Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Siak di pimpin pertama kali oleh Raja Kecil, yang bergelar Sulthan Abdul Djalil
Rachmadsjah pada tahun (1723 – 1746) dengan ibukotanya Buantan. Dari duabelas orang sultan
yang memerintah kerajaan Siak Sri Indrapura, terdapat nama Tengku Panglima Besar Sayed
Kasim (1864 – 1889) bergelar Sultan Assyaidis Syarif Kasim I Abdul Jalil Syaifuddin, sultan ke
sepuluh.

Nama ini kurang begitu dikenal dibanding dengan putranya Tengku Ngah Sayed Hasyim
(1889 – 1908) bergelar Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yang
membangun Istana Siak “Asserayah Hasyimiyah” dan Masjid Sultan “Syahabuddin” maupun
dibanding cucunya Tengku Putera Sayed Kasim bergelar Sulthan Assyaidis Syarif Kasim II
Abdul Jalil Syaifuddin (Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan
Syarif Kasim II).

Sultan Syarif Kasim II inilah yang merupakan sultan ke-12 sekaligus sultan terakhir
kerajaan Siak Sri Indrapura dan menyatakan bergabung dengan NKRI dengan menyerahkan
Mahkota Kerajaan serta menyumbangkan harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden kepada
Pemerintah Republik Indonesia (setara dengan 214,5 juta gulden atau 120,1 juta USD atau Rp
1,47 trilyun pada tahun 2014).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana masa kecil Sultan Syarif Kasim II?

2. Bagaimana latar pendidikan Sultan Syarif Kasim II?

3. Bagaimana peranan Sultan Syarif Kasim II melawan penjajah?

4. Bagaimana akhir kehidupan Sultan Syarif Kasim II?

1|Page
C. Tujuan Kepenulisan
1. Untuk mengetahui masa kecil Sultan Syarif Kasim II

2. Untuk mengetahui latar pendidikan Sultan Syarif Kasim II

3. Untuk mengetahui peranan Sultan Syarif Kasim II melawan penjajah

4. Untuk mengetahui akhir kehidupan Sultan Syarif Kasim II

2|Page
BAB 2
Pembahasan

A. Biografi singkat
Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II
(lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, 1 Desember 1893 - meninggal di Rumbai, Pekanbaru, Riau, 23
April 1968 pada umur 74 tahun) adalah sultan ke-12 Kesultanan Siak Sri Indrapura yang
mendapat gelar/penghargaan sebagai Pahlawan Nasional (Keppres No. 109/TK/1998, tanggal 6
November 1998).

Beliau dinobatkan sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan ayahnya Sultan
Syarif Hasyim. Sultan Syarif Kasim II merupakan seorang pendukung perjuangan Kemerdekaan
Indonesia, serta mendorong raja-raja di Sumatera Timur untuk mendukung dan
mengintegrasikan diri dengan Republik Indonesia.

Tidak lama setelah proklamasi beliau menyatakan Kesultanan Siak sebagai bagian
wilayah Indonesia, dan menyumbangkan harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden untuk
Pemerintah Republik Indonesia, setara dengan 214,5 juta gulden (tahun 2014) atau 120,1 juta
USD atau Rp 1,47 trilyun.

Masa Kecil

Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syarifuddin atau yang lebih dikenal
dengan Sultan Syarif Kasim II ialah pewaris tahta Kerajaan Siak Sri Indrapura ke-12. Beliau
lahir di Siak Sri Indrapura, Riau pada tanggal 11 Jumadil akhir 1310 H, atau 1 Desember 1893
M.
Ayahnya adalah raja ke-11 yang bergelar Sultan Assayaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil
Syafiuddin, yang memerintah kerajaan kerajaan Siak Sri Indrapura selama 19 tahun yaitu dari
tahun 1889 sampai tahun 1908. Sedangkan ibunya adalah Tengku Yuk, permaisuri kerajaan.
Tengku sulong Sayed Kasim atau yang lebih populer dengan panggilan Syarif Kasim ini adalah
adik seayah dengan Tengku Long Putih, tetapi berlainan ibu.

Semasa kecilnya sampai berumur 12 tahun, Syarif Kasim dididik dalam lingkungan
istana. Sebagai calon pengganti ayahnya, ia dididik sebagaimana lazimnya adat istiadat raja-raja,
meliputi aspek fisik, mental spiritual atau kerohanian dan kecerdasan.

3|Page
Ayahandanya merupakan seorang sultan yang kuat memegang prinsip Islam, selain itu
juga mempunyai pandangan yang luas serta berusaha dalam meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyatnya. Ayahandanya ingin agar Syarif Kasim yang menggantikannya kelak
dapat memimpin kerajaan dengan prinsip Islam dan pengetahuan yang luas.

Masa Pendidikan

Setelah Syarif Kasim berumur 12 tahun tepatnya pada tahun 1904, beliau dikirim
ayahandanya ke jawa untuk memperdalam ilmu hukum agama islam dan hukum ketatanegaraan.
Dalam hukum islam beliau diasuh oleh Sayed Husen al-Hasbi, sedangkan hukum ketatanegaraan
diajarkan oleh Prof. Snouck Hurgronye pada institut Beck En Volten di Batavia (sekarang
Jakarta). Dalam kehidupannya yang sangat berpengaruh adalah ajaran dari Sayed Husein Al-
Hasbi hingga ia menjadi pemeluk agama Islam yang taat dan berjiwa kebangsaan yang tinggi[3].
Kedua pendidikan ini beliau tempuh selama 11 tahun, yaitu dari tahun 1904-1915.

Selama mendalami pendidikan beliau memperoleh tempatan semangat kebangsaan.


Karena pada waktu itu semangat pergerakan nasional yang digerakkan oleh para pemuda untuk
melepaskan diri dari penjajahan. Pendidikan yang ditempuh selama ini jelas akan memberikan
banyak sekali ilmu pengetahuan, sikap dan tingkah laku yang mantap dan semuanya itu
merupakan modal yang kuat untuk melaksanakan tugas menjadi raja yang harus berjuang untuk
mempertahankan eksistensi kerajaan dan agama islam berhadapan dengan kolonial Belanda yang
berupaya menghancurkan kedaulatan kerajaan dan menghisap kekayaan pribumi.

Saat Sayed Kasim berumur 16 tahun semasa masih menuntut ilmu di Batavia,
ayahandanya Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Djailil Syaifuddin meninggal dunia
bertepatan tahun 1908. Oleh karena itu, Sayed Kasim tidak langsung dinobatkan sebagai raja
menggantikan ayahndanya, maka untuk sementara waktu pemerintahan dipegang oleh dua orang
pejabat yang mewakili raja yaitu Tengku Besar Sayed Syagaf dan Datuk Lima Puluh selama 7
tahun, sementara Sayed Kasim meneruskan pendidikan di Batavia.

Masa Pengangkatan menjadi Sultan

Sekembalinya dari Batavia pada 3 Maret 1915, dalam usia 23 tahun Sayed Kasim
dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura yang ke-12 dengan gelar Sultan
Asysyaidis Syarif Kasim Abdul DJalil Syaifuddin.

4|Page
Di masa pemerintahan ayahandanya Sultan Sayed Hasyim (Sultan Siak ke-11), dalam
melaksanakan pemerintahannya, baginda dibantu oleh Dewan Menteri atau Dewan Kerajaan.
Dewan inilah yang memilih dan mengangkat sultan syarif kasim.

Dewan ini bersama sultan membuat undang-undang dan peraturan. Dewan itu terdiri dari
Datuk-datuk Empat Suku, yaitu Datuk Tanah Datar Sri Pakermaraja, Datuk Limapuluh Sri
Bijuangsa, Datuk Pesisir Sri Dewaraja dan Datuk Kampar Maharaja Sri Wangsa.

Kekhawatiran Hindia Belanda timbul karena pewaris kerajaan adalah orang yang
berpendidikan dan progresif. Oleh karena itu, sebenarnya pengangkatan Sultan Syarif Kasim II
kurang disenangi oleh pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi, Datuk Empat Suku yang
merupakan Dewan Kerajaan tetap menghendaki Sayed Kasim menjadi sultan. Akibatnya Hindia
Belanda mulai mengecilkan arti dan fungsi Dewan Kerajaan dan kemudian akhirnya Dewan
Kerajaan dihapuskan oleh pemerintahan Hindia Belanda.

Sultan Syarif Kasim II semakin menentang Hindia Belanda dan memandang perlu
membangun kekuatan fisik, karena ancaman Hindia Belanda tidak dapat dielakkan lagi. Sultan
membangun kekuatan militer yang berawal dari barisan kehormatan pemuda-pemuda. Dilatih
untuk membangkitkan semangat perlawanan dan mempertahankan diri serta membela nasib
rakyat.
Sultan Syarif Kasim II menolak campur tangan peraturan pengadilan pemerintahan Hindia
Belanda terhadap rakyatnya dan tetap mempertahankan keberadaan Kerapatan Tinggi Kerajaan
Siak yang diatur dan disusun oleh Kerajaan Siak sendiri.

Sultan Syarif Kasim II juga menolak mengakui Kesultanan Siak sebagai bagian dari
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, meskipun para sultan pendahulunya telah terikat perjanjian
dengan Hindia Belanda, termasuk Perjanjian London 1824.

Asmara Sang Sultan

Sultan Syarif Qasim II memiliki dua orang permaisuri. Istrinya itu yakni Tengku Agung
Sultanah Latifah (permaisuri I) pada 27 Oktober 1912. Pada saat penobatannya menjadi Sultan,
maka permaisurinya pun diberi gelar Tengku Agung. Perkawinan itu tidak membuahkan
keturunan. Permaisuri ini mangkat di Siak Sri Indrapura pada tahun 1929, setelah menempuh hidup
bersama sultan selama 17 tahun.

Permaisurinya pertama yakni Tengku Syarifah Mariam binti Fadyl yang bergelar Tengku
Agung Sultanah Latifah yang menikah di Langkat Sumatera Timur pada 27 Oktober 1912.

5|Page
Tengku Agung sempat mendirikan sekolah Sultanah Latifah School pada 1926 yang
mengajarkan baca, tulis, agama, bahasa Belanda, dan keterampilan memasak dengan guru-guru
perempuan. Tengku Agung mangkat pada 1929.

Selama 14 tahun Sultan tak punya permaisuri hingga menikahi Syarifah Fadlun yang
diangkat sebagai permaisuri II dengan gelar Tengku Mahratu. Tengku Mahratu kemudian dicerai
hidup pada 1950 dan mangkat di Jakarta pada 1980.

Selain dua istri tersebut, Sultan punya dua lagi istri yang berstatus selir. Yakni Syarifah
Syifak yang dicerai hidup, dan Syarifah Fadlon pada 17 Februari 1957 di Jakarta, seorang janda
berdarah Arab-Betawi beranak empat. Syarifah Fadlon mangkat di Jakarta pada 1987 dan
dimakamkan di Siak Sri Indrapura.

Sultan tak punya keturunan dari empat istrinya tapi memelihara banyak anak angkat. Tak
adanya keturunan jadi salah satu sebab Sultan menyerahkan Kerajaan Siak Sri Indrapura,
bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 1946 dengan tanda
menyerahkan mahkota dan singgasananya. Singgasana bersepuh emas ini sekarang ada di Museum
Nasional, Jakarta, sedangkan yang ada di Istana Siak adalah replikanya.

B. Perjuangan
Masa Awal Pemerintahan dan Perjuangan
Saat Sayed Kasim berumur 16 tahun semasa masih menuntut ilmu di Batavia,
ayahandanya Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Djailil Syaifuddin meninggal dunia
bertepatan tahun 1908. Oleh karena itu, Sayed Kasim tidak langsung dinobatkan sebagai raja
menggantikan ayahndanya, maka untuk sementara waktu pemerintahan dipegang oleh dua orang
pejabat yang mewakili raja yaitu Tengku Besar Sayed Syagaf dan Datuk Lima Puluh selama 7
tahun.

Sekembalinya dari Batavia pada 3 Maret 1915, dalam usia 21 tahun Sayed Kasim
dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura yang ke-12 dengan gelar Sultan
Asysyaidis Syarif Kasim Abdul DJalil Syaifuddin.

Di masa pemerintahan ayahandanya Sultan Sayed Hasyim (Sultan Siak ke-11), dalam
melaksanakan pemerintahannya, baginda dibantu oleh Dewan Menteri atau Dewan Kerajaan.
Dewan inilah yang memilih dan mengangkat sultan.

Dewan ini bersama sultan membuat undang-undang dan peraturan. Dewan itu terdiri dari
Datuk-datuk Empat Suku, yaitu Datuk Tanah Datar Sri Pakermaraja, Datuk Limapuluh Sri
Bijuangsa, Datuk Pesisir Sri Dewaraja dan Datuk Kampar Maharaja Sri Wangsa.

6|Page
Kekhawatiran Hindia Belanda timbul karena pewaris kerajaan adalah orang yang
berpendidikan dan progresif. Oleh karena itu, sebenarnya pengangkatan Sultan Syarif Kasim II
kurang disenangi oleh pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi, Datuk Empat Suku yang
merupakan Dewan Kerajaan tetap menghendaki Sayed Kasim menjadi sultan. Akibatnya Hindia
Belanda mulai mengecilkan arti dan fungsi Dewan Kerajaan dan kemudian akhirnya Dewan
Kerajaan dihapuskan oleh pemerintahan Hindia Belanda.

Undang-Undang Kerajaan dan Tata Pemerintahan Kerajaan Siak yang tertuang dalam
Babul Kawaid, yang merupakan pedoman sepuluh provinsi Kerajaan Siak semenjak
kepemimpinan ayahandanya tersebut dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda. Sultan Siak tidak
menerima perubahan yang diusulkan Hindia Belanda karena hal ini dirasakan bahwa Hindia
Belanda terlalu banyak mencampuri urusan kerajaan.

Pemaksaan dan tekanan yang terus-menerus dilakukan Hindia Belanda akhirnya


membuahkan hasil, sehingga struktur pemerintahan di daerah-daerah dapat diubah Hindia
Belanda dari bentuk provinsi menjadi district dan onder district. Selanjutnya Kerajaan Siak
terdiri dari 5 distrik, yaitu Distrik Siak, Distrik Selatpanjang, Distrik Bagansiapi-api, Distrik
Bukit Batu dan Distrik Pekanbaru.

Setelah Datuk Empat Suku tidak berfungsi lagi, penghasilan hutan tanah yang disebut
"pancung alas" tidak boleh lagi dipungut. Dari hari ke hari tekanan oleh pihak Hindia Belanda
semakin terasa dan meresahkan rakyat.

Sultan Syarif Kasim II semakin menentang Hindia Belanda dan memandang perlu
membangun kekuatan fisik, karena ancaman Hindia Belanda tidak dapat dielakkan lagi. Sultan
membangun kekuatan militer yang berawal dari barisan kehormatan pemuda-pemuda. Dilatih
untuk membangkitkan semangat perlawanan dan mempertahankan diri serta membela nasib
rakyat.

Sultan Syarif Kasim II menolak campur tangan peraturan pengadilan pemerintahan


Hindia Belanda terhadap rakyatnya dan tetap mempertahankan keberadaan Kerapatan Tinggi
Kerajaan Siak yang diatur dan disusun oleh Kerajaan Siak sendiri.

Sultan Syarif Kasim II dengan tegas juga menolak mengakui Kesultanan Siak sebagai
bagian dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, meskipun para sultan pendahulunya telah
terikat perjanjian dengan Hindia Belanda, termasuk Perjanjian London 1824.

Perlawanan sultan membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda mendatangkan bala


bantuan Marsose dari Medan dibawah pimpinan Letnan Leiner.

Dalam menentang penjajahan Hindia Belanda, Sultan Syarif Kasim II memandang


kekuatan fisik harus diimbangi dengan kekuatan pembinaan mental dan pendidikan rakyat.

7|Page
Untuk itulah didirikan sekolah bagi anak negeri dan memberikan beasiswa kepada anak-anak
yang berbakat di Kerajaan Siak Sri Indrapura.

Pada tahun 1917, dengan harta yang dimilikinya, Sultan Syarif Kasim II mendirikan
Sekolah Agama Islam yang diberi nama Madrasah Taufiqiyah Al-Hasyimiah. Pada tahun 1926
Sultan dan Permaisuri Tengku Agung mendirikan sekolah untuk kaum wanita yang diberi nama
Latifah School. Pendidikan dimaksud selain untuk menimba pengetahuan agama Islam, juga
untuk menanamkan semangat kebangsaan, harga diri dan jiwa patriotisme.

Sekolah-sekolah yang didirikannya menggunakan bahasa pengantar Melayu dan Hindia


Belanda. Dengan harta yang dimilikinya, sultan juga mengirimkan anak-anak Siak yang cerdas
ke Batavia dan tempat lain untuk menuntut ilmu.

Masa Penjajahan Jepang

Pecahnya perang Asia Timur Raya pada tahun 1942, tentara Jepang menduduki
Singapura dan Semenanjung Melaka. Tentara Jepang sampai di Pekanbaru melalui Sumatera
Barat dan Sumatera Utara. Orang-orang Hindia Belanda gelisah dan mengharapkan perlindungan
dari Sultan Syarif Kasim II.

Di tangsi militer Hindia Belanda, tentara Jepang mengumpulkan pembesar Hindia


Belanda baik sipil maupun militer. Kemudian mengutus inspektur polisi untuk meminta Sultan
Syarif Kasim II datang ke kantor Contileur, namun sultan menolak untuk datang dan tetap berada
di Istana Siak.

Kerajaan Siak tetap berjalan seperti biasa, tata pemerintahan tidak berubah, hanya
penyebutan nama dan jabatan yang berubah. Seperti District Koofd menjadi Gun Cho dan
Onderdistrichoofd menjadi Kun Sho.

Tidak lama sesudah Musyawarah Kaisi (musyawarah raja-raja), Jepang menangkapi


beberapa raja di Riau. Di Siak sendiri ditangkap Guncho Wan Entol. Jepang belum berani
menangkap Sultan Syarif Kasim II, karena takut terjadi pemberontakan.

Sementara itu terjadi pemberontakan orang Sakai terhadap Jepang di daerah Balai Pungut
wilayah Mandau. Pemberontakan ini dipimpin oleh Si Kodai dan beberapa kawan-kawannya,
sehingga banyak korban dari pihak tentara Jepang. Jepang mengira pemberontakan ini sebagai
reaksi atas penangkapan Datuk Wan Entol. Karena itu, Datuk Wan Entol dibebaskan dan Sultan
Syarif Kasim II mengirim Datuk Johar Arifin bersama Muhammad Djamil mengadakan
perundingan dan perdamaian dengan Si Kodai, sehingga Si Kodai dapat dibawa ke Siak atas
jaminan sultan. Dengan demikian pemberontakan suku Sakai dapat dihentikan.

8|Page
Pada permulaan penjajahannya, Jepang telah menyusun pemerintahan baru, dan
kekuasaan langsung dipegang oleh Jepang. Sultan praktis tidak memegang kekuasaan lagi.
Namun pada saat Jepang meminta sultan untuk mengirimkan tenaga Romusha, sultan menolak
pengiriman tenaga Romusha yang diminta oleh Jepang. Biarpun secara de yure tidak lagi
memegang pemerintahan, namun sultan tetap bertanggung jawab terhadap kerajaan dan
rakyatnya.

Puncak Perjuangan dan Integrasi dengan Republik Indonesia

Berita kekalahan Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus
1945 serta berita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tersiar di daerah Kesultanan Siak
pada akhir Agustus 1945.

Begitu Sultan Syarif Kasim II mendengar berita proklamasi tersebut, semangat


pergerakan nasionalnya mencapai puncaknya, ia mengibarkan bendera merah putih di Istana
Siak. Tahun 1946, ia berangkat ke Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan bahwa
Kesultanan Siak Sri Indrapura merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia.

Pada saat itu ia juga menyatakan mendukung perjuangan Republik Indonesia, sambil
menyerahkan Mahkota Kerajaan serta menyumbangkan harta kekayaannya sejumlah 13 juta
gulden kepada Pemerintah Republik Indonesia (setara dengan 214,5 juta gulden atau 120,1 juta
USD atau Rp 1,47 trilyun pada tahun 2014).

Sesuai komitmennya dalam mendukung perjuangan Republik Indonesia, Sultan Syarif


Kasim II bersama Sultan Serdang juga berusaha membujuk raja-raja di Sumatera Timur lainnya
untuk turut memihak dan mengintegrasikan diri dengan Republik Indonesia.

Meninggal Dunia

Di usia 74 tahun, beliau tutup usia di Rumbai, Pekanbaru pada tanggal 23 April 1968, dan
dimakamkan di dekat lokasi Kerajaan Siak. Atas dedikasi beliau dalam perjuangan kemerdekaan
dan atas semakin berkembangnya wilayah Siak khususnya dan Riau pada umumnya, namanya
digunakan sebagai nama bandara udara internasional di Kota Pekanbaru.

Saat ini, Istana Kerajaan Siak masih kokoh berdiri dan digunakan sebagai objek wisata
bagi para wisatawan yang ingin mengetahui secara langsung Kerajaan Siak di Kota Siak Sri
Indrapura. Demikian juga dengan makam Sultan Syarif Kasim II yang terletak ditengah Kota

9|Page
Siak Sri Indrapura, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, tepatnya disamping Mesjid Sultan yaitu
Mesjid Syahabuddin.

Sultan Syarif Kasim II tidak meninggalkan keturunan, baik dari Permaisuri Pertama
Tengku Agung maupun dari Permaisuri Kedua Tengku Maharatu.

Pada 6 November 1998 melalui Kepres Nomor 109/TK/1998, Pemerintah Republik


Indonesia memberi gelar kehormatan kepahlawanan yaitu sebagai Pahlawan Nasional Republik
Indonesia kepada almarhum Sultan Syarif Kasim II (Sultan Siak XII) disertai anugerah tanda
jasa Bintang Mahaputra Adipradana. Di awal Pemerintahan Republik Indonesia, Kabupaten Siak
merupakan Wilayah Kawedanan Siak di bawah Kabupaten Bengkalis yang kemudian berubah
status menjadi Kecamatan Siak. Barulah pada tahun 1999 berubah menjadi Kabupaten Siak
dengan ibukotanya Siak Sri Indrapura berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999.

10 | P a g e
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II
adalah sultan ke-12 (sultan terakhir) Kesultanan Siak. Syarif Kasim lahir di Siak Sri Indrapura,
Riau, 1 Desember 1893 dan meninggal di Rumbai, Pekanbaru, Riau, 23 April 1968 pada umur
74 tahun.Ia dinobatkan sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan ayahnya Sultan Syarif
Hasyim. Sultan Syarif Kasim II merupakan seorang pendukung perjuangan kemerdekaan
Indonesia. Tidak lama setelah proklamasi dia menyatakan Kesultanan Siak sebagai bagian
wilayah Indonesia, dan dia menyumbang harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden untuk
pemerintah republik (setara dengan 151 juta gulden atau € 69 juta Euro pada tahun 2011).
Bersama Sultan Serdang dia juga berusaha membujuk raja-raja di Sumatera Timur lainnya untuk
turut memihak republik.
Pada saat peringatan hari kematiannya atau Haul ke 119, Sultan Syarif Kasim II mendapatkan
gelar pahlawan nasional. Penetapannya tanggal 6 November 1998, melalui keputusan presiden
nomor 109/TK/1998, yang di tanda tangani presiden BJ Habibie, Sultan Syarif Kasim II juga
mendapat tanda kehormatan bintang Mahaptra Adipradana. Untuk mengenang jasa jasanya,
Pemerintah Provinsi Riau mengabadikan namanya pada Bandara Internasional di Pekanbaru
dengan nama Sultan Syarif Kasim II yang semula bernama Bandar Udara Simpang Tiga.

11 | P a g e
Daftar Pustaka

http://lailaturrahmah123.blogspot.com/2016/12/fiqh-siyasah.html

http://dinsos.riau.go.id/web/index.php?option=com_content&view=article&id=418&Itemid=169

12 | P a g e
Pertanyaan

1. Buatlah daftar peran atau jasa tokoh-tokoh pahlawan nasional (Sultan Syarief Kasim II)
dalam perjuangan mempertahankan NKRI!

 Membentuk Komite Nasional Indonesia di Siak, Tentara Keamanan Rakyat (TKR),


dan Barisan Pemuda Republik Indonesia.
 Menyatakan kesetiaan dan dukungan terhadap pemerintah RI serta menyerahkan
harta senilai 13 juta gulden untuk membantu perjuangan RI
 Saat revolusi kemedekaan pecah, Sultan aktif mensuplai bahan makanan untuk para
laskar dan menyerahkan 30% dari harta kekayaannya berupa emas kepada presiden
Soekarno di Yogyakarta bagi kepentingan perjuangan
 Bersama Sultan Serdang dia juga berusaha membujuk raja-raja di Sumatera Timur
lainnya untuk turut memihak republik.

2. Setelah kalian mengidentifikasi peran dan jasa tokoh-tokoh nasional dalam perjuangan
mempertahankan NKRI, kemudian kalian analisis dan silahkan kalian simpulkan. Apakah
kesimpulan yang kalian peroleh terhadap perjuangan dan peran tokoh-tokoh nasional
(Sultan Syarief Kasim II)?

 Kesimpulan yang bisa saya dapatkan dari Sultan Syarif Kasim II adalah beliau turut
berperan aktif dalam mempertahankan kemerdekaan RI baik secara moril maupun
material, yaitu: Membentuk KNI,TKR,BPR dan membujuk raja raja di sumatera
timur untuk bergabung dengan RI serta menyerahkan harta kekayaannya untuk
kepentingan perjuangan

3. Jelaskan bagaimana cara anda menghargai jasa-jasa tokoh nasional dan daerah dalam
berjuang mempertahankan NKRI!

 Memupuk semangat cinta Tanah Air


 Tidak melupakan jasa para pahlawan
 Memperingati peristiwa penting
 Menjalankan Pancasial dan peraturan lainnya
 Menghormati dan menghargai satu sama lain
 Belajar dengan tekun

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai