Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin


keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban
untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa
terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti
yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Namun sayangnya sistem pendidikan di
Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya
segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan
perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas
segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar.

Selama ana-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan


fasilitas pendidikan khusus disesuaikan denan derajat dan jenis difabelnya yang disebut
dengan sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem SLB telah membangun
tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme
tersebut selama ini tidak disadari telah mengahambat proses saling mengenal antara anak-
anak difabel dengan anak-anak non-difabel.

Akibat sistem pendidikan tersebut dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok


difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat.
Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara
kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari
kehidupan masyarakat di sekitarnya. Untuk mengatasi masalah tersebut pendidikan
inklusif diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus selama ini.

Lantas, apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif? Bagaimana sejarah


munculnya pendidikan inklusif? Apa tujuan dan bagaimana prinsip pendidikan inklusif?
Bagaimana keutamaan dan sisi positif pendidikan inklusif? Di kesempatan kali ini semua
ha tersebut, akan kami bahas melalui makalah ini. Semoga melalui makalah ini dapat
membuka kacamata kita dalam pendidikan inklusif.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif?
2. Bagaimana sejarah pendidikan inklusif?
3. Apa tujuan dari pendidikan inklusif?
4. Bagaimana prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif?
5. Bagaimana keutamaan dan sisi positif pendidikan inklusif?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Memahami pendidikan inklusif.
2. Memahami sejarah pendidikan inklusif.
3. Memahami tujuan pendidikan inklusif
4. Memahami prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif.
5. Memahami keutamaan dan sisi positif pendidikan inklusif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSIF


1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan atau mendidik bersumber dari pikiran dan pengalaman manusia.


Manusia memiliki kemampuan menciptakan cara-cara mendidik, karena
perkembangan pikirannya. Kegiatan mendidik mencakup banyak hal, dan sangat
berkaitan dengan perkembangan manusia. Jadi, mendidik memiliki makna bahwa
manusia berubah lebih baik dari sebelumnya. Menjadikan kehidupan manusia lebih
baik dari kehidupan alami menjadi kehidupan berbudaya.

Pengertian pendidikan menurut para pakar pendidikan menurut kajian literature,


sebagai berikut :

a. John Dewey, berpendapat bahwa pendidikan adalah proses pembentukan


kecakapan fundamental, emosional kearah alam, dan sesama manusia.
b. M. J. Langeveld, pendidikan adalah usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan
yang diberikan kepada anak agar menuju kepada kedewasaannya. Atau lebih
tepatnya membantu anak agar cakap melaksanakan tugasnya sehari-hari.
c. Thompson, pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk
menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku,
pikiran, dan sifatnya.
d. Ki Hajar Dewantara, menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk
kemajuan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya.
e. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukannya,
masyarakat, bangsa, dan Negara.

3
Pengertian pendidikan bukan sekedar di dalam sekolah saja. Ketika anak-anak
bermain, secara tidak langsung anak-anak sedang melakukan kegiatan pembelajaran.
Karena tujuan bermain adalah untuk menambah wawasan. Ketika bayi yang berusia
satu tahun dibantu berjalan oleh orang tuanya hal ini juga termasuk pendidikan.
Karena tanpa sadar anak dilatih untuk menambah wawasan dalam mengetahui cara
beralan.

Dari pengertian contoh dan diatas, nyata jelas bahwa pengertian pendidikan
adalah latihan. Melalui latihan manusia dapat memahami berbagai pengetahuan.
Dengan banyak latihan manusia akan terampil melakukan pekerjaan apa saja.
(Neolaka, 2017: 14)

Jadi, secara singkat pengertian pendidikan adalah suatu proses pembelajaran


kepada peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap sesuatu dan membuatnya
menjadi seorang manusia yang kritis dalam berpikir

2. Pengertian Inklusi

Inklusi berasal dari kata ”inclusion”, yang artinya mengajak masuk atau
mengikutsertakan. Lawan katanya adalah eksklusi, yang berasal dari kata ”exclusion”,
yang artinya mengeluarkan atau memisahkan.

