Anda di halaman 1dari 20

KONSEP DIRI: (FISIK, KARAKTERISTIK, MOTIVASI INDIVIDUAL,

DAN KEUNIKAN MASING-MASING ANAK) DAN EFIKASI DIRI:


(MENUMBUHKAN KEPERCAYAAN)

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Sosial Dan Emosional Anak

Yang dibina oleh Ibu Dwi Aminatus Sa’adah, M.Pd.

Oleh:

ILMA NUR FADHILAH (2113018)

NAHWATUN NAJMINA (2113012)

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA (IAINU) TUBAN


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2023
i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah yang maha kuasa karena telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Alhamdulillah atas rahmat Allah kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “ Konsep Diri: (Fisik, karakteristik, Motivasi Individual, dan Keunikan
masing-masing anak) dan Efikasi Diri (Menumbuhkan Kepercayaan) “ denga
tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ibu Dwi Aminatus
Sa’adah, M.Pd pada mata kuliah Perkembangan Sosial dan Emosional Anak.
Selain itu kami juga berharap supaya makalah in dapat bermanfaat dan
menambah wawasan bagi pembaca tentang Konsep Diri dan efikasi Diri.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dwi
Aminatus Sa’adah, karena tugas yang telah di berikan ini dapat menambah
wawasan bagi kami. Kami juga berterimakasih pada semua pihak yang telah
memban tu menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu kami menerima kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini kedepannya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Tuban, 25 Oktober 2023

Penyusun

ii
iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................i

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................3
1.3 Tujuan ........................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................4

2.1 Pengertian Konsep Diri ..............................................................................................4

2.2 Efikasi Diri .............................................................................................................. 10

2.3 Hubungan Konsep Diri dan Efikasi Diri...................................................................13

BAB III PENUTUP ............................................................................................................15

3.1 Simpulan ..................................................................................................................15


3.2 Saran ........................................................................................................................15

DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap anak diciptakan Allah swt pada dasarnya memiliki potensi yang sama
yang lambat laun potensi ini akan berkembang karena adanya pendidikan dari
lingkungan baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial lainnya. Potensi anak
akan berbeda antara satu dengan lainnya tergantung bagaimana lingkungan dapat
mendidik dan mengarahkan anak.
Sebelum terbentuknya konsep diri pada anak terlebih dahulu akan terbentuk
pemahaman diri. Awal pemahaman diri anak belum sempurna, yang biasanya dimulai
pada usia 18 buan, dimana anak sudah mulai mengkomunikasikan gagasan-gagasan
mereka secara verbal. Pemahaman anak terhadap dirinya mula-mula bersifat konkret
(Anita Woolflk, 2009). Pada masa awal anak-anak ini biasanya memahami diri dari
sudut pandang fisik seperti ukuran, bentuk, dan warna (Santrock, 2011). Rasa akan diri
juga memiliki aspek sosial, yaitu anak menggabungkan diri ke dalam citra diri, dimana
pemahaman ini akan terus tumbuh mengenai bagaimana individu lain melihat mereka
Konsep diri dan efikasi diri mempunyai peranan penting dalam menentukan
sikap, perilaku , dan reaksi seseorang terhadap orang lain dan suatu keadaan tertentu.
Konsep diri bekerja sebagai skema dasar yang memberikan sebuah kerangkan berpikir
yang menentukan cara seseorang mengolah informasi tentang diri, termasuk motivasi,
keadaan emosional, evaluasi diri, kemampuan diri, dan lain sebagainya sedangkan
efikasi diri merupakan sebuah keyakinan anak terhadap segala aspek kelebihan yang
dimilikinya untu mencapai sebuah tujuan tertentu .
Keluarga memiliki perananan penting dalam pembentukan konsep diri anak,
karena keluarga merupakan tempat pembentukan konsep diri anak yang pertama dan
utama. Perlakuan yang diberikan orangtua terhadap anak akan membekas hingga anak
menjadi dewasa, dan perlakuan ini akan membentuk konsep diri anak. Selain keluarga,
orang yang dekat dengan anak secara emosional seperti guru dan teman-teman-teman
bermain memiliki peran yang paling besar dalam pembentukan konsep diri. Konsep
diri akan terfokus pada usia anak-anak, dimana saat anak mengembangakn kesadaran
dirinya, dan hal ini akan semakin jelas ketika seseorang mendapatkan kemampuan
kognitif dan berhadapan dengan tugas-tugas perkembangan di masa anak, remaja dan
kemudian dewasa (Diane E. papalia, 2014).
1
2

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengembangkan kepercayaan diri anak


baik dilakukan di sekolah maupun di rumah. Kepercayaan diri dalam keluarga dapat
ditumbuhkan dengan cara orang tua menghargai anak dengan segala bentuk
keunikannya dan berusaha mendukung anak untuk mendapatkan berbagai kesempatan
yang bisa meningkatkan harga dirinya . Di sekolah guru dapat memberi dukungan dan
memberikan dorongan melalui tindakan yang dilakukan anak dengan tujuan agar anak
mampu menghadapi berbagai situasi dan permasalahan yang terjadi baik dalam dirinya
maupun lingkungannya dan menggali potensi yang di miliki anak sehingga anak
mendapatkan pengalaman baru bagi dirinya.
3

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian konsep diri ( fisik, karakteristik, motivasi individu, dan


keunikan masing-masing anak ?
2. Bagaimana pengertian efikasi diri ( menumbuhkan kepercayaan ) ?
3. Bagaimana hubungan konsep diri dan efikasi diri ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian konsep diri ( fisik, karakteristik, motivasi individu,
dan keunikan masing-masing anak
2. Untuk mengetahui pengertian efikasi diri ( menumbuhkan kepercayaan )
3. Untuk mengetahui hubungan konsep diri dan efikasi diri
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konsep Diri

Konsep diri berkaitan dengan penilaian atau evaluasi pada diri sendiri. Santrock
(2002: 356) menyatakan bahwa konsep diri (self concept) mengacu pada evaluasi
bidang spesifik dari diri sendiri. Siswa-siswa dapat membuat evaluasi diri dalam
banyak bidang kehidupan mereka seperti, akademis, ateletik, penampilan, dan lain-
lain. Konsep diri dapat dipandang sebagai keseluruhan interpretasi terhadap “Siapakah
diriku?”. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Hakemulder (2000: 84)
mendefinisikan konsep diri sebagai apa yang dipikirkan seseorang terhadap dirinya.
Sementara itu, Pajares & Schunk (Mercer, 2011: 14) mengartikan konsep diri
sebagai konstruk psikologi yang terdiri atas deskripsi penilaian diri, termasuk evaluasi
terhadap penilaian kompetensi dan perasaan yang berhubungan dengan pertanyaan
pendapat seseorang tentang dirinya. Konsep diri dianggap sebagai gambaran
seseorang terhadap dirinya, meliputi kepercayaan seseorang terhadap dirinya dirinya
atau persepsi diri seseorang. Hal ini bukan merupakan fakta mengenai dirinya,
melainkan apa yang dipercaya seseorang benar terhadap dirinya. Konsep diri
merupakan kepercayaan yang meliputi penerimaan kompetensi dan berhubungan
dengan kepercayaan evalusi diri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah
persepsi seseorang terhadap dirinya, baik fisik, kepribadian, dan kompetensinya
sebagai hasil dari pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan. Persepsi tersebut
dapat berupa persepsi positif maupun persepsi negatif. Persespi positif inilah yang
perlu ditingkatkan sehingga motivasi berprestasi juga dapat meningkat.
A. Fisik
Fisik atau dalam bahasa inggris “ Body” adalah sebutan yang berarti sesuatu
yang memiliki wujud dan dapat terlihat secara kasatmata, yang juga merupakan
definisi oleh pikiran. Kata fisik biasanya digunakan untuk suatu benda yang berwujud
yang terlihat oleh mata. Namun didalam dunia anak usia dini ada dua fisik yang
pertama da fisik motoric halus dan yang kedua fisik motoric kasar.
a. Fisik Motorik Halus
Gerakan motoric halus mempunyai peranan yang sangat penting. Motoric
halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu yang

4
5

dilakukan oleh otot-otot kecil saja. Oleh karena itu gerakan didalam motoric
halus tidak dibutuhkan koordinasi cermat serta teliti.(Depdiknas:2007:2)
Menurut dini P dan Daeng Sari (1996:72) motoric halus adalah aktivitas
motoric halus yang melibatkan aktivitas otot-otot kecil atau halus gerakan ini
menuntut koordinasi mata dan tangan serta pengendaliian gerak yang baik yang
memungkinkan melakukan ketepatan dan kecermatan dalam gerak..
Yudha M Saputra Dan Rudiyanto (2005:1118) menjelaskan bahwa motoric
halus adalah kemampuan ana dalam beraktivitas dengan menggunakan otot-otot
halus seperti, menulis, meremas, menggenggam, meggambar, menyusun dan
lainnya. Sedangkan menurut kartini kartono(2995:83) motoric halus adalah
ketangkasan, keterampilan, jari tangan dan pergelangan tangan serta penugasan
terhadap otot-otot urat pada wajah.
Berdasarkan uraian di atas maka pengertian motoric halus adalah
pengorganisasian penggunaan otot-otot kecil seperti jari jemari dan tangan yang
sering membutuhkan kecermatan dalam mengkoordinir mata dan tangan.
b. Fisik Motorik Kasar
Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan otot-
otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh motorik kasar diperlukan
agar anak dapat duduk, menendang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya
(Sunardi dan Sunaryo, 2007: 113-114). Perkembangan motorik kasar anak lebih
dulu dari pada motorik halus, misalnya anak akan lebih dulu memegang benda-
benda yang ukuran besar dari pada ukuran yang kecil. Karena anak belum
mampu mengontrol gerakan jari-jari tangannya untuk kemampuan motorik
halusnya, seperti meronce, menggunting dan lain-lain. Bambang Sujiono (2007:
13) berpendapat bahwa gerakan motorik kasar adalah kemampuan yang
membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian tubuh anak. Gerakan motorik
kasar melibatkan aktivitas otot-otot besar seperti otot tangan, otot kaki dan
seluruh tubuh anak.
Menurut Endang Rini Sukamti (2007: 72) bahwa aktivitas yang
menggunakan otot-otot besar di antaranya gerakan keterampilan non lokomotor,
gerakan lokomotor, dan gerakan manipulatif. Gerakan non lokomotor adalah
aktivitas gerak tanpa memindahkan tubuh ke tempat lain. Contoh, mendorong,
melipat, menarik dan membungkuk. Gerakan lokomotor adalah aktivitas gerak
yang memindahkan tubuh satu ke tempat lain. Contohnya, berlari, melompat,
jalan dan sebagainya, sedangkan gerakan yang manipulatif adalah aktivitas gerak
6

manipulasi benda. Contohnya, melempar, menggiring, menangkap, dan


menendang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa kegiatan motorik kasar
adalah menggerakkan berbagai bagian tubuh atas perintah otak dan mengatur
gerakan badan terhadap macam-macam pengaruh dari luar dan dalam. Motorik
kasar sangat penting dikuasai oleh seseorang karena bisa melakukan aktivitas
sehari-hari, tanpa mempunyai gerak yang bagus akan ketinggalan dari orang lain,
seperti: berlari, melompat, mendorong, melempar, menangkap, menendang dan
lain sebagainya, kegiatan itu memerlukan dan menggunakan otot-otot besar
pada tubuh seseorang.
B. Karakteristik AUD
Karakteristik berasal dari kata karakter yaitu sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain, tabiat, watak, berubah
menjadi karakteristik. Sedangkan menurut kamus Bahasa Indonesia bahwa
karakteristik adalah mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu.
Karakteristik siswa merupakan mencerminkan pola kelakuan dan kemampuan hasil
dari pembawaan dan lingkungan sosial sehingga menentukan pola dari kegiatan
aktivitas. Beberapa pendapat tentang arti karakteristik, yakni:
a. Menurut Tadkiroatun Musfiroh, karakter mengacu kepada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan
(skills).
b. Menurut Hamzah. B. Uno : Karakteristik siswa adalah aspek-aspek atau kualitas
perseorangan siswa yang terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar
kemampuan berfikir, dan kemampuan awal yang dimiliki.
c. Ron Kurtus : Berpendapat bahwa karakter adalah satu set tingkah laku atau
perilaku (behavior) dari seseorang sehingga dari perilakunya tersebut, orang akan
mengenalnya “ia seperti apa”. Menurutnya, karakter akan menentukan
kemampuan seseorang untuk mencapai cita-citanya dengan efektif, kemampuan
untuk berlaku jujur dan berterus terang kepada orang lain serta kemampuan
untuk taat terhadap tata tertib dan aturan yang ada.
d. Carl R. Rogers : Memberikan rumusan yang lebih ekplisif tentang penguasan
guru terhadap karakteristik peserta didik.
e. Surya : Berpendapat bahwa setiap belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan
yang spesifik, karena karakteristik perilaku belajar sebagai prinsip-prinsip
belajar.
7

f. Menurut Sudirman Karakteristik siswa adalah keseluruhan pola kelakuan dan


kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dari lingkungan
sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. 5
g. Bruno : Karakteristik merupakan kecenderungan yang relatif untuk bereaksi
dengan cara baik atau buruk terhadap orang tertentu.
h. Reber : Menyatakan bahwa karakteristik adalah kemampuan melakukan pola-
pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapih secara mulus dan sesuai
keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Karakter seseorang anak sering
dipengaruhi oleh orang yang berada di lingkungan sekitarnya maupun orang-
orang yang dekat dengannya, sehingga seringkali kita lihat anak kecil menirukan
tingkahlaku dari orang-orangkat dengannya seperti : orang tua, pengasuhnya atau
teman bermain. tidak jarang anak sering juga meniru tingkahlaku dari tokoh yang
di tontonnya di televisi. Tetapi karakter berbeda dengan kepribadian, seorang
psikolog berpendapat bahwa karakter berbeda dengan kepribadian, karena
kepribadian merupakan sifat yang dibawa sejak lahir dengan kata lain
kepribadian bersifat genetis.
Berbicara mengenai pelaksanaan bimbingan kelompok, maka kegiatan ini
dapat bersifat preventif maupun preservatif atau pengembangan. Resistensi
dalam pelaksanaan bimbingan kelompok untuk mengembangkan kemampuan
konseli adalah masalah konseli. Pola asuh terhadap anak yang keliru maka akan
menimbulkan konsep diri negatif pada anak. Hal ini terlebih didukung dengan
adanya lingkungan yang kurang mendukung terhadp perkembangan konsep diri
positif pada anak. Anak akan cenderung menilai dirinya berdasar hasil interaksi
sosialnya dengan orang maupun lingkungan di sekitarnya. Jika lingkungan
memberikan respon baik, maka konsep diri anak akan menjadi positif ditambah
dengan penghargaan dari orang di sekitarnya bersifat positif. Jika ia tidak
mendapatkan penghargaan baik dari orang lain, maka konsep diri yang terbentuk
adalah konsep diri negatif.
(Santrock, 1995). Lebih direpresentasikan sebagai berikut. jelasnya dapat:
1. Karakteristik internal. Masa kanak-kanak akhir biasanya ia lebih
mampu memahami dirinya melalui karakter internal dan eksternal. Ia
memiliki sensitivitas terhadap apa yang ia lakukan dan apa respon
orang lain terhadap perilakunya.
8

2. Karakteristik aspek sosial. Individu dalam masa kanak-kanak mampu


memahami dirinya dan sering bergabung dengan kelompok-kelompok
sosial sebagai acuan dalam mendeskripsikan dirinya.
3. Karakteristik perbandingan sosial. Perbandingan sosial dalam
lingkungan sekitar dijadikan acuan.
Dari uraian di atas bahwa karakter merupakan sifat kejiwaan akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain, tabiat, watak,
berubah menjadi karakteristik. Karakteristik ada karena munculnya dari watak
seorang yang dilakukan ketika kita bertindak sesuai apa yang kita lakukan dan
karakteristik juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
C. Motivasi Individual
Motivasi merupakan dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang untuk
mencapai tujuan tertentu yang ingin dicapainya (Sukirman, 2011). Kebanyakan
dari mereka termotivasi hanya karena ingin mendapat ijazah saja tetapi tidak
menikmati setiap proses pembelajaran yang dilakukan oleh tutor. Motivasi tidak
hanya sekedar dorongan saja, tetapi motivasi juga dapat diartikan sebagai alasan
yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang individu,
seseorang dikatakan memiliki motivasi belajar yang tinggi dapat diartikan orang
tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkanya
dengan mengerjakan pekerjaan yang sekarang, yaitu:
1. belajar keras bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah
berhenti sebelum selesai hingga tujuan yang diharapkan tercapai.
2. Tidak mudah putus asa, berpikir maju kedepan demi mencapai tujuan yang
diharapkan.
3. Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah. Seperti menunjukan
minat belajar, menunjukkan minat dalam pembelajaran, dan bukan hanya pada
satu jenis mata pelajaran saja, tetapi berbagai macam pelajaran.
4. Lebih senang belajar mandiri untuk sejauh mana potensi atau kemampuan yang
ada didalam dirinya.
5. Tidak cepat bosan pada tugas-tugas rutin hal-hal yang bersifat mekanis,
berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif) karena tidak ada hal yang
baru atau menarik dan menantang untuk memicu semangat individu atau diri
sendiri,
9

6. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu)


mempertahankan pendapat yang dianggapnya benar dan yakin banyak faktor
atau sebab yang mendukung pendapatnya benar.
7. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini. Pendapat yang sudah diyakini benar
tidak akan dilepas, karena memiliki semangat untuk mempertahankan
keyakinannya.
8. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal untuk mendapatkan
inspirasi atau masukan baru maupun pengetahuan baru untuk mengetahui ilmu
pengetahuannya (Nursalam & Efendi, 2008). Motivasi dapat menentukan baik
tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan
semakin besar kesuksesan belajarnya. Sesorang yang mempunyai motivasi tinggi
akan giat berusaha untuk belajar, begitu juga sebaliknya jika seseorang
mempunyai motivasi yang rendah akan bersikap acuh tak acuh, mudah putus asa.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku yang kompleks. Sebagai tindakan,
maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya
atau tidak terjadinya proses belajar (Yuniastuti, 2013). Menurut Ambarukmi &
Wijayanti (2019) belajar adalah perubahan tingkah laku dan terjadi karena hasil
pengalaman. Sejalan dengan itu, Iskandar (Febrina & Isroah, 2012) mengatakan
belajar merupakan usaha yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan
lingkungannya untuk merubah perilakunya
Motivasi Belajar adalah dorongan dari proses belajar dan tujuan dari
belajar adalah mendapatkan manfaat dari proses belajar. Beberapa siswa
mengalami masalah dalam belajar yang berakibat prestasi belajar tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Untuk mengatasi masalah yang dialami tersebut perlu
ditelusuri faktor yang mempengaruhi hasil belajar di antaranya adalah motivasi
belajar siswa, dimana motivasi belajar merupakan syarat mutlak untuk belajar,
serta sangat memberikan pengaruh besar dalam memberikan gairah atau
semangat belajar (Susilo, 2013). Sedangkan menurut Clayton Aldefer (dalam
Muslimah, 2015) motivasi belajar adalah kecenderungan siswa dalam melakukan
segala kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau
hasil belajar sebaik mungkin. Menurut Syah (dalam Afdilla, 2017) faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah: Guru, Orang tua dan keluarga,
masyarakat dan lingkungan. Salah satu untuk meyukseskan pembelajaran setelah
motivasi yaitu komunikasi.
Manusia didalam kehidupannya harus berkomunik kasi, artinya
10

memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk


saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar
manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan
masyarakat. Komunikasi adalah suatu hal yang sangat penting dalam sebuah
pembelajaran, komunikasi tidak hanya penting dalam sebuah pembelajaran
karena jika melibatkan komunikasi hanya dalam pembelajaran maka hasil yang
lainnya tidak maksimal. Berbicara tentang komunikasi, komunikasi adalah hal
yang paling mendasar untuk melibatkan warga belajar dalam pendekatan
emosional. Dengan pendekatan emosional maka warga belajar lebih
mempertimbangkan hal-hal yang berkenaan dengan belajar.
Dari uraian di atas bahwa motivasi individual merupakan proses menuju
kejayaan dengan tenaga sindividu untuk mendapatkan apa yang ingin
dicapaianya tanpa adanya bantuan, meskipun dibalik layar ada pendamping guru
orang tua, ataupu lingkungan sekitar.
D. Keunikan Masing-Masing Anak
Setiap anak berbeda antara satu dengan lainnya dan tidak ada dua anak yang
sama persis meskipun mereka kembar identik. Mereka memiliki bawaan, ciri,
minat, kesukaan dan latar belakang yang berbeda. Menurut Bredekamp (1987)
anak memiliki keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar
belakang keluarga.
Keunikan dimiliki oleh masing-masing anak sesuai dengan bawaan, minat,
kemampuan dan latar belakang budaya kehidupan yang berbeda satu sama lain.
Meskipun terdapat pola urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat
diprediksi, namun pola perkembangan dan belajarnya tetap memiliki perbedaan
satu sama lain.

2.2 Efikasi Diri


Anak usia dini memiliki pribadi yang sangat unik dan karakteristik yang
beraneka ragam. Segala aspek yang dibutuhkan oleh anak usia dini perlu
dikembangkan dan di stimulasi sesuai dengan tahapannya. salah satunya adalah aspek
perkembangan sosial.

A. Pengertian Efikasi Diri


Bandura adalah salah satu tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (self
efficacy). Ia mendefinisikan bahwa efikasi diri adalah keyakinan individu mengenai
11

kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk
mencapai hasil tertentu. Self efficacy juga diartikan sebagai persepsi diri sendiri
mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri
berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan
yang diharapkan. ( Alwisol, 2009: 287 )
Efikasi diri adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik
atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan. Sementara itu, Baron dan Byrneyang dikutip oleh M. Nur Ghufron &
Rini Risnawita, mendefinisikan Efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai
kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan,
dan mengatasi hambatan. Bandura dan Wood dalam M. Nur ghufron & Rini Risnawita,
menjelaskan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan kemampuan individu
untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan
untuk memenuhi tuntutan situasi. ( Ghufron dkk, 2017: 74 )
Bandura sebagaimana yang dikutip oleh Alwisol mengatakan bahwa efikasi diri
pada dasarnya adalah hasil dari proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau
pengharapan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam
melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Menurutnya, efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki,
tetapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal yang dapat dilakukan dengan
kecakapan yang ia miliki seberapapun besarnya. Efikasi diri menekankan pada
komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi yang akan
datang yang mengandung kekaburan, tidak dapat diramalkan, dan sering penuh dengan
tekanan.
Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi percaya bahwa mereka mampu
melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian disekitarnya, sedangkan
seseorang dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu
mengerjakan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang
dengan efikasi diri yang rendah cenderung akan mudah menyerah. Sementara orang
dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi tantangan
yang ada. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Gist sebagaimana yang dikutip oleh
M. Nur Ghufron & Rini Risnawita, yang menunjukkan bukti bahwa perasaan efikasi
memainkan satu peran penting dalam memotivasi pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaan yang menantang dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri memimpin kita untuk menentukan cita-
12

cita yang menantang dan tetap bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Lebih
dari seratus penelitian memperlihatkan bahwa efikasi diri meramalkan produktivitas
pekerja. Judge dkk. menganggap bahwa efikasi diri ini adalah indikator positif dari
core self-evaluation untuk melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri.
Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self-knowledge
yang paling berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari karena efikasi yang dimiliki ikut
memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan termasuk didalamnya perkiraan terhadap tantangan yang akan
dihadapi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Efikasi diri adalah suatu keyakinan
dan kepercayaan anak akan kemampuan dirinya untuk berhasil dalam suatu tujuan
tertentu. Anak dengan efikasi diri yang tinggi dia percaya bahwa dia bisa untuk
melakukan hal tersebut, berbeda dengan anak yang mempunyai Efikasi yang rendah
tidak memiliki keyakinan bahwa dia dapat berhasil dan dia akan berusaha untuk
menghindari tugas tersebut.
B. Cara Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak
Penanaman rasa percaya diri pada anak itu sangat penting dan akan terus
mempengaruhi tumbuh kembang anak tersebut. Sifat percaya diri tidak hanya dimiliki
oleh orang dewasa, tetapi anak usia dini juga memerlukannya dalam perkembangan
menjadi dewasa. Salah satu kunci utama kesuksesan seseorang adalah ada tidaknya
rasa percaya diri.
Rasa percaya diri atau self esteem merupakan perasaan dimana anak mempunyai
keyakinan tentang dirinya sendiri bahwa ia mempunyai konsep tentang diri sendiri.
Perasaan ini juga dibangun dan dikembangkan dari interaksi dengan orang lain, yakni
dari respon orang lain terhadap dirinya.
Menurut M Rahman agar perkembangan sosial anak terstimulasi dan
berkembang dengan baik, maka orang tua dan guru memerlukan beberapa strategi
untuk mengembangkan rasa percaya diri pada anak usia dini agar mereka
bisabersosialisasi dengan baik di lingkungannya. Adapun strategi yang dilakukan orang
tua dan guru antara lain:
a. Menjadi pendengar yang baik
Sesibuk apapun, ketika anak meminta perhatian anda, cobalah untuk
mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Karena saat anak diabaikan akan
membuat ia merasa tidak berharga, tidak layak untuk diperhatikan, dan hal itu
akan berpengaruh terhadap rasa percaya dirinya
13

b. Menunjukan sikap menghargai


Hargailah apapun pendapat dan keinginan anak sekalipun keinginan anak
belum bisa dipenuhi. Memaksa anak untuk selalu menuruti keinginanorang tua
akan merusak rasa percaya dirinya.
c. Jangan gampang berkata “ jangan”
Ketika anak ingin membantu pekerjaanmu, meskipun sebenarnya belum
terlalu bisa, biarkan ia membantu, rasa bangga anak karena bisa
membantuorang tua akan memupuk rasa percaya dirinya. Kalau anak ingin
mengambil lauk di meja makan saat makan bersama, mengapa harus dilarang?
Justru sebaliknya, dukung dia meskipun dia masih belum terlalu lihai saat
melakukannya. Selain perhatian dan dukungan, berikan anak kebebasan untuk
melakukan apa yang sudah biasa ia lakukan. Semua itu akan membuat anak
tahu, bahwa anda percaya ia bisa dan memang bisa.
d. Memupuk minat dan bakat anak
Kenalkan anak pada beragam aktivitas, dan beri dorongan agar ia
menemukan satu jenis aktivitas yang sangat disukainya.
e. Mengajak anak untuk memecahkan masalah
Anak akan membangun kepercayaan diri ketika mereka berhasil
bernegosiasi untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Orang tua bisa
mengajarkan anak untuk mencoba memecahkan masalahnya sendiri. Sebagai
contoh : jika anak menghampiri orang tua dengan keluhan bahwa mainannya
direbut oleh temannya di tempat bermain, tanyakan pada anak cara seperti apa
yang bisa dilakukan agar dia mendapatkan mainannya kembali

2.3 Hubungan Konsep Diri Dan Efikasi Diri

Setiap orang memiliki konsep diri yang berbeda-beda sesuai dengan pengalaman
dan interaksinya dengan lingkungan. Ada dua macam konsep diri yang dimiliki oleh
individu yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif (Rakhmat, dalam Sugiyo,
2005: 50). Anak yang memiliki konsep diri positif akan cenderung memiliki
penerimaan diri dan penghargaan diri yang tinggi. Sebaliknya Anak yang memiliki
konsep diri negatif akan memiliki penerimaan dan penghargaan diri yang rendah.

Anak yang memiliki konsep diri positif dalam belajar akan memiliki pandangan
positif terhadap keadaan diri dan merasa yakin dengan kemampuannya. Keyakinan
tersebut meliputi keyakinan dalam menghadapi masalah, kegagalan, maupun tugas
14

dalam keadaan tertentu. Berbeda dengan siswa yang memiliki konsep diri positif, siswa
yang memiliki konsep diri negatif dalam belajar akan merasa pesimistik dan enggan
bersaing untuk memperoleh prestasi (Sugiyo, 2005: 52).

efikasi diri didefinisikan oleh Bandura (1997: 3) sebagai keyakinan tentang


kemampuan yang dimiliki untuk mengatur dan melakukan serangkaian tindakan yang
diperlukan untuk mencapai keinginannya. Efikasi diri berperan dalam membentuk
perilaku Anak. Setiap siswa memiliki efikasi diri yang berbeda-beda, ada yang tinggi
ada pula yang rendah. Perbedaan efikasi diri yang dimiliki oleh setiap individu
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sifat tugas yang dihadapi, insentif eksternal
(reward), status individu dalam lingkungan, dan informasi tentang kemampuan diri
(Bandura, dalam Purnamasari, 2010).
Anak yang memiliki efikasi diri tinggi akan merasa yakin pada kompetensi
dirinya, terdorong untuk mengatasi berbagai tantangan, dan mampu menghadapi
kesulitan. Sebaliknya anak yang memiliki efikasi diri rendah cenderung menjauhi
tugas-tugas yang sulit karena tugas tersebut dipandang sebagai ancaman baginya
(Pudjiastuti, 2012). Selain itu, anak yang memiliki efikasi diri rendah akan merasa
takut, tidak yakin, tidak percaya diri, cepat menyerah, dan cenderung menghindari
sesuatu yang dianggap mengancam seperti tugas. Siswa yang memiliki efikasi diri
rendah merasa tidak yakin, tidak mampu, dan tidak percaya diri bisa mengerjakan tugas
dengan baik.
Konsep diri dan efikasi diri mempunyai peranan penting dalam menentukan
sikap, perilaku , dan reaksi seseorang terhadap orang lain dan suatu keadaan tertentu.
Konsep diri bekerja sebagai skema dasar yang memberikan sebuah kerangkan berpikir
yang menentukan cara seseorang mengolah informasi tentang diri, termasuk motivasi,
keadaan emosional, evaluasi diri, kemampuan diri, dan lain sebagainya sedangkan
efikasi diri merupakan sebuah keyakinan anak terhadap segala aspek kelebihan yang
dimilikinya untuk mencapai sebuah tujuan tertentu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa antara konsep diri dan
efikasi diri memiliki hubungan. Hubungan ini menunjukan bahwa semakin meningkat
konsep diri anak maka semakin meningkat pula efikasi diri pada anak tersebut.
16

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
konsep diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya, baik fisik, kepribadian,
dan kompetensinya sebagai hasil dari pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan.
Persepsi tersebut dapat berupa persepsi positif maupun persepsi negatif. Persespi
positif inilah yang perlu ditingkatkan sehingga motivasi berprestasi juga dapat
meningkat.
Efikasi diri adalah suatu keyakinan dan kepercayaan anak akan kemampuan
dirinya untuk berhasil dalam suatu tujuan tertentu. Anak dengan efikasi diri yang tinggi
dia percaya bahwa dia bisa untuk melakukan hal tersebut, berbeda dengan anak yang
mempunyai Efikasi yang rendah tidak memiliki keyakinan bahwa dia dapat berhasil
dan dia akan berusaha untuk menghindari tugas tersebut. Rasa percaya diri atau self
esteem merupakan perasaan dimana anak mempunyai keyakinan tentang dirinya sendiri
bahwa ia mempunyai konsep tentang diri sendiri. Perasaan ini juga dibangun dan
dikembangkan dari interaksi dengan orang lain, yakni dari respon orang lain terhadap
dirinya.
Konsep diri dan efikasi diri mempunyai peranan penting dalam menentukan
sikap, perilaku , dan reaksi seseorang terhadap orang lain dan suatu keadaan tertentu.
Konsep diri bekerja sebagai skema dasar yang memberikan sebuah kerangkan berpikir
yang menentukan cara seseorang mengolah informasi tentang diri, termasuk motivasi,
keadaan emosional, evaluasi diri, kemampuan diri, dan lain sebagainya sedangkan
efikasi diri merupakan sebuah keyakinan anak terhadap segala aspek kelebihan yang
dimilikinya untuk mencapai sebuah tujuan tertentu

3.2 Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, Kami mohon maaf apabila dalam
penyusunan makalah ini ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata ataupun kalimat
yang kurang jelas. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
bagi para pembaca.

15
16

DAFTAR RUJUKAN

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian, ( Malang : UMMpres )

Bandura, A. 1997. Self Efficacy: The Exercise of Control. (New York: Freeman and Company).

Dr. Meriyati.M.Pd (2015) Memahami Karakteristik Anak Didik, Fakta Press lAIN Raden lntan
Lampung Jl. Letkol H. Endro Suratmin Kampus Sukarame

Dr. Sri Tatminingsih, M.Pd. Iin Cintasih, S.Pd., M.Pd. Hakikat Anak Usia Dini

Farid Yapono farid_el.yapono@gmail.com STKIP Gotong Royong Masohi Maluku Tengah,


Suharnan prof_suharnan@yahoo.com Universitas Darul 'Ulum Jombang (2013)
Konsep-Diri, Kecerdasan Emosi Dan Efikasi-Diri, jurnal universitas 17 agustus 1945
surabaya

Khairun Nisa, Sujarwo (2021), Efektivitas Komunikasi Guru terhadap Motivasi Belajar Anak
Usia Dini, Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini

M Rahman, M. 2014. Peran Orang Tua Dalam Membangun Kepercayaan Diri Pada Anak Usia
Dini. ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 2(2), 285.
https://doi.org/10.21043/thufula.v2i2.4241

M. Nur Ghufron & Rini Risnawita S. 2010. Teori-teori Psikologi, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2010)

Pudjiastuti, E. 2012. Hubungan Self Efficacy dengan Perilaku Menyontek Mahasiswa Psikologi.
Jurnal Mimbar,

Purnamasari, L.R. 2010. Kontribusi Efikasi diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa
Universitas Negeri Semarang Berkewarganegaraan Turki Tahun 2010. (Skripsi. Semarang:
Unnes).

Sugiyo.2005.Komunikasi Antar Pribadi. (Semarang : Universitas Negeri Semarang Press)

16

Anda mungkin juga menyukai