Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TERBENTUKNYA JARINGAN NUSANTARA DAN KEGIATAN


PERDAGANGAN

Disusun Oleh
 Lalah Widia
 Amelia Nur Adia
 Riski Fitriani
 Sintya Firnanda

2020 /2021
KATA PENGANTAR

Dengan Mengucapakan Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, atas kehendak nya kami
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “TERBENTUKNYA JARINGAN
NUSANTARA DAN KEGIATAN PERDAGANGAN“. Meskipun banyak sekali
kekurangan dan kesalahan didalamnya, namun saya berharap bisa memberikan
sedikit pengetahuan tentang hal yang kami tulis ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada

pembaca. Saya menyadari bahwa dalam penuliasan makalah ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu Saya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun. Dan semoga  makalah ini dapat bernmanfaat bagi pembaca.

April 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................ 13
B. Saran....................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Asia tenggara telah mengenali system pelayaran dan
perdagangan sejak ribuan tahun lalu silam. Ada istilah bahwa nenek moyang
nusantara adalah seorang pelaut, bahkan kata – kata itu sempat saja dibuat
lagu untuk anak – anak dan bahkan saya masih ingat tentang lagu itu. Isitilah
nenek moyang nusantara adalah seorang pelaut yang didukung dengan
keadaan Indonesia yang jika kita lihat memang wilayahnya lebih luas airnya
ketimbang daratanya.
Pelayaran para nenek moyang nusantara bisa dikatakan ekstrem, jika
kita mendengar tentang Colombus yang menyebrangi samudra atlantik dan
menemukan benua amerika tahun 1492 atau Fasco de gama yang menjelajahi
dunia timur pada 1498 mereka semua berkelana menggunakan kapal – kapal
yang besar dan bisa dikatakan kapal yang seimbang untuk mengarungi kejam
dan kerasnya dunia samudra jika bisa kita lihat dalam video – video di
Internet pada saat ini.

Para pelaut Indonesia biasa menggunakan perahu yang tidak bisa


dikatakan besar bahkan kecil untuk mengarungi sebuah samudra yang luas,
memakai cadik sebagai penyeimbang baik yang ganda maupun yang tunggal.
Bahkan kapal-kapal bercadik tidak hanya untuk pelayaran antar pulau yang
ada di Indonesia, tetapi untuk pelayaran ke India dan Madagaskar yang
bahkan jika kita lihat dalam peta itu sangat jauh sekali. Dalam pelayaran ke
timur, para pedagang-pelaut Nusantara di jaman bahari bisa mencapai Hawai
dan Selandia baru yang berjarak lebih dari 2000 mil Secara geografis letak
kepulauan Nusantara juga sangat strategis dalam konteks perdagangan laut
internasional antara dunia barat dan dunia timur. Dunia Barat atau bangsa

1
eropa dalam hal ini mencakup kawasan dagang yag berada di sebelah barat
selat malaka seperti India, Persia, Mesir, dan beberapa Negara Eropa.
Sedangkan dunia Timur mencakup kawasan di sebelah timur seperti Selat
Malaka, Cina, Jepang, Filipina, dan sebagainya. Dalam hal ini Indonesia
memiliki letak yang strategis karea terletak di tengah-tengah kawasan ini dan
sekaligus selama berabad-abad mengontrol Selat Malaka sebagai kunci
perdagangan laut antara barat dan timur.

Bahkan pada perkembangannya seperti yang kita ketahui selat malaka


berhasil dikuasai oleh salah satu kerajaan dari Nusantara yaitu Sriwijaya dan
majapahit. Perdagangan selalu merupakan hal yang vital bagi Asia Tenggara.
Karena sifat uniknya yang dapat dijangkau lewat lalu lintas laut dan
menguasaai jalur maritm antara Cina (pasaran internasional yang terbesar
sepanjang catatan sejarah) dan pusat – pusat pemukiman penduduk seperti
India, Timur Tengah, dan Eropa, wilayah dibawah angin ini sudah barang
tentu selalu terpengaruh oleh makin cepatnya perdagangan maritime
internasional. Produknya yang berupa cengkeh, pala, kayu cendana, kayu
sapan, kamper, dan pernis mendapatkan pasaran sejak zaman Romawi dan
Han.

Banyak bukti mengenai perdagangan maritime yang dilakukan oleh


bangsa Indonesia. Khususnya kerajaan – kerajaan yang mempunyai kota
pelabuhan besar seperti kerajaan Sriwijaya yang juga dikenal sebagai Negara
Maritim dikarnakan letaknya yang strategis. Pengertian kata maritime dalam
KBBI adalah berkenan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan
perdagangan di laut, lalu arti kemaritiman sendiri adalah hal – hal yang
menyangkut masalah maritime. Dari pengertian tersebut berarti maritime
membahas mengenai laut, pelayaran dan perdagangan.

2
Perdagangan Nusantara adalah masa dimana perkembangan dimana
banyak kerajaan – kerajaan berlomba untuk memenuhi kepentingan ekonomi
dan kemamkmuran mereka selain mengandalkan apa yang mereka miliki
seperti bercocok tanam, beternak hewan baik yang ada di perairan ataupun di
daratan. Maka dari itu untuk memenuhi dan melebihkan yang namanya pundi
– pundi kekayaan mereka melakukan yang namanya perdagangan.
Perdagangan itu yang awalnya hanya dilakukan disekitaran daerah nusantara,
lama kelamaan meluas ke daerah lain untuk menambah kekayaan bahkan
hingga ke wilayah Asia yang dalam konteks notabenenya bukan wilayah
kekuasaan kerajaan Nusantara
B. Rumusan Masalah
a) Apa asal muasal Indonesia menjadi pusat Perdagangan ?
b) Kerajaan apa saja yang menjadi pelopor dari kemajuan Indonesia
sebagai Negara Maritim?
c) Mengapa Indonesia menjadi Pusat perdagangan ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Dimulainya Perdagangan Jalur Laut


Sebelum adanya perdangan antar bangsa yang menggunakan jalur laut
ataupun darat, mereka melakukan metode saling tukar menukar apa yang
dibutuhkan (barter) dengan antar daerah. Hingga perkembangan ekonomi
yang terjadi antar bangsa – bangsa dengan melakukan perjalanan melalui jalur
darat yang pada saat itu disebut jalur sutera. Mengapa jalur tersebut
dinamakan jalur sutera? Hal itu dikarnakan komoditas yang dilakukan oleh
Negara cina (yang sangat gencar pada perdagangan saat itu) adalah kain sutra.
Sebenarnya jika ingin membahas yang namanya perdagangan, ada
baiknya jika menyinggung sedikit dengan yang namanya perdagangan namun
dengan jalur darat yang dinamakan jalur sutra (bisa dilihat jalur perjalanannya
melalui peta di halaman – halaman online). Nama jalur sutra ini didasarkan
karna komoditi barang yang diperjual belikan memang sangat banyak sutra
ketimbang barang yang lain seperti kayu manis, cassia, jade, kamper, dan juga
produk dari cina lainya. Jalur sutra sendiri bisa disebut sebagai jembatan
perdangan antara bangsa tiongkok dengan bangsa barat karna memang dalam
hal ini jalur sutra sangatlah memberikan efek yang sangat besar dengan yang
namanya perdagangan pada awal perdagangan di dunia pada saat itu.
Namun berbagai permasalahan terjadi dalam penggunaan jalur darat
lama kelamaan, permasalahan yang terjadi saat menggunakan jalur darat
adalah jika perpindahan dari Asia ke Eropa barang tersebut dikirim bukan
oleh 1 pengirim melainkan berganti – ganti disetiap titik yang telah
ditentukan, serta butuh pengamanan karna pada saat itu memang sudah
banyak terjadinya penjarahan. Hal itu yang membuat harga rempah dari asia

4
ke eropa sangatlah mahal. Hal itu lah yang membuat perubahan dari darat ke
laut. Berkembangnya jalur perdagangan lewat laut tersebut disebabkan karena
beberapa faktor. Menurut Burger (1962: 1415) pertama, permintaan barang
mewah (emas) dari Timur sangat besar. Kedua, permintaan emas oleh India
pada waktu itu pindah ke Timur, karena Siberia jalur dagangnya rusak akibat
perpindahan bangsa besar-besaran. Ketiga, ada kapal laut besar (jung-jung)
yang bisa mengangkut 600-700 orang sekaligus. Keempat, tiupan angin
musim yang berpola telah ditemukan oleh para pelaut.
Selain itu Semakin berkembangnya pedagangan jalur laut juga tidak
lepas dari mulai perlahan berkurangnya minat para pedagang untuk melalui
jalur darat. Jalur tersebut disinyalir sudah tidak aman lagi karena sering terjadi
gangguan berupa tindak kejahatan, sehingga perlahan mulai ditinggalkan.
Hingga lebih diutamakan yang namanya jalur laut karna jika dikira – kira itu
lebih aman dan lebih menguntungkan. Dan menggantikan penggunaan jalur
darat secara perlahan – lahan hingga saat ini menjadi jalur laut.
B. Asal Muasal Indonesia Menjadi Jalur Perdagangan
Indonesia sebagai suatu Negara bisa dibilang berbeda dengan Negara
lain, sebagai Negara yang diapit oleh dua benua yaitu benua Asia dan
Australia serta dua samudra yaitu hindia dan pasifik. Menjelaskan keadaannya
bisa dibilang sebagai suatu Negara yang berdiri di tengah – tengah suatu jalur
perjalanan air. Hal itu memang benar saja, Negara yang memiliki daerah
luasnya ini dipisahkan dengan laut membuat daerah – daerahnya terpencar –
pencar membuat harusnya dilakukan yang namunya pelayaran untuk
mengurus atau mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Karna keadaan
Indonesia yang terpisah – pisah hingga sekarang, satu – satunya cara agar bisa
berhubungan pada zaman itu adalah dengan yang namanya pelayaran untuk
mencapai suatu tujuan disana. Ditilik dari segi geografis, wilayah Nusantara
merupakan kawasan kepulauan. Dalam wilayah yang demikian ini, laut yang
berada di antara pulau-pulau itu, memiliki fungsi yang sangat vital sebagai

5
jembatan penghubung, bukan merupakan pemisah. Dengan demikian
penguasaan terhadap laut merupakan suatu keharusan bagi penduduk yang
menghuni pulau-pulau ini.
Kondisi semacam ini membentuk mereka sebagai manusia yang akrab
dengan kehidupan laut. Laut dengan segala dinamikanya bukan merupakan
suatu yang asing bagi mereka. Namun seperti yang saya sampaikan pada
sebelumnya bahwa Indonesia itu berbentuk sebagai kerajaan pada awal abad
masehi, sifat kerajaan pada umumnya adalah menjalin hubungan untuk
memenuhi suatu keinginan, namun selain keinginan untuk menjalin hubungan
kegiatan agar roda perekonomian kerajaan bisa menambah dan makin
bertambah. Maka yang dilakukan adalah perdagangan, perdagangan yang
awalnya untuk memenuhi suatu kebutuhan lama kelamaan menjadi suatu
hubungan dekat yang terjadi, baik itu untuk sesama Kerajaan yang ada di
Indonesia ataupun kerajaan lain yang berada diluar Indonesia.
Indonesia yang kaya akan banyaknya kerajaan dikarnakan juga
banyaknya suku di Indonesia menjadi salah satu Negara yang berdiri dengan
kerajaan dan tidak beda dengan beberapa Negara yang ada di benua barat
dengan kerajaan – kerajaan nya masing – masing. Karna pada saat itu belum
terbentuknya suatu Negara, maka kerajaan – kerajaan yang ada diNusantara
memiliki pemimpin sendiri, system pemerintahan serta bagaimana mereka
bisa mengurus dan memenuhi kebutuhan mereka bagi masyarakat mereka.
Ada berbagai kerajaan yang ada di Indonesia baik yang menetap dekat laut
seperti sriwijaya yang juga disebut sebagai kerajaan atau Negara bajak laut
yang memenuhi kebutuhannya dengan dunia kemaritiman dan juga kerajaan
yang berada di pedalaman yaitu majapahit (yang nantinya bisa meluas hingga
memanfaatkan dunia kemaritiman) yang juga sebagai kerajaan agraris.
Dengan ini masing – masing kerajaan pasti memiliki penghasilan yang
berbeda dengan kerajaan lainya. Seperti misalnya Sriwijaya kaya akan sesuatu

6
yang berasal dari kelautan, maka berbeda juga dengan Majapahit yang
memiliki suatu komoditas yang berasal dari daratan.
Selain dari perbedaan wilayah antara laut dengan darat ada juga
perbedaan teritorial yang menghasilkan perbedaan komoditas itu sendiri
seperti daerah yang dekat pantai, darat, dan juga dekat dengan pegunungan,
atau hutan – hutan. Maka dari itu dengan perbedaan yang mencolok
terbentuklah perbedaan komoditas yang dimiliki masing – masing kerajaan
dan membuat adanya jiwa untuk bertukar barang yang dimiliki dengan
kerajaan lain, bahkan hal ini juga terjadi diluar kerajaan yang ada Nusantara
maka dari itu adanya yang namanya perdagangan yang bersifat nasional
bahkan internasional. Lalu komoditas apa saja yang di perjual belikan dalam
perdagangan ini. banyak macam yang dijual belikan tentunya.
C. Tebentuknya Jaringan Nusantara
Jaringan perdagangan dan pelayaran dimulai dimulai sejak abad
pertama Masehi. Bahkan pada abad ke-2, Indonesia telah menjalin hubungan
dengan India sehingga agama Hindu masuk dan berkembang. Sejak abad ke-
5, Indonesia telah menjadi kawasan tengah yang dilintasi jalur perdagangan
laut antara India dan Cina. Jalur perdagangan tersebut yang dikenal dengan
nama Jalur Sutra Laut (Jalan Sutera lama/kuno via darat). Jalur perniagaan
dan pelayaran tersebut melalui laut,yangdimulai dari Cina melalui Laut Cina
Selatan kemudian Selat Mala ka, Calicut: sekarang Kalkuta (India), lalu ke
Teluk Persia melalui Syam (Syuria) sampai ke Laut Tengah atau melalui Laut
Merah sampai ke Mesir lalu menuju Laut Tengah. Indonesia, melaui selat
Malaka, terlibat dalam perdagangan dengan modal utama rempah rempah
(komoditas utama), seperti lada dari Sumatera, cengkeh dan pala dari
Indonesia Timur, dan jenis kayu-kayuan dari Nusa Tenggara. Posisi Indonesia
yang strategis dan hasil sumber daya alam yang berlimpah menyebabkan
Indonesia mampu menjadi salah satu pusat dan salah satu pusat perdagangan
yang penting di jalur dagang antara Asia Timur-Asia Barat (Timur Tengah

7
dan semenajung Arab), dengan Selat Malaka yang menjadi pusat-pusat
dagang atau pelabuhan-pelabuhan dagangnya.
Sekitar abad ke-7 hingga abad ke-14, ada dua kerajaan besar yang
telah mampu menguasai perairan atau perniagaan di Nusantara, yakni
Kerajaan Sriwijaya (Sumatera) dan Kerajaan Majapahit (Jawa). Keberhasilan
ini karena kemampuan kedua kerajaan tersebut mendominasi bahkan
memonopoli jaringanperdagangandiSelatMalaka.Perludiketahui,bahwa Selat
Malaka mempunyai posisi strategis b aik secara geografis,iklim/cuaca,maupun
secara politis dan ekonomi. Itu sebabnya Selat Malaka merupakan “kunci”
penting. Dengan demikian, perdagangan dan pelayaran di Nusantara bahkan
jaringan dagang internasonal Asia di dominasi oleh dua Kerajaan bercorak
Hindu Budha tersebut dalam periode yang berbeda.
Sekitar abad ke-15 (setelah Majapahit runtuh), telah muncul kerajaan-
kerajaan yang bercorak Islam di Nusantara, dan yang juga akan melanjutkan
tradisi perdagangan dan pelayaran di Nusantara. Walaupun Majapahit runtuh,
namun pelabuhan-pelabuhan Tuban dan Gresik (di pesisir utara Jawa) tetap
berperan sebagai bandar transito dan distribusi penting, yaitu sebagai gudang
sekaligus penyalur rempah-rempah asal Indonesia Timur (Maluku). Bahkan,
Tuban berkembang menjadi bandar terbesar di Pulau Jawa. Perkembangan
perdagangan dan pelayaran di perairan Jawa tersebut memacu munculnya
pelabuhan-pelabuhan baru seperti pelabuhan Banten, Jepara dan Surabaya.
Pada abad ke-15 sampai awal abad ke-16, jalur perdagangan di asia Tenggara
diwarnai oleh dua jalur besar, yaitu jalur Cina-Malaka dan jalur Maluku-
Malaka.
Jalur perdagangan antara Maluku-Malaka mendorong terjadinya
perdagangan dan pelayaran antar pulau di Indonesia. Jalur Maluku-Malaka
ramai karena banyaknya para pedagang yang hilir-mudik. Orang-orang Jawa
misalnya, ke Maluku membawa beras dan bahan makanan yang lain untuk
ditukarkan dengan rempah-rempah. Mereka ke Malaka, dengan ditambah

8
beras, membawa rempah-rempah dari Maluku, dan sebaliknya dari arah
Malaka membawa barang-barang dagangan yang berasal dari luar (pedagang
pedagang Asia).
Berkat komoditas “beras” dan letak strategis antara Maluku dan
Malaka, Jawa menjadi kekuatan yang diperhitungkan di dalam perdagangan
dan pelayaran di Nusantara. Terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis
pada tahun 1511, Jawa yang kemudian akan memainkan peranan penting
dalam perdagangan dan pelayaran di Nusantara. Terutama keberadaan
pelabuhan atau bandar dagang Banten, yang akan mengambil peran penting di
dalam perdagangan di Jawa dan Nusantara
D. Pusat Perdagangan Malaka dan Jatuh nya Malaka
Sebelum bangsa Barat masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia telah
menguasai perdagangan dan pelayaran Nusantara. Perdagangan dan pelayaran
saat itu bersifat antar pulau, yakni antara Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan
dan pulau-pulau di bagian timur, terutama Maluku. Perdagangan dan
pelayaran yang berkembang sebelum masuknya bangsa Barat ke Asia
Tenggara maupun ke Indonesia itu telah membentuk pusat-pusat kekuasaan.
Disamping Malaka sebagai pusat perdagangan dan juga pusat kekuasaan,
maka terbentuk pula pusat-pusat kekuasaan lain seperti Demak, Jepara,
Tuban, Gresik, Banten, Ternate, dan Tidore, yang juga merupakan pusat-pusat
kekuasaan yang bercorak Islam di Nusantara. Di Indonesia Timur, pelabuhan
penting adalah Ternate dan Tidore.
Barang dagangannya adalah cengkih,sedangkan kayu cendana
diperoleh dari pulaupulau sekitarnya.Di bagian Barat Indonesia, bandar-
bandar yang penting seperti Pasai/Aceh, Pedir, Jambi, Palembang, Barus,
Banten, dan Sunda Kelapa. Pelabuhan pelabuhan tersebut kebanyakan
mengekspor lada. Pelabuhan-pelabuhan di pantai Barat Sumatera juga
menghasilkan barang dagangan lain seperti kapur barus, kemenyan, sutera,
madu, dan damar.

9
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511), pedagang-pedagang
Islam memindahkan kegiatannya ke pelabuhan-pelabuhan lain. Dengan jalan
demikian, mereka tetap dapat melanjutkan usaha perdagangannya secara
aman. Sehingga, penyaluran komoditas ekspor (rempah-rempah) dari daerah
Indonesia ke daerah Laut Merah tatap dapat dikuasai. Pusat-pusat
perdagangan dan kekuasaan yang sebelum Malaka jatuh sudah ada kemudian
menjadi berkembang pesat.
Pusat pusat perdagangan dan kekuasaan yang berkembang pesat
setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 antara lain, Aceh,
Banten, Demak, Tuban, Gresik, Makasar, Ternate dan Tidore. Pedagang-
pedagang Islam yang konflik dengan pedagang pedagang Portugis menyingkir
ke Aceh, Banten, dan Makasar. Mereka tetap melakukan perdagangan dan
pelayaran dengan pedagang-pedagang luar. Karena jalur melalui Selat Malaka
sudah dikuasai Portugis, maka mereka membuka jalur perdagangan baru
melalui sepanjang Pantai Barat Sumatera.
Pedagang-pedagang Islam berangkat dari bandar Banten lalu masuk
selat Sunda terus berlayar ke luar melalui pantai barat Sumatera. Sebaliknya,
Banten juga didatangi pedagang-pedagang dari luar seperti Gujarat, Persia,
Cina, Turki, Myanmar Selatan, dan Keling. Kapal-kapal yang berasal dari
Banten ataupun ke Banten banyak juga yang singgah ke Aceh. Sementara itu,
pedagang-pedagang Islam dari Malaka juga banyak yang mengalihkan
kegiatannya ke Aceh sebagai akibat jatuhnya Malaka ke tangan Portugis.
Sehingga Aceh juga berkembang menjadi pusat perdagangan dan pusat
kekuasaan Islam. Sedangkan di bagian Timur, ada dua pusat perdagangan dan
kekuasaan Islam yang penting, yakni Ternate dan Tidore.
Jalur-jalur perdagangan yang berkembang di Nusantara sangat
ditentukan oleh kepentingan ekonomi pada saat itu dan perkembangan rute
perdagangan dalam setiap masa yang berbeda-beda. Jika pada masa praaksara
hegemoni budaya dominan dating dari pendukung budaya Austronesia dari

10
Asia Tenggara Daratan. Pada masa perkembangan Hindhu-Buddha di
Nusantara terdapat dua kekuatan peradaban besar, yaitu Cina di utara dan
India di bagian barat daya. Keduanya merupakan dua kekuatan super power
pada masanya dan pengaruhnya amat besar terhadap penduduk di Kepulauan
Indonesia. Bagaimanapun, peralihan rute perdagangan dunia ini telah
membawa berkah tersendiri bagi masyarakat dan suku bangsa di Nusantara.
Mereka secara langsung terintegrasikan ke dalam jalinan perdagangan dunia
pada masa itu.
Selat Malaka menjadi penting sebagai pintu gerbang yang
menghubungkan antara pedagang-pedagang Cina dan pedagang-pedagang
India. Pada masa itu Selat Malaka merupakan jalur penting dalam pelayaran
dan perdagangan bagi pedagang yang melintasi bandarbandar penting di
sekitar Samudra Indonesia dan Teluk Persia. Selat itu merupakan jalan laut
yang menghubungkan Arab dan India di sebelah barat laut Nusantara, dan
dengan Cina di sebelah timur laut Nusantara. Jalur ini merupakan pintu
gerbang pelayaran yang dikenal dengan nama “jalur sutra”. Penamaan ini
digunakan sejak abad ke-1 hingga ke-16 M, dengan komoditas kain sutera
yang dibawa dari Cina untuk diperdagangkan di wilayah lain.
Ramainya rute pelayaran ini mendorong timbulnya bandar-bandar
penting di sekitar jalur, antara lain Samudra Pasai, Malaka, dan Kota Cina
(Sumatra Utara sekarang). Kehidupan penduduk di sepanjang Selat Malaka
menjadi lebih sejahtera oleh proses integrasi perdagangan dunia yang melalui
jalur laut tersebut. Mereka menjadi lebih terbuka secara sosial ekonomi untuk
menjalin hubungan niaga dengan pedagangpedagang asing yang melewati
jalur itu. Di samping itu, masyarakat setempat juga semakin terbuka oleh
pengaruh-pengaruh budaya luar.
Kebudayaan India dan Cina ketika itu jelas sangat berpengaruh
terhadap masyarakat di sekitar Selat Malaka. Bahkan sampai saat ini pengaruh
budaya terutama India masih dapat kita jumpai pada masyarakat sekitar Selat

11
Malaka. Disamping kian terbukanya jalur niaga Selat Malaka dengan
perdagangan dunia internasional, jaringan perdagangan antarbangsa dan
penduduk di Kepulauan Indonesia juga berkembang pesat selama masa
Hindhu-Buddha. Jaringan dagang dan jaringan budaya antarkepulauan di
Indonesia itu terutama terhubungkan oleh jaringan laut Jawa hingga
kepulauan Maluku. Mereka secara tidak langsung juga terintegrasikan dengan
jaringan ekonomi dunia yang berpusat di sekitar selat Malaka, dan sebagian di
pantai barat Sumatra seperti Barus.
Komoditas penting yang menjadi barang perdagangan pada saat itu
adalah rempah-rempah, seperti kayu manis, cengkih, dan pala. Pertumbuhan
jaringan dagang internasional dan antarpulau telah melahirkan kekuatan
politik baru di Nusantara. Peta politik di Jawa dan Sumatra abad ke-7, seperti
ditunjukkan oleh D.G.E. Hall, bersumber dari catatan pengunjung Cina yang
datang ke Sumatra. Dua negara di Sumatra disebutkan, Mo-lo-yeu (Melayu)
di pantai timur, tepatnya di Jambi sekarang di muara Sungai Batanghari. Agak
ke selatan dari itu terdapat Che-li-fo-che, pengucapan cara Cina untuk kata
bahasa sanskerta, Criwijaya. Di Jawa terdapat tiga kerajaan utama, yaitu di
ujung barat Jawa, terdapat Tarumanegara, dengan rajanya yang terkemuka
Purnawarman, di Jawa bagian tengah ada Ho-ling (Kalingga), dan di Jawa
bagian timur ada Singhasari dan Majapahit.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejak semula tampak bahwa letak geografis Nusantara (yang
kemudian menjadi Indonesia) memainkan pera utama sejak zaman praaksara.
Faktor geografis ini tampaknya merupakan faktor permanen dalam Hindu-
Budha, ketika jalur utama dalam pelayaran samudra semakin pesat dan
mengintegrasikan daerah antarpulau. Kondisi demikian diduung dengan
keterlibatan nenek moyang kita secara aktif dalam perdagangan laut, dan
mengarungi lautan. Ini pada gilirannya telah menumbuhkan kekuatan
ekonomi dan politik yang besar di Nusantara sehingga mampu
mengintegrasikan wilayah-wilayah di Nusantara terutama era Kerajaan
Sriwijaya, Singhasari dan Majapahit.
B. Saran
1. Lebih meninjau kembali sumber yang ada
2. Belajar akan mengenai sejarah runtuhnya Malaka

13
DAFTAR PUSTAKA

Adji, Krisna Bayu. 2014. Sejarah Runtuhnya Kerajaan – Kerajaan di


Nusantara. Araska. Bantul, Yogyakarta.

Adrian B. Lapian. 2008. Pelayaran dan Perniagaan Nusantara abad ke-16


dan 17. Komunitas Bambu, Depok.

Anthony Reid. 1992. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450 – 1680.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Safri buharnuddin, Dkk. 2003. Sejarah maritime Indonesia. BRSDM. Jakarta

Sartono Kartodirjo. Poesponegoro, Marwati Djoened. Nugroho Notosusanto.


1975. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. PT. Grafitas Jakarta. Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai