Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SEJARAH KESULTANAN SUMBAWAWA

DISUSUN OLEH:

SRI ANNISA

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


UNIVERSITAS SAMAWA
TAHUN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alami, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Atas
segala karunia nikmatNya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Makalah yang berjudul “KERAJAAN ISLAM SUMBAWA” disusun dalam rangka memenuhi
salah satu tugas mata pelajaran sejarah.

Makalah ini berisi tentang berdirinya kerajaan islam di Sumbawa sampai runtuhnya
kerajaan tersebut.Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasa
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.

Besar harapan saya makalah ini dapat menjadi sarana informasi,pembelajaran dan untuk
mengetahui semua hal tentang kerajaan islam Sumbawa.

Demikian apa yang bisa saya sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari
karya ini.

Sumbawa besar 22 April 2021

SRI ANNISA

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Asal usul kesultanan sumbawa..................................................................................3

2.2 Sultan Muh. Jallaluddin III........................................................................................5

2.3 Pengislaman Kesultanan Sumbawa...........................................................................7

2.4 Nama-nama Raja Sumbawa.....................................................................................10

2.5 Sistem Kepercayaan Kesultanan Sumbawa.............................................................11

2.6 Peninggalan Kejayaan Kesultanan Sumbawa..........................................................12

2.7 Runtuhnya Kerajaan Sumbawa................................................................................13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...............................................................................................................14
3.2 Saran.........................................................................................................................14

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

4.1 Dafar Pustaka ..........................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kehadiran Islam secara lebih nyata di Indonesia terjadi pada sekitar abad ke-13 Masehi,
yaitu dengan adanya makam dari Sultan Malik as-Saleh yang mangkat pada bulan
Ramadhan 696 Hijriah/1297 Masehi. Ini berarti bahwa pada abad ke-13 Masehi di Nusantara
sudah ada institusi kerajaan yang bercorak Islam. Para saudagar Muslim sudah melakukan
aktivitas dagangnya sejak abad ke-7 Masehi. Beberapa kerajaan Hindu dan Buddha di
Nusantara sudah melakukan hubungan dagang dan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan
Islam di Timur Tengah.
Sejak awal perkembangannya, Islam di Indonesia telah menerima akomodasi budaya.
Karena Islam sebagai agama memang banyak memberikan norma-norma aturan tentang
kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain. Bila dilihat kaitan Islam dengan
budaya, paling tidak ada dua hal yang perlu diperjelas: Islam sebagai konsespsi sosial
budaya, dan Islam sebagai realitas budaya. Islam sebagai konsepsi budaya ini oleh para ahli
sering disebut dengan great tradition (tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya
disebut dengan little tradition (tradisi kecil) atau lokal tradition (tradisi lokal) atau juga
Islamicate, bidang-bidang yang “Islamik”, yang dipengaruhi Islam.
Dalam istilah lain proses akulturasi antara Islam dan Budaya lokal ini kemudian
melahirkan apa yang dikenal dengan lokal genius, yaitu kemampuan menyerap sambil
mengadakan seleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh kebudayaan asing, sehingga
dapat dicapai suatu ciptaan baru yang unik, yang tidak terdapat di wilayah bangsa yang
membawa pengaruh budayanya. Pada sisi lain lokal genius memiliki karakteristik antara
lain: mampu bertahan terhadap budaya luar; mempunyai kemampuan mengakomodasi
unsur-unsur budaya luar mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam
budaya asliu; dan memilkiki kemampuanmengendalikan dan memberikan arah pada
perkembangan budaya selanjutnya.

1
Untuk di Nusa Tenggara sendiri terdapat Kerajaan Lombok dan Sumbawa, Kerajaan
Bima dan Kerajaan Selaparang. Dan makalah ini akan berisikan tentang Kerajaan Sumbawa
mulai dari berdiri hingga runtuh. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana asal usul Kesultanan Sumbawa?


2. Siapakah Sultan Muh. Jallaluddin III?
3. Bagaimana cara pengislaman Kesultanan Sumbawa?
4. Siapa sajakah nama- nama Raja Sumbawa?
5. Apa sistem kepercayaan yang dianut dalam Kesultanan Sumbawa?
6. Apa sajakah peninggalan Kesultanan Sumbawa?
7. Bagaimana runtuhnya Kerajaan Sumbawa

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui asal usul Kesultanan Sumbawa
2. Untukmengetahui siapakah Sultan Muh. Jallaluddin III
3. Untuk mengetahui cara pengislaman kesultanan Sumbawa
4. Untuk mengatahui raja-raja Sumbawa
5. Untuk mengetahui sistem kepercayaan yang dianut Kesultanan Sumbawa
6. Untuk mengetahui peninggalan dari Kesultanan Sumbawa
7. Untuk mengetahui bagaimana runtuhnya Kerajaan Sumbawa

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asal Usul Kesultanan Sumbawa

Masa Kesultanan Sumbawa dimulai sejak berakhirnya Dinasti Dewa Awan Kuning yang
menganut paham Animisme. Masuknya Islam ke Sumbawa telah mempercepat dan mengkatalis
terbentuknya kesultanan Sumbawa yang dikenal dengan nama Dinasti Dewa Dalam Bawa.
Sultan yang pertama memimpin Sumbawa adalah Dewa Mas Pamayam (Mas Cini) 1648-1666.
Ada tiga “gelar induk” atau Puin Kajuluk yang digunakan sebagai nama gelar kesultanan
Sumbawa.

1. Sultan Harun Arrasyid

2. Sultan Jalaluddin, dan

3. Sultan Kaharuddin.

Perjalanan masa kesultanan Sumbawa telah melahirkan pemimpin yang menegakkan


keadilan dan kebenaran dengan keberanian yang ikhlas, sehingga lambang Kesultanan Sumbawa
digambarkan dengan macan putih atau sering disebut “Bendera Macan”. Bendera macan putih
merupakan lambang keberanian yang ikhlas dan suci, semangat ini telah terwarisi kepada seluruh
masyarakat Sumbawa, sehingga menjadi masyarakat yang modern, religius dan demokratis.

Panji atau Bendera LIPAN atau LIPAN API merupakan Bendera Perang Kesultanan
Sumbawa. Bendera ini Selalu dibawa manakala pasukan Bala Cucuk menunaikan tugas
pengamanan wilayah kesultanan dari ancaman musuh. Dewasa ini Bendera asli disimpan oleh
pak Makadia keturunan dari Panglima Mayo sebagai hadiah dari Sultan Sumbawa karena
berhasil sebagai penakluk perompak dan bajak laut yang mengganggu perairan Sumbawa.

Penobatan Sultan Sumbawa merupakan penobatan pertama yang dilakukan sejak


kesultanan Sumbawa menjadi bagian NKRI. Penobatan ini menjadi sangat penting dan
bermakna bagi seluruh.........................................................................................................rakyat
atau Tau Tana Samawa yang memegang teguh nilai-nilai budaya Sumbawa. Penobatan Sultan
Sumbawa tidak dihajatkan sebagai Negara Berdaulat, tetapi akan menjadi pengawal/penjaga
3
pusaka Sumbawa yaitu budaya, adat rapang tau dan tana samawa

4
yang religius (Adat Barenti Ko Syara, Syara’ Barenti Ko Kitabullah) yang bermakna bahwa adat
istiadat dan budaya Sumbawa senantiasa berpedoman kepada agama untuk kerik salamat tau ke
tana samawa (keselamatan masyarakat dan alam Sumbawa). Wilayah kesultanan adat Sumbawa
adalah kabup/aten Sumbawa dan Sumbawa Barat (Kamutar Telu).

Sumbawa dalam sejarah masa lalu merupakan wilayah yang dipimpin oleh Sultan.
Pengaruh kerajaan ini hingga ke Goa, Sulawesi Selatan melalui penaklukkan kerajaan Goa dalam
sayembara menendang bola besi dengan peserta seluruh Kerajaan di Nusantara pada saat itu.

Sejarah Sumbawa mencatat bahwa dominasi Sultan Sumbawa yang keturunan Bugis-
Makasar digantikan oleh sultan dari keturunan raja Banjar. Permulaan keturunan raja Banjar
menjadi sultan Sumbawa yaitu, Gusti Mesir Abdurrahman yang bergelar Sultan Muhammad
Jalaluddin Syah II (1762-1765). Beliau diangkat menjadi sultan kedelapan Sumbawa karena
beliau telah memperistrikan cucunda dari Sultan Jalaluddin Muhammad Syah I (1702-1723),
Datu Bonto Raja.

Kerajaan Sumbawa juga memayungi Selaparang (Pulau Lombok, sekarang), merupakan


wilayah kekuasaan Kerajaan Sumbawa yang disebut dalam istilah "Kemutar empat". Bukti
sejarah, sebagian penduduk di Lombok Timur, Mataram merupakan keturunan dari Sumbawa
yang ikut dalam pembebasan Selaparang pada masa itu. Sejarah masa lalu tersebut telah berlalu.
Seiring dengan berdirinya negara Kesatuan Republik Indonesia, maka Kesultanan Sumbawa
masuk dalam wilayah Sunda Kecil dan pada akhirnya Sumbawa juga menjadi bagian dari
provinsi Nusa Tenggara Barat yang beribukota di Mataram.

Setelah Indonesia merdeka, Sumbawa masa kini meninggalkan bekas ketangguhan,


kemurahan, solidaritas bahkan toleransi. Keterbukaan adalah jati diri masyarakat Sumbawa yang
tidak mengenal istilah nepotisme bahkan dalam kompetisi keseharian, masyarakat terbiasa
dengan kompetisi sehat. Karakter tersebut menempatkan integritas kepribadian yang
bertanggung jawab atas perbuatannya.

Sejarah mencatat, berbagai daerah tertarik mendiami Kesultanan Sumbawa, seperti dari
kerajaan Sriwijaya Palembang, kini disebut Pelampang (berasal dari kata Palembang). Banjar
berasal dari Kalimantan, Selayar dari Sulawesi, Mantar dari bangsa Portugal, Jawa dari Jawa.

5
Semua warna tersebut bercampur menjadi satu kesatuan bagaikan pelangi yang senantiasa
membawa kebahagiaan dan kedamaian di Tana Samawa (Tanah Sumbawa).

Sumbawa yang sangat terbuka dan penuh toleransi merupakan daerah yang nilai-nilainya
dibangun atas dasar nilai moral. Semua orang yang hidup di Tana Samawa merupakan orang
yang sanggup menjunjung tinggi moral diatas segala kepentingan. Tak pelak ketika pelanggaran
moral terjadi, dimana negara tidak lagi hadir maka hukum setempat akan mengeksekusi.

Tindakan demikian merupakan bentuk dari tuntutan keseimbangan; peran, pelayanan,


persamaan derajat dan kesempatan dalam memelihara keseimbangan Sumbawa secara
menyeluruh. Kesempatan merupakan landasan menuju penyatuan dan partisipasi aktif dalam
memelihara Tana Samawa. Perilaku kompetitif, tidak menempatkan masyarakat Sumbawa
menduduki peluang dalam perekrutan setiap kebutuhan negara.

2.2 Sultan Muh. Jallaluddin III

Kebaradaan Tana Samawa atau Kabupaten Sumbawa, mulai dicatat oleh sejarah sejak
Zaman Dinasti Dewa Awan Kuning, tetapi tidak banyak sumber tertulis yang bisa dijadikan
bahan acuan untuk mengungkapkan situasi dan kondisi pada waktu itu. Sebagaimana masyarakat
di daerah lain, sebagian rakyat Sumbawa masih menganut animisme dan sebagian sudah
menganut agama Hindu.

Baru pada kekuasaan raja terakhir dari dinasti Awan Kuning, yaitu Dewa Maja Purwa,
ditemukan catatan tentang kegiatan kerajaan, antara lain bahwa Dewa Maja Purwa telah
menandatangani perjanjian dengan Kerajaan Goa di Sulawesi. Perjanjian itu baru sebatas
perdagangan antara kedua kerajaan kemudian ditingkatkan lagi dengan perjanjian saling menjaga
keamanan dan ketertiban. Kerajaan Goa yang pengaruhnya lebih besar saat itu menjadi
pelindung kerajaan Samawa’.

Setelah Dewa Maja Purwa wafat ia digantikan oleh Mas Goa, yang masih menganut
ajaran Hindu. Ia dianggap telah melanggar salah satu perjanjian damai dengan kerajaan Goa,
maka resikonya ia terpaksa disingkirkan bersama pengikut-pengikutnya kesebuah hutan, kira-
kira di wilayah Kecamatan Utan sekarang. Pengusiran Mas Goa dan pengikutnya ke wilayah

6
Utan lebih arif disebut kudeta di zaman sekarang. Ia serta merta diturunkan dari tahtanya karena
mangkir dari kesepakatan pendahulunya dengan Kerajaan Goa. Tidak disebutkan apa
pelanggaran yang telah dilakukan Mas Goa, namun campur tangan Raja Goa di Sulawesi sangat
besar.

Pemberhentian secara paksa ini terjadi pada tahun 1673 M sekaligus mengakhiri
pengaruh Dinasti Dewa Awan Kuning di Sumbawa. Tahun berikutnya 1674 M Dinasti baru
terbentuk dan diberi nama Dinasti Dewa Dalam Bawa’. Saat itu Tana’ Samawa, rakyat Sumbawa
sudah mulai memeluk Agama Islam. Dinasti Dewa Dalam Bawa’ ini berkuasa hingga tahun
1958.

Luas wilayah kekuasaannya dimulai dari wilayah taklukan Kerajaan Empang hingga
Jereweh. Raja pertama dari Dinasti Dalam Bawa ini adalah Sultan Harunurrasyid I (1674 –
1702). Ia kemudian diganti oleh putranya Pangeran Mas Madina bergelar Sultan Muhammad
Jalaluddin Syah I yang menikah dengan Putri Raja Sidenreng Sulawesi Selatan yang bernama I
Rakia Karaeng Agang Jene. Setelah wafat, Jalaluddin Syah I ini kemudian diganti oleh Dewa
Loka Lengit Ling Sampar kemudian oleh Dewa Ling Gunung Setia. Tidak banyak bahan sejarah
yang dapat mengungkapkan berapa lama keduanya memerintah, tapi diperkirakan selama 10
tahun.

Ada fakta yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Datu Gunung Setia, kerajaan
Sumbawa termasuk “Bala Balong” lenyap dilalap si jago merah pada tanggal 26 Ramadhan 1145
Hijriah (1732 M).

Pada tahun 1733 Kerajaan Sumbawa kembali dipegang oleh keponakan Sultan
Muhammad Jalaluddin Syah I, bernama Muhammad Kaharuddin I (1733-1758). Ketika ia
meninggal, kekuasaan diambil alih istrinya I Sugiratu Karaeng Bontoparang, yang bergelar
Sultan Siti Aisyah. Raja wanita ini dikenal sering berselisih paham dengan pembantu raja,
sehingga pada tahun 1761 ia diturunkan dari tahta dan digantikan oleh Lalu Mustanderman Datu
Bajing, namun ia menolak, dan menyarankan untuk mengangkat adiknya yaitu Lalu Onye Datu
Ungkap Sermin (1761-1762).

Wilayah Kesultanan/kerajaan Sumbawa ini pada masa pra-Majapahit menjadi wilayah


kekuasaan Kerajaan Sasak Samawa yang berpusat di Lombok, kemudian ditaklukkan oleh

7
Majapahit dengan pusat pengaruh di Taliwang dan Seran, sedangkan masa Islam adalah
masa penaklukkan Kerajaan Gowa-Sulawesi terhadap semua wilayah Sumbawa dan Selaparang-
Lombok dengan pusat pemerintahan mula-mula di Lombok kemudian dipindahkan ke Sumbawa
besar akibat ancaman pencaplokkan Kerajaan Gelgel-Bali. Setelah masuknya VOC (Verenigde
Oost Indische Compagnie) Kesultanan Sumbawa menjadi bagian wilayah Gubernemen Selebes,
dan sesuai pembagian wilayah afdeeling maka Sumbawa masuk wilayah Karesidenan Timor
dengan ibukota di Sumbawa Besar.

2.3 Pengislaman Kesultanan Sumbawa

Sejarah pengislaman Kerajaan Sumbawa dimulai dari masuknya Kerajaan Gowa ke


Sumbawa yang datang melalui penaklukkan sekitar tahun 1618 s/d 1623. Sejarah ini memiliki
kisah tersendiri yang menarik untuk di telusuri, karena masuknya Gowa semakin memberikan
ruang bagi berkembangnya Islam secara lebih merata ke seluruh pelosok negeri.

Sebelum terjadinya penaklukkan, antara Sumbawa dengan Gowa telah terjalin hubungan
yang erat melalui komunikasi yang terjadi antara peduduk di kedua wilayah. Sumbawa
dimanfaatkan oleh para pedagang Gowa sebagai salah satu jalur penting perdagangan, begitu
pula sebaliknya. Jarak yang dekat antara Sulawesi dengan Sumbawa membuat perahu-perahu
phinisi Gowa hampir setiap hari hilir mudik dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Daya
tarik terbesar Sumbawa saat itu adalah kayu sepang dan kuda. Sedangkan di kalangan para
bangsawan Gowa, Sumbawa telah lama di kenal sebagai daerah yang kaya dengan binatang
buruan, sehingga pada waktu-waktu tertentu banyak diantara mereka yang datang untuk berburu
kijang atau rusa.

Melalui mereka inilah informasi tentang kondisi Sumbawa diketahui oleh Raja Gowa
XIV yang saat itu sedang gencar-gencarnya memperkenalkan Islam kepada kerajaan-kerajaan
tetangganya. Proses pengislaman ini ada yang dilakukan melalui loby-loby politik namun
kebanyakan dilakukan melalui peperangan.

8
Setelah berhasil menaklukkan sebagian besar kerajaan yang ada di Sulawesi, Gowa pun
kemudian melirik Pulau Sumbawa dan pulau-pulau kecil disekitarnya, sehingga pada tahun
1616, berangkat pasukan besar dari Gowa yang di pimpin oleh Panglima Angkatan Perang
Kerajaan Gowa yaitu Lo’mo Mandalle.

Pasukan ini pertama kali mendarat di Bima dan berhasil menaklukkan sekaligus
mengislamkan wilayah Bima, Sanggar, Tambora dan Dompu. Dua tahun kemudian yaitu pada
tahun 1618, di bawah pimpinan Keraeng Moroanging yang menggantikan posisi Lo’mo
Mandalle sebagai Panglima Angkatan Perang, pasukan ini bergerak menuju Taliwang. Daerah
inipun berhasil dikuasai termasuk kerajaan-kerajaan sekitarnya yaitu Seran, Jereweh dan Utan
Kadali. Selang beberapa bulan kemudian satu demi satu kerajaan-kerajaan lainnya berhasil
ditaklukkan termasuk Kerajaan Ngali, dan pada puncaknya adalah penaklukkan Kerajaan
Samawa Puin.

Pengislaman yang dilakukan oleh Kerajaan Gowa meskipun hanya dikhususkan pada
kerabat kerajaan, adalah tonggak awal dari semakin meluasnya penyebaran Islam di Sumbawa.
Dalam sejarah penyebaran Islam, ketika puncak kekuasaan sudah dikuasai, maka tinggal
menunggu waktu untuk daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaannya.

Kisah lengkap tentang sejarah pengislaman Kerajaan Sumbawa oleh Kerajaan Gowa
terdapat dalam Buku Sumbawa Pada Masa Dulu karangan Lalu Manca yang dikutip dari Piagam
perjanjian damai antara Kerajaan Sumbawa yang diwakili oleh Raja Dewa Maja Paruwa dengan
Kerajaan Gowa, yaitu:

”Haadza Kalaamulqaati’ yang termaktub dalam buk perjanjian Tanah Gowa dengan
Tanah Sumbawa pada Perang Sariyu dengan Suruh Kari Takwa. Telah berkata Kari Takwa,
”Adat kamu dan rapang kamu tiada dibinasakan dan tiada kami rusakkan. Adapun aku meneguh
juga kepadamu, tetapi jangan kamu lupakan mengucap Asyhaduanlaailaahaillallah wa
Asyhaduanna Muhammadurrasulullah, dan iman kamu jangan tiada meneguh Agama Islam.

Demikian pesan Raja Gowa Tuminang Riagamana dengan Raja Gowa pada Raja
Sumbawa dan Tanah Sumbawa tiada kami binasakan adatmu dan rapangmu”. Pada masa itu, ada
ketika Menteri Tetelu dan Ranga Kiku’ memegang negeri Sumbawa, dan Nene Kalibelah dan

9
Nene Jurupalasan. Memanca Lima dan Lelurah Pitu dan segala orang-orang besar-besar adalah
hadir menghadap Raja Sumbawa. Demikianlah adanya. Hijratunnabi SAW 1032 H (1623 M)”.

Setelah Islam menjadi agama resmi kerajaan, utusanpun kemudian dikirim oleh Dewa
Maja Paruwa ke seluruh daerah yang telah dikuasai untuk melakukan proses pengislaman secara
menyeluruh. Kepergian para utusan tersebut ada yang disertai dengan mubalig namun ada pula
yang hanya sebatas memberikan pengumuman kepada masyarakat tentang munculnya Agama
Islam dan kewajiban bagi masyarakat untuk memeluknya. Kepergian mereka juga disertai
dengan undangan terbuka kepada pimpinan masing-masing daerah baik raja, datu maupun kepala
suku untuk menghadiri rapat akbar di Istana Kerajaan

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Islampun mulai tersebar luas di kalangan
masyarakat dan terutama di kalangan bangsawan kerajaan. Raja-raja Hindu yang kemudian
memeluk agama Islam adalah Raja Kerajaan Taliwang (Dewa Langit Ling Kertasari), Raja
Kerajaan Utan Kadali (Dewa Langit Ling Baremang dan Dewa Langit Ling Utan), Raja Kerajaan
Seran, Raja Kerajaan Tangko Empang, dan seterusnya.

Dalam proses pengislaman yang dilakukan oleh pihak kerajaan, terdapat kisah yang
menarik untuk diikuti. Sebagian besar utusan yang dikirim telah mengetahui kalau seandainya
Islam bukanlah agama yang asing bagi daerah-daerah yang akan mereka kunjungi. Agama ini
telah menarik minat dan simpati masyarakat terutama rakyat kecil yang merasa derajatnya
terangkat. Dalam ”buk” desa Tepal dijelaskan bahwa utusan kerajaan yang dikirim ke desa itu
bernama Syekh Salahuddin. Ketika pertama kali menginjakkan kakinya ke desa ini, ulama ini
merasa heran dan takjub dengan kehidupan masyarakat pada saat itu yang rata-rata telah
mengenal Islam, sehingga beliaupun kemudian mengambil keputusan untuk tinggal di tempat itu
bahkan sampai akhir hayatnya.

Setelah era Dewa Maja Paruwa, Sumbawa masuk pada era baru yaitu berkuasanya trah
Makasar dan Banjar dengan raja pertamanya yaitu Dewa Mas Pamayam41 (1648-1668). Raja ini
diangkat oleh Gowa sebagai Gubernur Muda dan berkedudukan di bagian barat Sumbawa, yaitu
Kerajaan Utan Kadali.

Pada masa pemerintahan Dewa Mas Gowa ini, Islam masih dalam tahap transisi awal
yang merupakan masa yang sangat rentan bagi penyebaran Agama Islam, bahkan pada masa ini

10
Dewa Mas Gowa diturunkan secara paksa oleh para pembesarnya karena masih mempertahankan
style Hindu.

Proses pengislaman ini berlangsung selama 27 tahun, hal ini diketahui dengan munculnya
pernyataan Sultan Hasanuddin pada tahun 1750, bahwa antara Makasar dan Sumbawa telah
dipersatukan dan seluruh masyarakat Sumbawa telah beragama Islam.

Dinasti Dewa Dalam Bawa merupakan dinasti yang didirikan oleh keturunan langsung
Sayyid Syamsuddin al-Aydrus yaitu Dewa Mas Bantan atau yang lebih di kenal dengan Sultan
Harunnurasyid I (1675 s/d 1702). Dinasti ini merupakan dinasti pertama sekaligus terakhir yang
pernah berkuasa pada masa kesultanan Sumbawa.

Sebagai Raja Sumbawa, Dewa Mas Bantan memiliki tugas berat dalam membangun
pondasi Islam yang kuat di Sumbawa. Dalam masa pemerintahannya selama 27 tahun, Dewa
Mas Bantan membangun Islam pada masa Islam baru mulai belajar merangkak. Sultan ini tidak
mewarisi satupun hal yang positif dalam hal pengembangan Islam dari raja sebelumnya yaitu
Dewa Mas Gowa. Namun secara perlahan tapi pasti, Dewa Mas Bantan Baru pada masa Dewa
Mas Madina (1702-1723), wajah Islam mulai berubah secara drastis. Sultan ini melakukan
perubahan secara besar-besaran yang ditandai dengan dibentuknya Majelis Islam yang anggota-
anggotanya terdiri dari para ulama, sekaligus diterapkannya hukum adat dan hukum kitab
berdasarkan adat bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan kitabullah.

2.4 Nama-nama Raja Sumbawa

Dari beberapa sumber diketahui ada sebanyak 17 raja yang pernah memerintah di Sumbawa
dalam kurun waktu dari tahun 1674-1958 M.

1. Sultan Hasanurrasyid I 1674-1702 M

2. Sultan Muhammad Jalaluddin I 1702-1723 M

3. Datu Bala Sawo 1723-1725 M

4. Datu Gunung Setia 1725-1732 M

5. Sultan Muhammad Kaharuddin I 1732-1758 M

11
6. Sultan Siti Aisyah 1759-1760 M

7. Datu Ungkap Sermin 1761-1762 M

8. Sultan Muhammad Jalaludddin II 1762-1765 M

9. Dewa Mepaconga Mustafa 1765-1776 M

10. Sultan Harunurrasyid II 1776-1790 M

11. Sultan Shafiyatuddin 1791-1795 M

12. Sultan Muhammaad Kaharuddin II 1795-1816 M

13. Nene Ranga Mele Manyurang 1816-1825 M

14. Mele Abdullah 1825-1836 M

15. Sultan Amrullah II 1836-1882 M

16. Sultan Muhammad Jalaluddin III 1882-1931 M

17. Sultan Muhammad Kaharuddin III 1931-1958 M

2.5 Sistem Kepercayaan

Bukti-bukti arkeologis yang diketemukan di wilayah Sumbawa, berupa sarkofagus,


nakara, dan menhir mengindikasikan bahwa tau Samawa purba telah memiliki kepercayaan dan
bentuk-bentuk ritual penyembahan kepada arwah nenek moyang mereka. Konsep-konsep tentang
kosmologi dan perlunya menjaga keseimbangan antara dirinya dengan makrokosmos terus
diwariskan lintas generasi hingga masuknya kebudayaan Hindu-Budha, bahkan paradaban Islam
di Sumbawa kini.

Diperkirakan agama Hindu-Budha telah berkembang pesat di kerajaan-kerajaan kecil


Sumbawa sekitar dua ratus tahun sebelum invasi Kerajaan Majapahit ke wilayah Sumbawa ini.
Beberapa kerajaan itu antara lain: Kerajaan Dewa Mas Kuning di Selesek (Ropang), Kerajaan
Airenung (Moyo Hulu), Kerajaan Awan Kuning di Sampar Semulan (Moyo Hulu), Kerajaan

12
Gunung Setia (Sumbawa), Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan), Kerajaan Seran (Seteluk),
Kerajaan Taliwang, dan Kerajaan Jereweh.

Menurut Zolinger, agama Islam masuk ke Pulau Sumbawa lebih dahulu dari pada Pulau
Lombok antara tahun 1450–1540 yang dibawa oleh para pedagang Islam dari Jawa dan Melayu,
khususnya Palembang. Selanjutnya runtuhnya Kerajaan Majapahit telah mengakibatkan
kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Sumbawa menjadi kerajaan-kerajaan yang merdeka. Kondisi
ini justru memudahkan bagi proses pengenalan ajaran Islam oleh para mubaligh tersebut,
kemudian pada tahun-tahun awal di abad ke-16 Sunan Prapen yang merupakan keturunan Sunan
Giri dari Jawa datang ke Sumbawa untuk menyebarkan Islam pada kerajaan-kerajaan Hindu di
Sumbawa, dan terakhir penaklukan Karaeng Moroangang dari Gowa-Sulawesi tahun 1618 atas
Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan) sebagai kerajaan terakhir yang bersedia masuk Islam
sehingga menghasilkan sumpah “adat dan rapang Samawa (contoh-contoh kebaikan) tidak akan
diganggu gugat sepanjang raja dan rakyatnya menjalankan syariat Islam” yang merujuk pada
konsepsi adat bersendikan syarak, dan syarak berazazkan kitabullah.

2.6 Peninggalan Kejayaan Kesultanan Sumbawa

Berdiri kokoh di tengah Kota Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, Istana Dalam loka
merupakan saksi sejarah yang memperlihatkan kejayaan Kesultanan Sumbawa pada zamannya.
Dibangun pada tahun 1885, pembangunan bangunan yang berarti istana tua ini diprakarsai Sultan
Muhammad Jalaluddin Syah III yang menjadi Sultan ke-16 dari Dinasti Dewa Dalam Bawa.

Berbentuk rumah panggung dengan luas bangunan 904 M2, Istana Dalam Loka terlihat
sangat megah. Istana yang dibangun dengan bahan kayu ini memiliki filosofi “adat berenti ko
syara, syara barenti ko kitabullah”, yang berarti semua aturan adat istiadat maupun nilai-nilai
dalam sendi kehidupan tau Samawa (masyarakat Sumbawa) harus bersemangatkan pada syariat
Islam.

Lambang keislaman juga dapat dilihat pada kayu penyangga yang berjumlah 99 yang bila
diartikan mempunyai kesamaan dengan sifat ALLAH SWT (Asma'ul Husna).

13
Bangunan utama bala rea yang dibangun dengan kayu jati merupakan pengganti
kediaman raja yang dulu pernah terbakar saat terjadi letusan bubuk mesiu kerajaan. Dibangun
dengan sistem baji, bangunan ini memiliki tingkat kelenturan yang tinggi apabila terjadi gempa
bumi.

Pemilihan selatan sebagai arah hadap rumah pun memiliki makna tersendiri. Berdasar
hukum arah mata angin, selatan dipercaya dapat memberikan suasana sejuk, tenteram, damai,
dan nyaman. Tidak hanya itu, selatan pun bermakna menatap pada masa lalu yang bila diartikan
pemimpin harus memiliki kebijaksanaan dan kearifan dalam menyikapi masa lalu yang bisa
dibawa ke masa kini.

Awalnya, Istana Dalam Loka berfungsi sebagai kediaman raja. Fungsi itu berubah sejak
dibangunnya istana baru pada tahun 1932. Kini, Dalam Loka berfungsi menjadi cagar budaya
yang mengingatkan jika dahulu pernah berdiri Kesultanan Sumbawa yang pernah berjaya pada
zamannya.

2.7 Runtuhnya Kerajaan Sumbawa

Faktor - faktor yang berperan dalam kejatuhan kerajaan Sumbawa adalah:

- Datu Jereweh ingin merebut tahta kekuasaan dan meminta bantuan VOC untuk meraihnya,
datu jereweh juga mempengaruhi sekutu - sekutu kerajaan sumbawa untuk menandatangani
perjanjian dengan VOC

- Perjanjian dengan VOC membuat voc berhak menarik pajak di wilayah kerajaan sumbaya, hal
ini memicu kemarahan rakyat dan merekapun melakukan pemberontakan

- kekuasaan belanda di sumbawa semakin merajalela seiring dengan berjalannya waktu, hingga
akihrnya raja Sumbawa terpaksa menandatangani perjanjian untuk menyerahkan seluruh
kerajaan sumbawa ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda ke Indonesia pada tahun 1948.

14
BAB III

KESIMPULAN & SARAN

3.1 Simpulan

Masa Kesultanan Sumbawa dimulai sejak berakhirnya Dinasti Dewa Awan Kuning yang
menganut paham Animisme. Agama Islam masuk ke Pulau Sumbawa lebih dahulu dari pada
Pulau Lombok antara tahun 1450–1540 yang dibawa oleh para pedagang Islam dari Jawa dan
Melayu, khususnya Palembang.

Selanjutnya runtuhnya Kerajaan Majapahit telah mengakibatkan kerajaan-kerajaan kecil


di wilayah Sumbawa menjadi kerajaan-kerajaan yang merdeka. Kondisi ini justru memudahkan
bagi proses pengenalan ajaran Islam oleh para mubaligh tersebut, kemudian pada tahun-tahun
awal di abad ke-16 Sunan Prapen yang merupakan keturunan Sunan Giri dari Jawa datang ke
Sumbawa untuk menyebarkan Islam pada kerajaan-kerajaan Hindu di Sumbawa, dan terakhir
penaklukan Karaeng Moroangang dari Gowa-Sulawesi tahun 1618 atas Kerajaan Dewa Maja
Paruwa (Utan) sebagai kerajaan terakhir yang bersedia masuk Islam sehingga menghasilkan
sumpah “adat dan rapang Samawa (contoh-contoh kebaikan) tidak akan diganggu gugat
sepanjang raja dan rakyatnya menjalankan syariat Islam” yang merujuk pada konsepsi adat
bersendikan syarak, dan syarak berazazkan kitabullah.

3.2 Saran

Dengan ditulisnya makalah ini, selain menambah wawasan pembaca diharapkan


pemerintah dapat menerapkan kurikulum yang terbaik, sehingga akan memajukan pendidikan di
Indonesia. Semoga penulis lain juga akan mengangkat tema perjalanan kurikulum di Indonesia
dengan lebih baik dan lebih lengkap.

15
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

4.1 Daftar Pustaka

[1] http://idafitriyanti22.blogspot.co.id/2013/11/hubungan-kerajaan-sumbawa-dengan.html

[2] https://brainly.co.id/tugas/5762036

[3] http://baru.sumbawakab.go.id

[4] http://www.sumbawanews.com /berita/sumbawa-masa-lalu-kini-dan-akan-datang Ibid.

[5] http://alanzuhri17.blogspot.com /2013/01/kerajaan-di-sumbawa.html

[6] http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/istana-tua-dalam-loka-peninggalan-kejayaan-
kesultanan-sumbawa-ntb

16
17

Anda mungkin juga menyukai