Anda di halaman 1dari 6

RESUME

PENDIDIKAN INKLUSI

Tentang

“Hakekat Pendidikan Inklusi”

Dosen Pembimbing : Dra. Hj. Zulmiyetri, M.Pd.

Oleh

Methania Risvi

18129280

18 AT 14

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
Hakekat Pendidikan Inklusif

A. Pengertian Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi


anak berkelainan secara formal. Prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah selama
memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang
kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka, prinsip ini dikemukakan
oleh Salamanca pada koferensi dunia tentang pendidikan berkelainan bulan Juni 1994.
The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education
(1994:1)

Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan


anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar.
Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007:82), pendidikan inklusi adalah sekolah
harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial
emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan
pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah
regular yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun
berkesulitan belajar lainnya. (Lay Kekeh Marthan, 2007:145).

Menurut Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007;83), pendidikan inklusi adalah


penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas. Hal ini
menunjukan kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-anak
berkelainan, apapun jenis kelainanya. Dari beberapa pendapat, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan untuk peserta didik
yang berkebutuhan khusus tanpa pengecualian untuk bersama-sama mendapatkan
pelayanan pendidikan di sekolah regular.

B. Sejarah Pendidikan Inklusif

Sebelum ada pendidikan inklusi model pendidikan khusus yang dilakukan adalah
model segregasi yang menempatkan anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus dan
terpisah dari teman sebayanya. Sekolah ini memiliki kurikulum, metoda mengajar, sarana
pembelajaran, sistem evaluasi, dan guru yang khusus pula. Dari segi pengelolaan model
segregasi memang menguntungkan karena mudah bagi guru dan administrator, tapi bagi
siswa model ini tidak menjamin kesempatan bagi siswa berkelainan mengembangkan
potensi secara optimal karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah
biasa. Kelemahan lain pendidikan model segregasi relatif mahal.

Pada pertengahan abad XX muncul model Mantreaming. Model ini


memungkinkan berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkelainan mulai
dari yang sangat bebas sampai pada yang paling terbatas.

Sejalan dengan kecenderungan tuntutan perkembangan dunia tentang pendidikan


inklusif, Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konvensi nasional dengan
menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan
inklusif. Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun
2005 diadakan simposium internasional di Bukittinggi dengan menghasilkan
Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus
dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin bahwa
semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas dan
layak. Berdasarkan perkembangan sejarah pendidikan inklusif dunia tersebut, maka
Pemerintah Republik Indonesia sejak awal tahun 2000 mengembangkan program
pendidikan inklusif. Program ini merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu yang
sesungguhnya pernah diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an, tetapi kemudian
kurang berkembang, dan baru mulai tahun 2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti
kecenderungan dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusif.

C. Tujuan Pendidikan Inklusi

Tujuan pendidikan inklusi menurut Raschake dan Bronson (Lay Kekeh Marthan,
2007: 189-190), terbagi menjadi 3 yakni sebagai berikut:

a. Bagi anak berkebutuhan khusus


1) Anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya.
2) Anak akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan
bertumbuh.
3) Meningkatkan harga diri anak.
4) Anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan
bersama teman yang sebaya.
b. Bagi pihak sekolah
1) Memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan dalam satu
kelas.
2) Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan dan
kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya.
3) Meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati
pada keterbatasan anak.
4) Meningkatkan kemempuan untuk menolong dan mengajar semua anak dalam
kelas.
c. Bagi guru
1) Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui
bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan.
2) Menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus.
3) Guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam
pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan masalah.
4) Meredam kejenuhan guru dalam mengajar.
d. Bagi masyarakat
1) Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat.
2) Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota
masyarakat tentang proses demokrasi.
3) Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggota
masyarakat.
D. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif

Dalam penyelenggaraan, pendidikan inklusif memiliki beberapa prinsip


(Mulyono, 2003), yaitu:

a. Selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama, tanpa


memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka.
b. Sekolah inklusif harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-
beda dari para siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan
belajarnya, dan menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada
semua siswa.
c. Hal itu dapat dicapai melalui penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian
yang baik, pemilihan strategi pengajaran yang tepat, pemanfaatan sumber-sumber
dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan masyarakat sekitar.

Penempatan anak secara permanen di SLB atau kelas khusus di sekolah regular
seyogyanya merupakan suatu kekecualian (Mulyono, 2003):

a. Untuk kasus-kasus tertentu di mana terdapat bukti yang jelas bahwa pendidikan di
kelas reguler tidak dapat memenuhi kebutuhan anak.
b. Bila diperlukan demi kesejahteraan anak yang bersangkutan.
c. Bila kehadiran ABK terbukti menggangu kesejahteraan anak-anak lain di sekolah
itu.
E. Keutamaan dan Sisi Positif Pendidikan Inklusif

Niilai postif pendidikan inklusif (Mulyono, 2003), yaitu:

a. Meningkatkan peluang pemenuhan hak pendidikan bagi semua (education for all).
b. Meningkatkan peluang pemenuhan hak belajar bagi ABK.
c. Proses pembelajaran emosi sosial bagi ABK.
d. Proses pembelajaran (emosi-sosial-spiritual) bagi orang-orang normal.
e. Pendidikan bagi ABK yang lebih mudah dan efisien.
Daftar Rujukan

Marthan, Lay Kekeh. 2007. Manajemen Pendidikan Inklusi. Jakarta: Dirjen Dikti.

Mulyono, Abdulrahman. 2003. Landasan Pendidikan Inklusif Dan Implikasinya dalam


penyelenggaraan LPTK. Yogyakarta: Dirjen Dikti.

Tarmansyah. 2007. Inklusi Pendidikan Untuk Semua. Jakarta: Depdiknas.

UNESCO. 1994. The Salamanca Statement and Framework For Action on Special Needs
Education. Paris: Author.

Anda mungkin juga menyukai