan intonasi serta kemampuan
memainkan alat musik.
6. Kecerdasan interpersonal (Interpersonal intelligence) adalah kemampuan
untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi,
watak, temperamen orang lain. Kemampuan yang menonjol dalam
berelasi dan berkomunikasi dengan berbagai orang.
7. Kecerdasan intrapersonal (Intrapersonal intelligence)adalah kemampuan
yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan
untuk bertindak secara adaptif berdasar pengalaman diri serta mampu
berefleksi dan keseimbangan
8. Kecerdasan lingkungan/naturalis (Naturalist intlligence) adalah
kemampuan untuk mengerti flora dan fauna dengan baik, menikmati
alam, mengenal tanaman dan binatang dengan baik.
9. Kecerdasan eksistensial (Exixtentialintlligence) adalah kemampuan
menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab
persoalan–persoalan terdalam keberadaan atau eksistensi manusia.

C. Teori menurut John Bowlby (1907 – 1990)

John Bowlby terkenal sebagai salah seorang pelopor teori Ethologi.


Dia lahir di London. Dia merupakan seorang guru di Proggessive Schools
for Children, yang memberi perawatan medis dan latihan psiko-analitik.
Teori Bowlby yang tekenal adalah tentang teori attachment. Dia
mengemukakan perkembangan attachment bayi. Attachment yang dimaksud
adalah keteraturan, kesenangan, keinginan untuk melekat terhadap orang-
orang yang diakrabi. Salah satu attachment bayi adalah menangis ketika
ditinggalkan pengasuhnya dan tersenyum ketika pengasuhnya datang atau
memberi makan. Menurut Bowlby meskipun respon sosial bayi pada
awalnya tanpa diskrimisasi. Anak yang kehilangan kesempatan untuk

6
memperoleh hubungan sosial dengan orang lain akan mempengaruhi
perkembangan sosial anak. Bila anak kehilangan kesempatan untuk
megembangkan hubungan anak dengan lingkugan sosial selama periode
bayi, maka mungkin hubungan sosial anak akan menjadi menyimpang
seletah dewasa. Bayi yang kehilangan kontak yang memuaskan dengan
manusia lain mereka akan kesulitan untuk mengembangkan tingah laku
sosial yang sesuai. Ada dua ketekunan pada usia dini yaitu „separate
enciety” dan stager anciety”. anak-anak yang sering ditinggal, petama anak
akan menangis dan menolak semua bentuk pengasuhan, berkembang
melalui periode despair; menjadi quiet, menarik diri dan pasif.. Pengasuh
hendaknya memiliki pola yang tidak berbeda dengan orangtuanya. Orangtua
harus memberikan perhatian, kasih sayang dan perasaan aman pada bayi
agar anak berkembang dengan baik.

D. Teori Jean Piaget dalam Pendidikan


Piaget adalah ilmuwan dari Swis yang paling terkenal dan paling
berkembang dalam teori yang mendukung pendidikan anak masa kini. Ia
sangat tertarik dengan ilmu pengetahuan, proses belajar dan berpikir.
Istilah kognitif mulai banyak dikemukakan ketika teori-teori Jean
Piaget banyak ditulis dan dibicarakan pada kira-kira permulaan tahun 1960.
Pengertian kognisis sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek yang
dipergunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget sendiri mengemukakan
bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme,
bukan pula pengaruh lingkungan saja, melainkan interaksi antara keduanya.
Dalam psikologi kognitif, bahasa menjadi salah satu objek-materialnya,
karena bahasa merupakan perwujudan fungsi-fungsi kognitif.
Piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari dalam, sehingga
organisme mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah, pernapasan, dan
lain-lain. Hal seperti ini juga terjadi dalam sistem kognisi, sistem yang
mengatur di dalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor

7
lingkungan. Sistem mengatur yang menetap terdapat sepanjang
perkembangan seseorang.
Perkembangan kognitif dengan demikian mempunyai 4 aspek yaitu :
a.   Kematangan, Kematangan ini merupakan pengembangan dari susunan
syaraf.
b. Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organisme dengan
lingkungannya, dengan dunianya.
c.       Transmisi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial, misalnya cara pengasuhan dan
pendidikan dari orang lain yang diberikan kepada anak.
d.   Ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak,
agar ia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian
diri terhadap lingkungannya.
Tahap-tahap perkembangan oleh Jean Piaget dibagi dalam masa-masa
perkembangan sebagai berikut :
a)      Masa Sensori-motor (0-2 tahun)
Masa ketika bayi mempergunakan sistem pengindraan dan
aktivitas-aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya mengenal
obyek-obyek. Contoh yang jelas dapat dilihat pada kemampuan bayi
untuk menggerakkan otot-otot di sekitar mulut, gerakan mengenyot
bilamana sedang menyusu. Jelas bahwa refleks yang diperlihatkan bayi
bukan suatu kemampuan yang timbul dari hasil belajar dalam hubungan
dengan lingkungan melainkan sesuatu kemampuan yang sudah ada ketika
bayi dilahirkan. Dengan berfungsinya alat-alat indera serta kemampuan-
kemampuan melakukan gerakan motorik dalam bentuk refleks, bayi
berada dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan
dunianya.
b)      Masa Pra-operasional (2-7 tahun)
Perkembangan yang jelas terlihat pada masa ini berbeda dengan
masa sebelumnya ialah kemampuan mempergunakan simbol. Fungsi
simbolik, yakni kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada,

8
tidak terlihat dengan sesuatu yang lain atau sebaliknya sesuatu yang tidak
ada. Fungsi simbolik ini bisa nyata atau abstrak. Dengan berkembangnya
kemampuan mensimbolisasikan ini, anak memperluas ruang lingkup
aktivitasnya yang menyangkut hal-hal yang sudah lewat, atau hal-hal
yang akan datang, dan masa sekarang.
Pada akhir masa pra-operasional, dasar-dasar  pengelompokkan
benda atas dasar sifat-sifat khusus dan benda-benda tersebut sudah bisa
dilakukan, tetapi baru dengan satu dimensi saja. Piaget mengatakan anak-
anal pada masa pra-operasional belum bisa memusatkan perhatian pada
dua dimensi yang berbeda secara serempak.
c)      Masa Operasional Konkrit / konkrit-operasional (7-11 tahun)
Pada masa ini anak-anak sudah mulai bisa melakukan bermacam-
macam tugas, misalnya menyusun tongkat-tongkat, dan menjawab
pertanyaan mengenai konservasi angka maupun isi dengan benar.
Egosentrisme pada anak terlihat dari ketidakmampuannya untuk melihat
pikiran dan pengalaman sebagai dua gejala yang masing-masing berdiri
sendiri. Dalam perkembangan kognitif lebih lanjut anak-anak akan
mencapai kemampuan untuk berpikir dalam dua komponen, yakni
pikirannya mengenai realitas dan realitasnya sendiri.
d)     Masa Operasional Formal / formal-operasional (11-dewasa)
Masa ketika seorang anak memperkembangkan kemampuan
kognitif untuk berpikir abstrak dan hipotesis. Pada masa ini anak bisa
memikirkan hal-hal apa yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang
abstrak dan menduga apa yang terjadi.
Piaget dengan teori-teorinya bermaksud menerangkan
perkembangan kognisi pada anak-anak yang baru dilahirkan dan
seterusnya lebih menghendakinya sebagai sumbangannya terhadap
pengetahuan tentang kemanusiaan daripada sebagai penerapan teori-
teorinya di dalam ruang kelas. Piaget menganggap hal belajar sebagai
suatu proses yang aktif dan harus disesuaikan dengan tahap-tahap

9
perkembangan anak. Belajar pada anak bukan sesuatu yang sepenuhnya
bergantung pada guru.

Teori pendidikan yang dikemukakan oleh Jean Piaget adalah teori


pendidikan kognitivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori
kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimana orang-orang
berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena menurut teori ini
bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut
teori kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir.

Beberapa pemikiran piaget yang dapat diterapkan untuk mendidik anak:


1.    Gunakan pendekatan konstruktif
Anak-anak dapat belajar dengan baik jika mereka aktif dan mencari
solusi secara mandiri. Dalam pembelajaran, siswa akan belajar dengan
baik dengan melakukan eksperimen dan berdiskusi, dari pada hanya
mendengarkan ceramah atau menghafalkan materi.
2.    Melakukan pembelajaran fasilitatif
Guru efektif dapat mendesain situasi-situasi yang mengembangkan
penalaran sekaligus kreativitas siswa. Guru mendengarkan,
memperhatikan, dan member pertanyaan kepada siswa untuk membantu
mereka memperoleh pemahaman yang lebih baik
3.    Pertimbangkan pengetahuan anak dan tingkat pemikiran mereka
Mereka memiliki banyak pemahaman tentang dunia fisik dan alam.
Mereka memiliki konsep-konsep tentang ruang, waktu, kuantitas, dan
sebab akibat. Guru perlu menerjemahkan apa yang dikatakan siswanya dan
merespon dengan tidak terlalu jauh dari tingkat pemikiran mereka.
4.    Gunakan penilaian berkesinambungan
Penilaian tidak hanya dilakukan menggunakan tes-tes yang terstandar,
tapi juga memperhatikan portofolio siswa. Pekerjaan atau tugas-tugas yang
belum selesai maupun yang sudah lengkap.
5.    Tingkatkan kesehatan intelektual anak

10
Pembelajaran seharusnya berjalan alamiah, anak-anak jangan dipaksa
dan ditekan untuk belajar terlalu banyak dan terlalu dini dalam
perkembangan mereka sebelum mereka siap dan matang.
6.    Ubahlah ruang kelas menjadi ruang untuk eksplorasi dan penemuan
Pada tingkatan sekolah dasar kelas satu dan dua, guru dapat melakukan
eksplorasi dan penemuan. Ruang kelas di-setting dengan struktur yang
berbeda dari kelas pada umumnya. Guru mengobservasi minat siswa dan
partisipasi alami mereka serta aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam
pembelajaran.

E. Teori Lev Vygotsky (1896-1934)


Nama lengkapnya adalah Lev Semyonovich Vygotsky. Ia
dilahirkan di salah satu kota Tsarist, Russia, tepatnya pada pada 17
November 1896, dan  berkuturunan Yahudi. Ia tertarik pada psikologi saat
berusia 28 tahun. Sebelumnya, ia lebih menyukai dunia sastra. Awalnya, ia
menjadi guru sastra di sebuah sekolah, namum pihak sekolah juga
memintanya untuk mengajarkan psikologi. Padahal, ia sama sekali tidak
pernah mengenyam pendidikan formal di fakultas psikologi sebelumnya.
Namun, inilah skenario yang membuatnya menjadi tertarik untuk
menekuni psikologi, hingga akhirnya ia melanjutkan kuliah di program
studi psikologi Moscow Institute of Psychology pada tahun 1925. Judul
disertasinya mengenai ”Psychology of Art”.
Lev Vygotsky adalah seorang psikolog yang berasal dari Rusia dan
hidup pada masa revolusi Rusia. Vygotsky dalam menelurkan pemikiran-
pemikirannya di dunia psikologi kerap menghadapi rintangan oleh
pemerintah Rusia saat itu. Perkembangan pemikirannya meluas setelah ia
wafat pada tahun 1934, dikarenakan menderita penyakit TBC. Vygotsky
pun sering dihubungkan dengan psikolog Swiss bernama Piaget. Lahir
pada masa yang sama dengan Piaget, seorang psikolog yang juga
mempunyai keyakinan bahwa keaktifan anak yang membangun
pengetahuan mereka. Vygotsky meninggal dalam usia yang cukup muda,
yaitu ketika masih berusia tigapuluh tujuh tahun.

11
Vygotsky merupakan satu di antara tokoh konstruktivis. Konstruktivisme
adalah argumen bahwa pengetahuan merupakan konstruksi dari seseorang
yang mengenal sesuatu. Seseorang yang belajar dipahami sebagai seseorang
yang membentuk pengertian/pengetahuan secara aktif dan terus-menerus.

Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakekatnya


pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan
interaksi antara aspek “internal” dan “eksternal” dari pembelajaran dan
penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori
Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing
individu dalam konsep budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran
terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari
namun tugas- tugas itu berada dalam “zone of proximal development”
mereka. Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan
pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan
potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di
bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding“. Scaffolding adalah


memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-
tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut serta
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung
jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri.
Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
serta menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa
dapat mandiri.Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori
pembelajarannya. Pertama, menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga
siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi
pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal
development mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran

12
menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori
belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif
karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif sosial yaitu
interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam
usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah

Vygotsky banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain


dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak
lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk
memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak
banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berpikir
dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini
dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan  alat-alat itu
berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-
anggota kebudayaan yang lebih tua  selama pengalaman pembelajaran yang
dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin
mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena
itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain
dalam kebudayaannya.

Vygotsky menekankan baik level konteks sosial yang bersifat


institusional maupun level konteks sosial yang bersifat interpersonal. Pada
level institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat
yang berguna bagi aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah,
penemuan seperti komputer dan mengenal huruf. Interaksi institusional
memberi kepada anak suatu norma-norma perilaku dan sosial yang luas
untuk membimbing hidupnya. Level interpersonal memiliki suatu pengaruh
yang lebih langsung pada keberfungsian mental anak. Menurut Vygotsky,
keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang
melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-
keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan

13
melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian
pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar
belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang.

Aliran psikologi yang dipegang oleh Vygotsky lebih mengacu pada


kontruktivisme karena ia lebih menekankan pada hakikat pembelajaran
sosiokultural.  Dalam analisisnya, perkembangan kognitif seseorang
disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh
lingkungan sosial secara aktif. Oleh karenanya, konsep teori perkembangan
kognitif Vygotsky berkutat pada tiga hal:

1. Hukum Genetik tentang Perkembangan (Genetic Law of Development)


Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang
melewati dua aturan, yaitu tataran sosial lingkungannya dan tataran
psikologis yang ada pada dirinya.
2. Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development)
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri
beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya
bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang
lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional
formal tanpa bantuan orang lain. Vygotsky membedakan antara actual
development dan potential development pada anak. Actual
development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu
tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development
membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan
masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman
sebaya.
Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal
merupakan celah antara actual development dan potensial development, di
mana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan

14
orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan
arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.

Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan pada interaksi sosial


dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan
pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan
berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya
bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara
sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui
perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan bersikap, siswa
mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian
mencocokkan dan mendalami kemudian menggunakannya. Sebuah
konsekuensi pada proses ini adalah bahwa siswa belajar untuk pengaturan
sendiri (self-regulation). 

3. Mediasi
Mediator yang diperankan lewat tanda maupun lambang adalah
kunci utama memahami proses-proses sosial dan psikologis. Makanya,
jika dikaji lebih mendalam teori perkembangan kognitif Vygotsky akan
ditemukan dua jenis mediasi, yaitu metakognitif dan mediasi kognitif.
Media metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan
untuk melakukan self regulation (pengaturan diri) yang mencakup self
planning, self monitoring, self checking, dan self evaluation. Media ini
berkembang dalam komunikasi antar pribadi. Sedangkan media kognitif
adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang
berhubungan dengan pengetahuan tertentu. Sehingga media ini dapat
berhubungan dengan konsep spontan (yang mungkin salah)
dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
4. Inti Teori Vygotsky
Vygotsky lebih menekankan pada peran aspek sosial dalam
pengembangan intelektual atau kognitif anak. Vygotsky memandang

15
bahwa kognitif anak berkembang melalui interaksi sosial. Anak
mengalami interaksi dengan orang yang lebih tahu.Secara singkat, teori
perkembangan sosial berpendapat bahwa interaksi sosial dengan budaya
mendahului. Maksudnya dari relasi dengan budaya membuat seorang anak
mengalami kesadaran dan perkembangan kognisi. Jadi intinya Vygotsky
memusatkan perhatiannya pada hubungan dialektik antara individu dan
masyarakat dalam pembentukan pengetahuan. Pengetahuan terbentuk
sebagai akibat dari interaksi sosial dan budaya seorang anak.
Pengetahuan tersebut terbagi menjadi dua bentuk, yaitu pengetahuan
spontan dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan spontan mempunyai sifat
lebih kurang teridentifikasi secara jelas, tidak logis, dan sistematis.
Sedangkan pengetahuan ilmiah sebuah pengetahuan yang diperoleh dari
pendidikan formal dan sifatnya lebih luas, logis, dan sistematis. Kemudian
proses belajar adalah sebuah perkembangan dari pengertian spontan
menuju pengertian yang lebih ilmiah.
Pengetahuan ilmiah terbentuk dari sebuah proses relasi anak
dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini bergantung pada seberapa besar
kemampuan anak dalam menangkap model yang lebih ilmiah. Dalam
proses ini bahasa memegang peranan yang sangat penting. Bahasa sebagai
alat berkomunikasi yang membantu anak dalam menyampaikan
pemikirannya dengan orang lain. Dengan demikian diperlukan sebuah
penyatuan antara pemikiran dan bahasa.
Seorang anak dalam masa pembelajarannya, idealnya harus mampu
memvisulisasikan apa yang menjadi pemikirannya dalam bahasa. Ketika
hal tersebut telah mampu terwujud itu berarti ia juga telah mampu
menginternalisasikan pembicaraan mereka yang egosentris dalam bentuk
berbicara-sendiri. Menurut Vygotsky seorang anak yang mampu
melakukan pembicaraan pribadi lebih berpeluang untuk lebih baik dalam
hubungan sosial. Karena pembicaraan pribadi adalah sebuah langkah awal
bagi seorang anak untuk lebih mampu berkomunikasi secara sosial.
Bahasa adalah sebuah bentuk awal yang berbasis sosial. Pandangan

16
Vygotsky ini berkonfrontasi dengan Piaget yang lebih menekankan pada
percakapan anak yang bersifat egosentris.
Unsur yang perlu untuk dibahas lebih lanjut adalah mengenai kebudayaan
dan masyarakat. Seperti sudah dikatakan pada awal penjelasan tadi, dalam
teori Vygotsky, kebudayaan adalah penentu utama perkembangan
individu. Kebudayaan sendiri terdiri dari beberapa bentuk, seperti bahasa,
agama, mata pencaharian, dan lainnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam teori Vygotsky
terdapat tiga klaim besar. Pertama, bahwa kemampuan kognitif seorang
anak dapat diketahui hanya jika dianalisis dan ditafsirkan. Kedua,
kemampuan kognitif diperoleh dengan bantuan kata, bahasa, dan bentuk
percakapan, sebuah bentuk alat dalam psikologi yang membantu seseorang
untuk mentransformasi kegiatan mental. Vygotsky berargumen bahwa
sejak kecil seorang anak mulai menggunakan bahasa untuk merencanakan
setiap aktivitasnya dan mengatasi masalahnya. Ketiga, kemampuan
kognitif berasal dari hubungan-hubungan sosial ditempelkan pada latar
belakang sosiokultural.
5. The More Knowledgeable Other (MKO)
Istilah ini jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
orang lain yang lebih tahu. MKO mengacu kepada siapa saja yang
mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dari pelajar, dalam hal ini
termasuk guru, teman sebaya, atau bahkan komputer.

Seorang pelajar perlu berinteraksi dengan orang yang mempunyai


pengetahun lebih dari dirinya. Karena hal tersebut akan lebih memberikan
kontribusi yang signifikan bagi perkembangan sosial kognitif pelajar
tersebut. Sekali lagi, bagi Vygotsky faktor interaksi sosial dengan sesuatu
yang lebih kompeten di luar diri menjadi kunci perkembangan kognitif
anak.

17
6. Perkembangan Bahasa
Bagi Vygotsky bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan
orang lain. Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah komunikasi.
Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak
mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk
membantu memecahkan masalah. Dalam tahap praoperasional, ketika anak
belajar menggunakan bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka
berbicara lantang sembari menyelesaikan masalah. Sebaliknya, begitu
menginjak tahap operasional konkret, percakapan batiniah tidak terdengar
lagi.
7. Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme pada pendidikan berusaha merubah
pendidikan dari dominasi guru menjadi pemusatan pada siswa. Peranan
guru adalah membantu siswa mengembangkan pengertian baru. Siswa
diajarkan bagaimana mengasimilasi pengalaman, pengetahuan, dan
pengertiannya dan kesiapan mereka untuk tahu dari pembentukan
pengertian baru ini. Pada bagian ini, dapat dilihat permulaan aliran
konstruktivisme, peranan pengalaman siswa dalam belajar, dan cara
mengasimilasi pengertiannya.
Konstruktivisme adalah suatu teori belajar yang mempunyai suatu
pedoman dalam filosofi dan antropologi sebaik psikologi. Pedoman
filosofi pada teori ini ditemukan pada abad ke-5 SM. Metode baru ini yang
mengkontribusi secara besar-besaran untuk memajukan aspek pemecahan
masalah aliran konstruktivisme. Penyelidikan atau pengalaman fisik,
pengalaman pendidikan adalah kunci metode konstruktivisme.
Pendukung konstruktivisme percaya bahwa pengalaman melalui
lingkungan, kita akan mengikat informasi yang kita peroleh dari
pengalaman ini ke dalam pengertian sebelumnya, membentuk pengertian
baru. Dengan kata lain, pada proses belajar masing-masing pelajar harus
mengkreasikan pengetahuannya. Pada konstruktivis, kegiatan mengajar
adalah proses membantu pelajar-pelajar mengkreasikan pengetahuannya.

18
Konstruktivisme percaya bahwa pengetahuan tidak hanya kegiatan
penemuan yang memungkinkan untuk dimengerti, tetapi pengetahuan
merupakan cara suatu informasi baru berinteraksi dengan pengertian
sebelumnya dari pelajar.
Para konstruktivisme menekankan peranan motivasi guru untuk
membantu siswa belajar mencintai pelajaran. Tidak
seperti behaviourist yang menggunakan sanksi berupa reward,
konstruktivisme percaya bahwa motivasi internal, seperti kesenangan pada
pelajaran lebih kuat daripada reward eksternal.Konstruktivisme yang
mempunyai pengaruh besar pada tahun 1930 dan yang bekerja sebagai ahli
Psikologi Rusia adalah L.S. Vygotsky. Beliau sangat tertarik pada efek
interaksi siswa dengan teman sekelas pada pelajaran. Vygotsky mencatat
bahwa interaksi individu dengan orang lain berlangsung pada situasi
sosial. Vygotsky percaya bahwa subjek yang dipelajari berpengaruh pada
proses belajar, dan mengakui bahwa tiap-tiap disiplin ilmu mempunyai
metode pembelajaran tersendiri. Vygotsky adalah seorang guru yang
tertarik untuk mendesain kurikulum sebagai fasilitas dalam interaksi
siswa.
8. Aplikasi dan Implikasi Teori dalam Pendidikan
Agar pembahasan tentang teori Vygotsky langsung terasa bagi usaha
pengembangan kognitif, banyak usaha konkret yang dapat dilakukan
dalam mengaplikasikan teori tersebut, misalnya:
a. Teori Vygotsky menuntut pada penekanan interaksi antara peserta
didik dan tugas-tugas belajar. Mengedepankan suatu proses belajar
dimana siswa lebih berperan aktif. Dengan demikian peran guru
lebih bergeser lebih menjadi fasilitator konstruksi siswa.
b. Menggunakan zone of proximal development. Dengan penyesuaian
terus menerus.
c. Banyak menggunakan teman sebaya sebagai guru. Artinya bahwa
memang bukan hanya orang dewasa yang mampu membantu
seorang anak dalam perkembangan kognitifnya. Karena faktanya

19
memang bahasa teman sebaya lebih mudah untuk dipahami dalam
interaksinya.
F. Pendekatan Pendidikan Mentasori
Montessori adalah metode pendidikan yang dikembangkan oleh Dr.
Maria Montessori. Beliau merupakan lulusan dari sekolah kedokteran pada
tahun 1869 dan menjadi salah satu dokter wanita pertama di Italia.
Pekerjaannya sebagai dokter mempertemukan ia dengan anak-anak,
sejak itulah Dr. Montessori mulai tertarik dengan dunia pendidikan dan
mengembangkan metode ini sebagai hasil dari penelitiannya terhadap
perkembangan intelektual anak yang mengalami keterbelakangan mental.
Ciri-ciri metode pendidikan montessori adalah adanya penekanan
terhadap aktivitas pengarahan diri pada anak, dan pengamatan klinis dari guru
yang berfungsi sebagai fasilitator atau pendamping. Metode ini juga
menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar dengan tingkat
perkembangan anak dan peran aktivitas fisik dalam menyerap mata pelajaran
secara akademis maupun keterampilan praktik secara langsung.
Tidak sampai di situ saja, metode ini juga menggunakan peralatan auto
correction untuk membantu anak belajar dengan baik. Penggunaan peralatan
tersebut bertujuan agar anak mengerti soal benar atau salah terhadap
perbuatan yang telah dilakukan, sehingga anak bisa mengoreksi dirinya
sendiri. Nah, hal ini tanpa disadari membuat sang anak menjadi lebih paham
atas kesalahan yang dilakukan, tanpa perlu diberitahu oleh pendidiknya. Itu
sebabnya, sekolah dengan metode ini tidak mengenal adanya reward dan
punishment (hadiah dan hukuman). Metode belajar montessori memang
secara tidak langsung membantu menumbuhkan keinginan belajar dari anak-
anak. Pasalnya, setiap anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Itu
sebabnya, dalam metode ini anak-anak dibiarkan bereksplorasi melakukan hal
yang mereka sukai. Hal ini dikarenakan, anak-anak jika terlalu banyak
dilarang, akhirnya justru akan menjadi bosan dan malas belajar.
Di sekolah, meski anak dibebaskan bereksplorasi, anak-anak tetap
berada dalam prepared environment. Maksudnya adalah anak-anak berada

20
dalam lingkungan atau ruangan yang aman, bersih, mendukung anak
mengeksplorasi. Namun, terdapat aturan yang jelas dan bebas
berbatas.Dengan konsep dasar seperti ini, anak-anak bebas belajar apa pun
dengan teratur. Anak-anak boleh berkreasi dengan berbagai peralatan di kelas
dengan teratur dan bergantian dengan temannya. Anak-anak juga boleh
berbicara di kelas selama tidak mengganggu teman-temannya yang lain.Tidak
hanya di sekolah, metode ini pun juga bisa Anda terapkan di rumah. Sehingga
diharapkan anak pun akan menikmati setiap proses belajar selama masa
pertumbuhannya.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Para ahli pendidikan anak memandang usia dini merupakan masa
emas (the golden age) yang hanya akan datang sekali dan tidak dapat
diulan. Anak usia dini berada dalam keemasan di sepanjang usia
perkembangan manusia. Pada masa itu anak berada pada periode yang
sesitif di mana di masa inilah anak secara khusus mudah berbagi stimulus
dari lingkungannya.
Pendidikan anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya
dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses
perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada anak dengan menciptakan
lingkungan yang kodusif dimana anak dapat mengeksplorasi dirinya ,
memberikan kesempatan padanya untuk mengetahui dan memahami
pengalaman belajar yang diperolehnya melalui lingkungan melalui cara
mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-
ulang yang melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak.
Dengan adanya teori-teori dari para ahli mengenai perkembangan Anak
Usia Dini, sangatlah membantu tenaga pengajar, khususnya pada PAUD
untuk memahami bagaimana perkembangan anak, baik dari segi kognisi,
motorik, sosial dan emosional.
B. Saran
Setelah membaca uraian di atas, hendaklah kita sebagai calon guru
mempelajarai Ilmu"endidikan khusunya teori(teori pendidikan karena akan
berman$aat bagi diri sendirikhususnya dan peserta didik kita dalam
kegiatan belajar mengajar.

22
DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional


Beserta Penjelasannya, 1998 ( Jakarta: Balai Pustaka)

Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Kencana.

Mendikbud, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia


Nomor 137 Tahun 2014 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta:
Balai Pustaka)

Een Haenilah Y, Kurikulum dan Pembelajaran PAUD. 2015 (Yogyakarta: Media


Akademi) hlm. 125

Mukhtar Latif, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini Teori dan Aplikasi,
2013 (Jakarta:Kencana) hlm. 207

Nurani. Yuliani 2013. Konsep Dasar Pendidikan Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.

Patmonodewo. Soemiarti 2008. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka


Cipta.
Yus. Anita 2011.  Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

23

Anda mungkin juga menyukai