Anda di halaman 1dari 11

RAJA YANG

BERKORBAN UNTUK
KEMERDEKAAN
BANGSA
NAMA KELOMPOK

1. M.Daffa Zahran.W
2. Lintang

2
Sultan Syarif Kasim II ( 1893-1968 )

Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau


Sultan Syarif Kasim II (lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, 1 Desember
1893 - meninggal di Rumbai, Pekanbaru, Riau, 23 April 1968 pada
umur 74 tahun) adalah sultan ke-12 Kesultanan Siak Sri Indrapura
yang mendapat gelar/penghargaan sebagai Pahlawan Nasional
(Keppres No. 109/TK/1998, tanggal 6 November 1998).
3
Masa Kecil

Pewaris tahta Kerajaan Siak Sri Indrapura ke-12 tersebut lahir di pusat kerajaan ini yaitu Siak Sri Indrapura
pada 11 Jumadil Awal 1310 Hijriyah bertepatan dengan 1 Desember 1893.
Pewaris tahta ini bernama Tengku Sulung Sayed Kasim yang kelak populer dipanggil Syarif Kasim II.
Ayahandanya adalah sultan ke-11 yang bergelar Sultan Asysyaidis Syarif Hasyim Abdul Djalil Syaifuddin
yang memerintah selama 19 tahun yaitu dari tahun 1889 sampai tahun 1908. Ibunya bernama Tengku Yuk,
permaisuri kerajaan Siak.

Semasa kecilnya sampai berumur 12 tahun, Sayed Kasim dididik dalam lingkungan istana. Sebagai calon
pengganti ayahnya, ia dididik sebagaimana lazimnya adat istiadat raja-raja, meliputi aspek fisik, mental
spiritual atau kerohanian dan kecerdasan.

Ayahandanya merupakan seorang sultan yang kuat memegang prinsip Islam, selain itu juga mempunyai
pandangan yang luas serta berusaha dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Ayahandanya ingin agar Sayed Kasim yang menggantikannya kelak dapat memimpin kerajaan dengan
prinsip Islam dan pengetahuan yang luas. Oleh karena itu, setelah Sayed Kasim berumur 12 tahun (pada
tahun 1904) ia dikirim ke Batavia (saat ini Jakarta) pusat pemerintahan Hindia Belanda saat itu.

4
Masa Pendidikan

Di Batavia (saat ini Jakarta), Sayed Kasim melanjutkan pendidikan tentang hukum Islam dan berguru kepada
Sayed Husein Al-Habsyi yang merupakan ulama besar dan juga termasuk orang pergerakan nasional (pada
tahun 1908 pergerakan nasional mulai berkembang di Batavia). Selain belajar mengenai hukum Islam ia juga
menuntut ilmu hukum dan ketatanegaraan dari Prof. Snouck Hurgronye dari Institute Beck en Volten.

Dalam kehidupannya yang sangat berpengaruh adalah ajaran dari Sayed Husein Al-Habsyi hingga ia menjadi
pemeluk agama Islam yang taat dan berjiwa kebangsaan yang tinggi.

Masa penempaan diri selama 11 tahun dari tahun 1904 sampai tahun 1915 di Batavia yang saat itu merupakan
Pusat Pergerakan Nasional, telah menanamkan kepada pemuda Sayed Kasim semangat kesatuan, semangat
kemerdekaan dan semangat untuk menentang penjajah.

5
MASA AWAL PEMERINTAHAN DAN PERJUANGAN

Saat Sayed Kasim berumur 16 tahun semasa masih menuntut ilmu di Batavia, ayahandanya Sultan Assyaidis
Syarif Hasyim Abdul Djailil Syaifuddin meninggal dunia bertepatan tahun 1908. Oleh karena itu, Sayed
Kasim tidak langsung dinobatkan sebagai raja menggantikan ayahndanya, maka untuk sementara waktu
pemerintahan dipegang oleh dua orang pejabat yang mewakili raja yaitu Tengku Besar Sayed Syagaf dan
Datuk Lima Puluh selama 7 tahun.

Sekembalinya dari Batavia pada 3 Maret 1915, dalam usia 21 tahun Sayed Kasim dinobatkan menjadi Sultan
Kerajaan Siak Sri Indrapura yang ke-12 dengan gelar Sultan Asysyaidis Syarif Kasim Abdul DJalil Syaifuddin.

Di masa pemerintahan ayahandanya Sultan Sayed Hasyim (Sultan Siak ke-11), dalam melaksanakan
pemerintahannya, baginda dibantu oleh Dewan Menteri atau Dewan Kerajaan. Dewan inilah yang memilih
dan mengangkat sultan.

Dewan ini bersama sultan membuat undang-undang dan peraturan. Dewan itu terdiri dari Datuk-datuk
Empat Suku, yaitu Datuk Tanah Datar Sri Pakermaraja, Datuk Limapuluh Sri Bijuangsa, Datuk Pesisir Sri
Dewaraja dan Datuk Kampar Maharaja Sri Wangsa.

Kekhawatiran Hindia Belanda timbul karena pewaris kerajaan adalah orang yang berpendidikan dan
progresif. Oleh karena itu, sebenarnya pengangkatan Sultan Syarif Kasim II kurang disenangi oleh
pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi, Datuk Empat Suku yang merupakan Dewan Kerajaan tetap
menghendaki Sayed Kasim menjadi sultan. Akibatnya Hindia Belanda mulai mengecilkan arti dan fungsi
Dewan Kerajaan dan kemudian akhirnya Dewan Kerajaan 6 dihapuskan oleh pemerintahan Hindia Belanda.
Sultan Syarif Kasim II semakin menentang Hindia Belanda dan memandang perlu membangun kekuatan
fisik, karena ancaman Hindia Belanda tidak dapat dielakkan lagi. Sultan membangun kekuatan militer yang
berawal dari barisan kehormatan pemuda-pemuda. Dilatih untuk membangkitkan semangat perlawanan dan
mempertahankan diri serta membela nasib rakyat.

Sultan Syarif Kasim II menolak campur tangan peraturan pengadilan pemerintahan Hindia Belanda terhadap
rakyatnya dan tetap mempertahankan keberadaan Kerapatan Tinggi Kerajaan Siak yang diatur dan disusun
oleh Kerajaan Siak sendiri.

Sultan Syarif Kasim II dengan tegas juga menolak mengakui Kesultanan Siak sebagai bagian dari Pemerintah
Kolonial Hindia Belanda, meskipun para sultan pendahulunya telah terikat perjanjian dengan Hindia
Belanda, termasuk Perjanjian London 1824.

Perlawanan sultan membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda mendatangkan bala bantuan Marsose dari
Medan dibawah pimpinan Letnan Leiner.

Dalam menentang penjajahan Hindia Belanda, Sultan Syarif Kasim II memandang kekuatan fisik harus
diimbangi dengan kekuatan pembinaan mental dan pendidikan rakyat. Untuk itulah didirikan sekolah bagi
anak negeri dan memberikan beasiswa kepada anak-anak yang berbakat di Kerajaan Siak Sri Indrapura.

7
MASA PENJAJAHAN JEPANG

. Pecahnya perang Asia Timur Raya pada tahun 1942, tentara Jepang menduduki Singapura dan
Semenanjung Melaka. Tentara Jepang sampai di Pekanbaru melalui Sumatera Barat dan Sumatera Utara.
Orang-orang Hindia Belanda gelisah dan mengharapkan perlindungan dari Sultan Syarif Kasim II.

Di tangsi militer Hindia Belanda, tentara Jepang mengumpulkan pembesar Hindia Belanda baik sipil
maupun militer. Kemudian mengutus inspektur polisi untuk meminta Sultan Syarif Kasim II datang ke
kantor Contileur, namun sultan menolak untuk datang dan tetap berada di Istana Siak.

Kerajaan Siak tetap berjalan seperti biasa, tata pemerintahan tidak berubah, hanya penyebutan nama dan
jabatan yang berubah. Seperti District Koofd menjadi Gun Cho dan Onderdistrichoofd menjadi Kun Sho.

Tidak lama sesudah Musyawarah Kaisi (musyawarah raja-raja), Jepang menangkapi beberapa raja di Riau. Di
Siak sendiri ditangkap Guncho Wan Entol. Jepang belum berani menangkap Sultan Syarif Kasim II, karena
takut terjadi pemberontakan.

8
PUNCAK PERJUANGAN DAN INTEGRASI DENGAN
REPUBLIK INDONESIA

Berita kekalahan Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 serta berita
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tersiar di daerah Kesultanan Siak pada akhir Agustus 1945.

Begitu Sultan Syarif Kasim II mendengar berita proklamasi tersebut, semangat pergerakan nasionalnya
mencapai puncaknya, ia mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak.

Tahun 1946, ia berangkat ke Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan bahwa Kesultanan Siak Sri
Indrapura merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia.

Pada saat itu ia juga menyatakan mendukung perjuangan Republik Indonesia, sambil menyerahkan Mahkota
Kerajaan serta menyumbangkan harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden kepada Pemerintah Republik
Indonesia (setara dengan 214,5 juta gulden atau 120,1 juta USD atau Rp 1,47 trilyun pada tahun 2014).

Sesuai komitmennya dalam mendukung perjuangan Republik Indonesia, Sultan Syarif Kasim II bersama
Sultan Serdang juga berusaha membujuk raja-raja di Sumatera Timur lainnya untuk turut memihak dan
mengintegrasikan diri dengan Republik Indonesia.

9
MENINGGAL DUNIA

Di usia 74 tahun, beliau tutup usia di Rumbai, Pekanbaru pada tanggal 23 April 1968, dan dimakamkan di
dekat lokasi Kerajaan Siak. Atas dedikasi beliau dalam perjuangan kemerdekaan dan atas semakin
berkembangnya wilayah Siak khususnya dan Riau pada umumnya, namanya digunakan sebagai nama
bandara udara internasional di Kota Pekanbaru.

Saat ini, Istana Kerajaan Siak masih kokoh berdiri dan digunakan sebagai objek wisata bagi para wisatawan
yang ingin mengetahui secara langsung Kerajaan Siak di Kota Siak Sri Indrapura. Demikian juga dengan
makam Sultan Syarif Kasim II yang terletak ditengah Kota Siak Sri Indrapura, Kabupaten Siak, Provinsi Riau,
tepatnya disamping Mesjid Sultan yaitu Mesjid Syahabuddin.

Sultan Syarif Kasim II tidak meninggalkan keturunan, baik dari Permaisuri Pertama Tengku Agung maupun
dari Permaisuri Kedua Tengku Maharatu.

Pada 6 November 1998 melalui Kepres Nomor 109/TK/1998, Pemerintah Republik Indonesia memberi gelar
kehormatan kepahlawanan yaitu sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia kepada almarhum Sultan
Syarif Kasim II (Sultan Siak XII) disertai anugerah tanda jasa Bintang Mahaputra Adipradana.

Di awal Pemerintahan Republik Indonesia, Kabupaten Siak merupakan Wilayah Kawedanan Siak di bawah
Kabupaten Bengkalis yang kemudian berubah status menjadi Kecamatan Siak. Barulah pada tahun 1999
berubah menjadi Kabupaten Siak dengan ibukotanya Siak Sri Indrapura berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999.

10
Thanks!

11

Anda mungkin juga menyukai