Anda di halaman 1dari 37

PEDAGOGIK SEBAGAI

ILMU PENGETAHUAN
oleh :
Erik Taufiqurrohman, M. Pd.
PROSES TERBENTUKNYA ILMU PENGETAHUAN
A. SYARAT ILMU PENGETAHUAN
Menurut Karlina Supeli Laksono dalam Filsafat Ilmu
Pengetahuan (Epsitomologi) pada Pascasarjana Universitas
Indonesia tahun 1998/1999, ilmu pengetahuan ilmiah harus
memenuhi tiga syarat, yaitu:
1) Sistematik; yaitu merupakan kesatuan teori-teori yang
tersusun sebagai suatu sistem.
2) Objektif; atau dikatakan pula sebagai intersubjektif, yaitu
teori tersebut terbuka untuk diteliti oleh orang lain/ahli
lain, sehingga hasil penelitian bersifat universal.
3) Dapat dipertanggungjawabkan; yaitu mengandung
kebenaran yang bersifat universal, dengan kata lain dapat
diterima oleh orang-orang lain/ahli-ahli lain.
Pengetahuan akan menjadi ilmu apabila memenuhi syarat-syarat berikut
yaitu :
1. Logis, sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan yang diakui
kebenarannya.
2. Objektif, sesuai dengan objek yang dikaji dan didukung oleh fakta
empiris.
3. Metodik, pengetahuan diperoleh dengan cara-cara tertentu yang
teratur, dirancang, diamati, dan terkontrol.
4. Sistematik, berarti bahwa pengetahuan tersebut disusun dalam
suatu sistem yang satu dengan lainnya saling berkaitan dan saling
menjelaskan sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh.
5. Universal, pengetahuan berlaku untuk siapa saja dan di mana saja
dengan tata cara dan variabel eksperimentasi yang sama dan hasil yang
diperoleh sama juga dan konsisten.
6. Kumulatif, khasanah ilmu pengetahuan selalu bertambah dengan
hadirnya ilmu pengetahuan baru.
B. Metode Penelitian Ilmiah
Metodologi Ilmiah Alam
• Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai
tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk
memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang
telah ada. Perkembangan ilmu sekarang ini dilakukan dalam ujud
eksperimen. Eksperimentasi ilmu kealaman mampu menjangkau objek
potensi-potensi alam yang semula sulit diamati
• Pada umumnya metodologi yang digunakan dalam ilmu kealaman disebut
siklus-empirik. Ini menunjukkan pada dua hal yang pokok, yaitu siklus
yang mengandaikan adanya suatu kegiatan yang dilaksanakan berulang-
ulang, dan empirik menunjukkan pada sifat bahan yang diselidiki, yaitu
hal-hal yang dalam tingkatan pertama dapat diregistrasi secara indrawi.
• Metode siklus-empirik mencakup lima tahapan yang disebut observasi,
induksi, deduksi, eksperimen, dan evaluasi. Sifat ilmiahnya terletak pada
kelangsungan proses yang runut dari segenap tahapan prosedur ilmiah
tersebut, meskipun pada prakteknya tahap-tahap kerja tersebut sering
kali dilakukan secara bersamaan (Soeprapto, 2003).
Metode ilmiah Ilmu Sosial
Pada dasarnya metode penelitian ilmiah untuk ilmu-ilmu sosial dapat
dibedakan menjadi dua golongan pendekatan, yaitu: (1) pendekatan kuantitatif;
(2) pendekatan kualitatif.
1) Pendekatan Kuantitatif
Landasan berpikir dari pendekatan kuantitatif adalah filsafat positivisme
yang dikembangkan pertama kali oleh Emile Durkheim (1964). Pandangan
dari filsafat positivisme ini yaitu bahwa tindakan-tindakan manusia terwujud
dalam gejala-gejala sosial yang disebut fakta-fakta sosial. Fakta-fakta sosial
tersebut harus dipelajari secara objektif, yaitu dengan memandangnya
sebagai benda, seperti benda dalam ilmu pengetahuan alam.
Caranya dengan melakukan observasi atau mengamati sesuatu fakta sosial,
untuk melihat kecenderungan-kecenderungannya, menghubungkan dengan
fakta-fakta sosial lainnya, dengan demikian kecenderungan-kecenderungan
suatu fakta sosial tersebut dapat diidentifikasi.
Penggunaan data kuantitatif diperlukan dalam analisa yang dapat
dipertanggungjawabkan kesahihannya demi tercapainya ketepatan data dan
ketepatan penggunaan model hubungan variabel bebas dan variabel
tergantung
OBJEKTIVITAS
Untuk menjaga objektivitas metode ilmiah dalam
ilmu-ilmu sosial berlaku prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a) Ilmuwan harus mendekati sasaran kajiannya
dengan penuh keraguan dan skeptis.
b) Ilmuwan harus objektif yaitu membebaskan dirinya
dari sikap, keinginan, kecenderungan untuk
menolak, atau menyukai data yang dikumpulkan.
c) Ilmuwan harus bersikap netral, yaitu dalam
melakukan penilaian terhadap hasil
2) Pendekatan Kualitatif
Landasan berpikir dalam pendekatan kualitatif adalah pemikiran
Max Weber (1997) yang menyatakan bahwa pokok penelitian
sosiologi bukan hanya gejala-gejala sosial, tetapi juga dan
terutama makna-makna yang terdapat di balik tindakan-
tindakan perorangan yang mendorong terwujudnya gejala-gejala
sosial tersebut.
Oleh karena itu, metode yang utama dalam sosiologi dari Max
Weber adalah Verstehen atau pemahaman (jadi bukan Erklaren
atau penjelasan). Agar dapat memahami makna yang ada dalam
suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus dapat berperan
sebagai pelaku yang ditelitinya, dan harus dapat memahami
para pelaku yang ditelitinya agar dapat mencapai tingkat
pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang
terwujud dalam gejala-gejala sosial yang diamatinya
Pedagogik Sebagai Ilmu Pengetahuan
• Pendidikan merupakan aktivitas yang didasarkan pada ide dan
pemikiran tentang tindakan mendidik sebagaimana diinginkan.
• Ilmu mendidik merupakan ilmu yang bukan hanya bersifat
murni, dan bukan tindakan yang tanpa dasar, tetapi merupakan
ilmu yang diarahkan kepada suatu tindakan tertentu.
• Ilmu mendidik atau pedagogik adalah ilmu praksis, yaitu
sesuatu yang terintegrasi antara konsep-konsep ilmiah
berdasarkan kajian logika dan kajian bagaimana menerapkan
ide dan prinsip di dalam tindakan atau perbuatan mendidik.
• Tindakan atau perbuatan mendidik yang didasarkan pada teori
dan konsep tertentu disebut pedagogi, sedangkan ilmu
mendidik yang didasarkan pada hasil kajian ilmiah tertentu
disebut pedagogik.
Landasan Pedagogik
Landasan ilmu berkenaan dengan titik tolak atau gagasan-
gagasan yang dijadikan sebagai sandaran atau tempat
berpijak para ilmuan dalam kegiatan ilmiahnya dan
berguna bagi perkembangan pemikiran selanjutnya dalam
memahami fenomena baik fenomena alam maupun
fenomena sosial.
Gagasan tempat berpijak tersebut tidak lain adalah
pendirian atau pandangan hidup ilmuan tersebut.
Titik tolak yang menjadi landasan ilmu biasanya bersumber
dari aliran filsafat tertentu, karena filsafat merupakan
induk ilmu pengetahuan (mother of science). Oleh karena
itu landasan ilmu terdalam tidak lain adalah filsafat.
Status Keilmuan dari Pedagogik
Dengan mengacu kepada tiga persyaratan (kriteria) keilmuan sebagaimana
telah dikemukakan terdahulu, yaitu berkenaan dengan objek studinya,
metode studinya, dan sifat sistematis dari hasil studinya.
1.    Objek Studi Pedagogik
Dapat dirumuskan bahwa objek studi ilmu meliputi bebagai hal sebatas
yang dapat dialami manusia.Objek studi ilmu dibedakan menjadi:
a.  Objek Material adalah sesuatu yang dipelajari oleh suatu ilmu dalam
wujud materinya.
b.  Objek Formal adalah suatu bentuk yang khas atau spesifik dari objek
material yang dipelajari oleh suatu ilmu.
Objek formal pedagogik, menurut M.J. Langveld adalah situasi
pendidikan atau situasi pedagogiks. Situasi pendidikan adalah kegiatan
mendidik yang terjadi dalam pergaulan antara orang dewasa
(pendidikan) dengan orang belum dewasa (anak didik), dengan
kewajibannya pendidik membantu anak didik agar mencapai
kedewasaannya.
2.  Metode Studi (Penelitian)
Semua disiplin ilmu dalam mempelajari
objek studi tentu menggunakan metode
ilmiah,demikian pula pedagogik.
Dalam rangka operasinya,metode ilmiah
dijabarkan kedalam metode penilitian
ilmiah.Adapun metode ilmiah tersebut
dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a.    Metode Penelitian Kualitatif
b.    Metode Penelitian Kuantitatif
Pedagogik merupakan ilmu empiris, rohaniah,
normatif, dan praktis
• Empiris   maksudnya ilmu pendidikan objeknya dijumpai di dunia
pengalaman. Menurut Langeveld dan Driyakarya objek pedagogi  adalah
fenomena pendidikan, sedangkan Jusuf Djajadisastra dan Sutarja
berpendapat bahwa objek ilmu pendidikan itu adalah tindakan pendidikan.
Jadi dari dua pendapat tersebut dapat  disimpulkan bahwa segala yang
terjadi dalam proses pendidikan (dilihat, dirasakan,  dihayati, dan
dieskpresikan) merupakan objek dari ilmu pendidikan. 
Contoh, seorang guru mengajarkan bahwa setiap akan melakukan suatu
kegiatan diawali dengan doa. Maka dalam kegiatan sehari-hari guru harus
selalu membiasakan para siswanya untuk selalu berdoa sebelum memulai
suatu pekerjaan, misalnya setiap akan belajar diawali dengan doa bersama,
setiap akan mengerjakan sesuatu siswa selalu diingatkan agar berdoa
terlebih dahulu. Jadi dengan pembiasaan tersebut akan tertanam dalam diri
siswa pentingnya doa sebelum memulai suatu pekerjaan.
• Rohaniah   maksudnya  suasana pendidikan itu didasarkan pada
hasrat manusia untuk menafsirkan hakekat peserta didik secara
tepat, yaitu bukan semata-mata objek alam, dan untuk tidak
membiarkan peserta didik pada nasibnya menurut alam,
melainkan sebanyak-banyaknya sebagai hasil kegiatan rohaniah
manusia.
Contoh, jika menjumpai siswa yang malas, lalai, atau tida
bersemangat dalam belajar, maka guru tidak boleh membiarkan
begitu saja. Guru harus dapat membimbingnya ke arah
perubahan tingkah laku yang baik, misalnya dengan memberikan
dorongan, nasehat, saran, dan motivasi agar ia dapat merubah
sikap malasnya tersebut.
Kalau hal ini berhasil dilakukan oleh guru, maka ilmu pendidikan
berhasil menunjukkan  sebagai hasil kegiatan rohaniah manusia.
• Normatif maksudnya ilmu pendidikan didasarkan pada pemilihan antara yang
benar dan yang salah, atau baik dan tidak baik untuk peserta didik dan untuk
manusia pada umumnya. Contoh, dalam suatu kegiatan belajar guru meminta siswa
untuk menunjuk atau melakukan sesuatu, ada beberapa siswa yang selalu
menggunakan tangan kirinya dalam menunjuk dan melakukan sesuatu misalnya
bersalaman, memanggil dengan melambaikan tangan kirinya, dan sebagainya.
Karena hal itu dianggap kurang baik dan tidak sesuai dengan norma yang berlaku
maka guru berusaha memberi penjelasan dan bimbingan terhadap siswa tersebut,
sehingga mereka menyadari kekeliruan yang diperbuat dan akhirnya terbiasa
menggunakan tangan kanannya dalam setiap aktifitas. Dari contoh tersebut jelas
ilmu pendidikan itu didasarkan pada pemilihan yang baik dan benar untuk peserta
didik.
• Praktis maksudnya bukan saja menelaah objeknya untuk mengetahui betapa
keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari bagaimana seharusnya
bertindak. Contoh, seorang guru agama yang mengajarkan tentang keistimewaan
shalat berjamaah, sebaiknya selain mengajar secara teoritis si-guru mengajak
siswanya untuk melaksanakan shalat berjamaah setiap masuknya waktu shalat,
misalnya shalat berjamaah sebelum pulang. Atau paling kurang guru menganjurkan
pada peserta didik agar melaksanakan shalat berjamaah setiap shalat di rumah
atau di mesjid.
Kompetensi Pedagogik
• Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, kompetensi
adalah (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan
atau memutuskan suatu.
• Kompetensi (competence), menurut Hall dan Jones
yaitu pernyataan yang menggambarkan penampilan
suatu kemampuan tertentu secara bulat yang
merupakan perbaduan antara pengetahuan dan
kemampuan yang dapat diamati dan diukur.
• Kompetensi Pedagogik pada dasarnya adalah
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
peserta didik.
• Dalam UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen
dijelaskan bahwa kompetensi merupakan
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
profesinya.
Kompetensi tersebut meliputi:
1. Kompetensi pedagogik
2. Kompetensi profesional;
3. Kompetensi sosial;
4. Kompetensi kepribadian;
• Menurut Peraturan Pemerintah tentang Guru, bahwasanya
kompetensi pedagogik Guru merupakan kemampuan Guru dalam
pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya
meliputi:
a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.
Guru memiliki latar belakang pendidikan keilmuan sehingga
memiliki keahlian secara akademik dan intelektual. Merujuk
pada sistem pengelolaan pembelajaran yang berbasis subjek
(mata pelajaran).
Guru seharusnya memiliki kesesuaian antara latar belakang
keilmuan dengan subjek yang dibina. Selain itu, guru memiliki
pengetahuan dan pengalaman dalam penyelenggaraan
pembelajaran di kelas.
Secara otentik kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan ijazah
akademik dan ijazah keahlian mengajar (akta mengajar) dari
lembaga pendidikan yang diakreditasi pemerintah.
b. Pemahaman terhadap peserta didik
Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu
kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru. Sedikitnya
terdapat empat hal yang harus dipahami guru dari peserta
didiknya, yaitu tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat pisik, dan
perkembangan kognitif.
1) Tingkat kecerdasan
Orang yang berjasa menemukan tes intelengensi pertama sekali
adalah seorang dokter berkebangsaan Perancis: Alfred Binet dan
pembantunya Simon, tes ini pertama sekali diumumkan antara
1908–1911 yang diberi nama skala pengukur kecerdasan.
Dengan tes semacam inilah usia kecerdasan seseorang
diukur/ditentukan. Dari tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia
kecerdasan tidak sama dengan usia sebenarnya. Sehingga
dengan demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-
perbedaan I.Q (Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap orang/anak.
• 2) Kreatifitas
Kreativitas bias dikembangkan dengan penciptaan proses pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik mengembangkan kreativitasnya.
Secara umum guru diharapkan menciptakan kondisi yang baik, yang
memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya,
antara lain dengan teknik kerja kelompok kecil, penugasan dan mensponsori
pelaksanaan proyek. Anak yang kreatif belum tentu pandai, dan sebaliknya.
Proses pembelajaran pada hakikatnya untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
Namun dalam pelaksanaannya seringkali kita tidak sadar, bahwa masih
banyak kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat
aktivitas dan kreativitas peserta didik. Hal ini dapat dilihat dalam proses
belajar mengajar di kelas yang pada umunya lebih menekankan pada aspek
kognitif.
Gibbs dalam Mulyasa (2006). Berdasarkan penelitiannya menyimpulkan
bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan,
komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak
terlalu ketat.
3). Kondisi Fisik
Kondisi fisik antara lain berkaitan dengan penglihatan, pendengaran,
kemampuan bicara, pincang, dan lumpuh karena kerusakan otak. Terhadap
peserta didik yang memiliki kelainan fisik diperlukan sikap dan layanan
yang berbeda dalam rangka membantu perkembangan pribadi mereka.
Ornstein dan Levine dalam mulyasa (2006) membuat pernyataan sebagai
berikut:
Orang yang mengalami hambatan, bagaimanapun hebatnya
ketidakmampuan mereka, harus diberikan kebebasan dan pendidikan yang
cocok. Penilaian terhadap mereka harus adil dan menyeluruh. Orang
tua/wali mereka harus adil, dan boleh memprotes keputusan yang dibuat
kepala sekolah.
Rencana pendidikan individual, yang meliputi pendidikan jangka panjang,
dan jangka pendek harus diberikan, dan meninjau kembali tujuan dan
metode yang dipilih
Layanan pendidikan diberikan dalam lingkungan yang terbatas untuk
memberikan layanan yang tepat.
4) Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif
Pertumbuhan dan perkembangan dapat diklasifikasikan atas kognitif, psikologis,
dan fisik. Pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan struktur dan
fungsi karakteristik manusia. Perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam
kemajuan yang mantap, dan merupakan suatu proses kematangan.
