Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ANAK DENGAN PRILAKU INSECURE (CEMAS )

Diajukan untuk

Salah satu Tugas Kelompok

Mata Kuliah Permasalahan AUD

Dosen Pengampu : Dr. Rahmat Yuliadi,M.Pd

Disusun Oleh Kelompok : 3

1. Yulianti ( 2020.01.07.0058 )

2. Leni ( 2020.01.07.0115 )

3. Aniah ( 2020.01.07.0052 )

4. Yayah Sopiah ( 2020.01.07.0100 )

5. Anggit Pauziah ( 2020.01.07.0119 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PAUD

STKIP BABUNNAJAH

Jl RAYA LABUAN PANDEGLANG KM 12 MENES

PANDEGLANG BANTEN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat hidayah dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas

makalah “Anak dengan prilaku insecure”.

Penyusun berharap tulisan ini bisa memberikan wawasan luas untuk dapat

menjadi dasar pemenuhan materi perkuliahan “Permasalahan AUD” .

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini masih

jauh dari kesempurnaan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca yang bersifat sangat membangun, penulis mengharapkan demi

kesempurnaan makalah ini dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah

membantu penyusunan tulisan ini. Semoga Allah SWT memberkati kita semua,

Aamiin Ya Robbal’alamiin.

Menes, November 2022

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Pengantar .............................................................................................. 1

B. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2

C. Manfaat Penulisan ................................................................................ 2

D. Sistematika Penulisan........................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 5

A. Pengertian Insecure .............................................................................. 5

B. Teori Pendukung .................................................................................. 6

C. Pembahasan .......................................................................................... 7

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 22

A. Kesimpulan .......................................................................................... 22

Daftar Pustaka .................................................................................................. 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengantar

Kata Insecure berasal dari bahasa Inggris yang artinya kurang percaya diri

( tidak percaya pada diri sendiri ), tidak kebal terhada bahaya (not safe), tidak

stabil (Not Guaranteed), dan tidak pasti atau reliable (tidak kuat). Dengan

demikian, Insecurity menggambarkan perasaan yang dialami oleh seseorang

dengan harga diri rendah, yang memiliki perasaan takut dan cemas, dan yang

pemalu, sedangkan prilaku tidak aman pada masa anak-anak merupakan

respon atau reaksi masa anak-anak terhadap suatu objek berupa perasaan tidak

aman, inferioritas, ketakutan, atau kecemasan dan malu (Mu’awwanah, 2017;

Rahmah, 2020).

Anak usia dini menurut Beichler dan Snowman, adalah anak sampai

dengan usia 3-6 tahun. Sifat anak usia dini adalah individu yang unik, tetapi

merupakan pola pertumbuhan dan perkembangan, terutama dalam hal fisik,

kognitif, sosial emosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi, yang sesuai

dengan tahap pengalaman anak. Telah diwariskan. Dari berbagai definisi,

peneliti menyimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak sampai dengan

usia delapan tahun dan berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan,

baik fisik maupun mental.(Hadisi, 2015; Priyanto, 2014).

Undang-undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003

Tujuan pendidikan, yaitu usaha sadar dan sengaja untuk menciptakan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara

aktif mengembangkan kekuatan agama dan spiritualnya, pengendalian diri,

1
potensi diri, intelijen, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan bagi

diri sendiri, masyarakat, bangsa, negara.(Noor, 2018; Sinaga, 2018).

Berdasarkan jurnal-jurnal yang peneliti review dapat diketahui bahwa

persoalan yang dihadapi oleh anak usia dini dalam mencapai tujuan

pendidikan yaitu adanya rasa insecure. Perasaan tidak aman (insecure) inilah

yang pada akhirnya mendorong anak untuk membuat "topeng" untuk dirinya

sendiri agar orang lain tidak dapat melihat sisi lain yang ingin ia

Dalam hal ini, penulis menyampaikan anak dengan perilaku Insecure.

Apa yang kami sampaikan berkisar pada pengertian, karakteristik, dampak

dan cara mengatasi. Semoga makalah ini dapat mengidentifikasi dan

mengatasi masalah anak dengan perilaku Insecure.

B. Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku insecure pada anak

usia dini salah satunya yaitu perilaku pemalu. Penelitian ini menggunakan

rancangan metode literature review dengan identifikasi, evaluasi, serta

interprestasi terhadap semua hasil penelitian terkait topik tertentu. Metode

literature review, merangkum hasil-hasil penelitian primer dalam penyajian

fakta yang lebih komprehensif serta berimbang. Dilakukan pencarian data

berupa jurnal penelitian dengan menggunakan Google Scholar dan

Mendeley Kata kunci yang digunakan dalam pencarian yaitu perilaku

insecure pada anak usia dini.

C. Manfaat Penulisan

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang

2
diharapkan peneliti adalah :

a. Bagi Guru : Melalui penelitian ini guru dapat mengetahui teknik

atau cara meminimalisir anak yang berpelilaku Insecure (cemas) .

b. Bagi Anak: Dengan penelitian ini akan mengurangi anak-anak yang

bersifat pemalu,penakut, rendah diri, dan pencemas menjadi sedikit

berani dalam kegiatan belajar ditaman kanak-kanak.

c. Bagi Sekolah: penelitian tindakan kelas ini memberikan kontribusi

dalam peningkatan kualitas pembelajaran di PAUD.

d. Bagi Peneliti: melalui penelitian ini akan menjadi tolak ukur untuk

menyusun

langkah-langkah selanjutnya untuk mencapai indicator keberhasilan.

D. Sistematika Penulisan

Bahasan dalam penulisan makalah ini dibagi atas tiga Bab, setiap

Bab terdiri dari beberapa sub yang dimaksudkan untuk mempermudah

dalam penyusunan serta mempelajarinya, dengan sistematika sebagai

berikut :

1. Bab I Pendahuluan

Menjelaskan tentang Pengantar, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, dan

Sistematika Penulisan.

2. Bab II Pembahasan

Pada bab ini penulis memaparkan tentang Pengertian, Teori Pendukung,

dan Pembahasan .

3. Bab III Penutup

3
Menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran dari makalah yang dibuat

oleh penulis.

4. Daftar Pustaka

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Insecure

Anak dapat diibaratkan seperti suatu tanaman. Ia akan mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi secara beriringan. Pertumbuhan

dan perkembangan tersebut dapat berlangsung secara optimal apabila orang

tua sebagai “Pemilik Tanaman” dapat “ Memumpuk, menyiram, dan

merawatnya” dengan baik. Namun, jika hal itu tidak dapat dilakukan

orangtua,” tanaman “ itu akan menjadi layu. Dengan kata lain, anak akan

menjadi individu yang tumbuh dan berkembang dengan kekurang-

sempurnaan.

Maka dari itu, semua orangtua ataupun pendidik PAUD senantaiasa

berupaya memberikan berbagai stimulus agar pertumbuhan fisik dan

perkembangan psikis anak, termasuk perkembangan emosinya dapat

berlangsung optimal. Namun, terkadang tanpa disadari

pemberian stimulus tersebut malah menjadi boomerang bagi para

orangtua dan pendidik PAUD. Hal itu dapat disebabkan kekurang-tepatan

orangtua ataupun pendidik PAUD dalam mengasuh dan mendidik anak usia

dini. Akibatnya, anak usia dini mengalami gangguan dengan perilaku

insecure.

Kata Insecure berasal dari bahasa Inggris yang berarti Lacking Self

Confidence (tidak percaya pada diri sendiri), not safe from danger (tidak

aman), Unstable (tidak terjamin), and not firm or dependable (tidak kukuh

atau tidak teguh). Dengan demikian Insecure menggambarkan perasaan

5
seseorang individu yang memiliki rasa percaya diri yang rendah, memiliki

perasaan takut dan cemas serta pemalu, sementara perilaku insecure pada

anak usia dini adalah tanggapan atau reaksi anak usia dini terhadap suatu

objek dalam bentuk perasaan rendah diri, takut, cemas, dan malu.

Ada empat macam perilaku Insecure yang umumnya terjadi pada anak usia
dini yaitu :
 Anak yang penakut

 Anak yang pencemas

 Anak yang rendah diri

 Anak yang pemalu

B. Teori Pendukung
 Menurut Prayitno (2004) bahwa malu adalah bentuk yang lebih ringan dari

rasa takut, yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari

kontak dengan orang lain yang masih belum dikenal. Gejalanay adalah

wajah yang memerah, bicara dengan gagap, suara lemah, meremas-remas

jari dan sembunyi serta mencari perlindungan.

