Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN SEBAGAI DASAR UNTUK PELAKSANAAN PENDIDIKAN

YANG HUMANIS

DOSEN PENGAMPU

1. Prof. Dr. Dra Nazurty, M.Pd

2. Dr. Yantoro. M.Pd

Nama Kelompok 8 :

1. Anisa Andriani

2. Heni Yulita

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2023
KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim,

Puji syukur kehadirat Allah Swt., karena telah memberikan kesempatan kepada kami untuk

menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “ FILSAFAT PENDIDIKAN SEBAGAI DASAR UNTUK

PELAKSANAAN PENDIDIKAN YANG HUMANIS ” tepat waktu. Makalah ini disusun guna

memenuhi tugas pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Dasar Dengan ini kami mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Dra Nazurty, M.Pd dan bapak Dr. Yantoro.

M.Pd Selaku dosen mata kulah Filsafat Pendidikan Dasar. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Semoga

makalah ini bermanfaat bagi kami pribadi maupun pihak yang membaca. Kami menyadari

makalah ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak kelemahan dan kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun akan kami terima untuk

meningkatkan kualitas dan kesempurnaan makalah ini.

Jambi, Agustus 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... 2

BAB I .............................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 4

1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 7

1.3. Tujuan.............................................................................................................................. 7

BAB II ............................................................................................................................................ 8

PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 8

2.1. Definisi Logika ................................................................................................................ 8

2.2. Urgensi Berpikir Logis..................................................................................................11

2.3. Mekanisme berpikir logis logicall fallacy...................................................................... 13

BAB III ......................................................................................................................................... 18

PENUTUP..................................................................................................................................... 18

A. KESIMPULAN .................................................................................................................. 18

B. SARAN .............................................................................................................................. 19
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Filsafat humanisme adalah sebuah aliran filsafat yang menempatkan kebebasan manusia baik

berfikir, bertindak dan bekerja sebagai segala-galanya, berpengaruh secara signifikan terhadap

munculnya peradaban modern. Selain itu filsafat humanisme juga merupakan aliran yang

membentuk basis untuk filsafat pendidikan khususnya dalam pengajaran bagian psikologi,

teoriteori psikologi merupakan pandangan-pandangan dunia yang komprehensif yang berfungsi

sebagai basis bagi guru dalam pendekatan praktek pengajaran. Orientasi-orientasi pengajaran

pada umumnya berhubungan dengan pemahaman kondisi-kondisi yang diasosiakan dengan

pengajaran efektif, yang paling utama yaitu orientasi-orientasi psikologis yang telah

mempengaruhi filsafat-filsafat pengajaran terutama psikologi humanistik. Pendidikan merupakan

suatu usaha untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan

dalam perannya di masa yang akan datang. (Hamalik, 2011: 2)

Pendidikan juga merupakan aspek universal dalam proses mengubah sikap sekelompok orang

melalui upaya pendidikan, pengajaran dan pelatihan, berdasarkan UUSPN No.20 tahun 2003

pendidikan yaitu usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

yang menjadikan peserta didik lebih aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mencapai

kecerdasan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat,

bangsa dan negara. Satu sisi pendidikan merupakan interaksi antarmanusia secara terus menerus,

disisi lain pendidikan merupakan interaksi manusia dengan lingkungan dalam meningkatkan dan

merubah psikomotorik, kognisi, dan efektif.


Pendidikan yaitu tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan kesadaran dan

wawasan antar manusia demi kelangsungan kehidupan. Usaha dalam meningkatkan kesadaran,

kepribadian anak, serta pengembangan kreativitas melahirkan pendekatan pendidikan yang

disebut dengan “humanisasi” dalam proses pendidikan sekarang. Pendidikan harus Kembali pada

wajahnya asli, yaitu suatu proses transformasi nilai yang memanusiakan manusia. (Baharudin &

Makin, 2014:15) Humanis pada kamus ilmiah popular adalah doktrin yang menekankan pada

kepentingan-kepentingan manusia dan ideal (Al-Barry & AT, 2008: 134).

Humanisme merupakan salah satu aliran filsafat yang modern atau “antireligius”, pada

satu sisi humanis merupakan dukungan yang optimistik terhadap kemampuan manusia atau

kemungkinan yang akan terjadi. Filsafat humanisme mempunyai beberapa pandangan hidup

yang berpusat pada kebutuhan dan ketertarikan manusia (Mas‟ud, 2002:129). Dari sisi Historis

“Humanis” berarti suatu gerakan intelektual dan kasustraan yang pertama kali muncul di Italia

pada paruh kedua abad ke-14 Masehi (Abidin, 2002:25). Gerakan ini disebut juga dengan

gerakan kebudayaan modern, khusus pada kebudayaan Eropa. Tokoh yang disebut sebagai

pelaksana gerakan ini antara lain Dante, Boccaceu, Michelangelo, dan Petrarca. Penyimpangan

pemahaman antara pemimpin agama dan filosof di masa renaissance mengakibatkan terjadinya

pertentangan dan perpisahan antara agama dan humanisme di Barat. Pendidikan humanisme

merupakan sistem pendidikan nasional, pendidikan ini cenderung lebih manusiawi dan

mengutamakan komunikasi, dimana jika pendidikan ini terjalin akan menjadi salah satu jembatan

dalam membentuk karakter siswa.

Pendidikan humanis merupakan salah satu konsep yang sangat strategis untuk meningkatkan

kualitas SDM (sumber daya manusia) karena memiliki toleransi yang tinggi antar sesama

manusia. Dalam mewujudkan pendidikan yang humanis, maka perlu dukungan penuh dari
sekolah dalam menetapkan metode pendidikan humanis sebagai upaya untuk menghapus

kekerasan yang terjadi pada sekolah, dimana sekolah merupakan tempat mengembangkan

potensi, bakat serta membentuk karakter siswa yang baik (Setiawan, 2019). Pembelajaran

merupakan salah satu proses dalam menjalankan pendidikan, terdapat tiga lingkup komponen

dalam membentuk pembelajaran, yaitu pertama; kurikulum, merupakan materi yang akan

diajarkan, selanjutnya proses yang menggambarkan bagaimana materi yang akan diajarkan,

terakhir produk yaitu hasil dari proses pembelajaran. Instrumen untuk tercapainya tujuan

pendidikan adalah kurikulum, kurikulum merupakan pedoman pelaksanaan pembelajaran pada

semua jenis tingkat pembelajaran, dengan adanya kurikulum pembelajaran akan terstruktur

sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.

Guru memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan seorang siswa melalui proses

pembelajaran, dimana guru harus menciptakan pembelajaran yang kreatif, inovatif, aktif dan

efektik. Namun terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran

berdasarkan konsep pendidikan humanisme yaitu proses pembelajaran siswa lebih fokus pada

pengembangan potensi siswa, metode pembelajaran yang dilakukan lebih mengarah pada

kemampuan siswa untuk menghafal materi yang diajarkan bukan untuk dianalisis sehingga

pengembangan intelektual siswa tidak tercapai dan menciptakan generasi yang pandai secara

teoritis bukan yang cerdas dalam menganalisa.

Penerapan konsep pendidikan humanisme pada sekolah juga memiliki beberapa kelebihan,

yakni: 1) konsep pendidikan humanisme diterapkan dalam materi pembelajaran untuk

pembentukan karakter siswa; 2) berdampak positif pada perkembangan kepribadian siswa, dan;

3) konsep humanisme mengedepankan aspek memanusiakan manusia atau memberi siswa untuk

beragumen bebas. Penerapan konsep pendidikan humanisme harus seimbang dengan


pengembangan intelektual agar terciptanya keseimbangan antara potensi siswa dengan

kemampuan secara intelektual, jika kedua tercapai maka emosi dari siswa akan terkontrol dengan

baik

1.1.Rumusan Masalah

2. Apa yang dimaksud definisi logika?

3. Apa yang dimaksud urgensi berpikir logis?

4. Apa yang dimaksud mekanisme berpikir logis logicall fallacy?

1.2. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari logika

2. Untuk mengetahui urgensi berpikir logis

3. Untuk mengetahui mekanisme berpikir logis logicall fallacy.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Definisi Logika

Logika berasal dari bahasa Latin logos yang berarti "perkataan". Istilah logos secara

etimologis sebenarnya diturunkan dari kata sifat logike: "Pikiran" atau "kata". Istilah Mantiq

dalam bahasa Arab berasal dari kata kerja Nataqa yang berarti "berkata" atau "berucap". Istilah

dari logika, dilihat dari segi etimologis, berasal dari kata Yunani logos yang digunakan dengan

beberapa arti, seperti ucapan, bahasa, kata, pengertian, pikiran, akal budi, ilmu. Dari kata logos

kemudian diturunkan kata sifat logis yang sudah sangat sering terdengar dalam percakapan kita

sehari-hari. Orang berbicara tentang perilaku yang logis sebagai lawan terhadap perilaku yang

tidak logis, tentang tata cara yang logis, tentang penjelasan yang logis, tentang jalan pikiran yang

logis, dan sejenisnya.

Dalam semua kasus itu, kata logis digunakan dalam arti yang kurang lebih sama dengan

„masuk akal‟; singkatnya, segala sesuatu yang sesuai dengan, dan dapat diterima oleh akal sehat.

Dengan hanya berdasar kepada arti etimologis itu, apa sebetulnya logika masih belum dapat

diketahui. Agar dapat memahami dengan sungguh-sungguh hakekat logika, sudah barang tentu

orang harus mempelajarinya. Untuk maksud itu, kiranya tepat kalau, sebagai suatu perkenalan

awal, terlebih dahulu dikemukakan di sini sebuah definisi mengenai istilah logika itu.

Dalam bukunya Introduction to Logic, Irving M.Copi mendefinisikan logika sebagai

suatu studi tentang metodemetode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam nama “analitika”
dan “dialektika”. membedakan penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat. Dengan

menekankan pengetahuan tentang metodemetode dan prinsip-prinsip, definisi ini hendak

menggarisbawahi pengertian logika semata-mata sebagai ilmu. Definisi ini tidak bermaksud

mengatakan bahwa seseorang dengan sendirinya mampu bernalar atau berpikir secara tepat jika

ia mempelajari logika. Namun, di lain pihak, harus diakui bahwa orang yang telah mempelajari

logika–jadi sudah memiliki pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir

yang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berpikir secara tepat ketimbang orang yang

sama sekali tidak pernah berkenalan dengan prinsip-prinsip dasar yang melandasi setiap kegiatan

penalaran.

Dengan ini hendak dikatakan bahwa suatu studi yang tepat tentang logika tidak hanya

memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-

prinsip berpikir tepat, melainkan juga membuat orang yang bersangkutan mampu berpikir sendiri

secara tepat dan kemudian mampu membedakan penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak

tepat. Ini semua menunjukkan bahwa logika tidak hanya merupakan suatu ilmu (science), tetapi

juga suatu seni (art).

Dengan kata lain, logika tidak hanya menyangkut soal pengetahuan, melainkan juga soal

kemampuan atau ketrampilan. Kedua aspek ini berkaitan erat satu sama lain. Pengetahuan

mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir harus dimiliki bila seseorang ingin melatih

kemampuannya dalam berpikir; sebaliknya, seseorang hanya bisa mengembangkan

keterampilannya dalam berpikir bila ia sudah menguasai metode-metode dan prinsip-prinsip

berpikir. Namun, sebagaimana sudah dikatakan, pengetahuan tentang metode-metode dan

prinsip-prinsip berpikir tidak dengan sendirinya memberikan jaminan bagi seseorang dapat

terampil dalam berpikir. Keterampilan berpikir itu harus terusmenerus dilatih dan dikembangkan.
Untuk itu, mempelajari logika, khususnya logika formal secara akademis sambil tetap menekuni

latihan-latihan secara serius, merupakan jalan paling tepat untuk mengasah dan mempertajam

akal budi. Dengan cara ini, seseorang lambat-laun diharapkan mampu berpikir sendiri secara

tepat dan, bersamaan dengan itu, mampu pula mengenali setiap bentuk kesesatan berpikir,

termasuk kesesatan berpikir yang dilakukannya sendiri. Logika itu sangat penting dalam

khidupan seharihari, ini berkaitan dengan kemampuan kita bernalar.

Beruntunglah kita sebagai manusia diberikan kemampuan penalaran..Jadi pada dasarnya,

semua manusia itu secara tidak sadar pasti menggunakan logikanya dalam menjalani kehidupan.

Nah, Logika berasal dari kata Yunani kuno λ?γος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal

pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut

dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang

mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada

kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi

untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan.

Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. (Nah,

istilah logis tuh biasa kita dengar bukan, kalau ada sesuatu yang janggal umunya kita

mengatakan bahwa itu tidak logis). Selain definisi di atas logika juga sering disebut sebagai

“jembatan penghubung” antar filsafat dan ilmu yang artinya teori tentang penyimpulan yang sah.

Nah, penyimpulan yang sah ini sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga mampu

dilacak kembali yang sekaligus juga benar. Logika bisa juga didefinisikan sebagai teori

penyimpulan yang berlandaskan pada suatu konsep. Dia bisa dinyatakan dalam bentuk kata,

istilah, maupun himpunan. Itulah sebabnya dalam psikotes atau tes IQ pasti ada bagian tes yang
menguji kemampuan penalaran. Jadi dia mengukur seberapa dalam dan hebatkah kita

menggunakan kemampuan penalaran ini.

2.2.Urgensi Berpikir Logis

Berpikir adalah proses umum untuk menentukan sebuah isu dalam pikiran (Solso,

2007). Solso juga mengatakan bahwa berpikir adalah proses yang membentuk representasi

mental baru melalui transformasi informasi oleh interaksi kompleks dari atribusi mental yang

mencakup pertimbangan, pengabstrakan, penalaran, penggambaran, pemecahan masalah

logis, pembentukan konsep, kreativitas dan kecerdasan. Berpikir merupakan berbicara

dengan dirinya sendiri didalam batin; mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis,

membuktikan sesuatu, menunjukkan alasan-alasan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan

pikiran, mencari berbagai hal yang berhubungan satu sama lain, mengapa atau untuk apa

sesuatu terjadi, serta membahas suatu realitas (Poespoprodjo, 2011). Sebagaimana yang telah

diuraikan, maka berpikir merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam

mengumpulkan ide-ide atau informasi-informasi yang ada dengan cara menghubungkan

antara bagian-bagian informasi yang telah diperoleh tersebut dengan masalah yang sedang

dihadapi. Logis atau logika berasal dari kata Yunani kuno “logos” yang berarti hasil

pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan lewat bahasa

(Poespoprodjo, 2011). Logika adalah ilmu berpikir (Solso, 2007).

Sedangkan menurut Maran (2007), logika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan

dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Logika sebagai ilmu pengetahuan merupakan

kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis sehingga membentuk suatu kesatuan
serta memberikan penjelasan tentang metode-metode dan prinsip-prinsip pemikiran yang

tepat. Sedangkan logika sebagai kecakapan merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan

hukum-hukum pemikiran yang tepat dalam praktik. Berdasarkan beberapa pendapat yang

telah diuraikan mengenai definisi logis, maka logis dapat diartikan sebagai hasil pemikiran

dari seseorang yang dapat diutarakan melalui kata dan dinyatakan melalui bahasa. Berpikir

logis merupakan cara berpikir yang runtut, masuk akal, dan berdasarkan fakta-fakta objektif

tertentu (Hadi, 2004).

Berpikir logis juga dapat diartikan sebagai kemampuan siswa untuk menarik

kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan kesimpulan itu benar

(valid) sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui (Siswono,

2008). Berpikir logis merupakan masalah mengemukakan ide dalam urutan linear katakata

sehingga konstruksinya “kelihatan” benar (Albrecht, 2004). Berpikir logis adalah

menggunakan seperangkat pernyataan untuk mendukung sebuah gagasan melalui penuturan

yang sistematis. Siswa yang berpikir logis akan mengungkapkan ide atau gagasannya dalam

urutan kata-kata yang terstruktur linear sehingga semua konstruksi argumennya menjadi

benar. Kemampuan berpikir logis memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran dan

perkembangan individu.

Pembelajaran dan perkembangan individu adalah proses untuk mencapai kematangan

melalui suatu fase, yang disebut dengan Zone of Proximal Development (ZPD). ZPD

merupakan suatu titik tertentu dalam proses belajar. Wawasan, pengetahuan dan pandangan

yang dimiliki oleh individu sebelumnya, menjadi dasar untuk mengembangkan dan

menentukan kualitas tujuan yang dicapai, pada tahap berikutnya (Vygotsky, 1978). Pendapat

Vygotsky tentang ZPD diperkuatkan denga temuan penelitian yang dilakukan oleh Veresov
(2004). Hasil penelitiannya menjelaskan ZPD akan menuju pada sebuah kematangan proses

belajar jika ditunjang oleh beberapa factor pendukung. Factor pendukung tersebut adalah

factor genetic secara umum. Lingkungan social dan pengalaman seseorang. ZPD dapat

diperluas dan diterapkan melalui kolaborasi antara proses internal dan proses eksternal.

Proses internal menggunakan penalaran logis, sedangkan proses eksternal melalui bimbingan

seorang guru ( Steiner dan Souberman, 2003).

2.3.Mekanisme berpikir logis logicall fallacy

Logical fallacy adalah kesalahan dalam menyusun logika yang tepat dalam sebuah

argumen. Dalam hal ini, argumen tersebut tidak mempunyai keterkaitan antara kesimpulan

serta premis. Kalaupun premis yang disampaikan tepat, tetapi kesimpulannya salah, dapat

dianggap sebagai sesat pikir. Dalam bahasa lebih sederhana, argumentasi yang mereka

sampaikan tidak nyambung. Dalam kehidupan sehari-hari, sering menjumpai

penggunaan logical fallacy, baik disengaja ataupun tidak. Ada banyak tujuan kenapa

seseorang menggunakan cara berpikir yang sesat dalam berargumentasi, termasuk di

antaranya adalah propaganda, tipu muslihat, atau sarana mempengaruhi orang

lain. Kemampuan dalam mengidentifikasi logical fallacy adalah modal penting yang perlu

kamu miliki ketika ingin berinvestasi atau menjalankan bisnis.

Dengan modal kemampuan tersebut, kamu dapat terhindar dari risiko penipuan yang

bisa terjadi kapan saja. Apalagi, pengambilan kesimpulan yang salah akibat logical

fallacy bisa membuat kamu mengambil keputusan yang tidak tepat. Istilah fallacy berasal

dari bahasa Latin, yaitu fallacia yang berarti deception atau dalam Indonesia disebut tipu

muslihat atau penipuan. Dengan kata lainnya adalah argumen yang dilontarkan tidak terbukti
kebenarannya mengubah opini publik, memutar balik fakta, pembodohan publik, fitnah,

provokasi sektarian, pembunuhan karakter, memecah belah, menghindari jerat hukum, dan

meraih kekuasaan dengan janji palsu.

Menurut Michel M. LaBoissiere dalam jurnal Logical Falacies (2010: 1), pengertian

logical fallacy adalah kesesatan logika berpikir yang timbul karena terjadi ketidaksesuaian

antara apa yang dipikirkan dan bahasa yang digunakan untuk merumuskan pokok pikiran.

Penalaran yang sesat ini dapat terjadi apabila susunan premis yang ada tidak menghasilkan

suatu kesimpulan yang benar. Dalam artian kesesatan atau fallacy muncul ketika suatu

argumen terbentuk dari premis-premis yang tidak berkaitan dengan argumen yang ada.

Logical fallacy bisa diterjemahkan secara sederhana sebagai berpikir ngawur atau

bentuk kerancuan pikir secara akademis yang diakibatkan oleh ketidak disiplin pelaku nalar

dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak sengaja. Berkaitan

dengan logical fallacy, kamu perlu tahu contoh-contoh sesat pikir yang sering terjadi di

masyarakat. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:

1. Strawman

Logical fallacy yang pertama adalah strawman. Dalam kesesatan berpikir ini, lawan

bicara akan menyederhanakan argumen kamu. Hal itu mereka lakukan agar bisa menyerang

argumen kamu dengan lebih mudah. Biasanya, mereka akan menggunakan argumen lain yang

sepenuhnya tidak berkaitan. Contoh logical fallacy strawman adalah ketika kamu berargumen

kalau nelayan dan petani tidak nyaman dengan praktik koperasi di lapangan. Alasannya, karena

manfaat dari koperasi hanya dirasakan oleh pengurus. Di sisi lain, lawan bicara menganggap
kamu menolak keberadaan koperasi. Bahkan, mereka beranggapan kalau kamu menolak

keberadaan koperasi bagi nelayan dan petani.

2. Circular argument

Selanjutnya, kamu akan menjumpai logical fallacy yang disebut circular argument. Sesat

pikir yang satu ini akan membawa kamu dalam proses adu argumen yang berputar-putar dan

tidak ada habisnya. Contoh, seseorang menganggap kalau kuliah itu sia-sia kalau ujung-ujungnya

bakal jadi pengangguran. Argumen ini dilontarkannya berdasarkan fakta bahwa ada banyak

lulusan kuliah yang menganggur. Pernyataan itu sekilas memang terlihat logis. Namun, fakta

bahwa ada banyak lulusan perguruan tinggi yang menganggur tidak secara langsung membuat

kuliah yang mereka jalani sia-sia. Apalagi, proses kuliah tidak hanya bertujuan untuk mencari

pekerjaan.

3. Ad hominem

Menyerang pribadi dari orang yang melontarkan sebuah argumen atau ad

hominem termasuk sebagai salah satu contoh sesat pikir. Cara ini kerap dilakukan dengan tujuan

untuk melemahkan argumen dari lawan bicara. Contoh ad hominem bisa kamu dapati ketika

berbicara tentang prestasi akademik di sekolah. Kamu beranggapan kalau peringkat tinggi di

sekolah itu bukan pencapaian penting. Sebaliknya, kamu lebih mengutamakan sikap jujur dan

pemahaman ilmu yang mendalam. Lalu, ada orang lain yang berseloroh, “Kamu bicara seperti

itu karena belum pernah rangking satu sih!”.


4. False dilemma

Selanjutnya, kamu perlu mengetahui jenis sesat pikir false dilemma. Dalam logical

fallacy adalah yang satu ini, seseorang melontarkan argumennya dengan memberikan hanya dua

pilihan. Contoh,”Kamu itu orang yang tak punya pendirian kalau cuma bisa mengikuti pendapat

orang lain”.

5. Appeal to popularity

Berikutnya, kamu perlu mengetahui sesat pikir yang dikenal sebagai appeal to popularity.

Kesesatan berpikir yang satu ini dilakukan dengan menggunakan pernyataan sebagian besar

masyarakat. Contoh, “Banyak orang yang berinvestasi emas. Jadi, emas adalah jenis investasi

yang paling tepat”. Padahal, di sisi lain ada banyak opsi investasi yang menjanjikan potensi

keuntungan tidak kalah dibanding emas.

6. Gambler’s fallacy

Kesalahan berikutnya yang termasuk logical fallacy adalah gambler‟s fallacy. Pola pikir

ini beranggapan kalau penyimpangan yang terjadi dalam jangka pendek akan terkoreksi secara

alami. Contoh, “Harga saham perusahaan X dalam beberapa hari terakhir terus menurun.

Besok pasti naik”.

7. Slippery slope

Dalam kesesatan berpikir ini, seseorang memiliki kecenderungan berasumsi sebab akibat

yang salah. Padahal, tidak ada penalaran yang masuk akal di antara keduanya. Sebagai
contoh, “kalau kamu memberikan minuman gratis untuk satu orang, maka kamu perlu

memberikan perlakuan serupa untuk semua orang”.

Cara untuk mengatasi atau menghindari logical fallacy adalah kita harus memastikan bahwa

kesalahan logika dapat melemahkan argumen. Namun dengan syarat bagwa kita memiliki bukti

untuk validasi informasi. Maka dari itu, kita harus benar-benar memahami terlebih dahulu apa

yang akan disampaikan, mulai dari pengertian, alasan, hingga bukti agar argumentasi kita

relevan. Selain itu, kita harus mengevaluasi terlebih dahulu sebuah informasi yang didapatkan.

Dengan mengevaluasinya dengan cara memvalidasi informasi dapat membuat kita semakin yakin

bahwa informasi tersebut benar atau salah. Demikianlah penjelasan mengenai logocal fallacy

dan cara mengatasinya. Dengan mudahnya informasi yang kita dapatkan, kita harus berpikir

secara kritis. Tujuannya adalah agar kita tidak terjebak dengan informasi hoaks atau argumentasi

yang tidak benar.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike

episteme (bahasa Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari

kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Kata logis yang dipergunakan tersebut

bisa diartikan dengan masuk akal. Berpikir kritis adalah berpikir dengan menelaah suatu

permasalahan dari berbagai faktor, umumnya diikuti dengan sikap pro aktif. Berpikir

logis adalah berpikir dengan akal sehat dan apa yang dihasilkan dari pemikiran tersebut dapat

diterima secara logika. Satu hal yang membedakan manusia dengan binatang lainnya adalah akal

budi. Hal ini dianugerahkan oleh Tuhan agar kehidupan manusia lebih teratur.

Dalam memanfaatkan kemampuan berpikirnya, manusia harus mau dan mampu berpikir.

Salah satunya dengan mempelajari bagaimana logika bekerja secara baik dan benar, agar tidak

menghasilkan output yang buruk karena kekeliruan dalam berpikir dan logika yang cacat, atau

yang juga dikenali dengan istilah logical fallacy Nyatanya, manusia yang mengaku berpikir

memang tidak terlepas dari kesalahan-kesalahan dalam berpikir. Logical fallacy umumnya

terjadi akibat tidak disiplin manusia dalam mengolah pemikirannya, baik secara sadar atau tidak

sadar. Logical fallacy dapat terlihat melalui ungkapan-ungkapan atau tindakan manusia dalam

kehidupan sehari-hari, yang mungkin saja terasa benar dan baik-baik saja namun sebenarnya

mengandung kekeliruan.
B. SARAN

Saya berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca agar tertarik untuk terus

dapat meningkatkan keingintahuan nya terhadap informasi baru yang bermanfaat. Demi

kesempurnaan makalah ini, saya berharap kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya

membangun agar makalah ini bisa lebih baik untuk kedepannya.


DAFTAR PUSTAKA

Alex Lanur OFM, Logika Selayang Pandang, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1983

Basiq Djalil, Logika (Ilmu Mantiq), Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010

Burhanuddin Salam, Logika Formal (Filsafat Berpikir), Jakarta: Bina Aksara, 1988

Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001

Hayon, Y.P, Logika, Prinsip-Prinsip Bernalar Tepat, Lurus, dan Teratur, Jakarta: ISTN,

2001

Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika; Asas-Asas Penalaran Sistematis, Yogyakarta:

Penerbit Kanisius, 1996

Khaidir Anwar, Fungsi Dan Penerapan Bahasa, Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 1990 Mehra dan Burhan, Pengantar Logika Tradisional, Bandung: Binacipta, 1996

Sirajuddin, Filsafat Islam, Jakarta: Grafindo Persada, 2004 Soekadijo, R.G, Logika Dasar

Tradisional, Simbolik dan Induktif. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2001

Sou‟yb Joesoef, Logika Kaidah Berfikir Secara Tepat, Jakarta: PT Al-Husna Zikra, 2001

Sumaryono, Dasar-Dasar Logika, Yogyakarta: Kanisius, 1999 Surajiyo, Asnanto, dkk.,

Dasar-dasar logika, Jakarta: Bumi aksara, 2006

Anda mungkin juga menyukai