Piaget dalam Mulyasa (2006). Terdapat empat tahap perkembangan mental
manusia sebagai berikut:
a. Tahap sensorimotorik (sejak lahir hingga usia dua tahun). Anak mengalami
kemajuan dalam operasi-operasi reflek dan belum mampu membedakan apa
yang ada disekitarnya hingga ke aktifitas sensorimotorik yang komplek, sehingga
terjadi formulasi baru terhadap organisasi pola-pola lingkungan.
b. Tahap praoperasional (2-7 tahun). Pada tahap ini objek-objek dan peristiwa
mulai menerima arti secara simbolis.
c. Tahap operasi nyata (7-11 tahun). Anak mulai mengatur data ke dalam
hubungan-hubungan logis dan mendapatkan kemudahan dalam manipulasi data
dalam situasi pemecahan masalah.
d. Tahap operasi formal (usia 11 dan seterusnya). Tahap ini ditandai oleh
perkembangan kegiatan-kegiatan operasi berfikir formal dan abstrak.
c. Pengembangan kurikulum/silabus
Guru memiliki kemampuan mengembangkan
kurikulum pendidikan nasional yang disesuaikan
dengan kondisi spesifik lingkungan sekolah.
d. Perancangan pembelajaran
Guru memiliki merencanakan sistem pembelajaran
yang memamfaatkan sumber daya yang ada.
Semua aktivitas pembelajaran dari awal sampai
akhir telah dapat direncanakan secara strategis,
termasuk antisipasi masalah yang kemungkinan
dapat timbul dari skenario yang direncanakan.
e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
Mulyasa (2006) kegagalan pelaksanaan pembelajaran
sebagian besar disebabkan oleh penerapan metode
pendidikan konvensional, anti dialog, proses penjinakan,
pewarisan pengetahuan, dan tidak bersumber pada realitas
masyarakat.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara
peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan
perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut
banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor
eksternal maupun faktor internal. Dalam pembelajaran, tugas
guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan
agar menunjang terjadinya perubahan perilaku pembentukan
kompetensi peserta didik.
f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran.
Dalam menyelenggarakan pembelajaran, guru menggunakan
teknologi sebagai media. Menyediakan bahan belajar dan
mengadministrasikan dengan menggunakan teknologi informasi.
Membiasakan anak berinteraksi dengan menggunakan teknologi.
Fasilitas pendidikan pada umunya mencakup sumber belajar,
sarana dan prasarana sehingga peningkatan fasilitas pendidikan
harus ditekankan pada peningkatan sumber-sumber belajar, baik
kuantitas maupun kualitasnya, sejalan dengan perkembangan
teknologi pendidikan dewasa ini.
Sehubungan dengan itu, peningkatan fasilitas laboratorium,
perpustakaan, atau ruang-ruang belajar khusus seperti ruangan
komputer, sanggar seni, ruang audio dan video seyogianya
semakin menjadi faktor-faktor yang diperhatikan dalam
peningkatan fasilitas pembelajaran.
g. Evaluasi hasil belajar
Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pembentukan
kompetensi peserta didik, yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan
dasar penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, serta penilaian program.
1. Penilaian kelas
Penilaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir.
Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam satuan bahasan
atau kompetensi tertentu. Ulangan umum dilaksanakan setiap akhir semester dengan
bahan yang disajikan sebagai berikut.
a. Ulangan umum semester pertama soalnya diambil dari materi semester pertama,
b. Ulangan umum semester kedua soalnya merupakan gabungan dari semester pertama
dan kedua dengan penekanan pada materi semester kedua.
c. Ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan. Bahan-bahan yang diujikan
meliputi seluruh materi pembelajaran yang telah diberikan, dengan penekanan pada
bahan-bahan yang diberikan pada kelas tinggi.
Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar
peserta didik, memberikan umpan balik, mempengaruhi proses pembelajaran dan
pembentukan kompetensi pesrta didik, mendiagnosa kesulitan belajar dan
pembentukan kompetensi peserta didik.
2. Tes kemampuan dasar
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis,
dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran.
• 3. Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi
Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan
penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh
mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu.