 Philips (1981) mengatakan bahwa malu adalah satu keadaan yang datang

kepada kita apabila bertemu dengan situasi sosial yang mana kita tidak

mempunyai kemahiran untuk menghadapinya.

 Buss dan Crozier (1986) mengatakan malu adalah satu penyakit

kebimbangan. Ia berkaitan dengan perasaan emosi yang tidak selesai dan

bimbangdalam situasi sosial.

 Dosen Fakultas Psikologi UGM, Acintya Ratna Priwati,S.Psi.,M.A

menjelaskan Insecure merupakan perasaan tidak mampu, kurang percaya

6
diri, disertai dengan ketidakpastian dan kecemasan akan tujuan,

kemampuan maupuan hubungan dengan orang lain.

 Menurut Abraham Maslow Insecure adalah suatu keadaan dimana

seseorang yang merasa tidak aman, menganggap dunia sebagai sebuah

hutan yang mengancam dan kebanyakan manusia berbahaya dan egois.

 Menurut Kumparan (Temali,2020), akibat dari Insecurity dapat terjadi

oleh beberapa faktor yaitu :

- Insecure karena baru saja mengalami kegagalan dan menerima

penolakan

- Insecure kehilangan kepercayaan diri karena lingkungan social

- Insecure karena selalu ingin sempurna

C. Pembahasan

1. Anak Yang Pemalu

a. Pengertian
Pemalu berasal dari kata malu, yang berarti merasa sangat buruk

(hina, rendah diri, dll), karena telah melakukan sesuatu yang buruk (tidak

baik, karena kebiasaan dan memiliki cacat atau cacat). Sedangkan pemalu

artinya orang yang mudah bergaul (yang sifatnya pemalu).(Mu’awwanah,

2017).

Menurut Novi, rasa malu merupakan sifat yang membuat anak

kurang berkualitas, kurang percaya diri, tidak mampu mempertahankan

interaksi sosial dengan orang lain, dan tidak mampu beradaptasi dengan

lingkungannya. Faktanya, beberapa orang tua menganggap rasa malu

sebagai perilaku normal. Jika perilaku normal saat ini tidak diberi

7
bimbingan atau bimbingan dari yang lama, perilaku tersebut dapat

berkembang menjadi perilaku bermasalah.(Nurfajani, 2021).

Menurut Herlock, rasa malu pada anak merupakan reaksi

emosional tidak nyaman yang terjadi pada diri seseorang sebagai akibat

dari evaluasi yang negatif. Anak-anak malu ketika mereka merasa bahwa

pengetahuan atau keterampilan mereka lebih rendah daripada teman

sebayanya ketika mereka bersama orang yang belum pernah mereka

kenal sebelumnya. Padahal, ini berdasarkan perasaan si anak sendiri, dan

belum tentu benar, sehingga yang lain benar-benar lebih unggul atau

lebih pintar dari si anak.

Sholihat berpendapat bahwa anak pemalu seringkali kurang

memiliki keterampilan sosial. Mereka tidak menunjukkan hubungan

dengan orang lain, tidak berkomunikasi, dan menunjukkan empati atau

perhatian terhadap orang lain. Ini mencegah orang lain melihat kualitas

baik Anda. Mereka merasa sulit untuk bertemu orang lain dan memiliki

pengalaman baru. Akibatnya, mereka hanya menerima penghargaan

sosial sederhana, dan tidak bosan mencari guru dan teman. Hal ini

merugikan anak karena selalu merasa cemas dan curiga terhadap orang

lain karena tidak memiliki teman saat berkomunikasi di sekolah. Jadi

anak- anak tidak mempercayai orang lain atau diri mereka sendiri. Orang

tua harus mengerti bahwa anak-anak mereka membutuhkan teman untuk

memahami rasa malu mereka. Dalam hal ini orang tua dapat menjadi

sahabat bagi anaknya, karena peran orang tua sangatlah penting.

8
Menurut Nugroho, rasa malu didefinisikan sebagai emosi yang

harus dihilangkan dan dihindari dalam diri seseorang, seperti perasaan

rendah diri dan rasa malu yang berlebihan, yang dapat mengganggu

aktivitas, komunikasi, interaksi, dan potensi seseorang.( Penghapusan rasa

malu yang tampak positif).

b. Ciri-ciri Perilaku Pemalu

Menurut Meli Novikasari ciri-ciri anak pemalu di usia dini atau pada

umumnya yaitu :

1. Seorang anak pemalu yang tidak mengeluarkan suara ketika namanya

muncul selama proses pembelajaran. Anak mengikuti proses belajar tetapi

tidak berbicara.

2. Anak ini terdiam ketika teman yang lain menjawab salam guru dan

ketika anak lain membacakan doa.

3. Selama proses pembelajaran, anak tidak bertanya atau menjawab pertanyaan

dari guru.

4. Wajah anak pemalu itu tidak menunjukkan kegembiraan, sehingga teman-

teman dalam kelompok itu bahkan tidak mengajaknya untuk

berkomunikasi.

5. Anak pemalu ini hanya diam saat diajak bernyanyi atau bermain.

6. Anak-anak pemalu tidak mau makan, bahkan jika mereka makan bersama,

mereka hanya menatap meja.

7. Jika guru memberinya tugas, anak pemalu ini akan mengerjakan tugasnya

dengan baik.

9
8. Ketika anak pemalu diajak masuk ke kelas, mereka enggan mengangkat

tubuh dari kursi yang mereka duduki.(Novikasari et al., 2015)

Rosmalia Devi mengatakan anak pemalu ditandai dengan:

1. kurangnya keberanian untuk berbicara dengan guru atau orang dewasa

lainnya;

2. ketidakmampuan untuk menatap mata orang lain selama percakapan;

3. keengganan untuk berdiri di kelas;

4. keengganan untuk bermain sendiri,

5. enggan untuk berpartisipasi dalam bermain,

6. membatasi komunikasi,

7. berbicara lebih sedikit, dan

8. kurang terbuka.(Trijayanti, 2019)

Menurut KBBI, pemalu berarti seseorang yang mudah merasa. Tanda-tanda

nyata, seperti: keringat dingin, menggigil, kata-kata tidak konsisten, kontak

mata berani, berbicara tidak berani. Misalnya, tanda-tandanya tidak nyata.

Selalu berpakaian rapi, selalu menolak berbicara karena takut dianggap bodoh,

terlihat sibuk saat rapat, merasa yakin dan perlu, tanpa merasa tidak diinginkan.

Secara khusus, untuk mencirikan rasa malu dari anak.(Khoerunnisa, 2021).

1. Lihatlah perilaku anak Anda di sekolah. Dengan kata lain, anak itu

pendiam dan tidak

2. banyak bicara. tidak mau menjawab pertanyaan dari guru atau teman-

temannya.

3. Perhatikan tingkah laku anak saat bermain. Artinya, anak sulit untuk

10
bermain, dan anak lebih suka bermain sendiri daripada bersama-sama.

4. Sikap anak itu tidak sejalan dengan teman-temannya.

5. Lihatlah perilaku anak Anda ketika Anda berada di rumah. Saat tamu

berkunjung, anak menghindarinya.

6. Lihatlah sikap anak yang memalukan ketika dia muncul dan diminta untuk

bertemu dengan seseorang. Lihat saat anak Anda berbicara dengan teman

dan orang. Anak-anak tidak mau melihat ketika sedang berbicara.

Anak pemalu sering bersembunyi dari orang lain dan sering

takut, curiga, berhati-hati, dan ragu-ragu untuk melakukan sesuatu.

Mereka sering menarik diri dari hubungan dengan orang lain. Dalam

situasi sosial, mereka sering tidak aktif, sering diam, berbicara pelan, dan

menghindari kontak mata. Orang sering melihat mereka sebagai anak

yang mudah bosan dan sering terasing, yang semakin menambah rasa

malu anak tersebut. Karena anak pemalu jarang mendapat masalah,

mereka sering luput dari perhatian (terutama di sekolah). Menghadapi

situasi yang sulit, anak yang pemalu akan menarik diri dan meninggalkan

fasilitas. Anak-anak usia sekolah dan prasekolah yang pemalu merasa

sangat sulit untuk terlibat dengan orang lain. Biasanya fase malu yang

normal terjadi saat anak berusia 5-6 bulan dan tahap selanjutnya berulang

saat anak berusia 2 tahun.(Mu’awwanah, 2017).

c. Faktor Penyebab Perilaku Malu

Ada beberapa hal yang bisa membuat anak malu. Pertama,

beberapa anak dilahirkan dengan benih pemalu. Kedua, beberapa anak

11
memiliki orang tua yang pemalu atau pendiam yang meniru mereka.

Ketiga, beberapa anak pernah mengalami sesuatu yang buruk dan merasa

malu karenanya. Beberapa faktor yang mempengaruhi rasa malu anak

adalah: Sistem saraf otonom, salah satu fungsi sistem saraf otonom,

adalah meningkatkan aktivitas fisiologis yang diperlukan untuk

menghadapi ancaman eksternal. Misalnya, jika anak yang percaya diri

diminta bernyanyi di depan umum, tidak apa-apa, tetapi anak yang

pemalu menjawab, "lari saja." Faktanya, bernyanyi di depan umum tidak

menimbulkan ancaman fisik atau penyakit.(Tiara Dewi, Muhammad Amir

Masruhim, 2016).

Faktor yang membuat anak malu antara lain:

1. kondisi fisik,

2. kesulitan berbicara,

3. ketidakmampuan berteman,

4. ekspektasi orang tua yang melambung, dan

5. kritik terhadap pola asuh.(Trijayanti, 2019).

d. Dampak Perilaku Pemalu

Pada umumnya, sikap pemalu lebih umum terjadi pada anak

perempuan dari pada anak laki-laki terutama sewaktu anak tumbuh besar.

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh sifat pemalu di antaranya adalah:

1. Kehilangan keberanian dalam mengemukakan pendapat.

2. Anak pemalu dapat mengalami krisis eksistensi dalam kelompok sebaya.

3. Anak tidak terlihat atau dikenal oleh teman-temannya.

12
4. Anak menjadi kurang kreatif karena tidak memiliki kepercayaan diri untuk

menunjukkan potensinya didepan orang banyak.

Dari pendapat di atas, akibat dari rasa malu anak dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Potensi anak terpendam dan anak tidak berkembang sesuai dengan potensinya.

2. menunda perkembangan individu.

3. Keterampilan sosial individu menurun dan menjadi tidak mampu beradaptasi

dengan lingkungan.

4. Informasi dan relevansi yang tidak memadai.

5. Kurangnya pengalaman menyebabkan ketidakmampuan belajar ketika

terjadi pada anak usia dini.(Khoerunnisa, 2021).

e. Cara Mengatasi Perilaku Malu

Hasan menyatakan bahwa ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua

untuk membantu anak mengatasi rasa malu, yaitu;

1. Orang tua tidak menertawakan rasa malu anak mereka atau membicarakan

rasa malu di depan anak. Jika anak kita memiliki masalah malu, kita

sebagai orang tua tidak boleh membicarakannya atau mengolok-oloknya,

terutama di depan anak-anaknya sendiri, jika kita mengolok-oloknya maka

dia akan berdampak buruk.

2. Kenali minat dan potensi anak, kemudian dorong anak untuk berani

melakukan hal-hal tertentu . Misalnya seorang anak memiliki bakat atau

kecerdasan di bidang yang dimilikinya, maka kita sebagai orang tua harus

peka terhadap anak dan mendorong anak. anak menjadi lebih maju.

13
3. Orang tua secara teratur mengajak anak-anak mereka untuk mengunjungi

teman, tetangga atau kerabat dan bermain di sana. Sebagai orang tua, kita

perlu peka terhadap anak, jika anak memiliki masalah seperti rasa malu,

sebaiknya kita sering-sering mengajak mereka

berkunjung ke rumah teman agar mereka bisa bergaul dengan teman-

temannya.

4. Ciptakan kegiatan yang merangsang anak untuk berinteraksi. Anak-anak

yang kurang komunikatif dapat didorong untuk berkomunikasi melalui

gambar, karena pada anak- anak sering senang mendiskusikan hal-hal yang

berhubungan dengan gambar. Juga, rencanakan kegiatan lainnya. Misalnya,

menggambar bersama di selembar kertas atau memainkan pesan

berantai.(Nurfajani, 2021).

2. Anak yang Penakut

1. Pengertian

Takut adalah emosi yang kuat dan tidak menyenangkan yang disebabkan

oleh kesadaran atau antisipasi akan adanya suatu bahaya (Schaefer dan

Millman, 1981) ketakutan yang tidak beralasan dan sangat kuat

merupakan hasil dari keadaan panik.

Ketakutan yang khas pada masa kanak-kanan meliputi rasa takut terhadap

gelap, takut ditinggalkan, takut terhadap suara keras, penyakit, hantu,

binatang, orang asing dan situasi yang tidak dikenal. Ada 3 faktor yang

diidentifikasi sebagai sumber ketakutan pada masa kanak-kanak

(Schaefer dan Millman, 1981).

14
a) Luka fisik seperti racun, operasi, perang dan ketakutan untuk

diculik.

b) Badai seperti kejadian-kejadian alam, huru-hara keadaan gelap,

kematian (ketakutan ini menurun sejalan dengan bertambahnya

usia)

c) Stres psikis seperti ujian yang dihadapi, kesalahan yang dilakukan,

kejadian- kejadian sosial, sekolah dan kritik.

Sekurangnya 50% anak memiliki ketakutan umum erhadap anjing, situasi

gelap, petir dan hantu. Ketakutan sangat umum terjadi pada usia 2-6

tahun. Antara 2-4 tahun ketakutan terhadap binatang, badai, situasi gelap,

dan orang asing. Ketakutan ini akan berkurang pada usia 5 tahun dan

hilang pada usia 9 tahun.

b. Karakteristik

Menurut suran dan rizzo 1979. Ketakutan membuat anak

menghindarisituasi yang kompetitip.Sehingga mengganggu hubungan si

anak dengan teman sebayanya.

c. Penanganan

Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi

ketakutan yang mungkin dialami oleh anak didik anda (Schaefer,&

millman, 1981)

 Bermain

Bermain merupakan sebuah cara alami untuk mengendalikan perasaan dan

kejadian-kejadian. Dengan bermain, anak belajar bagaimana

15
mengendalikan rasa takutnya karena ketakutan dapat dikendalikan dalam

situasi bermain.Sebagai contoh, anak takut kepada air dapat diajak untuk

bermain air. Dengan bermain air, anak akan menjadi terbiasa dengan air.

 Menunjukkan Empati dan Dukungan

Jika anak menilai kita sebagai orang yang mampu memahami dan

menolong, mereka akan lebih mampu menghadapi situasi yang

menakutkan. Perhatian dan penghargaan dapat meningkatkan rasa aman

pada anak. Kita dapat menunjukkan empati dengan cara memahami

bagaimana anak berpikir dan merasa tentang hal yang ditakutinya. Cara

yang sangat lansung memberikan anak empati adalah dengan memberikan

anak kebebasan untuk berfikir dan merasa tentang apa pun. Ketika anak

mengespresikan rasa takutnya, kita seharusnya menerima ketakutan-

ketakutanya dan membantu anak.

 Mengekspos Situasi yang menakutkan pada anak

Anak yang takut terhadap dokter dapat diajak untuk mengunjungi sebuah

rumah sakit.Anak yang takut terhadap petir dapat diajak bersama-sama

untuk menirukan suara petir, disertai dengan penjelasan yang dipahami

anak dan dapat mengatasi ketakutan anak.

 Menjadi Model

Sebagai guru, kita akan menjadi model bagi anak didik kita. Anak belajar

untuk tidak takut dari orang yang juga tidak takut dan mampu

mengendalikan situasi. Dengan demikian, anak memperoleh pemahaman

16
lewat pengamatannya, bahwa apa yang mereka takuti sebenarnya

merupakan sesuatu yang aman.

 Memberi Reward

Kita harus sensitif terhadap kesiapan anak berubah dan tumbuh menjadi

lebih berani.Untuk itu, pujilah sekecil apapun setiap langkah keberanian

yang dilakukan anak.Selain pujian, reward-reward kongkret juga efektif

bagi anak, misalnya,

dengan memberikan cap stempel atau stiker atas keberanian anak.

3. Anak Yang Rendah Diri

a. Pengertian

Dalam pengertian sehari-hari, orang sering menyebut anak yang

memiliki perasaan rendah diri dengan sebutan minder.Perasaan rendah diri

sendiri berkaitan dengan konsep harga diri (self esteem). Rasa rendah diri

adalah keadaan emosi yang mengakibatkan munculnya berbagai perasaan

negatif seperti kegelisahan, rasa tidak aman, rasa tidak mampu, takut gagal

dan sebagainya. Orang yang mengalami rasa rendah diri, entah sadar atau

tidak sadar akan tampak dari :

 Tanda nyata, misalnya: keringat dingin, gemetaran, kata terputus-putus,

tidak berani bertatapan mata, serta tidak berani bicara.

 Tanda tidak nyata, misalnya: selalu berpakaian bagus tanpa itu merasa

kurang diterima, selalu menyanggah pembicaraan sebab takut dianggap

tidak tahu apa- apa, mencari kesibukan di tengah pertemuan-pertemuan

untuk mendapatkan rasa aman dan dibutuhkan.

17
Dengan demikian, anak yang rendah diri adalah anak yang memberi

penilaian yang rendah terhadap dirinya, termasuk kompetensi-kompetensi

yang dimilikinya.

b. Karakteristik Anak yang Rendah diri

Anak yang rendah diri tidak optimis terhadap hasil dari usaha

mereka.Mereka merasa tidak mampu, pesimis, dan mudah kecil

hati.Segala sesuatu selalu dilihat salah.Anak mudah menyerah dan sering

kali merasa diintimedasi. “jelek” atau “tidak bisa apa-apa” merupakan

kata-kata yang sering digunakan untuk menggambarkan diri mereka.

Frustasi dan merasa kurang dapat dikendalikan dan pada gilirannya sering

menghasilkan prilaku balas dendam terhadap orang lain atau dirinya

sendiri. Sangat di sayangkan bahwa prilaku mereka mengarahkan orang

lain untuk memandang mereka secara negatif sebagaimana mereka

memandang diri mereka sendiri.

Perasaan kontrol internal ini biasanya meningkat dengan bertambahnya

usia dan prestasi seseorang. Anak secara berangsur-angsur lebih

mengembangkan rasa percaya diri dan merasa lebih mandiri dan bebas

(Schaefer,& millman, 1981).

c. Penanganan Anak yang Rendah Diri

Ada sejumlah hal yang dapat kita lakukan untuk mengatasi rasa rendah diri

anak (Schaefer,& millman, 1981).

 Meningkatkan Pemahaman Diri

Anak diberi pengertian bahwa tidak ada orang yang sempurna dan semua

18
memiliki kekuatan dan kekurangan yang berbeda-beda.

 Mendukung Kompetensi dan Kemandirian Anak

Anak perlu dilatih untuk melakukan keterampilan yang sesuai dengan

usianya dan dijamin bahwa ia akan memperoleh perasaan aman dalam

proses menguasai keterampilan tersebut. Jika anak menghadapi masalah,

beri ia dorongan untuk berpikir, serta berikan bantuan jika hal itu benar-

benar ia butuhkan.

 Menyediakan Kehangatan dan Penerimaan

Dukungan emosional marupakan hal yang penting karena anak

membutuhkan perasaan aman, yaitu perasaan bahwa kita berada di dekatnya.

Mengekspresikan optimise anak terhadap apa yang sedang dilakukan anak,

misalnya dengan mengatakan “ya bagus, kamu pasti bisa!”

 Fokus Pada Hal-Hal Positif Yang Dapat Dilakukan Anak

Perlu mengenali dan mendukung kekuatan anak.Fokuskan pada kelebihan

dan bukan pada kekuatan/kelemahan anak.Catatlah hal-hal yang baik

tentang anak, baik keterampilan maupun usaha-usaha yang dilakukannya.

 Menyediakan Pengalaman yang Konstruktif

Merencanakan bermacam-macam kegiatan dan menggunakan cara-cara

yang tepat untuk menjamin agar anak mau berpartisipasi dalam kegiatan

tersebut.Pengalaman konstruktif hendaknya dibuat secara realisasi, dengan

tujuan yang dapat dicapai.

 Meningkatkan Percaya Diri Anak

Kepercayaan diri berangsur-angsur ditingkatkan dengan pengalaman

19
keberhasilan yang berulang.Buatlah tugas yang sebisa mungkin dapat

diselesaikan oleh anak dan ajari anak untuk mentoleransikan kegagalan.

Dengan memberi tahu anak bahwa kegagalan lebih baik daripada tidak mau

mencoba sama sekali.

 Memberikan Reward (Penghargaan)

Setiap kali anak menunjukan sikap optimisme dan tidak mudah kecil hati,

beri ia reward yang dapat memperkuat perilakunya. Salah satu bentuk

rewad adalah dengan memberikan sesuatu yang disukai anak.

4. Anak Yang Pencemas

a. Pengertian

Menurut scaefer and millman, 1981.kecemasan dan kekuatiran

diartikan sebagai kesukaran, kesedihan ,ketakutan, kegelisahan tentang

masalah yang sudah diantipasi/akan dialami di masa mendatang.dengan

kata lain kecemasan adalah ketakutan pada hal-hal yang terjadi dimasa

mendatang. Alloy (1999 .mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan takut

yg berpengaruh pada area fungsional, kecemasan memiliki 3 komponen

dasar :

1. Keadaan subyektif, berkaitan dengan ketegangan, ketakutan, dan

perasaan tidak mampu untuk mengatasi.

2. Copying/respon tingkah laku menghindari dari situasi yang

menimbulkan ketakutan, terganggufunsi bicara, motoric.

3. Respon fisiologos Meliputi ketegangan otot, peningkatan detak

jantung, tekanan darah, kecepatan pernapasan, mual, pusing.

20
Menurut Schaefer and Millman 1981, (suzan & rizzo, 1979; telford &

sawrey, 1981 ). Gejala yang kecemasan yang dapat diamati pada anak -

anak adalah, sikap gelisah, menangis, berteriak, melangkah bolak - balik,

bermimpi buruk, berkeringat,gemetar, kedutan dll.

b. Karakteristik

Anak yang cemas mudah dihinggapi perasaan takut dan sering

nampak mencari hal-hal yang yang membuatnya cemas.shcaefer &

millman 1981 berpendapat anak yg memiliki tingkat kecemasan tinngi

seringkali kurang populer, kurang kreatif, dan kurang fleksible, dibanding

dengan anak yang tingkat kecemasannya rendah, mereka lebih mudah

bersugesti, ragu - ragu , hati - hati,dan kaku.Ditambahkan oleh (telford dan

sarey, 1981, mereka cenderung di kelilingi oleh perasaan tegang, kuatir,

kesepian, dan kecil hati.

c. Penanganan

Menurut Schaefer & millman 1981, ada beberapa metode penagnganan

yaitu :

1. menerima anak dan menenangkan hatinya.

2. gunakan bermacam - macam strategi dan cara untuk mengatasi

kecemasan.

3. mendorong anak dalam mengekspresikan perasaannya.

4. meningkatkan pemahaman dan dan pemecahan masalah.

5. meminta bantuan pada profesional.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Takut adalah emosi yang kuat dan tidak menyenangkan, yang

disebabkan oleh kesadaran atau antisipasi akan adanya suatu bahaya.

Ketakutan yang khas pada masa kanak-kanak meliputi rasa takut terhadap

gelap, takut ditinggalkan, takut terhadap suara keras, badai, penyakit, hantu,

binatang, orang asing, dan situasi yang tidak dikenal. Ketakutan dapat

membuat anak menghindari situasi kompetitif dan hubungan dengan teman

sebaya. Ketakutan dapat diatasi dengan melakukan kegiatan bermain bersama

anak, menunjukkan empati dan dukungan, mengekspos situasi yang

menakutkan kepada anak, menjadi model untuk anak, serta memberi

penghargaan terhadap keberanian yang dicapai anak.

Anak yang merasa rendah diri adalah anak yang memberi penilaian

yang kurang terhadap dirinya, termasuk pada kompetisi-kompetisi yang

dimilikinya. Anak rendah diri memiliki perasaan tidak mampu, pesimis,

mudah kecil hati, mudah menyerah, serta memiliki internal locus of control.

Rasa rendah diri anak dapat diatasi dengan meningkatkan pemahaman diri

anak mengenai kekuatan dan kelemahannya.

Anak yang pemalu adalah anak yang breaksi secara negatif terhadap

stimulus baru serta menarik diri terhadap stimulus tersebut. Anak yang

pemalu umumnya sering menghindari orang lain, hati-hati dan ragu untuk

melakukan sesuatu, serta kurang memiliki keterampilan sosial.

22
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Rosmala, 2005Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-Kanak,

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Dikti.

Jamaris, Martini, 2005, Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia

Taman Kanak- Kanak, Jakarta: Program PAUD PPS UNJ.

Vasta, R, Miller, S.A dan Ellis, S, 2004, Child Psychology, New Jersey :

John Wiley & Sons.

Achroni, Keen (2012) Ternyata selalu mengalah itu tidak baik, Jogjakarta

; Javalitera

Graha, Chairinniza. (2007). Keberhasilan Anak di Tangan Orangtua.

Gramedia ;Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai