Anda di halaman 1dari 20

BUKU

ANA
ANALISIS SWOT TERHADAP PETANI KARET
DI DESA KEMBANG SERI BARU

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA
BATANG HARI
KATA PENGANTAR

‫الرحِيم‬
َّ ‫ِالر ْح َم ِن‬
َّ ‫ــــــــــــــــم اﷲ‬
ِ ‫ِب ْس‬

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan


semesta alam yang senantiasa memberikan kemudahan kelancaran
beserta limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang tiada terhingga.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW
yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua.

Alhamdulillah berkat Rahmat dan Ridha-Nya penulis dapat


menyelesaikan pembuatan Buku Saku ini yang berjudul “ANALISIS
SWOT TERHADAP PETANI KARET DI DESA KEMBANG SERI
BARU”. Buku Saku ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas KKN
tahun akademik 2020/2021

Dalam penyusunan buku saku ini Penulis mendapatkan bantuan


serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu.

Penulis berharap semoga buku saku ini dapat bermanfaat bagi kita
semua terutama bagi penulis. Begitu pula buku saku ini tidak luput dari
kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
sarannya yang bersifat membangun.

Kampung Baru, Oktober 2020

RATINA
NIM : 2017. 153. 944

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BIODATA.......................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Pengertian Analisis SWOT....................................................................1


B. Faktor-Faktor Analisis SWOT................................................................2
C. Faktor Lingkungan dalam Analisis SWOT.............................................3
D. Langkah-Langkah Penerapan Analisis SWOT......................................6

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Karet Dan Kondisi Petani Desa Kembang Seri


Baru.................................................................................................7
B. Kondisi Petani Karet Desa Kembang Seri Baru....................................8
C. Pemasaran Karet Desa Kembang Seri Baru.......................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................14
B. Saran...................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

iii
INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI
BIODATA

NAMA : RATINA

TEMPAT/ TGL LAHIR : Kampung Baru, 29 Mei 1997

JENIS KELAMIN : Perempuan

NIM/NIRM : 2017. 153. 944

PROGRAM STUDI : Manajemen Pendidikan Islam

ALAMAT : Rt. 06 Kampung Baru

Kecamatan Maro Sebo Ulu

Kabupaten Batang Hari

Provinsi Jambi

iv
INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Analisis SWOT


Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang
digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan
(weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam
suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang
membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan
threats).1
Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari
spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan
tersebut.
Bagaimana Menerapkan Analisa SWOT cara menganalisis dan
memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya,
kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT. 2

1
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka utama, 2004), hal : 18.
2
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2015, hal : 83.

1
INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI
2

Bagaimana mengaplikasinya kekuatan (strengths) mampu


mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang
ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang
mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang
ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi
ancaman (threats) yang ada, dan terakhir adalah bagimana cara
mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat ancaman
(threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.
B. Faktor-Faktor Analisis SWOT
Analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu:
1) Strengths (kekuatan) merupakan kondisi kekuatan
yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep
bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan
faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek
atau konsep bisnis itu sendiri.
2) Weakness (kelemahan) merupakan kondisi kelemahan
yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep
bisnis yang ada.Kelemahan yang dianalisis merupakan
faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek
atau konsep bisnis itu sendiri.
3) Opportunities (peluang) merupakan kondisi peluang
berkembang di masa datang yang terjadi. Kondisi yang
terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek
atau konsep bisnis itu sendiri. misalnya kompetitor,
kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekitar.
4) Threats (ancaman) merupakan kondisi yang
mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu
organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


3

Setelah itu kita membuat pemetaan analisis SWOT tabel matriks


dan ditentukan sebagai tabel informasi SWOT. Kemudian dilakukan
pembandingan antara faktor internal yang meliputi Strength dan
Weakness dengan faktor luar Opportunity dan threat. Setelah itu kita
bisa melakukan strategi alternatif untuk dilaksanakan. Strategi yang
dipilih merupakan strategi yang paling menguntungkan dengan resiko
dan ancaman yang paling kecil.

C. Faktor Lingkungan Analisis SWOT


Walaupun terdapat beberapa metode penentuan faktor SWOT,
secara umum terdapat keseragaman bahwa penentuan tersebut akan
tergantung dari faktor lingkungan masyarakat desa kembang seri baru.
Faktor lingkungan eksternal mendapatkan prioritas lebih
dalam penentuan strategi karena pada umumnya faktor-faktor ini
berada di luar kendali masyarakat desa kembang seri baru (exogen)
sementara faktor internal merupakan faktor-faktor yang lebih
bisa dikendalikan.

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


4

Faktor-faktor yang menjadi kekuatan-kelemahan peluang dan


ancaman :3
a) Kekuatan dan Kelemahan. Kekuatan adalah faktor internal yang ada
di dalam institusi yang bisa digunakan untuk menggerakkan institusi
ke depan. Suatu kekuatan / strenghth (distinctive competence) hanya
akan menjadi competitive advantage bagi suatu institusi apabila
kekuatan tersebut terkait dengan lingkungan sekitarnya, misalnya
apakah kekuatan itu dibutuhkan atau bisa mempengaruhi lingkungan
di sekitarnya. Jika pada instutusi lain juga terdapat kekuatan yang
dan institusi tersebut memiliki core competence yang sama, maka
kekuatan harus diukur dari bagaimana kekuatan relatif suatu institusi
dibandingkan dengan institusi yang lain. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak semua kekuatan yang dimiliki institusi harus
dipaksa untuk dikembangkan karena adakalanya kekuatan itu tidak
terlalu penting jika dilihat dari lingkungan yang lebih luas. Hal-hal
yang menjadi opposite dari kekuatan adalah kelemahan. Sehingga
sama dengan kekuatan, tidak semua kelemahan dari institusi harus
dipaksa untuk diperbaiki terutama untuk hal-hal yang
tidak berpengaruh pada lingkungan sekitar.
b) Peluang dan Ancaman. Peluang adalah faktor yang di dapatkan
denganmembandingkan analisa internal yang dilakukan di suatu

3
Pearce Robinson, Manajemen Stratejik Formulasi, Implementasi dan Pengendalian Jilid
1, (Jakarta : Binarupa Aksara, 1997), hal : 231.

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


5

institusi (strenghth danweakness) dengan analisa internal dari


kompetitor lain. Sebagaimana kekuatan peluang juga harus diranking
berdasarkan success probbility, sehingga tidak semua peluang harus
dicapai dalam target dan strategi institusi. Peluang dapat
dikatagorikan dalam tiga tingkatan :
 Low, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang kecil dan
peluangpencapaiannya juga kecil.
 Moderate : jika memiliki daya tarik dan manfaat yang besar
namunpeluang pencapaian kecil atau sebaliknya.
 Best, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang tinggi serta
peluangtercapaianya besar.
 Ancaman adalah segala sesuatu yang terjadi akibat trend
perkembangan (persaingan) dan tidak bisa dihindari. Ancaman
juga bisa dilihat dari tingkat keparahan pengaruhnya (serousness)
dan kemungkinan terjadinya (probability of occurance). Sehingga
dapat dikatagorikan :
 Ancaman utama (major threats), adalah ancaman yang
kemungkinanterjadinya tinggi dan dampaknya besar. Untuk
ancaman utama ini,diperlukan beberapa contingency planning
yang harus dilakukan institusiuntuk mengantisipasi.
 Ancaman tidak utama (minor threats), adalah ancaman yang
dampaknyakecil dan kemungkinan terjadinya kecil.
 Ancaman moderate, berupa kombinasi tingkat keparahan yang
tingginamun kemungkinan terjadinya rendah dan sebaliknya

D. Langkah-Langkah Penerapan Analisis SWOT


Langkah 1: Menyiapkan sesi SWOT

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


6

 SWOT kemungkinan akan menghabiskan waktu 50 - 60 menit. 


 Peserta dibagi dalam kelompok dengan maksimum 6 orang per
kelompok. 
 Dengan menggunakan alat curah pendapat memilih pelayanan atau
komponen pelayanan yang akan dianalisa.
 Setiap kelompok membuat sebuah matriks SWOT
 Siapkan kartu dan kertas flipchart untuk setiap kelompok. 
 Tentukan seorang Pencatat. Tugas Pencatat adalah mengisi matriks
SWOT.

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Perkebunan Karet Dan Kondisi Petani Desa


Kembang Seri Baru
Tanaman karet mulai dikenal dan dibudidayakan oleh
masyarakat Desa Kembang Seri Baru, berkait dengan sejarah
perkaretan di Indonesia. Karet mulai dikenal di Indonesia sejak
zaman penjajahan Belanda yang awalnya ditanam di Kebun Raya
Bogor sebagai tanaman baru-koleksian (Penebar Swadaya, 1992).
Dan selanjutnya tanaman karet dikembangkan menjadi tanaman
perkebunan dan tersebar di beberapa daerah.
Adanya krisis tembakau dan kopi yang menjadi komoditas
andalan pemerintah kolonial Hindia Belanda (HB), mendorong
pemerintahan HB untuk membangun perkebunan karet (PK). Pada
tahun 1864, PK mulai diperkenalkan dan dikembangkan di
Indonesia, dengan pertama kali dibuka di daerah Pamanukan dan
Ciasem (Jawa Barat) oleh Hofland- perusahaan Belanda. Jenis
tanaman karet yang ditanam di waktu itu adalah karet “rambung”
(Ficus elastica). Dan karet jenis Hevea brasiliensis baru ditanam di
Sumatera Timur, tahun 1902. PK di Indonesia lebih berkembang
setelah Netherlands Indies membuka pintu bagi para investor asing,
terutama dari Inggris, Belanda dan Belgia serta Amerika. Seiring
dengan itu, pemerintah HB untuk pertama kalinya memperkenalkan
sistem perkebunan besar (modern) yang dibuka di daerah Indragiri
pada 1893. Selanjutnya disusul oleh perkebunan- perkebunan
lainnya. Sehingga pada 1915, di seluruh Kepulauan Riau, Indragiri
dan Kuantan terdapat 12 onderneming.Tanah-tanah erfpacht6 yang
luas di Japura, Kelawat, Sungai Lalak, Sungai Parit Gading, Air
Molek dan Sungai Sagu, kemudian dimanfaatkan untuk ditanami
pohon karet (Penebar Swadaya, 1992).
Seiring dengan perkembangan permintaan karet alam Dunia,
terutama setelah adanya pengaruh “boom” harga karet alam setelah
PD II. Perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat (perkebunan
rakyat) sudah terlebih dahulu di kenal masyarakat Kembang Seri
Baru, bahkan jauh sebelum diperkenalkan oleh pemerintah kolonial
HB. Petani mendapatkan benih atau bibit tanaman karet dari para
jemaah haji yang singgah di jambi.

7
INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI
8

Selain didukung oleh kondisi alam, juga sistem pertanian


kebun bagi masyarakat desa kembang seri baru merupakan suatu
bentuk adaptasi di bidang pertanian, karena cengkraman iklim dan
kesuburan tanah di Kembang Seri Baru yang tidak sebaik di Jawa
yang sarat dengan intensifikasi tanaman pangan, maka disebut oleh
Rusli dkk (1996), subsektor perkebunan di Propinsi jambi melaju
lebih cepat dibanding dengan sektor pertanian tanaman pangan.
Jadi budaya pertain kebun yang mendasari kehidupan
penduduk di kembang seri baru adalah kehidupan pertanian yang
berpusat pada lahan kering. Sehingga tanaman-tanaman utama
yang telah lama menjadi kesukaan dan seting budaya mereka
adalah tanaman karet dan kelapa. Sementara, tanaman kelapa
sawit baru berkembang pada zaman prakemerdekaan. Kebanyakan
perkebunan kelapa sawit yang ada di Propinsi jambi dikelola oleh
pemerintah (BUMN) ataupun perusahaan swasta besar yang
melibatkan hanya segelintir penduduk sebagai tenaga buruh harian
atau kerja borongan kasar.

B. Bagaimana Kondisi Petani Karet Desa Kembang Seri Baru


Asumsi-asumsi umum yang sering dipakai selama ini adalah
keadaan sosial ekonomi petani karet mempunyai hubungan dengan
hasil produksi karet rakyat. Ini berarti, usaha peningkatan produksi
dan mutu karet rakyat secara otomatis akan meningkatkan kondisi
sosial ekonomi petani. Dengan kata lain peningkatan produksi dan
mutu hasil kebun menjadi tidak berarti, jika keadaan sosial ekonomi
petaninya tidak berubah. Untuk itu usaha yang sering dilakukan oleh
pemerintah untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi petani karet
adalah melalui peningkatan pendapatan

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


9

Kalau dilihat besarnya pendapatan petani karet tradisional di


desa kembang seri baru yang dihimpun dari data Dinas Perkebunan
Propinsi jambi (2020) dalam hasil penelitian saya dkk, rata
pendapatan per bulan hanya mencapai Rp.7500. Tingkat
pendapatan seperti ini jelas secara gamblang akan berdampak
kepada kesulitan petani untuk dapat memelihara kebun karetnya
agar mampu menghasilkan produksi yang lebih baik. Jangankan
memelihara kebun, untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
pun sangat minim. Pada akhirnya keadaan sosial ekonomi petani
karet yang masih kurang memadai, dilihat dari sisi pendapatan dan
distribusinya berakibat pada pemeliharaan tanaman karet yang
kurang intensif.
Dan pada gilirannya tentu produksi karet rakyat pun tidak akan
mampu memberikan harga yang layak bagi kehidupan petaninya.
Kondisi demikian sesungguhnya terjadi juga pada petani karet
rakyat di Propinsi lainnya, seperti Jambi, Sumsel, Kalbar, dan
Sumbar (Thahar, 2000)

Kondisi sosial ekonomi petani yang sangat rawan (terdesak


oleh kebutuhan ekonomi rumah tangga) ini sering dimanfaatkan
oleh pihak luar (toke, tengkulak) melalui pemberian bantuan
finansial (hutang) sehingga lama-kelamaan akibatnya para petani
karet menjadi semakin sulit keluar dari ikatan hutang-piutang.
Karenanya petani tidak pernah memiliki posisi tawar yang sesuai
dengan kewajaran. Dan jika kondisi seperti ini terus berlangsung,
maka petani tidak akan mampu menghilangkan masalahnya sendiri,
untuk keluar dari lingkaran kemiskinan yang melilitnya.

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


10

Kondisi sosial ekonomi petani karet tersebut sebetulnya hanya


menggambarkan bagaimana sesungguhnya wajah petani karet di
pedesaan kembang seri baru dan juga di daerah pedesaan lain di
Indonesia.

Artinya kehidupan masyarakat pedesaan di kembang seri baru


yang masih didominasi oleh para petani karet rakyat (basis agraris),
kehidupannya masih dalam serba kekurangan dan derajat
kesejahteraanya masih rendah. Menurut saya dkk (2007), jumlah
keluarga miskin yang terdapat di kembang seri baru tahun 2020
mencapai 291 kartu keluarga dari total 1.142 keluarga dan pada
tahun 2020 jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan kembang
seri baru mencapai 572,6 ribu orang atau 18,08% (BPS, 2007).
Mungkin kalau diadakan penelitian dan kajian lebih lanjut, tidak
mustahil jumlah keluarga miskin ini akan semakin bertambah
jumlahnya, karena adanya “badai” krisis multi dimensi
berkepanjangan yang hingga sekarang masih terus bergulir.
C. Bagaimana Pemasaran Karet Desa Kembang Seri Baru
Rendahnya harga karet yang diterima oleh petani selama ini
sering dituduhkan karena jeleknya kualitas produksi karet-rakyat.
Sebaiknya ke depan, persoalan yang menimpa petani karet ini tidak
dilihat hanya dari sisi rendahnya mutu karet yang dihasilkan petani
karet- rakyat. Namun perlu juga dilihat dari sisi faktor penyebab
lainnya, misalnya sisi hubungan sosial antara petani dengan pihak
lain yang ada di tingkat lokal. Artinya, persoalan rendahnya harga
(pendapatan) dan kehidupan petani tidak hanya disebabkan oleh
persoalan teknis semata, tapi yang tidak kalah pentingnya adalah
dukungan situasi dan kondisi sosial masyarakat di tingkat bawah.
Iklim sosial yang dimaksud adalah adanya kenyataan bahwa
penentuan harga karet di tingkat bawah justeru sering ditentukan
oleh keterikatan hubungan sosial antara petani kecil, petani besar

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


11

dengan pedagang karet di tingkat lokal yang menggiringnya ke


sudut posisi tawar petani karet-rakyat menjadi lemah.
Kenyataan seperti ini, di kembang seri baru sulit sekali untuk
dihindarkan. Keinginan yang besar dari petani untuk tetap menjaga
ke-eratan hubungan sosial sering memaksa dan menghilangkan
rasionalitas petani dalam berbisnis. Artinya, kebanyakan petani di
desa kembang seri baru lebih cenderung untuk menomor-satukan
hubungan resiprositas sosial dibandingkan dengan keuntungan
bisnis semata, meskipun bisnis karet tersebut merupakan
penyokong kehidupan ekonomi keluarga. Realitas seperti ini bukan
sesuatu yang mustahil adanya, karena sampai saat ini, di kembang
seri baru masih banyak dijumpai para toke atau petani besar (induk
somang), disamping berperan sebagai pembeli produksi karet, juga
masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan petani produsen;
baik itu sebagai mertua/famili, atau pemberi dana bagi kehidupan
rumah tangga, dsb. Jadi karena hubungan patron-client tersebut
sudah bercampur aduk dengan hubungan sosial kekeluargaan,
maka hubungan resiprositas dan keterikatan sosial tersebut, secara
implisit pada akhirnya menjadi rikuh-pakewuh dan dapat
menyulitkan posisi petani dalam adu tawar-menawar dalam proses
penentuan harga bagi produksi karetnya. Karenanya kebanyakan
mereka, suka atau tidak, terpaksa atau rela, mereka pasrah dan
menerima harga yang telah ditentukan (sepihak) oleh para toke atau
induk somang-nya.

Variabel lain yang juga berperan ikut menentukan tingkat


pendapatan petani adalah rantai pemasaran karet, sebab kenyataan
menunjukkan bahwa begitu banyaknya lapisan pedagang yang

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


12

terlibat, sehingga menjadikan rantai tataniaga karet di sini cukup


panjang, dan kondisi demikian sudah merupakan suatu fenomena
lama.
Petani tidak pernah bisa langsung dalam memasarkan
produksi karetnya kepada pabrik atau pedagang eksportir. Paling
kurang mereka harus melalui dua atau tiga orang pedagang
perantara yaitu pedagang di kembang seri baru dan pedagang di
tingkat kecamatan. Meski disadari; rantai tataniaga yang pendek
sulit dijumpai, karena umumnya sentra produksi karet desa
kembang seri baru relatif jauh dari pusat kota dengan kondisi
jaringan transportasi yang kurang memadai. Karenanya petani
harus melalui rantai pemasaran yang panjang dan berliku, mulai dari
pedagang ditingkat kelompok, di tingkat kembang seri baru,
pedagang di tingkat kecamatan, sampai ke pedagang agen-komisi,
baru masuk ke pabrik pengolahan atau eksportir karet.
Panjangnya rantai tataniaga itu berakibat kepada rendahnya
harga jual di tingkat petani, karenanya petani hanya bisa menerima
harga karet apa adanya. Mubyarto dan Dewanta (1991)
menyebutkan bahwa dengan adanya rantai tataniaga yang panjang
tersebut petani karet di Sumatera dan Kalimantan hanya menerima
sekitar 25-30% dari harga ekspor karet alam. Bandingkan dengan
pendapatan petani karet di negara jiran Malaysia yang mampu
menerima paling kurang 70-80% dari harga ekspor karet-alam. Jadi
tidak mustahil bila kehidupan sosial ekonomi petani karet di
kembang seri baru masih rendah dan jauh tertinggal. Dengan
begitu, meskipun produksi karet tinggi, tapi menjadi tidak banyak
berarti karena tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan
petaninya. Untuk itu penting adanya perhatian pemerintah terhadap
upaya pembangunan perkebunan karet-rakyat yang mampu
memberikan dampak positif terhadap perbaikan derajat hidup petani

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


13

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keadaan seperti ini lebih kentara di daerah pedesaan. Di mana
sebagian besar masyarakat Desa Kembang Seri Baru yang tinggal
di pedesaan adalah sebagai petani karet rakyat yang umumnya
tingkat kesejahteraan mereka masih dalam kondisi yang
memprihatinkan. Sejauh ini strategi dan langkah kebijakan
Pemerintah untuk membangun dan mengembangkan perkebunan
karet rakyat telah dilaksanakan, seperti (a) Pembentukan pusat-
pusat pengolahan karet di beberapa daerah sentra produksi dengan
tujuan menampung dan mengolah lateks dari hasil perkebunan
rakyat dan untuk memperbaiki mutu olahannya (b) Melakukan
pembinaan perkebunan rakyat dengan membentuk unit pelaksana
proyek (UPP) yang lebih populer di Desa Kembang Seri Baru
B. Saran
Agar pembangunan dapat bergerak dengan baik dan berhasil
seperti yang diharapkan Masyarakat Desa Kembang Seri Baru, maka
pemerintah harus memilih strategi pembangunan yang mampu
mengelaborasikan berbagai modal dan kekuatan yang ada di tingkat
lokal, baik yang berupa SDA, SDM maupun modal sosial lainnya untuk
menggerakan roda pembangunan di kembang seri baru. Sebab
keberhasilan pembangunan tidak hanya dinilai dari meningkatnya
indikator ekonomi saja. Namun yang lebih penting dari itu adalah model
pembangunan yang mampu mengadakan perubahan sosial, sehingga
dapat melahirkan masyarakat (petani) yang memiliki kemampuan
dalam memecahkan persoalan keluarganya secara otonom, kreatif dan
mandiri.

14
INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI
DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2003. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003. Badan Pusat
Statistik, kembang seri baru
BPS. 2001. Statistik Penduduk Indonesia 2001. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.
Dirjen Perkebunan, 2004. Statistik Perkebunan Karet Indonesia 2002-
2004. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.
Alma, Buchari dan Priansa, Donni Juni. 2009. Manajemen Bisnis Syariah,
Alfabeta: Bandung.
Amalia. Alif, Wahyu Hidayat, Agung Budiatmo. 2012. Analisis Strategi
Pengembangan Usaha Pada UKM Batik. Jurnal Admistrasi Bisnis
vol. 1 No. 1
Andriyanto, Irsad dan Nurjanah. 2015. Strategi Klaster Industri
Menghadapi Pasar Global. Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam. Vol.
03 Nomor 01. Juni.
Dafid, F.R. 2010. Manajemen Strategis Konsep. Salemba Empat. Jakarta
Hamali, Arif Yusuf. 2016. Pemahaman Strategi Bisnis & Kewirausahaan.
Prenada. Media Group: Jakarta.
Pramiyanti, Alila. 2008. Studi Kelayakan Bisnis untuk UKM. Media
Pressindo. Yogyakarta
Pramudiana, Yudi. dan Riris Rismayani. 2016. Business Plan. PT. Remaja
Rosdakarya: Bandun
Tripomo, Tejo. 2005. Manajemen Strategi. Rekayasa Sains: Bandung.

15
INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI
16
INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI

Anda mungkin juga menyukai