Anda di halaman 1dari 9

Gaya Belajar dan Gaya Berpikir

Gaya Belajar

1. Pengertian Gaya Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata gaya bermakna watak, sikap,
gerakan. Sementara itu, makna belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang..
Setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam memahami dan menyerap
suatu informasi yang didapatkan. Ada siswa yang senang menulis hal-hal yang
disampaikan guru ketika proses pembelajaran berlangsung. Adapula siswa yang lebih
sering mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru, serta adapula siswa yang
lebih senang praktik secara langsung. Dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh
siswa selama proses pembelajaran berlangsung maka akan tercipta suasana belajar
yang menjadi suatu kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Cara belajar yang
dimiliki oleh siswa disebut dengan gaya belajar atau modalitas belajar siswa. Gaya
belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi.
Kolb (Riding dan Ray) menyatakan bahwa gaya belajar merupakan metode
yang dimiliki individu untuk mendapatkan informasi, yang pada prinsipnya gaya
belajar merupakan bagian integral dalam siklus belajar aktif. Gunawan juga
berpendapat bahwa gaya belajar adalah cara-cara yang lebih disukai dalam
melakukan kegiatan berfikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Menurut Reid
gaya belajar merupakan cara yang sifatnya individu untuk memperoleh dan menyerap
informasi dari lingkungan, termasuk lingkungan belajar.

Berdasarkan pendapat beberapa teori di atas, bahwa gaya belajar siswa adalah
suatu cara yang sifatnya individu yang dimiliki oleh siswa untuk memperoleh,
menyerap, mengatur, dan mengolah informasi dalam proses pembelajaran. Setiap
siswa memiliki gaya belajar masing-masing. Pengenalan gaya belajar sangat penting.
Bagi guru dengan mengetahui gaya belajar tiap siswa, maka guru dapat menerapkan
teknik dan strategi yang tepat, baik dalam pembelajaran maupun dalam
pengembangan diri. Seorang siswa juga harus memahami jenis gaya belajarnya.
Dengan demikian, ia telah memiliki kemampuan mengenal diri yang lebih baik dan
mengetahui kebutuhannya. Pengenalan gaya belajar akan memberikan pelayanan
yang tepat terhadap apa dan bagaimana sebaliknya disediakan dan dilakukan agar
pembelajaran dapat berlangsung optimal.
2. Macam-macam Gaya Belajar

Perilaku belajar seseorang pasti berbeda-beda ada yang menyukai gambar, suara
dan praktik langsung. Menurut DePorter dan Hernacki, gaya belajar adalah kombinasi
dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat tiga macam gaya belajar
seseorang berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses
informasi yaitu gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Walaupun masing-
masing siswa belajar dengan menggunakan ketiga gaya belajar ini, kebanyakan siswa
lebih cenderung pada salah satu diantara gaya belajar tersebut.

a. Gaya Belajar Visual (Visual Learners)


Visual Learners adalah gaya belajar di mana gagasan, konsep, data dan
informasi lainnya dikemas dalam bentuk gambar dan teknik. Siswa yang
memiliki gaya belajar visual ini memiliki ketertarikan yang tinggi ketika
diperlihatkan gambar, grafik, grafis organisatoris, seperti jaring, peta konsep,
dan ide peta, plot, dan ilustrasi visual lainnya. Beberapa teknik yang
digunakan dalam belajar visual untuk meningkatkan keterampilan berpikir
dan belajar, lebih mengedepankan peran penting mata sebagai pengelihatan.
Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detail-detailnya untuk
mendapatkan informasi.

Ciri-ciri gaya belajar visual ini, yaitu:


 Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar
 Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi
 Saat mendapat pentujuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat
teman-teman lainya baru kemudian diri sendiri yang bertindak
 Tidak suka bicara di depan kelompok dan tidak suka pula mendengarkan
orang lain. Terlihat pasif dalam diskusi.
 Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan
 Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan
 Dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut dan ramai tanpa terganggu.

b. Gaya Belajar Auditori (Auditory Learners)


9

B. Pengertian Intelegensi
Intelegensi atau kecerdasan diartikan dalam berbagai dimensi
oleh para
ahli. Donald Stener, seorang Psikolog menyebut intelegensi sebagai suatu
kemampuan untuk menerapkan pegetahuan yang sudah ada untuk memecahkan
berbagai masalah. Tingkat intelegensi dapat diukur dengan kecepatan
memecahkan masalah-masalah tersebut.
Istilah intelegensi ini sudah menjadi bahasa umum bagi masyarakat, hanya
saja sebagian masyarakat menamakannya kecerdasan, kecerdikan, kepandaian,
ketrampilan dan istilah lainnya yang pada prinsipnya bermakna sama. Istilah
intelegensi dapat diartikan dengan dua cara, yaitu:
a. Arti luas: kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya
berpikir memegang peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam
berbagai bidang kehidupan, seperti pergaulan, sosial, tekhnis,
perdagangan, pengaturan rumah tangga dan belajar di sekolah.
b. Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang
di dalamnya berpikir memegang peranan pokok. Intelegensi dalam
arti ini, kerap disebut “kemampuan intelektual” atau ”kemampuan
akademik

C. Gaya Belajar Dan Berfikir Anak

1. Pengertian Gaya Belajar


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata gaya bermakna watak, sikap,
gerakan. Sementara itu, makna belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang. Menurut Mouly belajar adalah proses
perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman. Sedangkan Garry
dan Kingsley menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku
yang orisinil melalui pengalaman dan latihan-latihan. Menurut pengertian secara
psikilogis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh
aspek tingkah laku. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
Auditory Learners adalah suatu gaya belajar dimana siswa belajar
melalui mendengarkan. Siswa yang memiliki gaya belajar auditori akan
mengandalkan kesuksesan dalam belajarnya melalui telinga
(pendengarannya), oleh karena itu guru sebaiknya memperhatikan siswanya
hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori
dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan
mendengarkan penjelasan apa yang dikatakan guru. Anak dengan gaya belajar
ini dapat mencerna makna yang disampaikan oleh guru melalui verbal simbol
atau suara, tinggi rendahnya, kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya.
Anak-anak seperti ini dapat menghafal lebih cepat melalui membaca teks
dengan keras atau mendengarkan media audio.

Ciri-ciri gaya belajar Auditori, yaitu:


 Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi
yang didiskusikan dalam kelompok/kelas
 Pendengar ulung: anak mudah menguasai materi iklan/lagu ditelevisi/radio
 Cenderung banyak omong
 Tidak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik
karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja di baca
 Kurang cakap dalam mengerjakan tugas mengarang/menulis
 Senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain
 Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya, seperti
hadirnya anak baru, adanya papanpengumuman di pojok kelas, dan lain-lain.

c. Gaya Belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners)

Kinesthetic learners adalah siswa belajar dengan cara melakukan,


menyentuh, merasa, bergerak, dan mengalami. Anak yang mempunyai gaya
belajar kinestetik mengandalkan belajar melalui bergerak, menyentuh dan
melakukan tindakan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam
karena keinginan mereka untuk beraktivitas dan eksplorasi sangatlah kuat.
Siswa yang bergaya belajar seperti ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
Oleh karena itu, pembelajaran yang dibutuhkan adalah pembelajaran bersifat
kontekstual dan praktik.

Ciri-ciri gaya belajar Kinestetik, yaitu:

 Menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya, termasuk saat belajar


 Sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak
 Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh:
saat guru menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asik
menggambar
 Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar
 Sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, simbol dan lambang
 Menyukai praktik/percobaan

Gaya belajar dan berpikir bukanlah kemampuan, tetapi cara yang dipilih
seseorang untuk menggunakan kemampuannya. Individu sangat bervariasi sehingga
memungkinkan ada ratusan gaya belajar dan berpikir yang dikemukakan oleh para
pendidik dan psikolog. Berikut juga ada dua gaya belajar yang paling sering
didiskusikan dan ditampilkan oleh siswa dalam proses pembelajarannya.
Gaya impulsive/reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni murid
cenderung bertindak cepat dan impulsive atau murid yang cenderung menggunakan
lebih banyak waktu untuk merespons dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban.
Dalam berbagai riset ditemukan bahwa murid yang impulsive seringkali lebih banyak
melakukan kesalahan ketimbang murid yang reflektif. Menurut Jonassen dan
Grabowsky dalam Santrock mengemukakan murid yang reflektif lebih mungkin
melakukan tugas-tugas seperti: mengingat informasi yang terstruktur, membaca
dengan memahami dan menginterpretasi teks, memecahkan problem dan membuat
keputusan. Dibandingkan murid yang impulsive, murid yang reflektif juga lebih
mungkin untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi
yang relevan. Murid reflektif biasanya standar kinerjanya tinggi dan lebih baik dalam
pelajaran di sekolah.
Gaya mendalam/dangkal, maksudnya adalah sejauh mana murid mempelajari
materi belajar dengan satu cara yang membantu mereka untuk memahami makna
materi tersebut (gaya mendalam) atau sekedar mencari apa-apa yang perlu untuk
dipelajari (gaya dangkal). Murid yang belajar dengan menggunakan gaya dangkal
tidak bisa mengaitkan apa-apa yang mereka pelajari dengan kerangka konseptual
yang lebih luas. Mereka cenderung belajar secara pasif dan seringkali hanya
mengingat informasi. Sedangkan pelajar mendalam lebih mungkin untuk secara aktif
memahami apa-apa yang mereka pelajari dan memberi makna pada apa yang perlu
untuk diingat. Oleh karena itu, pelajar mendalam biasanya menggunakan pendekatan
konstruktivis dalam aktivitas belajarnya. Selain itu, pelajar mendalam lebih mungkin
memotivasi diri sendiri untuk belajar. Adapun pelajar dangkal lebih mungkin akan
termotivasi belajar jika ada penghargaan dari luar seperti pujian dan tanggapan positif
dari guru.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Belajar


Faktor yang mempengaruhinya adalah sebagai berikut:
a. Faktor fisik
Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera
pendengaran dan indera pengelihatan sangat mempengaruhi kemampuan
siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan
di kelas. Untuk dapat belajar dengan baik siswa harus mempunyai tubuh yang
sehat. Tanpa jasmani yang sehat, pikirannya takkan dapat bekerja dengan
baik. Betapapun cerdas dan rajinnya siswa, tapi jika sering sakit pasti sukar
sekali memperoleh kemajuan dalam belajarnya.
b. Emosional
Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian, yaitu
emosi yang menyenangkan atau emosi positif dan emosi yang tidak
menyenangkan atau emosi negatif. Emosi berpengaruh besar pada kualitas
dan kuantitas belajar. Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar
dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif
dapat memperlambat belajar dan bahkan menghentikan sama sekali. Oleh
karena itu belajar yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi
positif pada diri siswa. Untuk menciptakan emosi pada diri siswa harus
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah menciptakan lingkungan
belajar yang menyenangkan bagi siswa.
c. Sosiologis
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-
masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya
adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan
masalah sosial. Seperti masalah keluarga, masalah persahabatan, masalah
kelompok dan lain-lain. Misalnya, ada siswa yang merasa belajar paling baik
secara berkelompok, sedangkan yang lain merasa bahwa belajar sendirilah
yang paling efektif bagi mereka.
d. Lingkungan
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan ialah gedung sekolah dan
letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat- alat belajar,
dan keadaan cuaca. Misalnya, ada siswa yang memerlukan lingkungan belajar
yang teratur dan rapi, tetapi ada siswa lain yang lebih suka menggelar
sesuatunya supaya semuanya dapat terlihat.

Gaya Berpikir

Gaya berpikir merupakan cara yang dipilih seseorang untuk menggunakan


kemampuannya, sebagai proses penarikan kesimpulan. Berpikir sebagai proses
penarikan kesimpulan dari persoalan yang dipahami yang kemudian mampu
menemukan pemecahan persoalan itu, sehingga menghasilkan kesimpulan dan
penemuan baru. Para peneliti menggolongkan ke dalam empat jenis gaya berpikir
yang ada kaitannya dengan proses belajar-mengajar di sekolah.

Keempat jenis golongan gaya berpikir siswa dalam proses belajar mengajar di
sekolah merupakan gaya atau cara reaksi siswa pada waktu permulaan belajar, pada
waktu menerima pelajaran, pada waktu menyerap pelajaran dan pada waktu
memecahkan permasalahan (menjawab pertanyaan). Adapun penjelasan dari empat
gaya berfikir siswa dalam sekolah yaitu:
a. Gaya berpikir Siswa pada Permulaan Belajar

Gaya berpikir ini ada dua macam, yaitu: Field Dipendence dan Field
Independence. Gaya berpikir Field Dependence ialah gaya belajar siswa yang
mau memulai belajar apabila ada pengaruh atau perintah dari orang lain (guru
atau orang tua). Sebaliknya, pada gaya belajar Field Independence, siswa mau
belajar secara mandiri tanpa harus di suruh atau dipengaruhi orang lain. Gaya
berpikir independence inilah yang sebaiknya terjadi pada setiap permulaan
belajar. Terjadinya gaya belajar tersebut pada diri masing-masing siswa
berkaitan erat dengan pengalaman pendidikan dan perkembangan pribadinya.
Pada siswa yang dependence gaya belajarnya, sejak kecil ia dididik untuk
selalu memperhatikan orang lain; selalu mengingat atau mengikuti hal-hal
dalam konteks sosial; siswa ini kemungkinannya memperoleh pendidikan
secara otoriter dari orang tuannya atau kemungkinannya ialah selama belajar
ia tidak pernah memperoleh keberhasilan atau kepuasan dalam belajarnya.
Sedangkan siswa yang mempunyai gaya belajar independence, ia memperoleh
pengalaman pendidikan secara demokratis, ia di didik untuk dapat berdiri
sendiri dan mempunyai otonomisasi dalam tindakannya dan kemungkinan
besar dalam setiap kegiatan belajar yang dialaminya berhasil memperoleh
ganjaran atau kepuasan.
b. Gaya berpikir Siswa dalam Menerima Pelajaran

Ada dua macam gaya berpikir siswa dalam menerima pelajaran, yaitu
gaya preceptive dan gaya receptive. Gaya berpikir preceptive ialah
kecenderungan siswa dalam menerima pelajaran/ informasi atau dalam
mengumpulkan informasi dalam belajar yang dilakukan dengan beraturan
yaitu dengan mengadakan organisasi atau hubungan terhadap hal-hal atau
konsep-konsep dari informasi yang diterimanya agar dapat dikenali/dipahami
secara bulat/utuh. Sedangkan pada gaya berpikir receptive, kecenderungan
siswa dalam menerima pelajaran dilakukan dengan menerima informasi (yang
disampikan guru/disajikan oleh buku) secara detail, tanpa berusaha untuk
membulatkan/mengorganisir konsep-konsep informasi yang diterimanya.
Apabila siswa tersebut mencatat pelajaran yang disampaikan guru maka
mereka cenderung untuk mencatat setiap kata-kata guru secara detail. Tetapi
sebaliknya bagi siswa yang bergaya Receptive, mereka hanya mencatat
kesimpulan dari informasi-informasi yang diterimanya. Oleh karena itu, gaya
berpikir perceptive inilah yang sebaiknya dilakukan siswa dalam menerima
pelajaran.
c. Gaya berpikir Siswa dalam Menyerap Pelajaran

Gaya belajar siswa pada waktu menyerap pelajaran ada dua macam,
yaitu gaya Impulsive dan gaya reflective. Gaya berpikir impulsive ialah gaya
siswa dalam menyerap pelajaran cenderung untuk cepat-cepat mengambil
keputusan tanpa memikirkan secara mendalam untuk memahami konsep-
konsep informasi yang telah diterimanya. Sebaliknya, siswa yang bergaya
reflective dalam menyerap pelajaran, mereka akan
mempertimbangkan/memikirkan semua konsep informasi yang telah
diterimanya terlebih dahulu sebelum diambil keputusan/dipahami. Dengan
demikian, ada perbedaan cara menyerap pelajaran pada kedua jenis gaya
berpikir tersebut, yaitu gaya berpikir impulsive lebih cenderung menghafal
semua konsep yang diajarkan, sedangkan gaya berpikir reflective siswa
cenderung untuk selalu memikirkan dan memahami semua konsep formasi
yang disampaikan guru. Dalam menghadapi ujian dengan test objektif yang
jumlah soalnya banyak dan harus diselesaikan dalam waktu yang
singkat/terbatas, bagi siswa yang impulsive akan dapat dengan mudah dan
cepat penyelesaiannya, maka sebaliknya bagi siswa yang bertipe reflective.

d. Gaya berpikir Siswa dalam Memecahkan Masalah

Dalam memecahkan masalah atau dalam menjawab soal yang diajukan


guru, hal ini bertipe dua macam, yaitu: gaya intuitive dan gaya sistimatis.
Pada gaya intuitif siswa dalam memecahkan/ menjawab soal dilakukan hanya
secara intuisi atau menurut perasaannya saja. Sedangkan bagi siswa yang
sistematis gaya berpikir dalam menjawab permasalahan, tidak dilakukan
secara trial and error, tetapi dengan cara sistematis, yaitu dimulai dengan
melihat struktur masalahnya, kemudian mengumpulkan dan menetapkan
alternatif jawaban yang paling tepat untuk menjawab masalah.

Referensi

Fariatma, I & Zakiyyah, N. (2021). Variasi Individual dalam Pembelajaran. UIN


Ar-Raniry Banda Aceh.

Nidawati. (2018). “Variasi Individual dalam Pembelajaran.” Pionir: Jurnal


Pendidikan 7, no. 1: 143-146.
Santrock, JW. (2017). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

Anda mungkin juga menyukai