Anda di halaman 1dari 6

TEORI PERS

Dalam buku Four Theories of the Press (Sibert, Peterson, dan Schramm,
1956, Severin dan Tankard, Jr. 2005:373), membagi pers di dunia kedalam empat
kategori yaitu: otoriter, liberal, tanggung jawab sosial, dan totaliter-Soviet.
Namun semua itu merupakan “Teori Normative” yang berasal dari pengamatan,
bukan dari hasil uji dan pembuatan hipotesis dengan menggunakan metode ilmu
sosial.

1. Teori Otoriter
Penemuan alat cetak pers dan pelat huruf yang mudah dipindah terjadi
saat dunia di bawah kekuasaan otoriter sistem kerajaan dengan kekuasaan
absolutnya. Ketika dasar dan teori pers pertama (teori otoriter) mendukung
dan menjadi kepanjangan tangan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa
dan melayani negara. Mesin cek harus memiliki izin dan dalam beberapa
kondisi harus mendapat hak pemakaian khusus dari kerajaan atau pemerintah
agar bisa digunakan dalam penerbitan. Melalui penerapan hak khusus, lisensi,
sensor langsung, dan peraturan yang diterapkan sendiri dalam tubuh serikat
pemilik mesin cetak, individu dijauhkan dari kemungkinan mengkritik
pemerintah yang berkuasa. Dalam sistem otoriter, pers bisa dimiliki baik
secara publik atau perorangan. Namun demikian, pers tetap dianggap sebagai
alat untuk menyebarkan kebijakan pemerintah (Severin dan Tankard,
Jr.2005:373)

2. Teori Liberal
Teori liberal pers berkembang sebagai dampak dari masa pencerahan
dan teori umum tentang rasionalisasi serta hak-hak alamiah dan berusaha
melawan pandangan yang otoriter. Dari tulisan Milton, Locke, dan Mill dapat
dimunculkan pemahaman bahwa pers harus mendukung fungsi membantu
menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai media
yang memberikan informasi, menghibur, dan mencari keuntungan. Di bawah
teori liberal pers bersifat swasta, dan siapa pun yang mempunyai uang yang
cukup dapat menerbitkan media. Media dikontrol dalam dua cara. Dengan
beragamnya pendapat, “proses pembuktian kebenaran” dalam “pasar bebas
gagasan” akan memungkinkan individu membedakan mana yang benar atau
salah. Demikian pula dengan sistem hukum yang memiliki ketentuan untuk
menindak tindakan fitnah, tindakan senonoh, ketidaksopanan, dan hasutan
dalam masa peperangan. Teori liberal pers berkembang di Inggris selama
abad ke-18 tetapi tidak diperbolehkan dijalankan dikoloni Inggris di Amerika
Utara sampai putusnya hubungan dengan negara induk tersebut. Setelah tahun
1776, teori ini diimplementasikan di seluruh wilayah yang lepas dari
pemerintahan kolonial dan secara resmi diadopsi dengan adanya Amandemen
Pertama pada Piagam Hak Asasi Manusia baru yang ditambahkan ke dalam
Undang-Undang Dasar (Severin dan Tankard, Jr. 2005:378)

3. Teori Tanggung Jawab Sosial


Di abad ke-20 di Amerika Serikat, ada gagasan yang berkembang
bahwa media satu-satunya industri yang dilindungi Piagam Hak Asasi
Manusia, harus memenuhi tanggung jawab sosial, Teori Tanggung Jawab
Sosial merupakan evolusi gagasan praktisi media, Undang-Undang Media,
dan hasil kerja Komisi Kebebasan Pers (Commission on Freedom of the
Press), berpendapat bahwa selain bertujuan untuk memberikan informasi,
menghibur, mencari untung (seperti hal teori liberal) juga bertujuan untuk
membawa konflik ke dalam arena diskusi. Teori tanggung jawab sosial
mengatakan bahwa, setiap orang yang memiliki sesuatu yang penting untuk
dikemukakan harus diberikan hak dalam forum, dan jika media dianggap
tidak memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksanya. Di
bawah teori ini, media dikontrol oelh pendapat masyarakat, tindakan
konsumen, kode etik profesional, dan dalam hal penyiaran dikontol oleh
badan pengatur mengingat keterbatasan teknis pada jumlah saluran frekuensi
yang tersedia (Effendy, 2000:272)
4. Teori Komunis Soviet
Teori ini baru tumbuh dua tahun setelah Revolusi Oktober 1917 di
Rusia dan berakar pada teori pers penguasa atau authoritarian theory. Sistem
pers ini menopang kehidupan sistem sosialis Soviet Rusia dan memelihara
pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap segala kegiatan
sebagaimana biasanya terjadi dalam kehidupan komunis. Sebab itu, di negara-
negara tersebut tidak terdapat pers bebas, yang ada hanya pers pemerintah.
Segala sesuatu yang memerlukan keputusan dan penetapan umumnya
dilakukan oleh para pejabat pemerintah sendiri. Dengan bubarnya negara Uni
Republik Sosialis Soviet pada 25 Desember 1991 yang kini menjadi Negara
Persemakmuran, negara tersebut sekarang telah melepaskan sistem politik
komunisnya. Dengan demikian, kini teori pers komunis praktis hanya dianut
oleh RRC karena negara yang dulu berada di bawah payung kekuasaan Uni
Soviet pun sekarang ini hampir semua melepaskan sistem politik
komunisnya.
Perbedaannya dengan teori-teori pers yang lainnya adalah:
1. Dihilangkannya motif profit (yakni prinsip untuk menutup biaya) pada
media
2. Menomorduakan topikalitas (topikalitas adalah orientasi pada “apa yang
sedang ramai dibicarakan”)
3. Jika dalam teori pers penguasa orientasinya semata-mata pada upaya
mempertahankan “status-quo”, dalam teori pers komunis Soviet
orientasinya adalah perkembangan dan perubahan masyarakat (untuk
mencapai tahap kehidupan komunis)

Selain empat teori tentang pers ada dua teori yang berasal dari McQuail.
Dalam tulisannya “Uncertainty about the Audience and the Organization of Mass
Communications”, McQuail telah menambahkan dua teori lagi di samping
keempat teori pers di atas yaitu teori pembangunan dan teori pers partisipan
demokratik.
1. Teori Pembangunan
McQuail mengaitkan teori pers pembangunan dengan negara-negara
Dunia Ketiga yang tidak memiliki ciri-ciri sistem komunikasi yang sudah
maju seperti berikut ini: infrastruktur komunikasi, keterampilan-keterampilan
profesional, sumberdaya-sumberdaya produksi dan kultural, audiens yang
tersedia. Di samping itu ada ketergantungan pada negara-negara maju untuk
teknologinya, keterampilan-keterampilannya, dan produk-produk kulturalnya.
Unsur normatif yang esensial dari teori pers pembangunan yang muncul
adalah bahwa pers harus digunakan secara positif dalam pembangunan
nasional, untuk otonomi dan identitas kebudayaan nasional. Preferensi
diberikan kepada teori-teori yang menekankan keterlibatan akar rumput.
Prinsip-prinsip yang ditetapkan sebagai dalil adalah:
 Pers harus menerima dan melaksanakan tugas-tugas pembangunan yang
positif sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan secara nasional
 Kebebasan pers harus terbuka bagi pembatasan sesuai dengan prioritas-
prioritas ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan pembangunan bagi
masyarakat
 Pers harus memberikan prioritas dalam isinya kepada budaya dan bahasa
nasional (dalam konteks ini McQuail kurang melihat masalah
kolonialisme internal, yakni penghancuran budaya-budaya dan bahasa-
bahasa lokal dan regional)
 Pers harus memberikan prioritas dalam berita dan informasi untuk
menghubungkannya dengan negara-negara berkembang lain yang
berdekatan secara geografis, secara budaya atau secara politis
 Para wartawan dan para pekerja pers lainnya mempunyai tanggungjawab
maupun kebebasan dalam tugas menghimpun dan menyebarkan
informasi mereka
 Demi kepentingan tujuan pembangunan, negara mempunyai hak untuk
ikut campur dalam, atau membatasi operasi-operasi media pers , serta
penyelenggara sensor, pemberian subsidi dan kontrol langsung dapat
dibenarkan
2. Teori Pers Partisipan Demokratik
McQuail dalam bukunya Mass Communication Theory, mengatakan
bahwa teori ini lahir dalam masyarakat liberal yang sudah maju. Ia lahir
sebagai “reaksi atas komersialisasi dan monopolisasi media yang dimiliki
swasta dan sebagai reaksi atas sentralisme dan birokratisasi institusi-institusi
siaran publik, yang timbul dari tuntutan norma tanggungjawab sosial” ia
melihat organisasi-organisasi siaran publik khususnya sebagai terlalu
paternalistik, terlalu elitis, terlalu dekat kepada kekuasaan, terlalu responsif
terhadap tekanan-tekanan politis dan ekonomi, terlalu monolitik, terlalu
diprofesionalkan. Teori ini juga mencerminkan kekecewaan terhadap partai-
partai politik yang mapan dan terhadap sistem demokrasi perwakilan yang
nampak menjadi tercerabut dari akar-rumput asalnya. Inti dari teori partisipan
demokratik terletak pada kebutuhan-kebutuhan, kepentingan-kepentingan dan
aspirasi-aspirasi pihak penerima pesan komunikasi dalam masyarakat politis.
Teori ini menyukai keserbaragaman, skala kecil, lokalitas, de-
institusionalisasi, kesederajatan dalam masyarakat dan interaksi
DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2006. SOSIOLOGI KOMUNIKASI (Teori, Paradigma, dan


Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat). Jakarta: KENCANA
Izzati, Putri Iva. 2011. Teori Komunikasi Massa McQuail, Edisi 6. Jakarta:
Salemba Humanika.
Kusumaningrat, Hikmat & Purnama Kusumaningrat. 2016. JURNALISTIK (Teori
dan Praktik). Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Anda mungkin juga menyukai