Pengertian inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun


dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk
dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang,
karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka dalam
konsep lingkungan inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas
dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat merasa aman dan nyaman
mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya.

Jadi, lingkungan inklusi adalah lingkungan sosial masyarakat yang terbuka,


ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga masyarakat
tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan.

Istilah pendidikan inklusi atau inklusif, meluai mengemuka semenjak tahun


1990 ketika konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua yang diteruskan
dengan pernyataan Salamanca tentang pendidikan inklusif pada tahun 1994. Konsep
4
pendidikan inklusif muncul sebagai solusi adanya perlakuan diskriminatif dalam
layanan pendidikan terutama bagi anak-anak penyandang cacat atau anak-anak yang
berkebutuhan Khusus.

Seorang anak dikatakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) apabila anak


tersebut memiliki tiga ketentuan antara lain (1) anak memiliki penyimpangan berarti
dari anak pada umumnya (kurang atau melebihi anak pada umumnya), (2)
penyimpangan tersebut membuat anak mengalami hambatan dalam kesehariannya,
dan (3) karena hambatan tersebut seorang anak membutuhkan pelayanan khusus.
Anak Berkebutuhan Khusus memiliki banyak kategori, kurang lebih ada sembilan
macam ABK seperti bawah ini :

a. Anak Disabilitas Intelektual (Retardasi Mental), disebut tunagrahita. Anak


dalam kategori ini adalah anak yang memiliki intelegensi kurang dari rata-rata
atau dengan IQ di bawah 70.
b. Anak Disabilitas Pengelihatan, disebut tunanetra. Anak dalam kategori ini
adalah anak yang memiliki hambatan dalam pengelihatannya, baik itu secara
keseluruhan (totaly blind) maupun sebagian (low vision).
c. Anak Disabilitas Pendengaran, disebut tunarungu. Anak dalam kategori ini
adalah anak yang memiliki hambatan pendengaran baik ringan maupun berat.
d. Anak Disabilitas Tubuh, disebut tunadaksa. Anak dalam kategori ini adalah anak
yang memiliki kondisi fisik yang menyimpang dari anak pada umumnya.
Kondisi fisik ini dapat terjadi dalam berbagai macam dan menghambat aktivitas
anak.
e. Anak Gangguan Emosi dan Tingkah Laku, disebut tunalaras. Anak dalam
kategori ini adalah anak yang memiliki gangguan emosi dan penyimpangan
tingkah laku berdasarkan sosial, adat, dan hukum.
f. Anak Autis. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki gangguan pada
sistem syaraf dan menyebabkan timbulnya beberapa tingkah laku yang berbeda,
seperti memiliki dunianya sendiri. Anak autis memiliki ciri yang berbeda dari
setiap individu, sehingga tidak ada ciri-ciri spesifik dalam anak autis.
g. Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif. Anak dalam kategori ini
adalah anak yang memiliki gangguan pemusatan perhatian dan memiliki tingkat
keaktifan jauh melebihi anak pada umumnya.

5
h. Anak Kesulitan Belajar (slow learner). Anak dalam kategori ini adalah anak
yang memiliki hambatan dalam belajar karena gangguan dalam anak, seperti
faktor medis pada bagian otak anak.
i. Anak Berbakat. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki kemampuan
akademis atau nonakademis melebihi anak pada umumnya.

3. Pengertian Pendidikan Inklusif

Yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah pendidikan yang dapat


dijangkau oleh semua orang dan tanap terhadap semua peserta didik termasuk difabel
secara individual.

Menurut Lay Kekeh Martan (2007: 145) pendidikan inklusif adalah sebuah
pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan
khusus di sekolah regular (SD, SMP, SMU, dan SMK) yang tergolong luar biasa
baik dalam arti kelainan, lamban belajar, maupun kesulitan belajar lainnya. Staub
dan Peck dikutip Tarmansyah (2007: 83) pendidikan inklusi adalah penempatan anak
berkelainan ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas. Hal ini menunjukkan
kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-anak yang
berkelainan, apapun jenis kelainannya. Pendidikan inklusi menurut Sapon Shevin
dalam O’neil (1994) adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak
berkebutuhan khusus belajar disekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama
teman-teman seusianya. Sekolah inklusi menurut Stainback dikutip Neolaka (2019:
220) adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini
menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat
diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa


pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan untuk peserta didik yang
berkebutuhan khusus tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional,
linguistic, atau kondisi lainnya untuk bersama-sama mendapatkan pelayanan
pendidikan di sekolah regular (SD, SMP, SMU, SMK, sampai Perguruan Tinggi).

6
Pendidikan Inklusif adalah satu bentuk reformasi pendidikan yang
menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan,
keadilan, dan perluasan akses pendidikan bagi semua, peningkatan mutu pendidikan,
upaya strategis dalam menuntaskan wajib belajar 9 tahun, serta upaya mengubah
sikap masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus (Mohammad Takdir Ilahi,
2013:25). Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang sangat menekankan Hak
Asasi Manusia pada seluruh siswa baik itu anak normal maupun anak berkebutuhan
khusus. Pendidikan inklusif ini sangat diperlukan karena individu dengan
keterbatasan ini seringkali mendapat perlakuan diskriminatif dalam layanan
pendidikan. Pendidikan inklusif memiliki prinsip dasar bahwa selama
memungkinkan, semua anak pada dasarnya belajar bersama-sama tanpa memandang
kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada pada mereka.

B. SEJARAH PENDIDIKAN INKLUSI

Sejarah perkembangan inklusif didunia pada mulanya diprakarsai dan diawali dari
negara-negara scandinavia (Denmark, Norwegia, dan Swedia). Di Amerika Serikat pada
tahun 1960-an presiden Kennedy mengirimkan pakar-pakar pendidikan luar biasa ke
scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan least restrictive environtment, yang
ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat. Selanjutnya di inggris mulai
memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif dengan ditandai adanya pergeseran
model pendidikan untuk anak kebutuhan khusus dari segregatif ke intergratif. Tuntutan
penyelenggaraan pendidikan inklusif didunia semakin nyata terutama sejak diadakannya
konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan koferensi dunia tentang pendidikan
tahun 1991 di bangkok yang menghasilkan deklarasi “Education for all”. Implikasi dari
statement ini mengikat bagi semua anggota konferensi agar semua anak tanpa terkecuali
(termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan layanan pendidikan secara memadai.

Sebagai tindak lanjut deklarasi bangkok, pada tahun 1994 diselenggarakan


konvensi pendidikan di Salamanca Spanyol yang mencetuskan perlunya pendidikan
inklusif yang selanjutnya dikenal dengan “the Salamanca statement on inclusive
education”. Sejalan dengan kecendrungan tuntutan perkembangan dunia tentang
pendidikan inklusif, indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konvensi nasional
dengan menghasilkan deklarasi Bandung dengan komitmen indonesia menuju pendidikan
Inklusif. Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun
7
2005 diadakan simposium internasional di Bukittinggi dengan menghasilkan
rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus
dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin bahwa
semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan dan layak.
Berdasarkan perkembangan sejarah pendidikan inklusif dunia tersebut, maka pemerintah
Republik Indonesia sejak awal tahun 2000 mengembangkan program pendidikan inklusif.
Program ini merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu yang sesungguhnya
pernah diluncurkan di indonesia pada tahun 1990-an, tetapi kemudian kurang
berkembang, dan baru mulai tahun 2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti
kecenderungan dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusif.

Florida state university center for prevention & Early Intervention policy (2002)
mendefenisikan pendidikan inklusif sebagai sebuah usaha untuk membuat para siswa
yang memiliki ketidakmampuan tertentu pergi kesekolah bersama teman-teman dan
sesamanya serta menerima apapun dari sekolah seperti teman-teman yang lainnya
terutama dukungan dan pengajaran yang didesain secara khusus yang mereka butuhkan
untuk mencapai standar yang tinggi dan suskses sebagai pembelajar.

Dengan demikian, perlu diingat bahwa pendidikan atau sekolah inklusif bukan
sebuah sekolah bagi siswa yang memiliki kebutuhan khusus melainkan sekolah yang
memberikan layanan efektif bagi semua. Dengan kata lain, pendidikan inklusif adalah
pendidikan dimana semua anak dapat memasukinya, kebutuhan setiap anak diakomodir
atau dirangkul dan dipenuhi bukan hanya sekedar ditolerir (watterdal,2002)

Di Indonesia pendidikan inklusi sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan


Nasional No.7 tahun 2009. Aturan itu menyatakan seluruh sekolah di provinsi ataupun
kabupaten/kota wajib menyediakan pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi harus tersedia
ditingkat SD, SMP, dan SMA.

C. TUJUAN PENDIDIKAN INKLUSIF

Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk


mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia dan
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No
8
20 tahun 2003, Pasal 1 ayat 1). Oleh sebab itu inti dari pendidikan inklusi adalah
hak azasi manusia atas pendidikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah
semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak
mendiskriminasikan dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin,
kemampuan dan lain-lain. Tarmansyah (2007: 112-113) tujuan praktis yang ingin dicapai
dalam pendidikan inklusi meliputi :

1. Tujuan yang ingin dicapai oleh anak


a. Berkembangnya kepercayaan pada diri anak, merasa bangga pada diri
sendiri atas prestasi yang diperolehnya.
b. Anak dapat belajar secara mandiri, dengan mencoba memahami dan
menerapkan pelajaran yang diperolehnya di sekolah ke dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Anak mampu berinteraksi secara aktif bersama teman-temannya, guru,
sekolah dan masyarakat.
d. Anak dapat belajar untuk menerima adanya perbedaan, dan mampu
beradaptasi dalam mengatasi perbedaan tersebut.
2. Tujuan yang ingin dicapai oleh guru
a. Guru akan memperoleh kesempatan belajar dari cara mengajar dengan
setting inklusi.
b. Terampil dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik yang
memiliki latar belakang beragam.
c. Mampu mengatasi berbagai tantangan dalam memberikan layanan kepada
semua anak.
d. Bersikap positif terhadap orang tua, masyarakat, dan anak dalam situasi
beragam.
e. Mempunyai peluang untuk menggali dan mengembangkan serta
mengaplikasikan berbagai gagasan baru melalui komunikasi dengan anak
di lingkungan sekolah dan masyarakat.
3. Tujuan yang ingin dicapai oleh orang tua
a. Para orang tua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana cara mendidik
dan membimbing anaknya lebih baik di rumah, dengan menggunakan
teknik yang digunakan guru di sekolah.

9
b. Oang tua secara pribadi terlibat, dan akan merasakan keberadaanya menjadi
lebih penting dalam membantu anak untuk belajar.
c. Orang tua akan merasa dihargai, merasa dirinya sebagai mitra sejajar dalam
memberikan kesempatan belajar yang berkualitas kepada anaknya.
d. Orang tua mengetahui bahwa anaknya dan semua anak yang di sekolah,
menerima pendidikan yang berkualitas sesuai dengan kempuan masing-masing
individu anak.
4. Tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat
a. Masyarakat akan merasakan suatu kebanggaan karena lebih banyak anak
mengikuti pendidikan di sekolah yang ada di lingkungannya.
b. Semua anak yang ada di masyarakat akan terangkat dan menjadi sumber
daya yang potensial, yang akan lebih penting adalah bahwa masyarakat
akan lebih terlibat di sekolah dalam rangka menciptakan hubungan yang
lebih baik antara sekolah dan masyarakat

Tujuan pendidikan inklusi menurut Raschake dan Bronson


(Lay Kekeh Marthan, 2007: 189-190), terbagi menjadi 4 yakni bagi anak
berkebutuhan khusus, bagi pihak sekolah, bagi guru, dan bagi masyarakat, lebih
jelasnya adalah sebagai berikut:

1. Bagi anak berkebutuhan khusus


a. Anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya.
b. Anak akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan
bertumbuh.
c. Meningkatkan harga diri anak.
d. Anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan
bersama teman yang sebaya.
2. Bagi pihak sekolah
a. Memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan dalam satu
kelas.
b. Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan dan
kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya.
c. Meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati
pada keterbatasan anak.

10
d. Meningkatkan kemempuan untuk menolong dan mengajar semua anak dalam
kelas.
3. Bagi guru
a. Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui
bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan.
b. Menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus.
c. Guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam
pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan masalah.
d. Meredam kejenuhan guru dalam mengajar.
4. Bagi masyarakat
a. Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat.
b. Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota
masyarakat tentang proses demokrasi.
c. Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggota
masyarakat.

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan


inklusi yang ingin dicapai adalah tujuan bagi anak berkebutuhan khusus, bagi
pihak sekolah, bagi guru, bagi orang tua dan bagi masyarakat.

D. PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

Prinsip pendidikan inklusif berkaitan langsung dengan jaminan akses dan peluang
bagi semua anak Indonesia untuk memperoleh pendidikan tanpa memandang latar
belakang kehidupan mereka. Ada beberapa prinsip dasar pendidikan inklusif diantaranya:

1. Pendidikan inklusif membuka kesempatan kepada semua jenis siswa

Pendidikan inklusif merepresentasikan pihak yang termarginalkan dan


terbelakang dari lingkungannya. Representasi pendidikan inklusif bukan saja
menolak diskriminasi dan ketidakadilan, melainkan pula memperjuangkan hak azazi
manusia yang terbelenggu oleh hegemoni penguasa. Pendidikan inklusif tidak saja
menjadi konsep pendidikan yang menekankan pada kesetaraan, tetapi juga
memberikan perhatian penuh pada semua kalangan anak yang mengalami

11
keterbatasan fisik maupun mental. Pendidikan inklusif mengusung tema besar
tentang pentingnya menghargai perbedaan dalam keberagaman.

2. Pendidikan inklusif menghindari semua aspek negatif labeling

Prinsip dasar yang menjadi karakter pendidikan inklusif adalah menghindari


segala sesuatu yang berkaitan dengan pelabelan atau labeling. Ketika kita
memberikan pelabelan kepada anak berkebutuhan khusus, disitulah akan muncul
stigma negatif yang menyudutkan anak dengan keterbatasan dan kekurangannya.
Pelabelan bukan saja sangat berbahaya dan bisa menimbulkan kecurigaan yang
berlebihan, melainkan pula bisa menciptakan ketidakadilan dalam menghargai
perbedaan antara sesama. Salah satu dampak buruk dari labeling adalah munculnya
inferioritas bagi pihak yang diberi label negatif.

3. Pendidikan inklusif selalu melakukan Check dan Balances.

Salah satu keuntungan dari kehadiran pendidikan inklusif adalah selalu


melakukan check dan balances. Kehadiran pendidikan inklusif bukan sekedar
sebagai konsep percobaan yang hanya muncul dalam wacana belaka, melainkan bisa
menjadi konsep ideal yang berperan penting dalam penyelenggaraan pendidikan
berbasis check dan balances. Sangat antusias menyambut kehadiran pendidikan
inklusif karena disamping menciptakan alternatif baru juga menghadirkan satu
gagasan praktis yang dapat dilaksanakan tanpa harus mengalami kesulitan berarti
dalam konteks pelaksanaannya.

Menurut Indianto, prinsip pembelajaran yang harus menjadi perhatian guru dala
penyelenggaraan sekolah inklusi sebagai berikut:

1. Prinsip motivasi. Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar
tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar.
2. Prinsip latar/konteks. Guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan
contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan
semaksimal mungkin menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran
yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi anak.

12
3. Prinsip keterarahan. Setiap anak melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus
merumuskan tujuan secara jelas, menyiapkan bahan dan alat yang sesuai serta
mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat.
4. Prinsip hubungan sosial. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru perlu
mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi
antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan,
seakan interaksi banyak arah.
5. Prinsip belajar sambil bekerja. Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak
memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan praktek atau percobaan,
menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian dan sebagainya.
6. Prinsip individualisasi. Guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik
setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan maupun
ketidakmampuannya dalam menyerap materi pelajaran, kecepatan maupun
kelambatannya dalam belajar, sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing
anak mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai.
7. Prinsip menemukan. Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu
memancing anak untuk terlibat secara aktif baik fisik maupun mental, sosial dan
emosional.
8. Prinsip pemecahan masalah. Guru hendaknya sering mengajukan berbagai
persoalan/problem yang ada di lingkungan sekitar dan anak dilatih untuk
merumuskan, mencari data, menganalisis, dan memecahkannya sesuai dengan
kemampuannya.

E. KEUTAMAAN DAN SISI POSITIF PENDIDIKAN INKLUSI


1. Keutamaan Pendidikan Inklusi
a. Untuk menyatukan atau menggabungkan pendidikan reguler dengan pendidikan
khusus ke dalam satu sistem lembaga pendidikan yang dipersatukan untuk
mempersatukan kebutuhan semua.
b. Penerimaan siswa yang memiliki hambatan ke dalam kurukulum, lingkungan,
interaksi ssosial dan konse diri (visi-misi) sekolah.
c. Siswa dapat belajar bersama dengan aksebilitas yang mendukung untuk semua
siswa tanpa terkecuali.

13
2. Sisi Positif Pendidikan Inklusi
a. Semua anak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu dan tidak didiskriminasikan
b. Semua anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat
kelainan dan kecacatannya
c. Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mjtu pembelajaran bagi
semua anak
d. Sekolah dan guru mempunyai kemmapuan untuk belajar merespon dari
kebutuhan pembelajaran yang berbeda.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan untuk peserta didik yang


berkebutuhan khusus tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional,
linguistic, atau kondisi lainnya untuk bersama-sama mendapatkan pelayanan pendidikan
di sekolah regular (SD, SMP, SMU, SMK, sampai Perguruan Tinggi). Tujuan pendidikan
inklusi yang ingin dicapai adalah tujuan bagi anak berkebutuhan khusus, bagi pihak
sekolah, bagi guru, bagi orang tua dan bagi masyarakat. Ada beberapa prinsip dasar
pendidikan inklusif diantaranya:

1. Pendidikan inklusif membuka kesempatan kepada semua jenis siswa


2. Pendidikan inklusif menghindari semua aspek negatif labeling
3. Pendidikan inklusif selalu melakukan Check dan Balances.

Keutamaan Pendidikan Inklusi :

 Untuk menyatukan atau menggabungkan pendidikan reguler dengan pendidikan


khusus ke dalam satu sistem lembaga pendidikan yang dipersatukan untuk
mempersatukan kebutuhan semua.
 Penerimaan siswa yang memiliki hambatan ke dalam kurukulum, lingkungan,
interaksi ssosial dan konse diri (visi-misi) sekolah.
 Siswa dapat belajar bersama dengan aksebilitas yang mendukung untuk semua siswa
tanpa terkecuali.

Sisi Positif Pendidikan Inklusi

 Semua anak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
dan tidak didiskriminasikan
 Semua anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat
kelainan dan kecacatannya
 Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mjtu pembelajaran bagi semua
anak

15
DAFTAR RUJUKAN

Direktorat PLB. 2004. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi: Mengenal Pendidikan


Terpadu. Jakarta: Depdiknas.

Martan, Lay Kekeh. 2007. Manajemen Pendidikan Inklusif. Jakarta: DIRJEN DIKTI.

Mohammad Takdir Ilahi. 2013. Pendidikan Inklusif: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.

Neolaka, Amos. 2019. Isu-Isu Kritis Pendidikan: Utama dan Tetap Penting Namun
Terabaikan. Jakarta: Prenadamedia Group.

Neolaka, Amos. 2017. Landasan Pendidikan: Dasar Pengenalan Diri Sendiri Menuju
Perubahan Hidup. Jakarta: Kencana.

O’neil, J. 1994. Can Inclusion Work? A Conversation With James Kauffman And Mara
Sapon-Shevin. Education Leadership. Vol. 52 (4): 7-11.

Tarmansyah. 2007. Inklusi Pendidikan Untuk Semua. Jakarta: Depdiknas.

Watterdal, T. 2002. Inclusive Education in Indonesia. Jakarta: Braillo Norway.

16
17

Anda mungkin juga menyukai