Jurnal
Oleh:
DESRI SYAHPUTRI TANJUNG
NIM 3142121026
Desri Syahputri Tanjung. NIM 3142121026. “THE ROLE OF THE KING SANG
NAUALUH DAMANIK IN DEVELOPMENT ISLAMIC RELIGION IN
PEMATANGSIANTAR CITY (1901 – 1913)”. Essay From History Departmen Study
Program S1, Faculty Of Society State University Of Medan. 2018
This research aims to know the role of the king Sang Naualuh Damanik in Development
Islamic Religion in Pematangsiantar City (1901 – 1913).
The research methods used history with qualitative data. Data colection technic done by get
the information and the history from the books or related literature about the king Sang
Naualuh Damanik and to get information orally, like from The Family of Siantar Kingdom,
The Foundation of King Sang Naualuh Damanik, The Foundation of Simalungu Museum,
and the society of Pematang Village.
The research result revealed that Islamic Religion is scattered in Simalungun area in the early
1850. It proved by the note of Zending, mentioned that 1850 the royal family of Bandar
(Downstream of Siantar) become a Moeslim, followed by the society of Bandar and the
leader of adat. Islamitation in Pematangsiantar find the way when the the king Sang Naualuh
Damanik become Moeslim in 1901. When the king Sang Naualuh Damanik become a
Moeslim, the effect of that Islam is gowing in Siantar City. In the Siantar culture society, the
position of the king is really high. Because the king is the inkarnation of God, so if the people
follow the king they will be accepted the kindness.
There are 2 problem of Islamic religion scattered process in Siantar city. First there are to
much people still believe their own reliogion (called Parbegu), Two the christianization effort
by the Dutch to depose the king from the position. In the 1905 The King Sang Naualuh
Damanik was captured by the Dutch, and the king exiled to the Bengkalis, Riau
Sejarah lokal selalu punya daya tarik sendiri untuk diteliti. Daya tarik inilah yang
menjadi latar belakang penelitian ini. Daya tarik akan kehidupan lokal Simalungun,
khususnya Pematangsiantar menjadi alasan kuat penelitian ini. Sebagai putra/putri daerah
adalah suatu keharusan untuk mengetahui sejarah dan kebudayaan yang pernah ada di sekitar
Simalungun merupakan daerah yang sudah memiliki pemerintahan lokal, hal ini
dibuktikan dengan adanya beberapa kerajaan yang berdiri dan berkembang di wilayah
Simalungun. Agustono (2012: 41) menyebutkan bahwa daerah Simalungun memiliki tujuh
buah kerajaan yang berkembang. Kerajaan itu antara lain; Kerajaan Siantar, Kerajaan Tanoh
Jawa, Kerajaan Dolog Silau, Kerajaan Panai, Kerajaan Raya, Kerajaan Purba dan Kerajaan
Silimahuta. Wilayah seluruh kerajaan ini terhampar luas dan berbatasan langsung dengan
Acehm Danau Toba dan Selat Malaka. Maka, apabila dibandingkan dengan wilayah
Kabupaten Simalungun saat ini jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan wilayah pada
Kerajaan Siantar merupakan salah satu Kerajaan tertua di Simalungun yang beribukota di
Melayu seperti daerah Batubara dan Asahan. Wilayah pesisir Melayu sudah mendapat
pengaruh Islam terlebih dahulu, sehingga Islam bukanlah hal asing bagi masyarakat Siantar.
Sumatera bagian utara terutama di daerah pesisir. Negeri Melayu di pesisir merupakan basis
penganut Islam yang di kenal taat. Islamisasi ini kemudian menjangkau daerah Simalungun,
salah satunya adalah daerah Pematangsiantar yang merupakan ibukota dari Kerajaan Siantar.
menjadikan proses Islamisasi di daerah Simalungun jauh lebih sulit, dibandingkan proses
Islamisasai pada daerah Pesisir; seperti Batubara. Dengan demikian ajaran Islam tidak
tersebar secara efektif mengakibatkan Islam sulit diterima dan dengan mudah nya ajaran
perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat Simalungun dengan masyarakat pesisir terjadi
interaksi sehingga Islam masuk dengan mudahnya melalui proses ini. Awal mula Islam
masuk di daerah Bandar kemudian semakin berkembang di Kerajaan Siantar dan Kerajaan
Tanah Jawa. Bandar merupakan bagian dari Kerajaan Siantar, sehingga dengan mudahnya
di tanah Simalungun. Puncak keemasan terjadi pada dasawarsa 1900-an, seorang Raja Siantar
Bona memutuskan untuk menjadi pemeluk Islam. Raja Siantar, Raja Sang Naualuh Damanik
sudah lama tertarik dengan Islam, dan akhirnya secara resmi memeluk agama Islam pada
tahun 1901.
Biasanya seorang Raja ataupun Kepala Adat yang masuk Islam langkahnya akan diikuti
seorang Raja untuk menjadi penganut Islam merupakan salah satu peran yang dilakukan oleh
Raja Sang Naualauh. Adapun peranan lainnya yang diakukan Raja Sang Naualuh Damanik
dalam pengembangan agama Islam merupakan latar belakang dalam penelitian ini.
Peneliti mengambil rentan waktu 1901 – 1913 dikarenakan pada tahun 1901 inilah
dimulainya era Raja Sang Naualuh Damanik menjadi Raja Siantar yang memeluk Islam
sehingga lebih efektif dalam meneliti peranan apa saja yang dilakukan Raja Sang Naualuh
dalam pengembangan agama Islam di Pematangsiantar. Sedangkan diakhiri pada tahun 1913
dikarenakan pada masa ini adalah tahun wafatnya Raja Sang Nauauh Damanik. Rentan waktu
yang diambil penulis juga merupakan rentan waktu pada Era Kebangkitan Nasional sehingga
peneliti ingin mencari relasi perkembangan agama Islam di Pematangsiantar dengan
Kebangkitan Nasional.
II. PEMBAHASAN
a) Islamisasi Pematangsiantar
Sepanjang eksistensinya, Islam sebagai sebuah agama telah menorehkan tinta emas
dalam sejarah umat manusia sejak 14 avad silam. Salah satu faktor yang mendorong Islam
berkembang menjadi agama besar dan berpengaruh di dunia adalah penyebaran nya yang
sangat cepat. Di Nusantara Islamisasi berlangsung dengan sangat mudah. Berbagai suku
pribumi yang sebelumnya menganut kepercayaan nenek moyang asli maupun Hindu-Buddha
secara berangsur-angsur menerima Islam sejak abad ke-7. Lagipula ajaran Islam
menghendaki para penganutnya untuk menyebarkan agama lebih luas lagi. Oleh karena itu
siapapun boleh menjadi da’i (pendakwah). Dakwah yang dilakukan bersifat damai tanpa ada
paksaan sehingga berhasil menjadikan Islam agama yang begitu kuat di Nusantara
“...... da’i Islam adalah Islam itu sendiri. Akidah dan syari;at yang ada didalam
agama tersebut telah menarik manusia untuk memasukinya. Untuk kemudian
tanpa dikurangi, Islam akan memberikan segala hal kepada orang yang
memasukinya”. (Al-Qaradhawi, 2013: 207)
Sumatera bagian Utara terutama pesisir. Negeri-negeri Melayu di pesisir timur merupakan
basis penganut Islam yang dikenal taat. (Zaki, Adam: 2014) menjelaskan bahwa Mudahnya
1. Dakwah Islam dilakukan secara dami dan tidak mengandung unsur paksaan bagi
3. Keimanan dalam ajaran Islam bersifat dogmatik terutama wajib mengimani kebenaran
mutlak dari Tuhan yang suit dicerna dengan logika manusia, sehingga kesucian dan
kepercayaan asli nenek moyang atau disebut juga sebagai “agama suku”. Agama suku yang
dianut oleh penduduk wilayah Pematangsiantar dikenal dengan istilah Habonaron Do Bona
Catatan Zending menyebutkan pada tahun 1850 sudah ada penduduk di wilayah
bangsawan Simalungun yang menjadi penganut agama Islam terutama di Bandar (Sianar
Hilir) yang berada dekat dengan wilayah pemukiman orang Melayu. Islam itu awalnya dari
Batubara disebelah Timur pedalaman Simalungun dan makin meluas ke Kerajaan Siantar dan
Pada tahun 1901 Raja Siantar, Sang Naualuh Damanik menjadi pemeluk Agama
Islam. Raja dengan giat menjalanka syiar Islam kepada rakyatnya yang masih bergama suku.
Berkat bantuan Raja agama Islam kemudian di dakwahkan keseluruh penjuru wilayah
Kerajaan Siantar. Raja juga dikenal bijaksana dalam menjalin dan merawat hubungan dengan
para ulama. Mengikuti jejak Sang Naualuh ada beberapa kepala adat yang menjadi pemeluk
Islam. Biasanya jika seorang kepala adat yang masuk Islam langkahnya akan diikuti oleh
kepala-kepala dibawahnya atau rakyatnya. Dengan cara ini agama Islam semakin meluas
tersebar.
banyaknya masyarakat Pematangsiantar yang masih memeluk agama suku serta adanya
Belanda. Hal yang membuat pemerintah Belanda khawatir dengan perkembangan Islam
adalah spirit ke-Islaman yang bisa muncul kapan saja dari para penganutnya yang
dengan Misionaris adal Jerman Rheinische Missions Gesellschaft (RMG) adalah untuk
penyebabnya adalah Islam telah dianut cukup kuat oleh penduduk disana, sehingga upaya
menarik perhatian penduduk Siantar kepada Agama Kristen tidak mengalami keberhasilan.
Hal ini juga disebabkan karena penguasa Siantar Raja Sang Naualuh Damanik adalah
Kabar masuk Islamnya Raja Sang Naulauh Damanik sangat disesalkan oleh pihak
kolonial Belanda yang kerepotan dengan kekuatan Islam. Untuk mengubah situasi tersebut,
pemerintah kolonial Belanda mengutus kontrolir agar membujuk Raja masuk Kristen, Namun
hal ini secara tegas ditolak oleh sang Raja yang telah kukuh dengan keimanan nya. Tidak
sampai disitu, Belanda mencipatakan tekanan dan intrik politik untuk menjatuhkan sang Raja.
Upaya menjebak dan mencari kesalahan sang raja ternyata gagal. Disamping itu, pemerintah
kolonial juga memberi ancaman penjara kepada para ulama agar tidak lagi menyebarkan
Upaya pemerintah kolonial Belanda untuk menjatuhkan san Raja dari tahtanya terus
berlanjut. Dengan licik, Belanda melontarkan tuduhan bahwa sang raja menguasai istri orang
dan memiliki wanita simpanan lain serta tidak berbuat adil dalam menyelesaikan persoalan
istri dan suami yang sedang bersengketa. Selain itu, pihak kolonial Belanda juga menuduh
Raja tekah mencoba meracuni aparat pemerintahan kolonial dan mandor kecil di perkebunan.
Dengan alasan tersebut Belanda merasa berhak untuk menangkap dan menahan Raja atas
Dengan kata lain, konspirasi yang diciptakan pihak kolonial Belanda berhasil
mengurung Raja dengan alasan tindakannya sangat mengancam keamanan dan ketertiban di
Simalungun. Pada akhirnya pemerintah kolonial Belanda menangkap dan mengasingkan Raja
Sang Naualuh Damanik ke Bengkalis, Riau. Islamisasi merupakan ancaman serius yang dapat
Utara.Serangkaian upaya Kristenisasi yang diupayakan oleh para Misionaris Kristen atas
kemauan pemerintah untuk merobohkan keimanan penduduk Siantar yang beragama Islam
Raja Siantar, Raja Sang Naualuh Damanik sudah lama tertarik dengan Islam, dan
akhirnya secara resmi memeluk agama Islam pada tahun 1901. Biasanya seorang Raja
ataupun Kepala Adat yang masuk Islam langkahnya akan diikuti oleh kepala-kepala
dibawahnya ataupun rakyat-rakyatnya. Dengan langkah yang diambil seorang Raja untuk
menjadi penganut Islam merupakan salah satu peran yang dilakukan oleh Raja Sang
Naualauh.
Rupanya persentuhan nya dengan monotheisme Islam yang diajarkan pedagang Islam
dari luar tanah Simalungun menimbulkan kesan mendalam pada sosok kepemimpinan Sang
Naualuh Damanik. Saripati kebenaran dan keadilan dalam semangat hidup manusia
Simalungun Habonaron do Bona dan kebenciannya yanng teramat sangat kepada kaum
penjajah Belanda yang dinilai jauh dari sikap manusia beradab yang menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia merdeka, telah membawanya kepada kesadaran bahwa Islam adalah
agama yang paling pas untuk pribadi Sang Naualuh Damanik. Kekaguman dengan ajaran
Islam dengan sikap rendah hati, pola hidup teratur, bersih dan disiplin serta jihad fii sabilillah
menentang kemungkaran dan ketidakadilan oleh penguasa kulit putih yang kebetulan
beragama Kristen meneguhkan hatinya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan
1906) proyek pembangunan yang dikerjakan rakyat Siantar atas arahan Raja Sang Naualuh
1. Membangun rumah adat di kampung Rambung Merah sebagai pusat latihan pertanian.
Ditempat ini rakyat bergotong royong (marharoan) dan saling membantu mengerjakan
lahan masing-masing (marsialop ari) atas bimbingan dari Raja Sang Naualuh.
2. Seriring dengan peningkatan aktifitas ekonomi dari pantai timur Sumatera melalui kota
Perdagangan di hilir Sungai Bah Bolon yang mengalir ke Selat Malaka, Raja Sang
setapak menjadi jalan yang bisa dilalui kereta kuda dari Perdagangan sampai ke Tiga
Siattar, pasar mingguan yang dibangun Raja Sang Naualuh di Pematangsiantar. Barang
niaga yang masuk pada masa itu adalah barang-barang pecah belah, sepertikeramik dari
ina seperti pinggan, mangkuk, mata uang, senjata api (kebanyakan dari Pedagang
Portugis) seperti meriam, bedil (bodil panguras, bodil sitenggar), alat-alat musik seperti
gong, genggong dan lain-lain. Gara, dan alat rumah tangga lainnya juga biasa
didatangkan dari Batubara. Sementara lada banyak dijual kepada pengumpul dari Eropa.
Pada masa itu lada adalah produk pertanian yang mahal harganya dan banyak
3. Mendirikan rumah adat di Kampung Naga Huta sebagai pusat pengajian agama Islam.
rambut selebar tiga jari diatas kepala yang disebut pangkas hushus dan menjaga
6. Menganjurkan rakyat Siantar untuk memelihara kuda dengan sistem mamahan huda.
Dengan sistem ini, pemilik kuda merelakan kudanya untuk dipelihara orang lain, dan
anak kuda yang dipeliharanya menjadi milik si pemelihara (pamahan huda). Pada masa
itu kuda sangat dibutuhkan sebagai sarana transportasi dan tunggangan prajurit Siantar.
Siantar yang adil, arif dan dermawan yang peduli dengan penderitaan rakyatnya. Cinta
dengan akar budaya leluhurnya, terlebih lagi kukuh dengan agama nya yang sangat dibelanya
sampai mati. Beliau rela meninggalkan Siantar, meninggalkan tahta dan rumahnya sendiri,
rakyat dan semua yang dia miliki dirampas oleh pihak penjajah, karena keteguhannya dengan
prinsip habonaron do bona, keteguhan degan posisinya sebagai partongah Siantar, pemegang
mandat sang dewata (Allah Subhana Wataala) untuk mewujudkan keadilan, kebenaran dan
kejujuran serta kemaslahatan dan kemakmuran ditengah-tengah fungsi dan kedudukan nya
sebagai raja Siantar, pelindung Agama Islam dan Kepala Adat Simalungun.
Siantar, berbagai cara telah dilakukan oleh pihak kolonial. Namun demikian tida satupun
perkara yang dituduhkan tersebut dapa dibuktikan dengan baik sehingga Raja Sang Naualuh
Pada bulan Mei 1905 Tuan Dolok Malela meninggal setelah kembali dari pertemuan
menunjukkan bahwa Tuan Dolok Malela Damanik meninggal karena keracunan. Hal serupa
juga dialami oleh Kontrolir Karthaus, yang jatuh sakit setelah mengadakan perjalanan
inspeksi bersama Westenberg. Meskipun Westenberg merasakan sakit itu, tapi kondisi
Karthaus jauh lebih parah. Disamping mereka berdua, Tengku Busuh, Baginda Arab, dan
seorang mandor kecil bernama Mohammad Taib, juga sakit akibat keracunan. Mereka
menderita setelah minum air kelapa yang disediakan oleh orang-orang Siantar. Westenberg
kemudian melaporkan masalah ini dan mengatakan bahwa Sang Naualuh perlu dicurigai.
Pada bulan September 1905, Westenberg berunding dengan Residen Ballot bahwa
Sang Naualuh harus segera diturunkan dari tahta Kerajaan Siantar dan segera ditahan. Ballot
menyampaikan hal ini kepada Gubernur Jenderal J.B van Heutsz dengan melaporkan bahwa
Sang Naualuh adalah sosok yang membahayakan kondisi keamanan dan ketertiban di
wilayah Simalungun. Selama ini Sang Naualuh menjadi penghambat utama penegakan
wibawa pemerintahan kolonial di wilayah itu. Laporan yang terpenting adalah bahwa Sang
Pada September 1906 keputusan untuk mengirim Sang Naualuh dikeluarkan, Sang
Naualuh secara resmi ditetapkan sebagai tahanan negara yang dibuang ke ibukota Afdeeling
Bengkalis. Belanda belum puas dengan dibuangnya raja Sang Naualuh ke Bengkalis,
Damanik, Tuan Raja Tongah, Tuan Sawadim Damanik dan Tuan Torialam Damanik. Dari
beberapa tokoh yang dipanggil Westenberg menyimpulkan bahwa yang paling layak
Raja Sang Naualuh Damanik ditangkap Belanda pada tahun 1904 dan dibuang ke
Bengkalis pada tahun 1906 setelah menjalani masa tahanan di Medan. Dari Pematangsiantar
rombongan raja Siantar dengan kawalan pasuka Belanda dibawa ke Medan kemudian dikirim
ke Bengkalis.
SILSILAH KETURUNAN LANGSUNG DAN
RAJA DI KERAJAAN SIANTAR
Juanda Raya (2011: 164)
Raja Na Martuah
Raja Ramajin
Raja Na Maringis
Raja Pangarujung
Raja Na Longah
Raja Napitung
Raja Na Martuah II
Raja Saduraja
Simalungun-FIB USU.
Al-Qaradhawi, Yusuf. 2013. Distorsi Sejarah Islam. Jakarta: Buku Islam Ulama
Amstrong, Karen. 2002. Sejarah Tuhan; Kisah 4.000 Tahun Pencarian Tuhan dalam Agama-
Gultom, Ibrahim. 2010. Agama Malim di Tanah Batak. Jakarta: Bumi Aksara.
Kartodirdjo, Sartono. 2016. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Yogyakarta:
Ombak
Marihandono, Djoko & Juwono, Harto. 2009. Perlawanan Sang Nahualuh: Sejarah
Akademia
Raya, Juanda & Damanik, Erond. 2011. Kerajaan Siantar dari Pulou Holang ke Kota
Scharf , Betty R.. 1995. Kajian Sosiologi Agama. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Sinar, Tengku Lukman. 1981. Tuhan Sang Nahualu, Raja Siantar. Seminar Sejarah Nasional
Sinar, Tengku Lukman. 2006. Bangun Runtuhnya Kerajaan Sumatera Timur. Medan:
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Tiderman, J. 1922. Simoeloengoen:Het Land der Timoer Bataks in Zijn Ontwikling tot Een
Deel van het Kulturgebied van de Ooskust van Sumatra. Leiden: Stamdruskkerij Louis
H. Beeherer
Yatim, Badri. 2005. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Bharuddin. Institusi Raja dan Peranannya Terhadap Penyebaran Islam di Alam Melayu
Suprayitno. 2012. Islamisasi di Nusantara: Studi tentang Batu Nisan di Kota Rantang dan
Zaki, Adam. 2014. Sejarah Masuk dan Perkembangan Islam di Kota Pematangsiantar.