Untuk keperluan sertifikasi, kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan
dalam Surat Tanda Tamat Belajar tidak semata-semata didasarkan atas
hasil penilaian pada akhir jenjang sekolah

• h. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai


potensi yang dimilikinya
Pengembangan peserta didik merupakan bagian dari kompetensi
pedagogik yang harus dimiliki guru, untuk mengaktualisasikan berbagi
potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Pengembangan peserta
didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain
kegiatan ekstrakurikuler, pengayaan dan remedial, serta bimbingan
konseling (BK).
Pentingnya Pedagogik dalam Menyelesaikan Masalah
Pendidikan.
Pentingnya Teori Pendidikan
Teori pendidikan (dalam hal ini pedagogik) perlu di pelajari secara akademik (secara ilmiah di
perguruan tinggi), khususnya di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), yang
mempersiapkan lulusannya untuk menjadi pendidik baik disekolah maupun diluar sekolah.
Ilmu pendidikan sebagai teori perlu dipelajari karena akan memberi beberapa manfaat:
a.  Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui arah serta tujuan mana yang akan di
capai.
b. Untuk menghindari atau sekurang-kurangnya mengurangi kesalahan-kesalahan dalam
praktik, karena dengan memahami teori pendidikan, seseorang akan mengetahui mana yang
boleh dan yang tidak boleh di lakukan, walau teori tersebut bukan suatu resep yang jitu.
c.   Dapat di jadikan sebagai tolak ukur, sampai di mana seseorang telah berhasil melaksanakan
tugas dalam pendidikan.
Prof. Sikun Pribadi (1984) menemukakan tiga golongan kesalahan dalam melaksanakan
pendidikan yaitu:
a.  Kesalahan-kesalahan teknis, artinya kesalahan yang di sebabkan oleh kekeurangan
keterampilan atau kesalahan dalam cara menerapkan pengertian atau prinsip-prinsip tertentu.
b.     Kesalahn-kesalahan yang bersumber pada struktur kepribadian prilaku pendidik sendiri.
c.      Kesalahan-kesalahan yang sifatnya konseptual, artinya karena pendidikan kurang mendalami
masalah-masalah yang sifatnya teoritis maka perbuatan mendidiknya mempunyai akibat-akibat
yang tak dapat di benarkan.
7 (Tujuh) Kesalahan Yang Sering Dilakukan Guru Dalam
Pembelajaran
Menurut E. Mulyasa (2011:19) dari berbagai hasil kajian menunjukan bahwa sedikitnya
terdapat tujuh kesalahan yang sering dilakukan guru dalam permbelajaran, yaitu ; 
1.    Mengambil Jalan Pintas Dalam Pembelajaran
Berbagai kasus menunjukan bahwa diatara para guru banyak yang merasa dirinya
sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun tidak dapat menunjukan alasan yang
mendasari asumsi itu.
Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas, sehinga
banyak guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam
perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.
Agar tidak tergiur untuk mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, guru
hendaknya memandang pembelajaran sebagai suatu system, yang jika salah satu
komponennya terganggu, maka akan menggangu seluruh system tersebut. Sebagai
contoh, guru harus selalu membuat dan melihat persiapan setiap mau melakukan
kegiatan pembelajaran., serta merevisi sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan
perkembangan zamannya.
Harus selalu diingat mengajar tanpa persiapan merupakan jalan pintas, dan
tindakan yang berbahaya, yang dapat merugikan perkembangan peserta didik, dan
mengancam kenyamanan guru.
2.   Menunggu Peserta Didik Berperilaku Negative
• Dalam pembelajaran di kelas, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang
semuanya ingin diperhatikan. Peserta didik akan berkembang secara optimal melalui
perhatian guru yang positif , sebaliknya perhatian yang negative akan menghambat
perkembangan peserta didik. Mereka senang jika m;endapat pujian dari guru dan merasa
kecewa jika kurang diperhatikan .
• Biasanya guru baru memberikan perhatian kepada peserta didik ketika rebut, tidur dikelas,
tidak memperhatikan pelajaran, sehingga menunggu peserta didik berperilaku buruk.
Kondisi tersebut sering kali mendapatkan tanggapan yang salah dari peserta didik, mereka
beranggapan bahwa untuk mendapatkan perhatian dari guru harus berbuat salah, burbuat
gaduh, menganggu atau melakukan tindakan tidak disiplin lainnya. Seringkali terjadi
perkelahian pelajar hanya  karena mereka tidak mendapatkan perhatian, dan
meluapkannya melalui perkelahian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan
peserta didik tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk mendapatkan perhatian dari
guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya, tetapi mereka tahu cara menggangu teman,
membuat keributan, serta perkelahian, dan ini kemudian yang mereka gunakan untuk
mendapatkan perhatian.
• Disisi lain, guru harus memperhatikan perilaku-perilaku peserta didik yang negatf, dan
mengeliminasi perilaku-perilaku tersebut agar tidak terulang kembali. Guru bisa
mencontohkan berbagai perilaku peserta negatif , misalnya melalui ceritera dan ilustrasi,
dan memberikan pujian kepada mereka karena tidak melakukan perilaku negative tersebut.
Sekali lagi “Jangan menunggu peserta didik berperilaku negative”.
3. Menggunakan Destructive Disclipline
• Akhir-akhir ini banyak perilaku negatif yang dilakukan oleh para
peserta didik, bahkan melampaui batas kewajaran karena telah
menjurus pada tindak melawan hukum, melanggar tata tertib,
melanggar norma agama, criminal, dan telah membawa akibat
yang sangat merugikan masyarakat. Demikian halnya dengan
pembelajaran, guru akan mengahadapi situasi-situasi yang
menuntut guru harus melakukan tindakan disiplin.
• Seperti alat pendidikan lain, jika guru tidak memiliki rencana
tindakan yang benar, maka dapat melakukan kesalahan yang tidak
perlu. Seringkali guru memberikan hukuman kepada peserta didik
tanpa melihat latar belakang kesalahan yang diperbuat, tidak
jarang  guru memberikan hukuman diluar batas kewajaran
pendidikan, dan banyak guru yang memberikan hukuman kepada
peserta didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan.
• Dalam pada itu seringkali guru memberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta
didik diluar kelas (PR), namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan peserta
didik dan mengembalikannya dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk
kemajuan peserta didik. Yang sering dialami peserta didik adalah guru sering
memberikan tugas , tetapi tidak pernah memberi umpan balik terhadap tugas-tugas
yang dikerjakan. Tindakan tersebut merupakan upaya pembelajaran dan penegakan
disiplin yang destruktrif, yang sangat merugikan perkembangan peserta didik.
• Bahkan tidak jarang tindakan destructive disclipline yang dilakukan oleh guru
menimbulkan kesalahan yang sangat fatal yang tidak hanya mengancam perkembangan
peserta didik, tetapi juga mengancam keselamatan guru. Di Jawa Timur pernah ada
kasus seorang peserta didik mau membunuh gurunya dengan seutas tali raffia, hanya
gara-gara gurunya memberikan coretan-coretan merah pada hasil ulangannya.
• Agar guru tidak melakukan kesalahan-kesalahan dalam menegakkan disiplin ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
• Disiplinkan peserta didik ketika anda dalam keadaan tenang
• Gunakan disiplin secara tepat waktu dan tepat sasaran
•  Hindari menghina dan mengejek peserta didik
• Pilihlah hukuman yang bisa dilaksanakan secara tepat
• Gunakan disiplin sebagai alat pembelajaran.
4.    Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik
• Kesalahan berikutnya  yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah mengabaikan
perbedaan individu peserta didik. Kita semua mengetahui setiap peserta didik memiliki
perbedaan yang sangat mendasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik
memiliki emosi yang sangat bervariasi, dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku yang
tampak aneh. Pada umumnya perilaku-perilaku tersebut cukup normal dan dapat ditangani
dengan menciptakan pembelajaran yang kondusif. Akan tetapi karena guru disekolah dihadapkan
pada sejumlah peserta didik, guru seringkali sulit untuk membedakan mana perilaku yang wajar
atu normal dan mana perilaku yang indisiplin dan perlu penanganan khusus.
• Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, mereka memiliki kekuatan, kelemahan,
minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang social
ekonomi, dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktifitas, kreatifitas, intlegensi,
dan kompetensinya. Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual peserta didik,
dan menetapkan karakteristik umum yang menjadi cirri kelasnya, dari ciri-ciri individual yang
menjadi karakteristik umumlah seharusnya guru memulai pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga
harus memahami ciri-ciri peserta didik yang harus dikembangkan dan yang harus diarahkan
kembali.
• Sehubungan dengan uraian diatas, aspek-aspek peserta didik yang peru dipahami guru antara
lain: kemampuan, potensi, minat, kebiasaan, hobi, sikap, kepribadian, hasil belajar, ctatan
kesehatan, latar belakang sekolah dan kegiatannya disekolah. Informasi tersebut dapat dieroleh
dan dipelajari dari laporan atau catatan sekolah, informasi dai peserta didik lain (teman dekat),
observasi langsung dalam situasi kelas, dan dalam berbagai kegiatan lain di luar kelas, serta
informasi dari peserta didik itu sendiri melalui wawancara, percakapan dan autobiografi.
5.  Merasa Paling Pandai
• Kesalahan lain yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran
adalah merasa paling pandai dikelas. Kesalahan ini berangkat dari
kondisi bahwa pada umumnya para peserta didik disekolahnya
relative lebih muda dari gurunya, sehingga guru merasa bahwa
peserta didik tersebut lebih bodoh dibanding dirinya, peserta
didik dipandang sebagai gelas yang perlu di isi air ke dalamnya.
Perasaan ini sangat menyesatkan , karena dalam kondisi seperti
sekarang ini peserta didik dapat belajar melalui internet dan
berbagai media massa, yang mungkin guru belum menikmatinya.
• Dalam hal ini guru harus menjadi pembelajar sepanjang hayat,
yang senantiasa menyesuaikan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat.
Jika tidak, maka akan ketinggalan kereta, bahkan disebut guru
ortodok.
6.    Diskriminatif
• Pembelajaran yang baik dan efektif adalah yang mampu memberi
kemudahan belajar secara adil dan merata (tidak diskriminatif),
sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara
optimal. Keadilan dalam pembelajaran meupakan kewajiban guru dan
hak peserta didik untuk memperolehnya. Dalam prakteknya banyak
guru yang tidak adil, sehingga merugikan perkembangna peserta
didik, dan ini merupakan kesalahan guru yang sering dilakukan ,
terutama dalam penilaian. Penilaian merupakan upayakan untuk
mmebrikan penghargaan kepada peserta didik sesuai dengan usaha
yang dilakukannya selama proses pembelajaran.
• Oleh karena itu, dalam memeberikan penilaian harus dilakukan
secara adil, dan benar-benar merupakan cermin dari perilaku peserta
didik. Namun demikian tidak sedikit guru yang menyalahgunakan
penilaian, misalnya sebagai ajang untuk balas dendam, atau ajang
untuk menyalurkan kasih sayang diluar tanggung jawabnya sebagai
seorang guru.
7.  Memaksa hak peserta didik
• Memaksa hak peserta didik merupakan kesalahan yang
sering dilakukan guru, sebagai akubat dari kebiasaan
guru berbisnis dalam pembelajaran, sehingga
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
keuntungan.  
• Guru boleh saja memiliki pekerjaan sampingan,
memperoleh penghasilan tambahan, itu sudah
menjadi haknya, tetapi tindakkan memaksa bahkan
mewajibkan peserta didik untuk membeli buku
tertentu sangat fatal serta kurang bisa digugu dan
ditiru. Sebatas menawarkan boleh saja, tetapi kalau
memaksa kasihan bagi orangtua yang tidak mampu.
Sedangkan menurut  Dr. Wina Sanjaya ( 2005 : 70 ) menyebutkan ada
4 kekeliruan dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru
yaitu :
• Ketika mengajar, guru tidak berusaha mencari informasi, apakah
materi yang diajarkannya sudah dipahami oleh siswa atau belum.
• Dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak
berpikir kepada siswa. Komunikasi bisa terjadi satu arah, yaitu dari
guru ke siswa. Guru menganggap bahwa bagi siswa menguasai
materi pelajaran lebih penting dibandingkan dengan
mengembangkan kemampuan berpikir.
• Guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak
mau mendengarkan penjelasannya.
• Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan
menguasai pelajaran dibandingkan dengan siswa. Siswa dianggap
sebagai ” tong kosong ” yang harus diisi dengan sesuatu yang
dianggapnya sangat penting.
Pertanyaan
1. Apa yang menjadi landasan pedagogik sebagai ilmu
pengetahuan? Jelaskan!
2. Didalam status keilmuan dari pedagogik ada metode
penelitian. Sebutkan metode penelitian tersebut dan
jelaskan!
3. Menurut anda seberapa penting pedagogik dalam
menyelesaikan masalah pendidikan? Jelaskan!
4. Didalam pemaparan materi ada 7 kesalahan yang
sering dilakukan guru dalam pembelajaran.
Bagaimana cara anda untuk mengatasi 7 kesalahan
tersebut!

Anda mungkin juga menyukai