Anda di halaman 1dari 17

“KONSEP FITRAH ANAK USIA DINI DAN AYAT

AL-QUR’AN SERTA HADIST TENTANG ANAK


USIA DINI DALAM ISLAM”

Prodi : Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD)


Semester : I

Dosen Pengampu :

Dr. YENNIZAR, M.Pd.I

Disusun Oleh : Kelompok II

DEWI FADILLAH
NIM : 231550754

YULIA ICHA HARTIWI


NIM : 231550772

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM (YPI)


INSTITUT AGAMA ISLAM
NUSANTARA BATANG HARI
2023
KATA PENGANTAR

‫ِبْس ــــــــــــــــِم اِﷲالَّر ْح َم ِن الَّر ِحيم‬

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan


semesta alam yang senantiasa memberikan kemudahan kelancaran
beserta limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang tiada terhingga.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW
yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua.

Alhamdulillah berkat Rahmat dan ridha-Nya penulis dapat


menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “KONSEP FITRAH
ANAK USIA DINI DAN AYAT AL-QUR’AN SERTA HADIST TENTANG ANAK
USIA DINI DALAM ISLAM”. makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas kelompok tahun akademik 2023

Dalam penyusunan makalah ini Penulis mendapatkan bantuan


serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua terutama bagi penulis. Begitu pula makalah ini tidak luput dari
kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
sarannya yang bersifat membangun.

Muara Bulian,13 Oktober 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hingga saat ini konsep fitrah dalam dunia pendidikan masih terjadi
perdebatan antara dua aliran yang berbeda aliran yang pertama mengarah
kepada sikap pesimisme sedangkan aliran yang lainnya mengarah kepada
optimism. Aliran pesimisme berpendapat bahwa peluang bagi pendidik untuk
memperoleh hasil dari pendidikan sangat sedikit aliran ini memandang
bahwa evolusi (perkembangan kejadian) anak seluruhnya ditentukan oleh
hukum-hukum kewarisan.
Sifat-sifat dan pembawaan orang tua dan nenek moyang mengalir kuat
sepanjang perkembangan dan membentuk kemandirian seseorang sehingga
kecil sekali kemungkinan untuk diubah melalui pendidikan. Aliran ini lebih
dikenal dengan aliran Nativisme yang dipelopori oleh Lombrosso dan
Schopenhauer yang hidup di abad 19 (M.Arifin, 1992).
Sebaliknya aliran optimism justru beranggapan bahwa pendidikan pasti
membuahkan hasil. Tokoh aliran ini adalah filosuf Inggeris bernama John
Locke dengan teorinya yang dikenal dengan istilah Tabularasa
Menurut aliran ini bahwa segala bentuk tingkah laku manusia adalah
produk dari pendidikan yang dijalaninya.
Aliran ini tidak mempertimbangkan dan bahkan cenderung menafikan
adanya factor pembawaan yang dibawanya sejak lahir.
Bahkan anak yang baru lahir digambarkan oleh john locke sebagai
sehelai kertas putih yang belum bertulis. Kertas tersebut dapat ditulisi sesuai
dengan kehendak penulisnya. Dengan demikian perkembangan jiwa anak
semata-mata tergantung kepada pendidikan.
Kedua-duanya sama berpengaruh keyakinan akan kebenaran
pendapatnya ini di dukung oleh fakta adanya orang kembar yang ketika
lahirnya sudah dapat ditentukan oleh tabib-tabib atau dokter bahwa
pembawaan mereka sama. Jika dibesarkan di lingkungan yang berlainan,
maka akan berlainan pula perkembangannya (Zakia, 1992).
Pembentukan tingkah laku dan kepribadian seseoran merupakan hasil
perpaduan dari pembawaan yang dibawanya dan produk pendidikan yang
dilaluinya. Pembawaan yang di milikinya tidak akan mempunyai arti apa-apa
bila didalam proses pendidikan tidak menuntun dan mengarahkannya.
Manusia pada dasarnya diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang
sempurna yang diberikan berbagai kelebihan seperti dianugrahi aspek
jasmani yang paling sempurna daripada makhluk lainya. Selain itu diberikan
aspek rohani yaitu akal yang memiliki kadar dimensi berfikir yang luar biasa
sehingga dapat menciptakan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi seperti saat ini. Semua anugrah ini tak lepas dari kekuasaan Sang
Maha Pencipta yang dimensi penciptaannya meliputi langit dan bumi. Dalam
hal ini manusia merupakan makhluk yang me- miliki daya cipta, daya rasa
dan kehendak.
Namun demikian, keberadaan manusia memerlukan penyelarasan
agar tidak terjadi disabilitas dalam kehidupanya. Penyelaras itu sendiri
adalah berupa aturan-aturan dari Sang Maha Pencipta yang benar-benar
memiliki kemampuan untuk mengatur keberadaannya. Sebagai contoh
adalah mobil mainan dengan remote control dalam berbagai versi
kecepatannya, yang paling tahu kondisi pengaturanya adalah pen- cipta
mobil remote control itu sendiri, baik kecepatan daya luncur dan lain
sebagai. Semua dapat dibaca dan ditelaah melalui buku panduanya. Bahkan
modifikasi mobilpun takkan lepas dari panduan konsep dasarnya. Adapun
konsep dasar dan panduan dari manusia itu sendiri telah dibuat oleh Allah
melalui wahyu sucinya dari kitab-kitab terdahulu yang kemudian
disempurnakan dalam Al-Qur’an. Secara pas- ti, penciptaan manusia, baik
itu desain awal maupun sistematikanya telah dijelaskan di dalamnya,
diperbagai surat dan ayat.
Banyak ahli yang melakukan kajian tentang manusia dari segi manusia
sebagai subyek; manusia sebagai pelaku berbagai kegiatan sehingga
melahirkan disiplin ilmu seperti ilmu alam, politik, ekonomi, sosial, budaya
dan lainya. Ataupun manu- sia sebagai obyek atau sasaran dalam berbagai
kajian ilmu pengetahuan. Berbagai ragam keilmuan itu juga tidak akan lepas
dari identitas esensial manusia yaitu identitas hakikat yang menyebabkan
sesuatu menjadi dirinya, bukan menjadi yang lain. Ia juga menentukan
sesuatu sebagaimana adanya dari awal kejadianya sampai akhirnya.Di sini
jelas bahwa kondisi manusia tidak akan menyimpang dari kondisi awalnya
jika menggunakan jalur aturan yang telah ditetapkan penciptanya.
Dalam artikel ini akan dibahas tentang konsep fitrah manusia yang
telah dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an secara rinci dari dari aspek
pembentukanya maupun peranannya sebagai khalifah atau pemimpin yang
memberikan kemaslahatan bagi semua. Terutama menyangkut dimensi
jasadiyah maupun ruhiyah dan potensi-potensi sub sistemnya agar dapat
dimanfaatkan secara maksimal dalam kesesuaian aturan tersebut pada ayat
yang mendasarinya. Adapun implikasinya pada pendidik- an anak usia dini
adalah cara optimalisasi konsep fitrah tersebut agar dapat ber- kembang
sedini mungkin dan dapat menghambat penyimpangan fitrahnya saat
berkembang menjadi manusia dewasa.
B. Rumusan Masalah
1. Potensi lahiriyah manusia an-nahl ayat :78
2. Potensi indrawi dan potensi akal
3. Konsep perkembangan dalam islam al-insiqaq ayat: 19 al- mukminun ayat
: 12-15
C. Tujuan
1. Potensi lahiriyah manusia an-nahl ayat :78
2. Potensi indrawi dan potensi akal
3. Konsep perkembangan dalam islam al-insiqaq ayat: 19 al- mukminun ayat
: 12-15
BAB II

PEMBAHASAN

A. Potensi lahiriyah manusia an-nahl ayat :78


Manusia ada tidak semata-mata hadir langsung di dunia, akan
tetapi Allah telah mengirimnya lahir kedunia dengan perantara
seseorang manusia lain yaitu ibu. Allah mengirim kita untuk bisa lahir
ke dunia pastinya mempunyai tujuan dan maksud yaitu untuk
senantiasa bertaqwa dan menunaikan perbuatan baik dalam
kehidupan.
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa, semenjak
kehadirannya di dunia telah dibekali Allah SWT. dengan potensi-potensi
edukatif. Potensi tersebut, yaitu pendengaran, penglihatan, dan akal
(hati). Dengan potensi tersebut manusia dapat mengembangkan
dirinya. Hal ini sejalan dengan Surat An-Nahl ayat 78 ini menjadi bukti
bahwa Allah telah mengirim kita ke dunia melalui perantara Ibu, dengan
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Allah juga memberi anugerah
disaat awal kita menempuh kehidupan dunia dengan anugerah
pendengaran, penglihatan, dan hati Nurani.
Surat An-Nahl ayat 78 berbunyi:

         


      

Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam


keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberimu
pendengaran penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.”
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa seorang manusia yang terlahir
ke dunia pada dasarnya tidak memiliki ilmu pengetahuan sedikit pun
tentang sesuatu namun bersamaan dengan itu pula Allah SWT Yang
Maha Pengasih dan Penyayang telah menganugerahkan kepada sang
bayi tersebut dengan potensi-potensi edukatif sehingga dengan potensi
yang ada manusia dapat berkembang dan mengembangkan dirinya
dalam hidup dan kehidupannya menuju titik kesempurnaannya.
Potensi ini mestinya disyukuri dan disadari sebagai amanah dari
Tuhan Yang Maha Kuasa yang akan dipertangungjawabkan dihadapan-
Nya. Potensi-potensi tersebut dapat berkembang secara wajar apabila
manusia mendapatkan bantuan pendidikan.
Ayat tersebut menerangkan saat manusia lahir pun Allah sudah
memberinya anugerah yaitu penglihatan untuk melihat sosok ibu serta
melihat indahnya dunia, pendengaran untuk mendengar suara, dan hati
nurani untuk menjadi manusia yang bersyukur atas semua anugerah
yang sudah dilimpahkah.
Berikut ini penafsiran para ulama mengenai potensi manusia
dalam surat An Nahl 78 dari beberapa tafsir:
Tafsir Al Misbah, M. Quraish Shihab menjelaskan makna dari kata
al-af’idah dalam surat ini adalah bentuk jamak dari fu’ad yang
diterjemahkan dengan “aneka hati” karena merujuk pada kata jamak ‫األ‬
‫دة‬C‫( فئ‬al-af’idah) yaitu ‫ؤاد‬C‫( ف‬fu’ad) kata tersebut dipahami oleh banyak
ulama dengan arti akal. Maksud dari aneka hati adalah gabungan dari
daya pikir dan daya kalbu yang menjadikan seseorang terikat yang
maksudnya adalah untuk mengarahkan seseorang agar tidak
terjerumus dalam kesalahan dan kedurhakaan (M Quraish Shihab,
2016: 303).
Tafsir Ibnu Katsir dalam ayat 78 surat An Nahl menjelaskan
anugerah yang senantiasa di limpahkan pada hamba-hambanya. Sejak
keluar dari perut ibu dengan keadaan tidak mengetahui apapun
anegarah sudah diberikan berupa pendengaran untuk mengetahui
berbagai hal, penglihatan untuk melihat berbagai hal, dan hati, yaitu
akal yang pusatnya pada hati. Allah memberikan anugerah yaitu akal
kepada manusia bertujuan untuk supaya dapat membedakan mana
yang membawa mudharat dan mana yang membawa manfaat.
Pemberian semua anugerah tersebut dimaksudkan agar manusia
senantiasa beribadah kepada Allah dzat yang maha tinggi (Ibnu Katsir,
2003: 89).
Tafsir Al Azhar menerangkan, pada dasarnya kita menghadapi
dunia ini dengan tangis ketika lahir ke dunia. Tidak ada yang diketahui,
selain anugerah ilahi yaitu naluri atau Ghazirah. Allah menganugerahi
manusia dengan pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu
berangsur-angsur tumbuh. Pendengaran, terdengarlah suara dari dekat
maupun jauh; kemudian penglihatan dapat membedakan berbagai
warna dan melihat wajah ibu yang melahirkannya, lalu kedua itu diiringi
dengan perkembangan hati yaitu perasaan dan fikiran.
Berangsur-angsur manusia bertumbuh menjadi dewasa,
bertambah matang dalam berbahasa dan bersikap, sanggup memikul
tanggung jawab penuh dalam berperikemanusiaan, dari semua
anugerah tersebut manusia harus senantiasa bersyukur dengan
mempergunakan nikmat-nikmat Allah di dunia dengan sebaik-baiknya,
sebagai tanda terima kasih atas nikmat-Nya
B. Potensi indrawi dan potensi akal
Dalam sebuah hadits Nabi SAW. dinyatakan bahwa “Setiap bayi
yang dilahirkan dalam keadaan fitrah atau bersih maka lingkungan
sekitar di luar diri sang bayi yang akan memberikan warna atau
pengaruh terhadap corak hitam putihnya perjalanan hidup sang bayi
tersebut”. Hal senada juga diungkapkan oleh seorang John Locke
dengan teori tabularasa bahwa seorang anak yang terlahir ke dunia
bagaikan kertas putih yang belum dituliskan tinta dengan warna apa
pun.
a. Potensi indrawi
Potensi ini berkaitan erat dengan peluang manusia untuk
mengenal sesuatu yang ada di luar dirinya. Melalui alat indera yang
manusia miliki dapat mengenal suara, rasa, warna, bau, aroma
maupun sesuatu lainnya. Indera ini merupakan sarana penghubung
antara manusia dengan dunia yang ada di luar dirinya.
Potensi inderawi ini secara umum terdiri atas indera penglihat,
pendengar, peraba, pencium dan perasa. Selain indera- indera
tersebut masih ada indera lainnya yang ada dalam tubuh manusia
seperti indera keseimbangan dan taktil. Potensi tersebut dapat
berfungsi melalui alat indera yang siap pakai yaitu mata, telinga,
kulit, lidah, hidung, otak maupun fungsi syaraf.
Potensi edukatif yang kedua adalah Absor (Penglihatan). Absor
merupakan bentuk masdar yang diambil dari kata kerja Basiro –
Yabsiru – Absor yang berarti penglihatan. Ketika sang anak
dilahirkan ke dunia, potensi penglihatan atau absor ini sudah ada
pada anak tersebut namun belum dapat memainkan fungsinya.
Potensi tersebut akan berfungsi secara bertahap atau berproses
sesuai dengan perkembangan usia sang anak tersebut. Apa yang
dilihat oleh anak tersebut akan tersimpan pada memori otak dan
akan menghasilkan persepsi atau pemahaman tentang sesuatu yang
sebelumnya tidak diketahuinya.
Melalui potensi penglihatan inilah sang anak dapat
melakukan pengamatan (observasi) terhadap suatu objek atau
benda yang dilihatnya. Melalui observasi atau pengamatan inilah
sang anak akan mendapatkan pengetahuan atau informasi tentang
sesuatu. Sebagaimana kita ketahui bahwa aktifitas belajar
merupakan akumulasi antara aktifitas mendengar, melihat, berpikir
atau memahami dan bertindak.
Potensi penglihatan merupakan salah satu potensi edukatif
manusia yang dapat menunjang kelancaran dalam mendapatkan
ilmu pengetahuan. Melalui potensi penglihatan ini sang anak dapat
membaca atau mempelajari hal-hal yang bersifat tekstual maupun
kontekstual. Semakin banyak hal yang dibaca atau dilihat oleh sang
anak maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang
didapatinya. Dengan melakukan kegiatan membaca inilah potensi
penglihatan manusia dapat dikembangkan.
b. Potensi akal
Potensi ini hanya dianugerahkan oleh Allah untuk manusia.
Dengan potensi ini menjadikan manusia dapat meningkatkan dirinya
melebihi dengan makhluk-makhluk ciaptaan Allah lainnya.
Potensi akal memberi pengaruh tehadap kemampuan manusia
seperti untuk memahami hal abstrak, simbol-simbol, menganalisa
maupun menarik kesimpulan sehingga mampu memilih atau
memisahkan antara yang benar dengan yang salah. Kemampuan
akal selain mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi
juga mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
merekayasa lingkungan, menuju kehidupan yang lebih baik serta
aman dan nyaman.
Akal pada mulanya merupakan salah satu kekayaan Tuhan
yang diberikan kepada manusia, akal itu bisa berkembang bisa
bertambah maju. Berlainan dengan binatang. Binatang itu hanya
mempunyai instinct saja. Instict itu tidak bisa berkembang. Oleh
karena itu hidup binatangpun tidak pernah maju atau modern. Kalau
kita perhatikan secara seksama akan pencitaan dari makhluk
makhluk yang beragam ini maka pastilah akan timbul
berbagaimacam kesan. Kesan yang pertma adalah bahwa terjadinya
segala sesuatu pasti tidak mungkin dengan kebetulan, akan tetapi
ada kekuasaan ghaib yang membuatnya. Dan disinilah peran penting
akal yang akan mencari cari siapa sebenarnya yang mencipta alam
semesta dengan aneka ragam coraknya.
Sejak zaman primitive akal manusia sudah mulai menerka
bahwa setiap benda itu mempunyai roh. Lama lama terkaan itu
berubah menjadi keyakinan yang kini dinamakan dengan
kepercayaan animisme. Ada juga yang lain, kalu mereka terkena
dengan batu atau kayu merka merasa sakit maka timbullah dugaan
mereka bahwa benda benda memiliki kekuatan ghaib. Dugaan itu
lama lama berubah juga menjadi kepercayaan mereka yang dimana
disebut dengan Dinamisme. Maka dipuja pujalah pohon pohon dan
batu batu yang angker.
Akan tetapi karna perkembangan akallah yang akhirnya bisa
menemukan kebenaraan yang ada pada hakikatnya jika akal sudah
mencapai kepada kebenaran maka akan dapat dipercaya dan
diyakini dan segala sesuatu itu masuk akal dan tidak mungkin tidak
masuk akal seperti katanya seorang ilmuan barat yang mengatakan
“Karna Berfikir Aku Ada”.
Selain itu Akal mempunyai peranan yang sangat penting dalam
agama islam, jika dilihat terutama dari segi penggunaan akal kepada
hukum-hukum dalam islam, penggunaan akal dalam ekonomi islam
untuk membangun suatuhal yang lebih baik dari sebelumnya, dan
penggunaan akal untuk membangun suatu pengaplikasian ataupun
pengabdian kepada agama dan bangsa serta dengan akal mampu
memecahkan ribuan masalah yang timbul dalam islam, dan bukan
hanya masalah dalam islam saja, namun masalah-masalah
kenegaraan atau nation kitapun dapat diselesaikan dengan adanya
akal yang menjadi alat manusia untuk berfikir jauh ke masa
mendatang. Mungkin dari hasil analisa kami tentang akal, akal itu
mempnyai peranan sangat penting dalam agama karna tanpa akal
agamapun pasti tidak akan ada. Akal juga merupakan salah satu
pemberian Tuhan YME kepada manusia yang kini menjadi pembeda
dengan makhluk-Nya yang lain.
C. Konsep perkembangan dalam islam al-insiqaq ayat: 19 al-
mukminun ayat : 12-15
Perkembangan menurut Islam memiliki kesamaan objek studi
dengan psikologi perkembangan pada umumnya, yaitu proses
pertumbuhan dan perubahan manusia. Secara biologis pertumbuhan itu
digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an sesuai firmannya pada surat
(Q.S : Al-Insiqaq Ayat 19)
    
Artinya : Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam
kehidupan) (Q.S : Al-Insiqaq Ayat 19)
Sesungguhnya dalam penciptaan setiap makhluk yang hidup
itu telah dibekali dengan berbagai potensi yang memudahkan untuk
berkembang setelah masa kelahirannya, seperti halnya yang terjadi
pada binatang ia juga memiliki potensi yang berupa naluri, nampak
begitu lahir ia langsung mempunyai naluri yang mampu dengan cepat
untuk menemukan cara menyusu, berlindung pada induknya dan cara
makan. Berbeda dengan manusia, ia juga memiliki naluri semacam ini
bahkan lebih kuat. Apa yang dimiliki manusia tidak dimiliki oleh
binatang. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari sari pati tanah,
maksudnya proses kejadian manusia itu berasal dari sari pati tanah
yang menghasilkan berbagai jenis makanan yang kemudian
dikonsumsi oleh manusia. Hal ini diterangkan dalam Q.S : Al-Mukminun
Ayat : 12-15

          
         
       
         
    
Artinya : dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu,
Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. (Q.S : Al-
Mukminun Ayat : 12-15
Allah SWT menjelaskan dengan begitu detail tahapan dan fase
penciptaan manusia yang secara umum dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1) Fase Tanah
Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (QS Al-mu‟minun:12)
(Dialah yang menciptakan kamu dari tanah) atau menciptakan
kamu dari Adam, sedangkan Adam dari tanah, atau menciptakan
kamu dari sperma yang asalnya dari makanan, dan makanan itu
berasal dari tanah.
Yang terdapat dalam Al-Qur’an tentang asal jenis manusia
merupakan bagian dari yang kita katakan bahwa pada asalnya akal
diberi petunjuk, namun tidak mampu mengetahuinya secara rinci dan
bagaimana penciptaannya. Akal juga menetapkan bahwa manusia
harus terkumpul atau tercipta dari satu asal hingga berakhir pada
satu bapak dan ibu. Akan tetapi, akal tidak dapat mengetahuinya
secara rinci karena hasil ini merupakan ketetapannya yang
disandarkan atas undang-undang yang pasti kebenarannya dan
tidak perlu penjelasan. Perincian membutuhkan beberapa sarana
dan sarana apa punyang mewajibkannya, akal tetap tidak mampu
menemukan petunjuk.
2) Fase Nuthfah
Artinya : Kemudian Kami menjadikan sari pati itu air mani
(nuthfah)(yang disimpan) dalam tempat yang kukuh.(QS Al-
mu‟minun:13)
Selain itu, dalam QS. Ghafir ayat 67 juga dijelaskan: Yang
artinya: Dialah yang menciptakan kalian dari tanah kemudian
dari nuthfah (setetes air mani) (QS Ghafir:67)
Fase pertama merupakan awal penciptaan manusia dan awal
penciptaan masing-masing individu manusia. Ayat ini diawali dengan
kata pendek tsumma (kemudian) yang hanya membutuhkan
beberapa detik saja untuk mengucapkannya.
3) Fase ‘Alaqah
Ibnul Jauzi dalam kitab Zad Al-Masir berpendapat „alaqah adalah
sejenis darah yang bergumpalan dan kental. Dikatakan juga karena
sifat lembab dan bergantung pada periode yang dilaluinya.
4) Fase Mudhgah
Mudhgah adalah sepotong daging tempat pembentukan janin.
Fase ini dimulai kira-kira pada minggu keempat. Setelah kapsul janin
(embrio) terbentuk menjadi tiga tingkatan pada minggu ketiga, mulai
terlihat ciri-ciri pertama susunan saraf dan aliran darah.
5) Fase Tulang dan Daging
Pada fase ini secara umum merupakan permulaan
pembentukan tulang dan perbedaannya dengan mudhgah
sebagaimana fase sebelumnya yang secara keseluruhan adalah
munculnya gumpalan daging, pada fase selanjutnya, tulang tersebut
dibungkus dengan otot-otot.
Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa tulang telah mulai
tampak ketika ciri umum janin masih berupa mudhgah.
Otot-otot mulai tampak ketika tulang belum sempurna
sebagaimana kulit pun telah muncul ketika otot-otot belum tumbuh
sempurna. Yang dimaksud dari ketiga urutan ini adalah urutan
munculnya, lalu urutan kemajuan perkembangannya.

6) Fase Penciptaan Mahluk yang Berbentuk Lain


Kemudian Kami jadikan dia mahluk yang (berbentuk)lain.
Maka Mahasuci Allah Pencipta Yang Paling Baik. (QS Al
Mu’minun:14)
Ayat ini mengisyaratkan pada janin tentang perkembangannya
di bulan keempat dan setelahnya. Sebagaiman pemakaian predikat
“fakasauna” (Kami bungkus dengan daging) pada ayat sebelumnya,
ayat ini juga benar-benar cermat dalam pemakaian predikat
“ansya‟nahu” (Kami jadikan dia). Kata “insya” berarti menciptakan
sesuatu dan memeliharanya. Masa penciptaan telah terjadi pada
periode sebelumnya. Oleh karena itu, periode ini adalah periode
pemeliharaan dan penumbuhan janin yang telah tercipta. Setelah
menggunakan kata “ansya‟nahu” dengan keakuratan dan
kecermatan yang sama, ayat ini juga memakai kata “khalqan
akhar” (mahluk yang berbentuk lain). Pengungkapan seperti ini
merupakan pengungkapan teringkas dan dapat memberikan
gambaran yang dalam serta tepat mengenai keadaan janin ketika
tumbuh.
Dan ketika berubah menjadi manusia ada tiga masa yang
dilalui oleh manusia, diantaranya adalah: Masa Kanak-Kanak, Masa
Dewasa, Masa Tua

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Konsep Islam setiap anak yang dilahirkan telah memiliki
fitrah. Fitrah tersebut dapat berupah fitrah Ilahiyah yang berujud
pengakuan akan keEsaan dan kebesaran Allah, beragama Islam
berpembawaan baik dan benar, dan Fitrah Jasadiyah yang berupah
fisik seperti alat peraba, pencium, pendengaran, penglihatan, akal,hati,
bkat dan ketrampilan yang semuanya telah dibawanya sejak lahir.
Namun pada realitasnya, kemampuan optimalisasi daya tersebut
tidak selalu mem- berikan kemaslahatan pada umat dan makhluk lain
karena ada dimensi-dimensi tertentu yang mendominasi. Adanya Al-
Qur’an sebagai wahyu Allah yang sem- purna menjadi menuntun
manusia agar tetap pada koridor fitrah yang telah ditentukan dengan
berbagai penjelasan dasarnya. Manusia yang kembali kepada konsep
fitrah dari Al-Qur’an maka ia akan diberi jalan yang lurus dan terang
sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai pemimpin di bumi ini
dengan se- baik-baiknya. Optimalisasi fitrah manusia agar sesuai fitrah
dari Rabbnya tersebut dapat dilakukan sejak dini mungkin, yaitu pada
anak ketika masih dalam kandung- an. Tentunya hal ini tidak dapat
terlepas dari konsep pendidikan yang dilakukan oleh orang tua maupun
sekolah yang memberikan penanaman nilai-nilai secara benar sehingga
memberikan aspek kecerdasan yang selaras dengan peraturan tuhan.
B. saran
Dalam makalah ini penulis sadar bahwa masih jauh dari sempurna
Oleh karena itu diperlukan kritik dan saran dari pembaca sekalian
agar makalah ini dapat lebih baik lagi dan bermanfaat bagi kita semua.
diharapkan juga adanya makalah lain yang menyempurnakan makalah
ini sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abd.Rahman.2002. AKTUALISASI Konsep Dasar Pendidikan
Islam Rekonstruksi Pemikiran Dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan
Islam. ( Yoyakarta : UII Press )

Abdurrahman an-Nahlawi, 1989. Prinsip- Prinsip dan Metode Pendidikan


Islam di Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, Bandung : CV
Diponegoro.

Abu bakar, Usman dan Surahim, 2005. Fungsi Ganda Lembaga


pendidikan Islam, respon Kreatif Terhadap Undang-Undang
Sisdiknas, Yoyakarta : Safiria Insani Press.

Darajat Zakiyah dkk, 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bina Aksara.
Jalaludin, 2001. Teologi Pendidikan, Jakarta : Radja Grafindo.

Hamka, 2002. Tafsir Al-Azhar XXI, Jakarta : Pustaka Panjimas. M.Arifin,


1992. Filsafat Pendidikan Islam , Jakarta : Bina Aksara

Ahmad Kholid Syanthut, (2009), Melejitkan Potensi Moral dan Spiritual


Anak, Bandung: sigma Publising

Ari Ginanjar Agustian, (2010), Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ


Power, Jakarta: Arga

Hasan Alwi, (2005), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai


Pustaka

Baharuddin, (2007), Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Imas Kurniasih, (2010), Mendidik SQ Anak Menurut Nabi Muhammad


SAW, Yogyakarta: Galang Press

Ibrahim Lubis,(14 Oktober) Konsep Fitrah Manusia, Google Aneka Ragam


Makalah, diunduh tanggal 14 Oktober 2013, Pukul 19.45 WIB

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, (2002), Nuansa-Nuansa Psikologi Islam,


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai