Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini
yang tepat pada waktunya yang berjudul “PAKAIAN MELAYU RIAU”

Makalah ini berisikan informasi tentang PAKAIAN MELAYU RIAU. Diharapkan


Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang pakaian
melayu Riau.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Pekanbaru, 12 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER/SAMPUL DEPAN I

KATA PENGANTAR II

DAFTAR ISI III

BAB I PENDAHULUAN 1
A.    LATAR BELAKANG 1
B.     RUMUSAN MASALAH 1
C.     TUJUAN PENELITIAN 1
D.    MANFAAT PENELITIAN 1

BAB II PEMBAHASAN 2
A.    JENIS-JENIS PAKAIAN MELAYU RIAU
2
B.    FUNGSI-FUNGSI PAKAIAN MELAYU RIAU 3
C.    NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM PAKAIAN MELAYU RIAU 4
D.    TATA CARA MENGENAKAN PAKAIAN MELAYU RIAU 5
E. ADAB MEMAKAI PAKAIAN MELAYU RIAU 10

BAB III PENUTUP 12


A.    KESIMPULAN 12
B.    SARAN 12

DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG


Pakaian merupakan simbol budaya yang menandai perkembangan, akulturasi, dan kekhasan
budaya tertentu. Pakaian dapat pula menjadi penanda bagi pemikiran masyarakat, termasuk
pakaian tradisional masyarakat Melayu Riau. Pakaian tradisional Riau terdiri atas pakaian harian
dan pakaian resmi/pakaian adat.
Masyarakat Melayu Riau masih memegang adat dengan teguh. Pengaruh adat terasa dalam sikap
dan perilaku sebagian besar masyarakat, terutama di daerah pedesaan/perdalaman. Adat Melayu
Riau adalah adat yang bersendikan syariat Islam. Islam dan adat Melayu saling mempengaruhi
yang kemudian membentuk satu budaya baru, yang salah satunya tercermin dalam pakaian yang
dikenakan.

B.     RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dapat dirumuskan seperti berikut ini.
1.       Apa saja jenis-jenis pakaian melayu Riau?
2.       Apa saja fungsi pakaian melayu Riau?
3.       Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam pakaian melayu Riau?
4.       Bagaimana tata cara mengenakan pakaian melayu Riau?
5. Apa saja adab dalam berpakaian adat melayu Riau?

C.     TUJUAN PENELITIAN


Sesuai denagan rumusan masalah di atas, tujauan yang dicapai dalam penelitian sebagai berikut.
1.       Untuk mengetahui jenis-jenis pakaian melayu Riau.
2.       Untuk mengetahui fungsi pakaian melayu Riau.
3.       Untuk mengetahui nilai-nilai pakaian melayu Riau.
4.       Untuk mengetahui tata cara mengenakan pakaian melayu Riau.
5. Untuk mengetahui adab dalam berpakaian adat melayu Riau

D.    MENFAAT PENELITIAN


Penelitian ini berfungsi sebagai sarana sosialisasi penggunaan pakaian melayu Riau sehigga kita
dapat menggunakan pakaian melayu sesuai dengan aturan pemakaiannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. JENIS-JENIS PAKAIAN MELAYU RIAU

I.Pakaian Harian
Pakaian harian adalah pakaian yang dikenakan ketika melakukan kegiatan sehari-hari.
Berdasarkan kelompok pemakai, pakaian harian dapat dibedakan menjadi pakaian anak-anak,
pakaian dewasa, dan pakaian orang tua atau setengah baya.
a.       Pakaian Anak-anak
Pakaian anak laki-laki yang masih kecil disebut baju monyet. Setelah beranjak besar, anak laki-
laki memakai Baju Teluk Belanga atau Baju Cekak Musang. Terkadang juga memakai celana
setengah atau bawah lutut, kopiah, dan tutup kepala dari kain segi empat. Anak laki-laki juga
memakai sarung ketika pada saat mengaji dan beribadah. Sedangkan untuk anak perempuan
yang belum dewasa memakai baju kurung yang selaras dengan kain bermotif bunga atau satu
warna dengan kain tersebut.
b.      Pakaian Dewasa
Pakaian anak laki-laki yang telah dewasa disebut Baju Kurung Cekak Musang yang dilengkapi
dengan kain samping berupa sarung perekat dan kopiah atau ikat kepala. Sedangkan untuk
perempuan memakai Baju Kurung Laboh, Baju Kebaya Pendek, dan Baju Kurung Tulang Belut.
Baju ini dipadukan dengan kain sarung batik dan penutup kepala berupa selendang atau tudung
lingkup. Perempuan yang melakukan kegiatan di ladang atau sawah biasanya memakai tutup
kepala berupa selendang atau kain belacu yang dinamakan tengkuluk.
c.       Pakaian Orangtua
Pakaian untuk perempuan tua setengah baya ada berbagai macam, seperti Baju Kurung Teluk
Belanga (Baju Kurung Tulang Belut), Kebaya Laboh, dan Baju Kebaya Pendek yang biasa
dipakai untuk pergi ke ladang. Kerudung untuk menutupi kepala berupa selendang segi empat
yang dibentuk segitiga sehingga menyerupai jilbab. Sedangkan untuk laki-laki orang tua dan
setengah baya memakai Baju Kurung Teluk Belanga atau Baju Kurung Cekak Musang. Bahan
pakaian ini adalah kain katun atau kain lejo. Baju ini agak longgar sehingga nyaman dipakai.

II. Pakaian Resmi


Pada zaman dahulu, pakaian resmi dipakai ketika menghadiri pertemuan resmi yang diadakan
oleh kerajaan. Sedangkan di masa sekarang, pakaian resmi dikenakan dalam berbagai acara
pemerintahan. Pakaian resmi untuk laki-laki adalah Baju Kurung Cekak Musang lengkap dengan
kopiah, kain samping yang terbuat dari kain tenun Siak, Indragiri, Daik, dan daerah-daerah di
Riau lainnya.
Bahan Baju Kurung Cekak Musang berupa kain sutra, kain satin, atau kain berkualitas tinggi
lainnya. Sebagai perlengkapannya antara lain kopiah dan kain samping. Bahan untuk kain
adalah bahan yang terpilih, seperti kain songket dan kain tenun lainnya. Sistem memakai kain
samping ini ada dua macam, yaitu ikat dagang dalam dan ikat dagang luar.
Pakaian resmi untuk perempuan dewasa adalah Baju Melayu Kebaya Laboh dan Baju Kurung
Cekak Musang. Bahan untuk membuat kedua baju ini adalah kain songket atau kain terpilih
lainnya seperti Tenun Siak, Tenun Indragiri, Tenun Trengganu, dan lain-lain. Bentuk Baju
Kurung atau Kebaya Laboh ini mengikuti bentuk tubuh si pemakai, namun tidak terlalu longgar
dan tidak terlalu sempit. Panjang baju perempuan yang masih gadis adalah tiga jari di atas lutut,
sedangkan untuk orang tua panjang bajunya tiga jari di bawah lutut.

III. Pakaian Upacara Adat


Upacara yang pada zaman dulu diadakan oleh pihak kerajaan yang ada di Riau, kini dilanjutkan
oleh Lembaga Adat Melayu Riau atau oleh pemerintah daerah. Beberapa upacara tersebut seperti
upacara penobatan raja, upacara pelantikan, upacara penyambutan tamu, upacara penerimaan
anugerah, dan lain sebagainya. Pakaian tradisional yang dipakai pada saat upacara adat dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu pakaian untuk perempuan dan pakaian untuk laki-laki.
Pakaian upacara untuk perempuan yang masih gadis berbeda dengan pakaian untuk perempuan
penikah. Jenis pakaian yang dipakai untuk perempuan tua adalah Baju Kurung Tulang Belut.
Sedangkan untuk perempuan setengah baya dan gadis adalah Baju Kebaya Laboh Cekak Musang
berwarna hitam yang terbuat dari bahan sutra. Warna hitam pada pakaian ini hanya dipakai pada
waktu upacara adat penobatan raja, menteri, atau datuk. Sedangkan untuk upacara adat yang lain,
semisal upacara penerimaan tamu agung atau pun upacara penerimaan anugerah, para perempuan
memakai baju berwarna kuning.
Selain memakai baju kurung dan kebaya, perempuan Melayu yang menghadiri upacara adat juga
memakai sanggul. Sanggul tersebut berbentuk sanggul joget, sanggul lipat pandan yang
berhiaskan bunga goyang di atasnya. Di sebelah kanan sanggul dihiasi jurai panjang dan di
sebelah kiri dihiasi jurai pendek.

IV. Pakaian Upacara Perkawinan


Baju pengantin laki-laki Melayu adalah Baju Kurung Cekak Musang atau Baju Kurung Teluk
Belanga. Untuk daerah Limo Koto Kampar baju pengantin laki-laki berbentuk jubah yang
terbuat dari kain beludru. Baju Kurung Teluk Belanga terbuat dari bahan tenunan Siak, Indragiri,
Daek, maupun Trengganu dengan warna merah, biru, kuning, dan hitam.
Selain Baju Kurung Cekak Musang, pakaian pengantin laki-laki adalah kain samping motif yang
serupa dengan celana dan baju, distar berbentuk mahkota dipakai di kepala, sebai warna kuning
di bahu kiri, rantai panjang berbelit dua dikalungkan di leher, canggai yang dipakai di
kelingking, sepatu runcing di bagian depan, dan keris hulu burung serindit pendek yang
diselipkan di sebelah kiri.
Busana yang dikenakan pengantin perempuan berbeda-beda, tergantung jenis upacara adatnya.
Pengantin perempuan pada upacara Malam Berinai memakai Baju Kurung Teluk Belanga.
Sedangkan saat Upacara Barandam, pengantin perempuan memakai Baju Kurung Kebaya Laboh
atau Kebaya Pendek. Kepala hanya memakai sanggul yang dihiasi dengan bunga-bunga. Pakaian
pengantin perempuan pada Upacara Akad Nikah adalah Baju Kebaya Laboh atau Baju Kurung
Teluk. Kemudian untuk pakaian pada waktu upacara Bersanding adalah Kebaya Laboh atau Baju
Kurung Teluk Belanga.

B.     FUNGSI PAKAIAN MELAYU RIAU

I.                    Fungsi Budaya


Pakaian tradisional dapat menjadi ciri kebudayaan tertentu dalam suatu masyarakat. Secara
umum, fungsi pakaian untuk menutup tubuh. Namun, kemudian muncul berbagai aksesori dan
ciri khas yang membedakan antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Di
masyarakat Riau, pakaian menjadi simbol yang dipakai dalam pelaksanaan upacara atau dalam
acara-acara tertentu. Setiap upacara mempunyai jenis pakaian yang berbeda yang tentu saja juga
berbeda dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari.
II.                  Fungsi Estetik
Estetika busana Melayu Riau muncul dalam berbagai bentuk hiasan yang terdapat dalam pakaian
tersebut. Selain berbagai hiasan, warna-warna dalam pakaian tradisional Riau juga mengandung
makna-makna tertentu. Misalnya, warna kuning mengandung arti kekuasaan. Pakaian dengan
warna seperti ini biasanya diperuntukkan bagi sultan atau raja. Warna hitam mengandung makna
keberanian. Pakaian dengan warna seperti ini biasanya dipakai oleh para hulubalang dan para
petarung yang melambangkan ketangkasan mereka.
III.                Fungsi Religius
Pakaian tradisional daerah Riau mengandung makna dan berfungsi keagamaan. Pengaruh Islam
dalam tata cara berpakaian sedikit banyak berpengaruh pada pakaian daerah Riau, di mana fungsi
pakaian adalah untuk menutup aurat. Hal ini dapat kita lihat pakaian perempuan yang berbentuk
baju kurung, kerudung, dan menutupi hampir semua anggota tubuhnya. Selain dari bentuknya,
fungsi religius pakaian tradisional Riau juga terlihat dari simbol yang digunakan sebagai hiasan
yang berbentuk bulan dan bintang. Simbol tersebut mengandung makna ketakwaan terhadap
Tuhan. Fungsi religius busana Melayu di daerah Riau juga muncul di berbagai media yang
mereka gunakan untuk upacara, misalnya adanya kelengkapan tepung tawar.
IV.                Fungsi Sosial
Pakaian tradisional Riau mengandung makna dan berfungsi secara sosial. Pakaian tradisional
Riau yang dipakai masyarakat, baik yang berasal dari golongan bangsawan maupun masyarakat
biasa adalah sama, yaitu baju kurung. Perbedaannya hanya terletak pada bahan dan warna yang
dipilih, dikarenakan dalam tradisi masyarakat Riau warna pakaian mempunyai lambang dan
makna tertentu.
V.                  Fungsi Simbolik
Pakaian tradisional mempunyai makna simbolik tertentu yang dapat diterka lebih dahulu untuk
mengetahui maknanya. Nilai-nilai simbolik yang terkait dengan pakaian tradisional, perhiasan,
serta kelengkapannya terdapat pada kostum yang dipakai dalam upacara-upacara tradisional.
Busana bukan hanya dimaknai sebagai pakaian yang dipakai, namun juga peralatan upacara yang
digunakan. Beberapa makna yang terkandung dalam busana tradisional masyarakat Melayu Riau
misalnya sirih (lambang persaudaraan dan kehormatan), bibit kelapa (simbol keturunan), payung
(tempat bernaung). Pakaian yang dikenakan orang-orang Melayu Riau memperlihatkan bahwa
hampir setiap apa yang mereka kenakan mengacu pada simbol-simbol tertentu.

C.     NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM PAKAIAN MELAYU


RIAU

I.                    Nilai Tradisi


Busana yang dikenakan dalam suatu upacara adat telah menjadi tradisi selama bertahun-tahun.
Hal ini menjadi ciri khas dan keunikan sebuah masyarakat. Dari busana adat yang dikenakan,
maka dapat dipelajari mengenai tradisi masyarakat yang bersangkutan.
II.                  Nilai Pelestarian Budaya

Pakaian merupakan salah satu produk kebudayaan modern yang semakin hari semakin
berkembang. Pakaian adat yang saat ini banyak dipakai masyarakat Melayu Riau merupakan
warisan budaya yang harus dilestarikan. Melestarikan busana tradisional tersebut sama artinya
dengan melestarikan kekayaan budaya Melayu.

III.                Nilai Sosial


Pakaian menjadi simbol tertentu yang menjadi penanda status seseorang. Selain itu, lewat nilai-
nilai yang dikandungnya, pakaian Melayu juga bermakna sebagai media untuk menyatukan
masyarakat. Nilai-nilai sosial itu muncul karena dalam pakaian tradisional tersebut tersemat
makna-makna tertentu yang dinilai dan ditafsirkan oleh masyarakatnya.

D.    TATA CARA MENGENAKAN PAKAIAN MELAYU RIAU

I. PAKAIAN HARIAN

a. Pakaian harian masa kanak-kanak


Pakaian harian anak waktu kecil yang kita kenal Baju Monyet yang dipakai oleh anak-anak
lelaki. Kalau dia sudah meningkat besar dia memakai baju kurung teluk belakang atau baju
kurung cekak musang dan ada kalanya memakai celana setengah lutut, memakai kopiah atau ikat
kepala dari kain empat persegi yang dilipat untuk menghindarkan sengatan binatang yang
berbisa, memakai kain samping ada yang dikenakan secara utuh, ada pula yang dibelitkan
dipinggang ataupun disandang dibahu.

b. Pakaian harian anak dewasa (Akil Baligh)


Untuk anak laki-laki dewasa dia sudah membantu orang tuanya bekerja mencari nafkah, pakai
baju Teluk Belanga Belah atau baju kurung Cekak Musang, memakai kain samping, ikat kepala
atau berkopiah. Kalau pergi ke laut atau ke ladang sering memakai celana setengah lutut dengan
lengan yang agak sempit supaya mudah melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan
kehidupan keras.
Kain samping tetap dipakai terutama menjaga kesopanan dan aib dari orang dan digunakan untuk
sholat ataupun bertamu menghadapi orang tua-tua serta dapat dipergunakan untuk
mempertahankan diri. Pakaian harian untuk anak laki-laki dewasa sering dipakai untuk belajar
ilmu silat guna mempertahankan diri dan berkesenian; belajar zapin, membuat kelompok
Mayong, sandiwara, bangsawan, dll.

Pakaian untuk anak perempuan yang sudah baligh ini adalah baju kurung, baju Kebaya Laboh,
baju Kebaya Pendek. Adapun kelengkapan baju kurung ini adalah kain Sarung Pelekat atau batik
Bunga, pakai tutup kepala berupa selendang dan ditambah dengan Kain Tudung Lingkup yang
dipakai bila keluar rumah. Kain Tudung Lingkup untuk pakaian harian digunakan kain pelekat.

c. Pakaian orang tua dan setengah baya


Pakaian perempuan tua adalah baju kurung Teluk Belanga dan pada lehernya bersulam bernama
Tulang Belut. Baju ini longgar dan lapang dipakai, ada juga Kebaya Laboh atau Kebaya Panjang
hingga dibawah lutut. Kedua bentuk baju ini memakai pesak atau kekek. Orang tua-tua ada juga
yang memakai baju Kebaya Pendek dibawah pinggul sering dipakai untuk bekerja di rumah atau
di ladang dan ke laut. Kalau perempuan setengah baya juga memakai seperti tersebut diatas,
hanya bentuk bajunya agak sempit dan pada umumnya berupa stelan baju dengan kain yang
berbunga dan ada kalanya polos. Sebagai penutup kepala mereka memakai selendang dari
drihook bersegi empat dan kemudian dibentuk segitiga dan diletakkan diatas kepala serta
ujungnya disimpulkan dileher. Orang tua maupun perempuan setengah baha selain selendang
sebagai penutup kepala, mereka juga menggunakan Tudung Lingkup dari Kain Pelekat.

Pakaian orang tua laki-laki dan setengah baya berupa baju kurung Teluk Belanga Bertulang
Belut dan baju kurung Cekak Musang. Untuk pakaian harian baju ini terbuat dari bahan katun
dan kain samping pelekat, bentuk baju agak longgar.
Baju Melayu bagi orang tua sering memakai baju Melayu Dagang Luar digunakan untuk sholat
dan bertamu ke tetangga.

Jadi bentuk pakaian harian bagi orang Melayu Riau adalah:


Untuk kaum perempuan baju Kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh, baju Kebaya Pendek.

Untuk kaum laki-laki baju kurung Teluk Belanga, baju kurung Cekak Musang, celana setengah
lutut untuk anak laki-laki.

II. Pakaian Resmi dan Setengah Resmi

Bentuk pakaian setengah resmi bagi kaum laki-laki adalah baju kurung Cekak Musang harus
dilengkapi dengan: kopiah, kain samping, sepatu atau capal.
Kan samping yang dipakai tergantung pada kemampuan seseorang; boleh kain pelekat, kain
tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll.

Pakaian setengah resmi ini dipakai dalam upacara keluarga, seperti; menghadiri perkawinan,
acara keagamaan, sunnat rasul, dll. Sedangkan pakaian resmi adalah pakaian yang dipakai waktu
menghadiri undangan dari Kerajaan, dari Pemerintah atau menghadiri jemputan resmi dari suatu
kegiatan. Tidaklah sopan seandainya kita menghadiri upacara kekeluargaan atau jemputan yang
terhormat dari suatu kegiatan pemerintah yang masa dahulunya di zaman kerajaan-kerajaan di
Riau, kita memakai pakaian Melayu namun tidak memakai kopiah dan juga kain samping, maka
jelaslah kita dicap orang yang tidak tahu adat sopan orang Melayu.
Untuk menghadiri upacara resmi seperti menghadiri jemputan dari Pemerintah, atau menghadiri
Rapat Dewan yang resmi kalau kita berpakaian Melayu harus lengkap berbaju Melayu dengan
tidak memakai kasut atau capal dan harisnya memakai sepatu kulit.
Adapun bahan baju Melayu itu sebaiknya dari bahan kain sutra atau bahan-bahan yang bagus
seperti satin, atau bahan lainnya yang berkualitas.
Warna baju dengan warna celana harus sewarna. Dulunya pada zaman kerajaan Melayu pada
masa jayanya, tidak dibenarkan memakai warna kuning, karena warna kuning adalah warna
kerajaan dan yang berhak memakai warna kuning adalah Sultan. Untuk para Datuk dan Orang
Besar Kerajaan dalam upacara resmi sering memakai warna hitam, sedangkan warna kain boleh
bebas kecuali warna kuning dan tidak dibolehkan memakai baju hitam berkain hitam, pakaian
demikian adalah hak pemimpin yaitu Raja (Sultan). Sedangkan pakaian untuk orang lain boleh
memakai warna apa saja sesuai dengan kemampuan dan kemauannya juga selera, asalkan tertib
cara memakainya.

Cara berpakaian baju Melayu orang laki-laki adalah baju Melayu Cekak Musang yaitu leher
berkerah setinggi 2 cm yang dalamnya dilapisi kain keras supaya kerah Cekak Musangnya
kelihatan lebih rapi. Pada leher dipasang dua buah butang baju, dan 3 buah butang baju dibagian
depan keras lebih kurang 22 cm dari leher ke dada.

Perlengkapan lain memakai baju Melayu Cekak Musang adalah kopiah hitam dan tidak memakai
apa-apa di kopiah. Pada kopiah adakalanya dipakai kain putih yang dibelitkan di kopiah pada
upacara meninggalnya atau (mangkat) seorang Sultan atau Pemimpin Negeri. Kain yang dipakai
untuk mengikuti upacara resmi ini adalah kain samping yang terpilih, seperti: tenunan Siak,
tenunan Trenggano, tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll.

Sistem memakai kain samping ini diikat di samping pinggang yang disebut ikat kain dagang
dalam, karena baju terletak diluar kain disebut ikat kain dagang luar. Mengikat kain tidak boleh
sembarangan karena sudah ada ketentuannya antara lain: tinggi kain bagi orang dewasa hanya
setinggi lutut, sedangkan orang sudah berumur, tinggi kainnya 3 jari dibawah lutut. Kalau orang
sudah lanjut usia umumnya memakai kain sering jauh dibawah lutut.
Bentuk pakaian resmi dan setengah resmi kaum perempuan adalah baju kurung Teluk Belanga
dan baju Kebaya Laboh. Bahan baju ini dibuat dari bahan sutra, satin atau bahan brokat serta
bahan yang bagus lainnya tergantung dengan kemampuan si pemakai. Persyaratan baju Melayu
kaum perempuan ini karena dia disebut Baju Kurung maka jelas baju ini mengurung bagian aurat
di badan agar tidak kelihatan, tidak terlalu sempit, tidak terlalu tipis yang memperlihatkan kulit
badan.
Untuk kain yang dipakai adalah kain tenunan atau kain pilihan, seperti: kain Siak, tenunan
Indragiri, tenunan Daek atau kain tenunan lain yang bercorak Melayu.
Ukuran baju resmi dan setengah resmi bagi remaja panjang baju adalah 3 jari diatas lutut
sedangkan orang tua 3 jari dibawah lutut. Untuk pemakaian kain adalah dengan cara kepala kain
diletakkan di muka.
Untuk hiasan dikepala harus memakai sanggul yang disebut sanggul Jonget, sanggul Lintang
atau sanggul Lipat Pandan. Setelah rambut disanggul kepala ditutup dengan kain tudung yang
seharusnya tidak kelihatan rambut. Kain tudung untuk pakaian resmi dan setengah resmi ini
adalah kain selendang anjang dan sekarang ini kaum wanita yang Islam umumnya menggunakan
jilbab.
Memakai perhiasan didada sesuai dengan kemampuan sipemakai. Untuk alas kaki dipakai kasut
yang dipilih sesuai selera, tidak memakai sendal jepit sebaiknya pakailah kasut yang memakai
hak rendah atau hak tinggi. Warna yang dipakai dapat dipilih sesuai dengan selera dan juga
disesuaikan dengan suasana waktu siang atau malam, agi atau sore.

III. Pakaian Upacara Adat

Yang dimaksud upacara adat adalah suatu kegiatan yang dibuat oleh Pemerintah (Kerajaan)
antara lain:
- Upacara penobatan Raja & Permaisuri,
- Upacara pemberian gelar,
- Upacara pelantikan Datuk-Datuk, Ketua Adat atau Menteri Kerajaan,
- Upacara menjunjung duli,
- Upacara menyambut tamu-tamu agung atau tamu-tamu yang dihormati,
- Upacara adat menerima anugerah dan persembahan dari rakyat atau dari negara lain yang
bersahabat.
Upacara seperti ini diatur oleh Kerajaan dizaman dahulunya, kalau sekarang diatur oleh
Pemerintah atau Lembaga Adat Melayu Riau. Warna baju yang dipakai untuk upacara adat
adalah warna hitam, berkain samping sesuai dengan tingkat derajatnya, stelan kuning dan stelan
hitam adalah kain yang dipakai untuk Sultan atau Pemimpin Negeri. Kalau Sultan dalam upacara
adat memakai tanjak hitam, demikian juga kalau memakai warna kuning harus seluruhnya
berwarna kuning pula.
Kalau Datuk-Datuk orang besar dalam upacara adat memakai baju berwarna hitam berkain
samping apa saja warnanya sesuai dengan seleranya, itulah sebagai pertanda perbedaan pimpinan
dan bukan pimpinan.
I. Pakaian adat untuk kaum perempuan
Jenis pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum perempuan baik muda
maupun tua sama saja. Baju yang dipakai adalah baju kurung Teluk Belanga, baju Kebaya
Laboh, bagi anak gadis baju Kebaya Laboh Cekaka Musang.
Kepala memakai tudung Mente dan memakai tudung Kain Lingkup. Tudung Kain Lingkup
apabila masuk ke ruangan kain Tudung Lingkup dilipatkan dipinggang kemudian dijepit
dipinggang.
Rambut disanggul dengan bentuk sanggul Melayu, seperti sanggul Jonget, sanggul Lintang, dan
sanggul Lipat Pandan. Perhiasan dipakai didada yang disebut dokoh dan gelang serta anting-
anting.
Warna baju yang dipakai isteri Datuk-Datuk dan Orang Besar adalah warna hitam stelan dan
berkain samping atau Tudung Lingkup yang berwarna lain. Warna kuning hanya dipakai oleh
Sultan dan Permaisuri atau Pimpinan Tertinggi di daerahnya.
II. Pakaian adat untuk kaum laki-laki
Jenis pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum lelaki adalah baju
kurung Cekak Musang, tidak dipakai baju kurung Teluk Belanga. Warna pakaian adat kaum
lelaki berwarna hitam dari bahan saten atau bahan sutera dilengkapi dengan perlengkaan sebagai
berikut:

a. Baju stelan dengan celana panjang sampai ketumit,


b. Kain samping terbuat dari tenunan sendiri, seperti; tenun Siak, Indragiri, tenunan Daek, dll,
c. Tanjak sebagai penutup kepala,
d. Bengkung pengikat pinggang,
e. Sebilah keris Melayu Sepukal, atau Tuasik atau Tilam Upih,
f. Kasut capal atau sepatu.

Untuk Sultan atau Pimpinan Tertinggi memakai baju Cekak Musang berwarna kuning atau hitam
satu stel baju, celana dan kain samping. Stelan baju penuh dengan taburan bunga cengkeh,
bintang dari ornamen yang ditenun khusus. Sultan memakai tanjak yang bernama Belah
Mumbang atau Elang Menyongsong Angin serta bertingkat 3 atau 5.
Biasanya Sultan memakai dua keris, satu yang pendek satu yang panjang, biasanya keris yang
anjang dibawa oleh pengawalnya yang sangat dipercaya. Pakaian adat dipakai pada upacara adat
seperti penobatan Raja-Raja, emberian gelar, penyambutan tamu agung, musyawarah besar adat
dan upacara adat yang digelar oleh Kerajaan atau Pemerintah.
Memakai Bengkung tergantung tingkat seseorang dalam jabatannya dimasyarakat adat atau
jabatan dalam struktur Kerajaan, seperti: Orang Besar Kerajaan, Putera Mahkota, angeran, kaum
bangsawan, Datuk-Datuk, Datuk Bendahara, Datuk Laksemana, Datuk Panglima, Penghulu,
Batin, Tongkat (wakil Batin) dan para pengawal.
Yang memakai selempang dari kanan ke kiri adalah Sultan berwarna kuning, sedangkan para
pengawal memakai warna merah diujung lengan dan bengkung serta ikat kepala berwarna
merah. Kecuali para pengawal yang mendampingi Sultan kemana saja adalah Hulubalang yang
tangguh memakai pakaian hitam berkain samping kain Lejo dan memakai bengkung warna
kuning dan memakai les merah.

IV.Pakaian Upacara Pengantin

I. Pakaian pengantin laki-laki

Bentuk pakaian pengantin laki-laki orang Melayu Kepulauan atau Pesisir serta orang Melayu
Daratan tidaklah berbeda jauh bentuk bajunya berupa baju kurung Cekak Musang atau baju
kurung Teluk Belanga, kecuali di daerah Lima Koto Kampar baju pengantinnya berbentuk jubah
yaitu baju terusan panjang hingga kebawah menutup mata kaki.
Perlengkapan pakaian laki-laki sebagai seorang pengantin Melayu adalah:
- Baju kurung Cekak Musang dari bahan tenunan satu stelan baju dan celana sama warnanya,
- Dikepala memakai Destar berbentuk mahkota dan adakalanya pengantin memakai tanjak,
- Memakai Sebai disebelah bahu kiri,
- Memakai kain samping dengan bunga kain kedepan,
- Pakai Bengkung,
- Pakai Keris,
- Pakai kalung panjang dilehernya pertanda ikatan keluarga,
- Membawa Sirih Lelat,
- Pakai kasut capal atau sepatu kulit.
Pakaian ini dipakai ada upacara langsung dimana pengantin laki-laki turun dari rumah ayah dan
bundanya menuju kerumah pengantin perempuan. Untuk mengikuti acara akad nikah dan acara
lainnya pengantin laki-laki memakai baju kurung Cekak Musang yang lengkap dengan memakai
kopiah, kadang-kadang kopiah dihias dengan permata, kalau Orang Besar Kerajaan dan orang
Bangsawan memakai lambang Kerajaan.

II. Pakaian pengantin perempuan

Pakaian upacara adat perkawinan bagi pengantin perempuan dalam masyarakat Melayu Riau
terdapat beberapa bentuk tergantung pada kegiatan yang akan dilaksanakan, seperti : acara
malam berinai, uacara akad nikah, acara bersanding, acara mandi damai serta acara berandam.
Pakaian pengantin perempuan dalam upacara malam berinai memakai pakaian Kebaya Laboh
atau baju kurung Teluk Belanga, memakai hiasan dan pperhiasan serta memakai sanggul
Melayu.
Pakaian pengantin pada upacara berandam hampir sama dengan memakai akaian Melayu harian;
Kebaya Laboh atau Kebaya Pendek atau baju kurung Teluk Belanga. Rambut disanggul dengan
sanggul Lipat Pandan atau sanggul Siput Jonget dihiasi dengan bunga-bunga hidup seperti
cempaka, bunga melur dan bunga tanjung. Muka pengantin dibersihkan dan dicukur bulu
romanya, dan dihias bulu keningnya. Setelah berandam dimandikan dengan air tujuh bunga serta
memakai kain kemban didada.
Pakaian pengantin pada acara akad nikah berpakaian baju kurung Teluk Belanga atau baju
kurung Kebaya Laboh, kepala ditutup dengan hiasan serta memakai tudung Mente. Sedangkan
dada diberi perhiasan Dokoh bertingkat, pakai Pending, pakai Sebai dikanan dan duduk dikamar
pengantin.
Pakaian pengantin pada upacara langsung atau bersanding : pengantin perempuan memakai
akaian Melayu Kebaya Laboh atau baju kurung Teluk Belanga lengkap dengan atributnya kepala
memakai pekakas andam dan dikening diletakkan Ramen perhiasan emas atau dibuat dari tekatan
bedang emas, dada dihiasi dengan Dokoh bertingkat, lengan diberi gelang berkepala naga,
dilengan bawah memakai gelang patah semat, sedangkan dikaki bergelang kaki berlipat rotan
emas.
Dibahu kanan memakai sebai bertekat emas berjurai kelengan, pada pinggang memakai pending
emas, dijari pakai canggai. Canggai hanya terlekat di ibu jari dan dijari kelingking (kedua belah
jarinya). Kaki dipakai sepatu tertutup jari berwarna sesuai dengan kehendak pengantin berhak
sedang yang disebut selepa. Pakaian waktu mandi damai berpakaian baju kurung Teluk Belanga,
baju Kebaya Laboh atau baju Kebaya Pendek yang dibuat khusus untuk upacara mandi damai.
Upacara mandi damai adalah suatu upacara untuk menyatakan syukur bahwa pengantin telah
bersatu.

V. Pakaian Upacara Keagamaan (Ritual)

Pakaian acara keagamaan ini disesuaikan pemakaiannya pada acara kegiatan keagamaan yang
akan kita laksanakan atau yang akan kita hadiri.
Bagi Pembesar Agama seperti Qodhi, Imam Mesjid memakai jubah berwarna hitam, panjang
jubah sampai dimata kaki, kepala memakai terbus dan dibelit dengan kain tipis berwarna putih,
biasanya dibuat berwarna merah. Bilal :biasanya memakai jubah berwarna hijau lumut disebelah
luarnya sedangkan didalam tetap memakai baju kurung Cekak Musang dan juga memakai terbus
dibalut kain putih tipis. Gharin Mesjid memakai baju Melayu Dagang Luar dengan memakai
kopiah hitam atau kopiah haji dan memakai kain samping pelekat.

Sedangkan orang biasa dalam acara agama ada terbagi dua:


- Kalau acara resmi dalam rangka kegiatan Hari Raya, pada hari-hari besar agama memakai
pakaian baju Melayu lengkap seperti baju Melayu Cekak Musang atau baju Melayu Teluk
Belanga, yang disebut baju Melayu Dagang Dalam.
- Untuk pergi sholat Jum’at biasanya boleh memakai baju Melayu harian atau baju Melayu
Dagang Luar dengan memakai kain samping kain pelekat dan pakai kopiah, pada umumnya
kalau sudah pernah menunaikan ibadah haji bisa memakai kopiah haji.

E. ADAB DALAM BERPAKAIAN MELAYU RIAU

ADAB BERPAKAIAN
     Secara khusus, berpakaian pada upacara adat akan diuraikan tersendiri. Tata cara berpakaian
sehari-hari adalah sebagai berikut:
1.      Memakai baju harus tangan kanan dahulu, baru kemudian tangan kiri dengan membaca
basmalah.
2.      Memakai celana harus kaki kanan dahulu, baru kemudian kaki kiri dengan membaca basmalah.
3.      Memakai sepatu/sendalharus kaki kanan dahulu baru kemudian kaki kiri kemudian membaca
basmalaha.
4.      Membuka dan mengenalkan pakaian adalah sebaliknya.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut, Pakaian harian dipakai setiap hari, baik oleh anak-anak,
dewasa, maupun orang tua. Pakaian sehari-hari dikenakan untuk berbagai kegiatan harian,
misalnya saat bekerja di ladang, bermain, ke laut, di rumah, maupun kegiatan yang lain. Jenis
pakaian untuk perempuan dikelompokkan menjadi pakaian perempuan anak-anak dan pakaian
perempuan dewasa Sedangkan pakaian resmi atau pakaian adat dikenakan pada acara-acara
tertentu yang berkenaan dengan kegiatan resmi atau pada saat acara adat. Warna, bentuk, dan
model pakaian adat ditentukan berdasarkan filosofi masyarakat Melayu Riau yang mengandung
nilai-nilai tertentu.
Selain itu, pakaian dan perhiasan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan atau kegunaan
estetika, namun juga mengandung semangat tertentu. Semangat tersebut melingkupi nilai budi
dan kejujuran hidup.

B.     SARAN
Pakaian tradisional masyarakat Melayu Riau merupakan salah satu kekayaan nasional yang
wajib dilestarikan. Masyarakat Riau sendiri sadar bahwa busana tradisional ini suatu ketika akan
punah bila tidak dilestarikan.

 
DAFTAR PUSTAKA

http://juliianto.blogspot.com/2013/06/adab-berpakaian-dan-makan-tradisi-melayu.html

M.A. Effendi, et al. 2004. Busana Melayu, Pakaian Adat Tradisional Daerah Riau. Pekanbaru:
Yayasan Pustaka Riau.

O.K. Nizami Jamil et al. 2005. Pakaian Tradisional Melayu Riau. Pekanbaru: LPNU Press dan
Lembaga Adat Melayu Riau.

Siti Zainon Ismail, 2004. “Busana Melayu Melaka” dalam Abdul Latiff Abu Bakar dan Mohd.
Nefi Imran, 2004. Busana Melaka. Bukit Peringgit: Institut Seni Malaysia Melaka.
MAKALAH BUDAYA MELAYU
(ADAB MEMAKAI PAKAIAN MELAYU)

KELOMPOK VIII :
NATHALIA PUTRI SIMAMORA (1961201237)

DINDA SABRINA RAEDI (1961201229)

LEDYFEBSI MARSTELLA SIAHAAN (1961201210)

RAIHAN (1961201236)

DOSEN PENGAJAR : JUSWANDI

MATA KULIAH : BUDAYA MELAYU


UNIVERSITAS LANCANG KUNING

PEKANBARU

TAHUN AJARAN 2020

Anda mungkin juga menyukai