Anda di halaman 1dari 13

Eka Apri Damayanti

"Keep Enjoying with my blog"...Happy Reading


Rabu, 27 Agustus 2014

MAKALAH GAYA BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gaya belajar merupakan konsisten yang ditunjukan individu untuk menyerap informasi,
mengatur, mengelola informasi tersebut dengan mudah dalam proses penerimaan, berfikir,
mengingat, dan pemecahan masalah dalam menghadapi proses belajar mengajar agar tercapai hasil
maksimal sesuai dengan kemampuan, kepribadian, dan sikapnya.

Kemampuan seorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda-beda
tingkatannya. Ada yang cepat, sedang ada pula yang sangat lambat. Karenanya mereka harus
menempuh cara yang berbeda untuk bias memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.
Terkadang siswa suka guru mereka mengajar dengan menuliskan segalanya dipapantulis, dengan
begitu mereka dapat membaca dan mencoba untuk memahaminya. Ada juga siswa yang yang lebih
suka guru mereka mengajar dengan menyampaikan materi pelajaran secara lisan, tak ubahnya
seperti seorang penceramah yang diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori dan
banyak ilustrasinya, sedangkan siswa hanya mendengarkan sambil menggambarkan isi ceramah
tersebut dalam bentuk yang mereka pahami sendiri. Oleh karena itu sebagai seorang calon pendidik
kita harus mengetahui konsep gaya belajar siswa agar materi yang di sampaikan dapat terserap
secara optimal.

1.2. Rumusan Masalah


          Rumusan masalah dari pembahasan materi dalam makalah ini adalah:
a.       Apa yang dimaksud dengan gaya belajar?

b.      Apa saja metode/tipe-tipe gaya belajar?

c.       Apa saja tahap-tahap gaya belajar siswa?


1.3. Tujuan
            Adapun tujuan dari pembahasan materi dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

a.       Untuk mengetahui konsep dasar gaya belajar.

b.      Untuk mengetahui macam-macam gaya belajar.

c.       Untuk mengetahui tahapan-tahapan gaya belajar siswa.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Gaya Belajar
Para ahli memberikan beberapa pengertian gaya belajar. Pada dasarnya kemampuan
seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang
cepat, sedang, dan ada pula yang sangat lambat. Oleh karena itu, siswa seringkali harus menempuh
cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Gaya belajar
merupakan cara belajar yang khas bagi siswa (Winkel,2009).

M. Joko Susilo (2009: 94) mengatakan sebagai berikut : “gaya belajar adalah cara yang
cenderung dipilih seorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memperoleh informasi
tersebut”. Sedangkan Bobbi Deporter dan Mike Hernacki (2010:112) mengemukakan bahwa gaya
belajar adalah kombinasi bagai mana anda menyerap, dan kemudian mengatur serta mengelola
informasi. Senada dengan yang diungkapkan oleh Munif Chatib (2009:136) bahwa gaya belajar
adalah cara informasi masuk kedalam otak melalui indra yang kita miliki.

Apa pun cara yang dipilih, perbedaan gaya belajar itu menunjukkan cara tercepat dan
terbaik bagi setiap individu untuk bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Jika seseorang
bisa memahami bagaimana perbedaan gaya belajar setiap orang itu, jika suatu ketika, misalnya
harus memandu seseorang untuk mendapatkan gaya belajar yang tepat dan memberikan hasil yang
maksimal bagi dirinya.

Menurut Nasution (2011) gaya belajar atau “learning style” siswa yaitu cara siswa bereaksi
dan menggunakan perangsang – perangsang yang diterima dalam proses belajar. Menurut penulis
gaya belajar adalah cara siswa untuk membuat suatu strategi dalam belajar dan dapat berpengaruh
terhadap hasil belajar seseorang tersebut.
Para peneliti menemukan adanya berbagai gaya belajar pada siswa yang dapat digolongkan
menurut kategori tertentu. Siswa berkesimpulan, bahwa:

1. Setiap siswa belajar menurut cara sendiri yang disebut gaya belajar. Juga guru mempunyai
gaya mengajar masing – masing.
2. Siswa dapat menemukan gaya belajar itu dengan instrument tertentu.
3. Kesesuaian gaya mengajar dengan gaya belajar mempertinggi efektivitas belajar.
Informasi tentang adanya gaya belajar yang berbeda – beda mempunyai pengaruh atas
kurikulum dan proses belajar mengajar. Masalah ini sangat kompleks, sulit, memakan waktu banyak,
biaya yang tidak sedikit, frustrasi.

Menurut Deporter dan Hernacki (2011) gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari
bagaimana seseorang meyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Gaya belajar
bukan hanya berupa aspek ketika menghadapi informasi, melihat, mendengar, menulis dan berkata.
Tetapi juga aspek pemrosesan informasi sekunsial, analitik, global atau otak kiri–otak kanan, aspek
lain adalah ketika merespon sesuatu atas lingkungan belajar (diserap secara abstrak dan konkret).

Dari pengertian – pengertian gaya belajar di atas, disimpulkan bahwa gaya belajar adalah
cara yang cenderung dipilih siswa untuk bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang dalam
menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi pada proses belajar.

2.2. Macam-macam Gaya Belajar


Kita tidak bisa memaksakan seorang anak harus belajar dengan suasanan dan cara yang kita
inginkan karena masing masing anak memiliki tipe atau gaya belajar sendiri-sendiri. Kemampuan
anak dalam menangkap materi dan pelajaran tergantung dari gaya belajarnya.

Banyak anak menurun prestasi belajarnya disekolah karena dirumah anak


dipaksa belajar tidak sesuai dengan gayanya. Anak akan mudah menguasai materi pelajaran dengan
menggunakan cara belajar mereka masing-masing.

2.2.1. Gaya Belajar Siswa Menurut Deporter dan Hernacki

Kemampuan seorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda-beda
tingkatannya. Ada yang cepat, sedang ada pula yang sangat lambat. Karenanya mereka harus
menempuh cara yang berbeda untuk bias memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.
Terkadang siswa suka guru mereka mengajar dengan menuliskan segalanya dipapantulis, dengan
begitu mereka dapat membaca dan mencoba untuk memahaminya. Ada juga siswa yang yang lebih
suka guru mereka mengajar dengan menyampaikan materi pelajaran secara lisan, tak ubahnya
seperti seorang penceramah yang diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori dan
banyak ilustrasinya, sedangkan siswa hanya mendengarkan sambil menggambarkan isi ceramah
tersebut dalam bentuk yang mereka pahami sendiri. Perbedaan-perbedaan tersebut cara tercepat
dan terbaik bagi setiap individu dapat menyerap sebuah informasi dari luar dirinya.

Perbedaan-perbedaan siswa dalam mengelola informasi di atas dipengaruhi oleh adanya


perbedaan gaya belajar siswa sesuai dengan kebiasaan dan seleranya. Menurut DePorter dan
Hernacki (2009) berpendapat tentang model gaya belajar sebagai berikut :”model gaya belajar
mencangkup gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kinestetik”. Pemahaman
tentang gaya belajar diharapkan dapat menentukan langkah-langkah supaya belajar lebih cepat dan
mudah sesuai dengan kondisi masing-masing

            Berikut ini adalah macam-macam gaya belajar menurut DePorter dan Hernacki.

a.       Gaya Belajar Visual

Gaya belajar visual cenderung lebih dominan dalam penglihatannya dibanding dengan

pendengaran dan gerakan-gerakan. Gaya belajar visual cenderung lebih khusus belajar melihat pada

fokus telaahanya. Menurut DePorter dan Hernacki (2010:116) ciri-ciri gaya belajar visual adalah :

1.      Rapi dan teratur

2.      Berbicara dengan cepat

3.      Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik

4.      Teliti terhadap detail

5.      Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi

6.      Pengeja yang baik dan dapat melihat kata–kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka

7.      Mengingat apa yang dilihat, daripada apa yang didengar

8.      Mengingat dengan asosiasi visual

9.      Biasanya tidak terganggu oleh keributan


10.  Mempunyai masalah untuk mengingat interupsi verbal kecuali juka ditulis, dan sering kali minta

bantuan orang untuk mengulanginya.

11.  Pembaca cepat dan tekun

12.  Lebih suka membaca daripada dibacakan

13.  Membutuhkan pandangan dan tujuan menyeluruh dan sikap waspada sebelum secara mental

merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek.

14.  Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau dalam rapat

15.  Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain

16.  Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak

17.  Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato

18.  Lebih suka seni daripada music

19.  Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan tetapi tidak pandai memilih kata – kata

Ciri gaya belajar diatas yang memegang peran penting yaitu mata/penglihatan ( visual).

Dalam hal ini penggunaan metode pengajaran guru lebih dititik beratkan pada peragaan atau media,

ajak mereka ke objek-objek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara

menunjukan alat peraga langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Gaya belajar

visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya supaya mengerti materi pelajaran.

Mereka cenderung untuk duduk didepan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berfikir dengan

gambar–gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan–tampilan

visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, video dan lebih suka mencatat detil-detilnya

dalam mendapatkan informasi.

b.      Gaya Belajar Auditorial

Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar yang lebih cenderung melalui suara dalam proses

pembelajaran. Menurut DePorter dan Hernacki (2010:117) cirri-ciri gaya belajar auditorial

diantaranya :
1.      Berbicara pada dirinya sendiri saat bekerja

2.      Mudah terganggu oleh keributan

3.      Menggerakan bibir merekka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca

4.      Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

5.      Dapat mengulang kembali dan menirukan nada, berirama, dan warna suara

6.      Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita

7.      Berbicara dalam irama yang terpola

8.      Biasanya pembicara yang fasih

9.      Lebih suka musiik dari pada seni

10.  Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat

11.  Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar

12.  Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong

bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain

13.  Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya

14.  Lebuh suka gurauan lisan daripada membaca komik

Ciri-ciri gaya belajar tersebut dapat disimpulkan, siswa yang mempunyai gaya belajar

auditorial dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan

penjelasan guru. Gaya belajar auditorial dapat mencerna makna penyampaian melalui suara, pitch

(tinggi rendahnya), kecepatan bicara dan hal-hal auditorial lainnya. Informasi tertulis terkadang

mempunyai makna minim bagi siswa auditorial. Siswa seperti ini biasanya dapat menghafal lebih

cepat dengan membaca dengan bersuara serta melalui media seperti kaset, radio, dan lain-lain

c.       Gaya Belajar Kinestetik


Gaya belajar kinestetik memiliki gaya belajar dengan melakukan segala sesuatu secara

langsung melalui gerak dan sentuhan. Menurut DePorter dan Hernacki (2010:118) cirri belajar

kinestetik diantaranya :

1.      Berbicara dengan perlahan

2.      Menanggapi perhatian fisik

3.      Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka

4.      Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang

5.      Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak

6.      Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar

7.      Belajar melalui manipulasi dan praktik

8.      Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

9.      Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca

10.  Banyak menggunakan isyarat tubuh

11.  Tidak dapat duduk diam dalam waktulama

12.  Tidak dapat mengingat geografi kecuali jika memang telah pernah berada ditempat itu

13.  Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

14.  Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh

saat membaca

15.  Kemungkinan tulisannya jelek

16.  Ingin melakukan segala sesuatu

17.  Menyukai permainan yang menyibukan

Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui gerak, menyentuh, dan

melakukan. Siswa seperti ini sulit untuk duduk berjam-jam karena keinginan mereka untuk
beraktifitas dan bereksplorasi sangat kuat. Sehingga proses belajar dengan gaya belajar seperti ini

harus melalui gerakan dan sentuhan.

Ketika jenis gaya belajar tersebut memiliki ciri-ciri dominan dalam melakukan suatu

kegiatan. Begitu pula dengan gaya belajar siswa, terlihat adanya ciri-ciri dominan dalam suatu proses

kegiatan pembelajaran, sehingga dapat mencapai hasil maksimal.


2.2.2. Gaya Belajar Siswa Menurut David Kolb

Gaya belajar siswa atau student learning style dapat diartikan sebagai karakteristik kognitif,


afektif, dan perilaku psikologis seorang siswa tentang bagaimana dia memahami sesuatu,
berinteraksi dan merespons lingkungan belajarnya, yang bersifat  unik dan relatif stabil.

Dalam berbagai literatur tentang belajar dan pembelajaran, kita akan menjumpai sejumlah
konsep tentang gaya belajar siswa, dan salah satunya adalah gaya belajar sebagaimana dikemukakan
oleh David Kolb, salah seorang ahli pendidikan dari Amerika Serikat, yang mempopulerkan teori
belajar “Experiential Learning” .

Kolb mengklasifikasikan Gaya Belajar Siswa ke dalam empat kecenderungan utama yaitu:

1. Concrete Experience (CE).  Siswa  belajar melalui perasaan (feeling), dengan menekankan
segi-segi pengalaman kongkret,  lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap
perasaan orang lain.  Siswa melibatkan diri sepenuhnya melalui pengalaman baru,  siswa  cenderung
lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
2. Abstract Conceptualization (AC). Siswa belajar melalui pemikiran (thinking) dan lebih
terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari
situasi atau perkara yang dihadapi. Siswa menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan
observasinya menjadi teori yang sehat, dengan mengandalkan pada perencanaan yang sistematis.
3. Reflective Observation (RO).  Siswa belajar melalui pengamatan (watching), penekanannya
mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak
makna dari hal-hal yang diamati. Siswa akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk
membentuk opini/pendapat, siswa mengobservasi dan  merefleksi pengalamannya dari berbagai
segi.
4. Active Experimentation (AE).  Siswa belajar melalui tindakan (doing), cenderung kuat dalam
segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain
lewat perbuatannya. Siswa akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan,
pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya. Siswa menggunakan teori untuk memecahkan
masalah dan mengambil keputusan .
Selanjutnya Kolb mengemukakan, bahwa setiap individu tidak didominasi oleh satu gaya
belajar tertentu secara absolut, tetapi cenderung membentuk kombinasi dan konfigurasi gaya
belajar tertentu,  yang diklasifikasikannya ke dalam 4 (empat)  tipe:

 Tipe 1. Diverger.

Tipe ini perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan  Reflective Observation (RO), atau


dengan kata lain kombinasi dari perasaan (feeling) dan pengamatan (watching). Siswa dengan tipe
Diverger memiliki keunggulan dalam kemampuan imajinasi dan melihat situasi kongkret dari banyak
sudut pandang yang berbeda, kemudian menghubungkannya menjadi sesuatu yang bulat dan utuh.
Pendekatannya pada setiap situasi adalah “mengamati” dan bukan “bertindak”.  Siswa seperti ini
menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide  dan gemar mengumpulkan
berbagai informasi, menyukai isu tentang kesusastraan, budaya, sejarah, dan ilmu-ilmu sosial
lainnya. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “Why?”. Peran dan fungsi  guru yang cocok untuk
menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai Motivator.

Tipe 2. Assimilator.

Tipe kedua ini  perpaduan antara Abstract Conceptualization (AC)   dan  Reflective


Observation (RO) atau dengan kata lain kombinasi dari pemikiran  (thinking) dan pengamatan
(watching). Siswa dengan tipe Assimilator memiliki keunggulan dalam memahami dan merespons
berbagai sajian informasi serta mengorganisasikan merangkumkannya dalam suatu format yang
logis, singkat, dan jelas.  Biasanya siswa  tipe ini cenderung lebih teoritis, lebih menyukai bekerja
dengan ide serta konsep yang abstrak,  daripada bekerja dengan orang.   Mata pelajaran yang yang
diminatinya adalah bidang sains dan matematika.  Mereka biasanya lebih banyak bertanya “What?”.
Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang Expert.

Tipe 3. Converger.

Tipe ini  perpaduan antara Abstract Conceptualization (AC)   dan  Reflective Observation (RO)


atau dengan kata lain kombinasi dari berfikir (thinking) dan berbuat (doing). Siswa mampu
merespons terhadap berbagai peluang  dan mampu bekerja  secara aktif dalam setiap tugas yang
terdefinisikan secara baik. Siswa  gemar  belajar bila menghadapi soal dengan jawaban yang pasti,
dan  segera berusaha mencari jawaban yang tepat.  Dia mau belajar secara trial and error hanya
dalam lingkungan yang dianggapnya relatif aman dari kegagalan.

Siswa dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan
teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan. Mereka juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif). Dia cenderung
tidak emosional dan lebih menyukai bekerja yang berhubungan dengan benda dari pada manusia,
masalah sosial atau hubungan antar pribadi.
Mata pelajaran yang yang diminati adalah bidang IPA dan teknik. Mereka biasanya lebih
banyak bertanya “How?”.  Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah
sebagai seorang Coach,  yang dapat menyediakan praktik terbimbing  dan dapat memberikan umpan
balik yang tepat.

Tipe 4. Accomodator

Tipe ini  perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan  Active Experimentation (AE)   atau


dengan kata lain kombinasi antara  merasakan   (feeling) dengan berbuat (doing). Siswa tipe ini
senang mengaplikasikan materi pelajaran dalam berbagai situasi baru untuk memecahkan berbagai
masalah nyata yang dihadapinya. Kelebihan siswa tipe ini memiliki kemampuan belajar yang baik
dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan
melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru yang menantang. Dalam usaha memecahkan
masalah, mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan
masukan/informasi) dibanding analisa teknis. Mereka cenderung untuk bertindak berdasarkan
intuisi/dorongan hati daripada berdasarkan analisa logis, sering  menggunakan trial and error  dalam
memecahkan masalah, kurang sabar dan ingin segera bertindak. Bila ada teori yang tidak sesuai
dengan fakta cenderung untuk mengabaikannya. Mata pelajaran yang disukainya yaitu berkaitan
dengan lapangan usaha (bisnis) dan teknik.

Mereka biasanya lebih banyak bertanya “What if?”.  Peran dan fungsi guru dalam
berhadapan dengan siswa tipe ini  adalah berusaha menghadapkan siswa pada “open-ended
questions”, memaksimalkan kesempatan siswa untuk mempelajari dan menggali  sesuatu  sesuai
pilihannya. Penggunaan Metode Problem-Based Learning  tampaknya sangat cocok  untuk siswa tipe
yang keempat ini.

2.3. Tahapan Perkembangan Gaya Belajar Siswa

2.3.1. Tahapan Anak-anak (6-11) tahun

Pada tahapan ini siswa sudah dapat menilai mana guru yang lebih enak dalam mengajar.
Bahkan mereka telah menginginkan lingkungan atau suasana yang nyaman untuk belajar. Misalnya
nuansa kelas yang rapih dah bersih membuat mereka nyaman dan efektif untuk belajar serta
membuat mereka untuk selalu semangat untuk mengikuti pelajaran-pelajaran yang disampaikan
oleh guru. selanjutnya pada tahapan ini mereka terkadang mencari kesempatan menyimak dan
mengikuti pembicaraan orang deasa yang ternyata dapat menambah wawasan dan membawa
cakrawala berpikir, M. Joko S (2009:102).
2.3.2. Tahap Remaja Awal (12-15) tahun

Pada tahap remaja awal umumnya siswa sudah duduk pada sekolah menengah pertama
( SMP). Pada masa ini siswa sudah mengalami perubahan-perubahan fisik sesuai yang dijelaskan
Kohlen dan Thompson ( M. Joko s 2009:102) perkembangan fisik tersebut meliputi system syaraf,
otot-otot, kelenjar endogrin. Selain itu siswa juga mengalami perubahan psikologis dalam diri siswa
terkadang membawa unsure kestabilan siswa dalam menilai suatu tindakan verbal maupun non-
verbal dari orang lain.

2.3.3. Tahap Remaja Madya (15-18) tahun

Pada masa ini siswa masuk jenjang Sekolah Menengah Atas ( SMA) yang merupakan masa
peralihan dari masa remaja menuju dewasa. Pada masa ini siswa mulai menunjukan sifat
pemberontak. Selain itu pada masa ini prestasi siswa dalam akademik kurang baik karena mereka
terbawa arus pergaulan yang kadang kala tidak mampu mereka saring mana yang baik dan mana
yang buruk. Kenakalan siswa seperti membolos sekolah, tawuran, menggangu teman bahkan mulai
berani menentang guru lebih terlihat pada siswa kelas XI. Bahkan pada masa ini gaya belajar mereka
pun terkesan amburadul dan tidak memiliki manajemen belajar yang baik, M. Joko S ( 2009:104)

2.3.4. Tahap Remaja Akhir ( 19-22) tahun

Pada masa ini siswa sudah dewasa dan mandiri, tepatnya pada bangku perkuliahan mereka
sudah berganti setatus menjadi mahasiswa. Pada perkembangan proses gaya belajar dimasa ini
remaja cenderung selalu terbuai dengan waktu. Remaja pada masa ini memiliki majajemen waktu
yang buruk sehingga gaya belajar yang dikembangan cenderung salah, karena masih dalam proses
transisi antara program pembelajaran di SMA dengan program di perkuliahan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih siswa untuk bereaksi dan menggunakan
perangsang-perangsang dalam menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi pada
proses belajar.

Ada beberapa macam gaya belajar. Menurut DePorter dan Hernacki gaya belajar ada tiga
macam yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditori, dan gaya belajar kinestetik.

David Kolb mengklasifikasikan Gaya Belajar Siswa ke dalam empat kecenderungan utama


yaitu: Concrete Experience (CE), Abstract Conceptualization (AC), Reflective Observation
(RO),  dan Active Experimentation (AE).

Ada beberapa tahapan perkembangan gaya belajar siswa, diantaranya tahapan anak-anak


(6-11) tahun, tahap remaja awal (12-15) tahun, tahap remaja madya (15-18) tahun,
tahap remaja akhir ( 19-22) tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sudrajat. 07/12/2011. Gaya Belajar Siswa Menurut David


Kolb. https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/12/07/gaya-belajar-siswa-menurut-david-kolb/ (
Diakses 06 Maret 2014)

http://www.e-jurnal.com/2013/09/pengertian-gaya-belajar.html(Diakses 06 Maret 2014)

Haryanto, S.Pd. 20/12/2013. Macam-Macam Gaya Belajar. Belajarpsikologi.com /macam-macam-gaya-belajar


(Diakses 05 Maret 2014)

Joko Supriono.21/08/2013. Gaya Belajar. http:edukasi.kompasiana.com/2013/08/21/ gaya-belajar-


582704.html (Diakses 05 Maret 2014)

Referensi Makalah.02/02/2013. Pengertian Gaya Belajar. Referensimakalah.com /2013/02/pengertian-gaya-


belajar.html (Diakses 06 Maret 2014)
Unknown di 03.41
Berbagi

3 komentar:

1.

Rohmadi23 Februari 2020 pukul 04.43

Hi bu,
Balas

2.

Rohmadi23 Februari 2020 pukul 04.43

Hi bu,
Balas
3.

Anonim27 Januari 2022 pukul 09.46

How to Bet on Baccarat - FABCASINO


The most important thing is whether you want to play with the dealer. A game is a
series หารายได ้เสริม of 52-card stud cards. You can play this game from 제왕 카지노 a
standard 바카라 사이트 deck of 52
Balas

Beranda

Lihat versi web


Mengenai Saya
Unknown
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai