Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

DESTINASI WISATA DI INDONESIA


“CANDI BOROBUDUR”

Disusun Oleh:
Siti Nur Hasanah
Kelas XI IPA 2

SMA NEGERI 12 PANDEGLANG


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah Candi Borobudur ini. Shalawat serta salam senantiasa
kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta
semua umatnya hingga kini. Dan semoga kita termasuk dari golongan yang kelak
mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya makalah ini.
Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu
rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman,
sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik
lagi.
Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik dari
aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan. Semua ini murni
didasari oleh keterbatasan yang kami miliki. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan
saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas
di kemudian hari.

Pandeglang, 16 Februari 2022


Penyusun

Siti Nur Hasanah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................................2
D. Manfaat...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Sejarah................................................................................................................3
B. Bentuk Bangunan................................................................................................4
C. Usaha Melestarikan.............................................................................................14
BAB III PENUTUP...........................................................................................................16
A. Kesimpulan.......................................................................................................16
B. Saran...................................................................................................................16
DAFTAR PUSAKA...........................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur,
Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di
sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah
barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama
Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa
Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang di
atasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel
relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa utama terbesar terletak di tengah
sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa
berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi
teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) dan Dharmachakra mudra (memutar
roda dharma). Bilamana candi Borobudur didirikan tidak ada keterangan yang pasti.
Dari penelitian bentuk huruf Jawa Kuno yang dipakai menulis inskripsi pendek-
pendek di atas panil relief Karmawibhanga, candi didirikan pada abad IX, didirikan
oleh seorang raja Sailendra, yaitu raja Samaratungga beserta puterinya bernama
Pramodhawarddhani. Didasarkan pada prasasti Karang Tengah dan prasasti Sri
Kahulunan.
Latar belakang agama candi Borobudur adalah perpaduan ajaran Buddha
Mahayana dengan Tantrayana, dengan meditasi filsafat Yogacara. Bentuk agama
Buddha semacam ini mirip dengan agama Buddha yang berkembang di Bengal India,
pada waktu pemerintahan raja-raja Pala pada sekitar abad VIII.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah Candi Borobudur?
2. Bagaimana bentuk bangunan atau arsitektur Candi Borobudur?
3. Bagaimana bentuk relief dan arca Buddha Candi Borobudur?
4. Bagaimana usaha melestarikan Candi Borobudur?

1
C. Tujuan
• Untuk mengetahui sejarah Candi Borobudur
• Untuk menambah pengetahuan
• Untuk mampu menjaga dan melestarikan sejarah Candi Borobudur

D. Manfaat
Dengan berkunjung langsung ke candi borodur, kami dapat menambah
pengetahuan secara langsung dan bisa melihat monument bangunan candi Borobudur
tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur,
Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di
sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di
sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para
penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa
pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk
bujur sangkar yang di atasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya
dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa
utama terbesar terletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi
oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca
buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap
tangan) dan Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai
tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah
untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju
pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui
sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci
ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga
tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu
(ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak
berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong
dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang
terukir pada dinding dan pagar langkan. Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur
ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan
Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari
keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford
Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa.
Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan
pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas
upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO.

3
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan, tiap
tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara
berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia
pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling
banyak dikunjungi wisatawan.

B. Bentuk Bangunan
Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha antara lain sebagai
berikut:

• Kamadhatu
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang
masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup
oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada
bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita
Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di
sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief
pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini
memiliki volume 13.000 meter kubik.

• Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya
dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk
persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjang
relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu adalah
dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh
rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam yakni, antara alam bawah
dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada
ceruk atau relung dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432
arca Buddha di dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar
langkan. Pada pagar langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang
melambangkan peralihan dari ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu, pagar
langkan paling rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan

4
diatasnya dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujur sangkar ini
kaya akan hiasan dan ukiran relief.

• Arupadhatu
Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai
lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak ber relief. Tingkatan ini dinamakan
Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai
berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia
sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum
mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil
berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa besar
sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras
lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa). Dua
teras terbawah stupanya lebih besar dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu
teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya berbentuk kotak bujur
sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup
berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih
tampak samar-samar. Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep
peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak
terlihat. Padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di dalam
stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada
zaman dahulu. Menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses
pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan
di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini. Stupa utama yang
dibiarkan kosong diduga bermakna kebijaksanaan tertinggi, yaitu kasunyatan,
kesunyian dan ketiadaan sempurna dimana jiwa manusia sudah tidak terikat
hasrat, keinginan, dan bentuk serta terbebas dari lingkaran samsara. Tingkatan
tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud yang sempurna dilambangkan
berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-
lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak
sempurna atau disebut juga Buddha yang tidak rampung, yang disalah sangkakan
sebagai patung Adibuddha.
Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan
tempat penatahan untuk membangun monumen ini. Batu ini dipotong dalam

5
ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan semen.
Struktur Borobudur tidak memakai semen
sama sekali, melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-balok
lego yang bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan
dan lubang yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang
mengunci dua blok batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan
dinding rampung.
Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk
wilayah dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan
kebanjiran, 100 pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing dengan
rancangan yang unik berbentuk kepala raksasa kala atau makara.
Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak
dibangun di atas permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik
pembangunannya serupa dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak
memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain, yang ada ialah lorong-
lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding
mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Secara umum rancang bangun Borobudur
mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat Buddha
diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan.
Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada
kuil atau candi. Stupa memang dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk
memuliakan Buddha. Terkadang stupa dibangun sebagai lambang penghormatan
dan pemuliaan kepada Buddha. Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai
rumah ibadah. Rancangannya yang rumit dari monumen ini menunjukkan bahwa
bangunan ini memang sebuah bangunan tempat peribadatan. Bentuk bangunan
tanpa ruangan dan struktur teras bertingkat-tingkat ini diduga merupakan
perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur
asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama
Gunadharma, sedikit yang diketahui tentang arsitek misterius ini. Namanya lebih
berdasarkan dongeng dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan prasasti
bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat mengenai
perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng

6
lokal ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi
jajaran perbukitan Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng
belaka. Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang
wajah manusia antara ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak
jengkal antara ujung ibu jari dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan
dikembangkan sepenuhnya. Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan sedikit
berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen ini. Penelitian
pada tahun 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di
monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi yang
tepat dari suatu fakta geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan
Borobudur. Rasio matematis ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi
Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala
memiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi. Hal yang
sama juga berlaku di candi Angkor Wat di Kamboja.
Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan
puncak. Dasar berukuran 123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 m (13
kaki). Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujur sangkar yang makin
mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 m (23 kaki) dari ujung dasar teras.
Tiap teras berikutnya mundur 2 m (6.6 kaki), menyisakan lorong sempit pada tiap
tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan menopang
barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat stupa utama
yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35 m (110 kaki) dari
permukaan tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga)
yang kini dilepas adalah 42 m (140 kaki). Tangga terletak pada bagian tengah
keempat sisi mata angin yang membawa pengunjung menuju bagian puncak
monumen melalui serangkaian gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca singa.
Gawang pintu gerbang dihiasi ukiran Kala pada puncak tengah lowong pintu dan
ukiran makara yang menonjol di kedua sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui
dalam arsitektur pintu candi di Jawa. Pintu utama terletak di sisi timur, sekaligus
titik awal untuk membaca kisah relief. Tangga ini lurus terus tersambung dengan
tangga pada lereng bukit yang menghubungkan candi dengan dataran di
sekitarnya.
Berikut penjelasan relief dan kisahnya pada candi Borobudur.

7
Mulai dari Karmawibhangga, Lalitawistara, Jataka dan Awadana, Gandawyuha,
hingga Arca Buddha.
 Relief
Relief adalah hasil karya seni ukir atau pahat yang dibuat pada dinding-
dinding vertikal, sehingga menghasilkan sebuah karya tiga dimensi. Relief sering
kali ditemukan di Indonesia dan beragam jenisnya.

Seni pahat Borobudur memiliki


kehalusan gaya dan cita rasa estetik yang anggun.

Letak relief kisah-kisah naskah suci Buddha di dinding Borobudur.

Pada dinding candi di setiap tingkatan kecuali pada teras-teras Arupadhatu,


dipahatkan panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus.
Relief dan pola hias Borobudur bergaya naturalis dengan proporsi yang ideal dan
selera estetik yang halus. Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap sebagai
yang paling elegan dan anggun dalam kesenian dunia Buddha. Relief Borobudur
juga menerapkan disiplin seni rupa India, seperti berbagai sikap tubuh yang
memiliki makna atau nilai estetis tertentu. Relief-relief berwujud manusia mulia
seperti pertapa, raja dan wanita bangsawan, bidadari

8
ataupun makhluk yang mencapai derajat kesucian laksana dewa, seperti tara dan
bodhisatwa, sering kali digambarkan dengan posisi tubuh tribhanga. Posisi tubuh
ini disebut "lekuk tiga" yaitu melekuk atau sedikit condong pada bagian leher,
pinggul, dan pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya bertumpu pada satu
kaki, sementara kaki yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh yang luwes
ini menyiratkan keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari yang berdiri
dengan sikap tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai bertangkai panjang.
Relief-relief Borobudur menampilkan banyak gambar, seperti sosok
manusia baik bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan,
serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara. Borobudur
tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat
Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan
Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan merujuk ukiran relief
Borobudur. Bentuk rumah panggung, lumbung, istana dan candi, bentuk
perhiasan, busana serta persenjataan, aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat
transportasi, dicermati oleh para peneliti. Salah satunya adalah relief terkenal yang
menggambarkan Kapal Borobudur. Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini
menunjukkan kebudayaan bahari purbakala. Replika bahtera yang dibuat
berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak
di sebelah utara Borobudur.
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina
dalam bahasa Jawa Kuno yang berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya
ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-
relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan
berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah
kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa
sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak
candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa
benar.
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai
berikut :

9
Karmawibhangga

Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0 sudut


tenggara).
Candi Borobudur, sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief
yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum
karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran mengenai
karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief tersebut bukan
merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu
cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi
gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan
diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan
merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati
(samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah
yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan. Kini hanya bagian tenggara yang
terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung. Foto lengkap relief Karmawibhangga
dapat disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara.
1. Lalitawistara

Pangeran Siddhartha Gautama mencukur rambutnya dan menjadi pertapa.

10
Pangeran Siddhartha Gautama mencukur rambutnya dan menjadi pertapa,
merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi
bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha
dari surga Tushita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat
kota Banaras. Relief-relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan,
setelah melampaui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi
timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di surga maupun di
dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang
Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang
Buddha di arca pada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan
Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura,
yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai
Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti
"hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
2. Jataka dan Awadana

Untaian cerita Jataka dan Awadana.


Jataka adalah berbagai cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan
sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan-
perbuatan baik, seperti sikap rela berkorban dan suka menolong yang
membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Beberapa kisah
Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah yang melibatkan tokoh satwa yang
bersikap dan berpikir seperti manusia. Sesungguhnya, pengumpulan jasa atau
perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ke tingkat ke

11
Buddha-an. Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan
tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya
dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan
kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur
Jataka dan Awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan
yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang
Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura
yang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
3. Gandawyuha

Relief yang menceritakan sosok Sudhana.


Gandawyuha merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke 2,
adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya
mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana.
Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha
Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan
cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.
4. Arca Buddha

Sebuah arca Buddha di dalam stupa berterawang.

12
Selain wujud buddha dalam kosmologi buddhis yang terukir di dinding, di
Borobudur terdapat banyak arca buddha duduk bersila dalam posisi teratai serta
menampilkan mudra atau sikap tangan simbolis tertentu. Patung buddha dengan
tinggi 1,5 meter ini dipahat dari bahan batu andesit. Patung buddha dalam relung-
relung di tingkat Rupadhatu, diatur berdasarkan barisan di sisi luar pagar langkan.
Jumlahnya semakin berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar langkan pertama
terdiri dari 104 relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88 relung, baris
keempat 72 relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total terdapat 432 arca
Buddha di tingkat Rupadhatu. Pada bagian Arupadhatu (tiga pelataran melingkar),
arca Buddha diletakkan di dalam stupa-stupa berterawang (berlubang). Pada
pelataran melingkar pertama terdapat 32 stupa, pelataran kedua 24 stupa, dan
pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya total 72 stupa. Dari jumlah asli
sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah rusak (kebanyakan tanpa kepala)
dan 43 hilang (sejak penemuan monumen ini, kepala buddha sering dicuri sebagai
barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar negeri). Secara sepintas semua arca
buddha ini terlihat serupa, akan tetapi terdapat perbedaan halus diantaranya, yaitu
pada mudra atau posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra yaitu Utara,
Timur, Selatan, Barat, dan Tengah, semua berdasarkan lima arah utama kompas
menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat mudra yaitu
Utara, Timur, Selatan, dan Barat, dimana masing-masing arca buddha yang
menghadap arah tersebut menampilkan mudra yang khas. Arca Buddha pada
pagar langkan kelima dan arca buddha di dalam 72 stupa berterawang di pelataran
atas menampilkan mudra yaitu Tengah atau Pusat. Masing-masing mudra
melambangkan lima Dhyani Buddha, masing-masing dengan makna simbolisnya
tersendiri.

13
C. Usaha Melestarikan

Candi Borobudur sebagai World Class Cultural Heritage perlu dijaga


kelestariannya.

Pihak pengelola terus berupaya menjaga kelestarian dengan selalu


menekankan kan kebersihan di lingkungan Candi Borobudur. Hal ini dapat dilihat
dengan penyediaan fasilitas bak sampah disertai himbauan yang tak kunjung henti
dilakukan agar pengunjung senantiasa menjaga kebersihan di atas monument
candi. Setidaknya puluhan unit bak sampah ditempatkan di beberapa titik diatas
candi, sehingga memudahkan akses pengunjung untuk membuang sampah.
Petugas diatas monument candi juga siap siaga menjaga, mengamankan sampah
yang tak sengaja tercecer, dibuang ke dalam bak sampah. Selain itu, pihak
pengelola juga terus memberikan peringatan berupa larangan bagi pengunjung
yang memanjat bahkan naik ke atas stupa. Hal ini untuk tetap menjaga konstruksi
batu candi utamanya pasca bencana erupsi Merapi setahun silam.
Sejak lantai 8, 9 & 10 Candi Borobudur dibuka kembali pada 22
September 2011 lalu, pengaturan jumlah pengunjung yang naik ke tiga lantai
teratas tersebut mulai dibatasi. Pengunjung dibatasi sejumlah 82 orang dalam
waktu maksimal 15 menit secara bergantian. Hal ini diberlakukan untuk menjaga
kelestarian Candi Borobudur terutama pasca bencana erupsi Merapi. Hingga saat
ini Candi Borobudur masih terus menerus melakukan kegiatan recovery. Terkait
berbagai hal yang

14
disampaikan UNESCO, pengelola Taman Wisata Candi Borobudur akan
melakukan upaya-upaya filterisasi lebih ketat lagi, terutama pengaturan bagi
pengunjung yang membawa makanan ataupun minuman dalam volume besar.
Pengelola akan menyediakan jasa penitipan barang di sekitar pos sarungisasi
untuk menitipkan makanan/minuman pengunjung dalam jumlah besar. Hal ini tak
bermaksud mengekang dan membatasi kebebasan berwisata pengunjung, tapi
semata-mata sebagai sebuah bentuk pelestarian & penghargaan terhadap Candi
Borobudur sebagai World Class Cultural Heritage dan upaya pelestariannya.
“Harapan kami, Candi Borobudur dapat tetap menyandang predikat Warisan
Budaya Dunia, sebuah amanah yang selayaknya kita jaga bersama”, kata Pujo
Suwarno, Kepala Unit Taman Wisata Candi Borobudur.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Candi Borobudur yang terletak di Yogyakarta Jawa Tengah memiliki
banyak candi yang berbeda-beda bentuk bangunannya. Dan sekarang candi
tersebut sudah diketahui banyak orang dari mulai bangsa Indonesia sendiri
sampai luar negeri. Wisatawan pun sudah banyak yang berkunjung langsung
ke candi Borobudur.

B. Saran
Lestarikan dan kembangkan potensi warisan budaya, agar Candi
Borobudur sebagai peninggalan bersejarah yang tidak ternilai harganya ini,
mampu memaksimalkan potensi. Sebaiknya upaya-upaya yang dilakukan
pemerintah untuk menjaga dan melestarikan Candi Borobudur tersebut tetap
menjadi daya tarik terutama dari segi kepariwisataan, arkeologi dan ilmu
pengetahuan.
Dengan diajukannya makalah ini, kami menyadari bahwasannya
makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu semua, kami sangat
senang apabila ada yang memberikan saran yang bersifat membangun.

16
DAFTAR PUSTAKA

Lolomsait, Anika. 2019. Makalah Candi Borobudur. Scribd.


(https://id.scribd.com/document/432357622/Makalah-Candi-
Borobudur )

Handoko, Bambang Dwi. 2022. Makalah Candi Borobudur. Studocu.


(https://www.studocu.com/id/document/sekolah-tinggi-ilmu-ekonomi-
66-kendari/akuntansi/candi-borobudur-makalah/33489998 )

17
18

Anda mungkin juga menyukai