Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STRATEGI DAN TRILOGI PERSIAPAN MENGASUH


DAN MENDIDIK ANAK USIA DINI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :
“Konsep Dasar Pengasuhan AUD”

Dosen Pengampu :
“Lilis Rahmawati, M.Pd.”

DISUSUN OLEH :
1. Sandra Yuliana
2. Wiwit Ma’rifah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ‘ULA


(STAIM)
NGLAWAK – KERTOSONO – NGANJUK
2017

i
KATA PENGANTAR

Saya mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam tidak lupa kita junjungkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, Tauladan sejati sampai akhir zaman, sehingga penulis
atau penyusun dapat menyelesaikan makalah STRATEGI DAN TRILOGI PERSIAPAN
MENGASUH DAN MENDIDIK ANAK USIA DINI yang disusun untuk memenuhi salah
satu tugas tugas Konsep Dasar Pengasuhan AUD.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
dijadikan sebagai motivasi pembaca untuk mengkaji ayat ini jauh lebih dalam dari apa yang
telah kami kaji.

Nglawak, 22 November 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 1
A. Hakikat Anak Usia Dini ..................................................................................... 1
B. Karakteristik Cara Belajar Anak Usia Dini ........................................................ 1
C. Karakteristik Pembelajaran untuk Anak Usia Dini ............................................ 2
D. Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran .......................................................... 3
E. Bimbingan Orang Tua ........................................................................................ 3
F. Macam- Macam Pola Asuh ................................................................................ 4
G. Faktor-faktor pendorong pola orang tua.dalam mendidik anak usia dini ......... 5
H. Trilogi Pendidikan .............................................................................................. 5
BAB III PENUTUP ................................................................................................................... 9
A. Kesimpulan......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 10

iii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun
2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini
merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian
anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di mana anak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia
emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya
oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 –
1.13) sebagai berikut.
1. Anak bersifat unik.
2. Anak mengekspresikan perilakunya secara relative spontan.
3. Anak bersifat aktif dan enerjik.
4. Anak itu egosentris.
5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
6. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
7. Anak umumnya kaya dengan fantasi.
8. Anak masih mudah frustrasi.
9. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.
10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
11. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.
B. Karakteristik Cara Belajar Anak Usia Dini
Anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku.
Dengan demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak sama

1
pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang
harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun karakterisktik cara belajar anak menurut
Masitoh dkk. (2009: 6.9 – 6.12) adalah :
1. Anak belajar melalui bermain.
2. Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya.
3. Anak belajar secara alamiah.
4. Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan
keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.
C. Karakteristik Pembelajaran untuk Anak Usia Dini
Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini, menurut Sujiono dan Sujiono (Yuliani
Nurani Sujiono, 2009: 138), pada dasarnya adalah pengembangan kurikulum secara
konkret berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui
bermain yang diberikan pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan
yang harus dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh
anak.
Atas dasar pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran untuk anak usia
dini memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Belajar, bermain, dan bernyanyi
Pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan
bernyanyi (Slamet Suyanto, 2005: 133). Pembelajaran untuk anak usia dini
diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas
memilih. Anak-anak belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan
perlengkapan serta manusia. Anak belajar dengan bermain dalam suasana yang
menyenangkan. Hasil belajar anak menjadi lebih baik jika kegiatan belajar dilakukan
dengan teman sebayanya. Dalam belajar, anak menggunakan seluruh alat inderanya.
2. Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan mengacu pada tiga hal
penting, yaitu : 1) berorientasi pada usia yang tepat, 2) berorientasi pada individu yang
tepat, dan 3) berorientasi pada konteks social budaya (Masitoh dkk., 2005: 3.12).
Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai dengan tingkat
usia anak, artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan yang diharapkan dapat
dicapai, serta kegiatan belajar tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia
tersebut.

2
Manusia merupakan makhluk individu. Perbedaan individual juga harus manjadi
pertimbangan guru dalam merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan,
berinteraksi, dan memenuhi harapan anak.
Selain berorientasi pada usia dan individu yang tepat, pembelajaran berorientasi
perkembangan harus mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat
mengembangkan program pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak
dalam konteks keluarga, masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya.
D. Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran sebagai segala usaha guru dalam menerapkan berbagai metode
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Masitoh dkk., 20056.3). Ada
bermacam-macam strategi pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru Taman Kanak-
kanak. Pemilihan strategi pembelajaran hendaknya mempertimbangkan beberapa faktor
penting, yaitu: a. karakteristik tujuan pembelajaran, b. karakteristik anak dan cara
belajarnya, c. tempat berlangsungnya kegiatan belajar, d. tema pembelajaran, serta e. pola
kegiatan (Masitoh dkk., 2005: 6.3).
E. Bimbingan Orang Tua
Pengertian bimbingan orang tua dalam mendidik anak. Bimbingan atau guidance adalah
bantuan yang diberikan oleh seseorang ( pembimbing ) kepada individu atau sekelompok
individu.
1. Pengertian bimbingan menurut para ahli.
a. Chrisholm, bimbingan adalah penolong individu agar dapat mengenal dirinya
dan supaya individu itu dapat mengenal serta memecahkan masalah yang
dihadapi di dalam kehidupannya.
b. Stikes dan Dorcy, bimbingan adalah suatu proses untuk menolong individu
dan kelompok supaya individu itu dapat menyesuaikan diri dan memecahkan
masalahnya.
c. Stoops, bimbingan adalah suatu proses yang terus- menerus untuk membantu
perkembangan individu dalam rangka mengembangkan kemampuannya secara
maksimal untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya
maupun masyarakat.
d. Bimo Walgito, bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu-
individu dalam mengatasi kesulitan di daalam hidupnya untuk
mengembangkan kemampuannya agar individu atau sekumpulan individu itu

3
dapat mengadakan penyesuaian dengan baik untuk mencapai kesejahteraan
hidupnya.
2. Hal-hal yang perlu mendapat bimbingan orang tua.
Pertama,membantu anak-anak memahami posisi dan peranannya masing-masing
sesuai dengan jenis kelaminya, agar mampu saling menghorangi dan saling tolong-
menolong dalam melaksanakan perbuatan yang baik dan diridhai Allah.
Dua, membantu anak-anak mengenal dan memahami nilai-nilai yang mengatur
kehidupan berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat, dam mampu melaksanakannya
untuk memperoleh ridhai Allah.
Tiga, mendorong anak-anak untuk mencari ilmu dunia dan ilmu agama, agar mampu
merealisasikan dirinya sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat yang
beriman.
Empat, membantu anak-anak memasuki kehidupan bermasyarakat setahap demi
setahap melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua dan orang dewasa
lainnya, serta mampu bertanggung jawab atas sikap dan perilakunya.
Lima, membantu dan memberi kesempatan serta mendorong anak-anak mengerjakan
sendiri dan berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan agama, d idalam keluarga dan
masyarakat.
3. Pengertian pola asuh.
Pola asuh adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh oleh orang tua dalam
mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak-
anaknya.
F. Macam- Macam Pola Asuh
1. Macam-macam pola asuh menurut hurluck yang dikutip chabib thoha.
Dimana pola asuh tersebut terbagi menjadi 3 diantaranya yaitu :
a. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-
anaknya dengan aturan-aturan yang ketat, sering kali memaksa untuk berperilaku
seperti dirinya ( orang tua ), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri
dibatasi.
b. Pola asuh yang demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang ditandai dengan pengakuan orang tua
terhadap kemampuan anak-anaknya, dan kemudian anak diberi kesempatan untuk
tidak selalu tergantung kepada orang tua.

4
c. Pola asuh laisses fire
Pola asuh laisses fire adalah pola asuh dengan cara orang tua mendidik anak
secara bebas, anak dianggap orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran
seluas-luasnya apa saja yang dikehendaki.
G. Faktor-faktor pendorong pola orang tua.dalam mendidik anak usia dini
Dimana faktor tersebut terbagi menjadi 3 diantaranya yaitu :
1. Faktor pendidikan
Pendidikan yang baik merupakan wahana untuk membangun sumber daya manusia (
human resource ), dan sumber daya manusia itu terbukti menjadi faktor determinan
bagi keberhasilan bagi pembangunan dan kemajuan suatu bangsa.
2. Faktor keagamaan
Dalam rangka mencapai keselamatan anak usia dini, agama memegang peranan
penting. Maka orang tua yang mempunyai dasar agama kuat, akan kaya berbagai cara
untuk melaksanakan upaya terbaik baik psikis maupun fisik terhadap anak.
3. Faktor lingkungan
Lingkungan juga faktor yang sangat kuat mempengaruhi upaya orang tua secara
psikis dan fisik terhadap anak usia dini. Pengaruh lingkungan ada yang baik dan ada
yang buruk. Ketiga faktor tersebut seperti pendidikan keagamaan dan lingkungan
merupakan faktor yang melatarbelakangi adanya upaya spiritual ( psikis ) dan fisik
yang dilaksanakan oleh orang tua dalam rangka memperoleh generasi yang unggul.
Jadi tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap upaya secara psikis dan fisik
baik yang menafaskan agama maupun tradisi.
H. Trilogi Pendidikan
Bicara tentang pendidikan di Indonesia seakan tak ada habisnya. Mulai dari seminar
tingkat nasional sampai seminar tingkat lokal, dari talk show para akademisi dan praktisi
pendidikan sampai obrolan ringan masyarakat. Mudah-mudahan ini adalah sebuah
euphoria yang baik, geliat pendidikan di tanah air sudah mengarah ke arah yang lebih
baik walaupun sebagian besar masih dalam tataran wacana. Seperti anggaran pendidikan
yang telah diamanatkan Undang-undang sebesar 20% mulai dilakukan pemerintah
setahap demi setahap walaupun menghadapi berbagai kendala, kurikulum pendidikan
mulai ada perubahan dan perbaikan mulai dari CBSA, Kurikulum 2004, KBK dan yang
terbaru KTSP walaupun banyak yang merasa keberatan karena merasa nyaman dengan
kurikulum yang lama dan dikarenakan sosialisasi yang kurang efektif .lalu, ada program
kompensasi pengurangan subsidi BBM Bantuan operasional Sekolah sebagai bantuan

5
untuk operasional sekolah walaupun entah sampai kapan kebijakan ini bisa bertahan.
Kebijakan – kebijakan tersebut dilakukan pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan. Tetapi Kebijakan – kebijakan pemerintah di atas tidak akan dapat berjalan
dengan baik apabila tidak ada kepedulian dan peran serta masyarakat
Dalam dunia pendidikan kita mengenal dengan yang namanya trilogi pendidikan
sebuah skema hubungan antara lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat. Antara satu dan lainnya saling mendukung dalam upaya mencerdaskan anak
bangsa. Siapa pun pasti mengenal dan mengerti akan konsep ini tapi sedikit yang bisa
mengaplikasikannya karena tidak adanya sinkronisasi di antara ke tiga faktor tersebut.
1. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama dalam dunia pendidikan.
pendidikan keluarga adalah fundamen pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil
pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu
selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dalam keluargalah akan
terbentuk watak anak, kebiasaan dan sebagainya. Idris dan Jamal (1992) menyatakan
bahwa orang tua harus bisa memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan
dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, etika, sopan santun, kasih sayang, rasa
aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasaan-
kebiasaan. Selain itu peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah
laku yang sesuai yang diajarkan di sekolah. Dengan kata lain , ada kontinuitas antara
materi yang diajarkan di rumah dan materi yang diajarkan di sekolah.
Banyak para ahli yang mengemukakan tentang pentingnya pendidikan di
lingkungan pertama. Seperti Comenius (1592-1670) seorang ahli didaktik dalam
bukunya Didaktica Magna menegaskan bahwa tingkatan permulaan bagi pendidikan
anak-anak dilakukan di dalam keluarga yang disebutnya Scola-Materna atau Sekolah
Ibu. J.J Rousseau (1712 – 1778) seorang pelopor ilmu ahli jiwa anak mengutarakan
betapa pentingnya pendidikan keluarga bahkan ia menjelaskan lebih jauh (dalam
bukunya Emile) tentang pendidikan – pendidikan manakah yang perlu diberikan
kepada anak sesuai dengan perkembangannya. Dan masih banyak lagi ahli yang
menyatakan tentang pentingnya pendidikan keluarga seperti C.G salzmann dan
Pestalozzi.
Tapi, Sangat disayangkan masih ada (kalau tidak mau dikatakan masih banyak)
orang tua yang tidak menyadari peran mereka sebagai sekolah awal bagi anak-
anaknya.

6
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah sebuah “Wahana” tempat anak bereksplorasi menjelajahi samudra
pengetahuan teori maupun praktek. Sekolah sebagai lingkungan kedua harus bisa
meneruskan, memperbaiki bahkan menambah apa yang telah didapatkan anak di
lingkungan pertamanya. Sebagai contoh ketika anak telah belajar bagaimana caranya
kasih sayang diungkapkan maka. Fihak sekolah (Guru, Wali Kelas, BK) bisa
meninjau bagaimana anak berinteraksi dengan teman-temannya untuk kemudian
memberikan arahan dan bimbingan sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.
Kata sekolah diambil dari kata Scholae yang berarti menyenangkan ini berarti
sekolah harus bisa menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif atau dalam
istilah pendidikan kita dikenal dengan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif
Menyenangkan). Anak dalam hal ini tidak dijadikan sebagai Objek tapi sebagai
Subjek dan fihak sekolah sebagai fasilitator sekaligus sebagai motivator terhadap
perkembangan anak. Oleh karena itu, sekolah diharapkan dan diharuskan bukan
menjadi tempat yang menakutkan bagi anak dengan adanya tindakan-tindakan
“pemaksaan” dan hukuman yang berlebihan sehingga anak menjadi fobia dengan
yang namanya sekolah sehingga lahirlah anak-anak yang ketinggalan dalam hal
pendidikan atau mengambil kata M. Joko Susilo sebagai Pembodohan Siswa
Tersistematis.
Sekolah dalam peranannya harus bisa mengejawantahkan apa yang diamanatkan
Undang-undang dalam pemerataan kesempatan pendidikan dan peningkatan mutu
pendidikan dalam menghadapi tantangan global jangan sampai sekolah hanya menjadi
tempat untuk berkumpulnya anak-anak, tempat menulis atau mendengar bahkan
hanya sebagai tempat untuk mengulang hapalan. Sekolah harus mempunyai nilai lebih
apalagi kalau melihat kondisi masyarakat (orang tua) yang kurang memperhatikan
anak-anaknya dalam hal pendidikan karena mereka beranggapan bahwa sekolahlah
yang mempunyai tugas dalam hal pendidikan.
3. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat sebagai bagian dalam lingkungan pendidikan juga
mempunyai andil yang besar dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Dalam UU No
20 Tahun 2003 tentang sisdiknas pasal 8 tentang Hak dan Kewajiban Masyarakat
dinyatakan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”.dan dalam pasal 9
dinyatakan bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya

7
dalam penyelenggaraan pendidikan. Yang disebut dengan masyarakat dalam pasal di
atas adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
Sebagus apapun sistem sebuah pendidikan kalau masyarakatnya tidak ikut aktif
berperan serta maka bisa dipastikan pendidikan tersebut akan jalan ditempat. Sebagai
warga negara yang baik dan peduli tentu mengharapkan bidang pendidikan ada
kemajuan walau sedikit tapi pasti karena ketika pendidikan kita maju maka, ekonomi
dan perkembangan sosial juga akan ada perubahan. Masyarakat sebagai bagian dalam
sebuah sistem pendidikan harus memperlihatkan lingkungan yang memberikan
tuntunan yang baik bukan tontonan yang akan merusak tatanan pendidikan yang
sudah diupayakan dengan baik. Jangan sampai peribahasa ”karena nila setitik, rusak
susu sebelanga” menimpa pendidikan anak-anak kita.
4. Hubungan dan kerja sama
Walaupun mempunyai kewajiban yang sama dalam hal pendidikan tetapi,
tujuannya tidak akan maksimal tercapai kalau ketiga komponen yang telah disebutkan
di atas tidak menjalin hubungan dan kerja sama yang baik karena, ada hal-hal yang
bisa dilakukan keluarga tidak bisa dilakukan sekolah dan begitu juga sebaliknya. Oleh
karena itu perlu diadakan sebuah kerja sama dan hubungan yang terorganisir antara
sekolah, keluarga dan masyarakat dalam upaya memperbaiki pendidikan. Drs.M
Ngalim Purwanto, MP (2002) menyatakan bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk
menjalin kerja sama dan hubungan tersebut bisa dengan cara : mengadakan pertemuan
dengan orang tua pada hari penerimaan murid baru, mengadakan surat menyurat
antara sekolah dan keluarga, kunjungan sekolah ke rumah orang tua murid,
mengadakan perayaan hari besar dan mendirikan perkumpulan orang tua murid dan
guru. Dengan adanya model kerja sama dan hubungan seperti itu diharapkan
sedikitnya dapat mengatasi persoalan-persoalan pendidikan yang begitu komplek.
Dunia pendidikan Indonesia secara perlahan-lahan namun pasti melakukan
perubahan dan pembaruan menuju kepada pendidikan yang lebih baik karena
Pendidikan adalah hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan,
dengan pendidikan kita bisa memajukan kebudayaan dan mengangkat martabat
bangsa di mata dunia.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak usia dini adalah individu yang unik dimana sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan
perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai masa golden age (usia
emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Dimana usia
tersebut merupakan fase kehidupan yang sangat unik dan berkarakteristik yang berbeda
antara anak yang satu dengan yang lainnya. Pemilihan strategi pembelajaran hendaknya
mempertimbangkan beberapa faktor penting, yaitu: a. karakteristik tujuan pembelajaran,
b. karakteristik anak dan cara belajarnya, c. tempat berlangsungnya kegiatan belajar, d.
tema pembelajaran, serta e. pola kegiatan (Masitoh dkk., 2005: 6.3).
Pola asuh orang tua sangat berperan bagi anak usia dini, dimana orang tua
mendidik anaknya dengan sangat baik, orang tua mendidik anaknya terutama dari
lingkungan keluarga, dalam pola asuh orang tua dalam memberikan pelajaran yang
mengenali dirinya dalam keluarga sangat berperan bagi anak tersebut, dalam diri anak
untuk mengenal lingkungan keluarga yang membentuk karakter anak pertama kali. Pola
asuh orang tua juga membantu anak untuk mengetahui posisi dani peranannya sesuai
dengan jenis kelamin dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan bangsa. Pola asuh
orang tua membantu anak mengenal nilai-nilai atau aturan yang ada agar anak mematuhi
aturan tersebut dan anak bisa diterima oleh lingkungannya. Orang tua juga perlu
memberikan kasih sayang yang cukup bagi anak agar anak tidak merasa kesepian dan
sendirian, serta pola asuh yang diberikan sebaiknya sesuai dengan kemampuan anak agar
anak tersebut tidak merasa terpaksa dengan pola asuh tersebut. Oleh sebab itu pola asuh
orang tua memiliki peranan penting dalam mendidik anak usia dini. Dimana pola asuh
terbagi menjadi beberapa macam seperti: pola asuh permisif, pola asuh otoriter, dan pola
asuh demokratis. Kemudian pola asuh tersebut juga ada faktor pendorong seperti : faktor
pendidikan.faktor lingkungan, dan faktor keagamaan.
Dalam dunia pendidikan kita mengenal dengan yang namanya trilogi pendidikan
sebuah skema hubungan antara lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat. Antara satu dan lainnya saling mendukung dalam upaya mencerdaskan anak
bangsa. Siapa pun pasti mengenal dan mengerti akan konsep ini tapi sedikit yang bisa
mengaplikasikannya karena tidak adanya sinkronisasi di antara ke tiga faktor tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, maemunah.2009. Pendidikan Anak Usia dini. Yogyakarta: Diva Press
Mansur.2009.Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://aycideyasite.blogspot.co.id/2014/12/kolaborasi-guru-dan-orang-tua-anak-usia.html
https://ebekunt.wordpress.com/2010/07/27/strategi-pembelajaran-untuk-anak-usia-dini/
https://noorhamyah.wordpress.com/2008/08/11/trilogi-pendidikan/
https://www.academia.edu/8479366/Strategi_Pembelajaran_TK

10

Anda mungkin juga menyukai