nama asli Gusti Raden Mas Dorodjatun. Ia adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono
Washington University Medical Centre, Amerika Serikat. Atas jasa dan berbagai perannya
bagi bangsa dan negara Indonesia, Pemerintah RI menganugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin [3] atau Sultan Syarif Kasim II (lahir
sebagai sultan pada umur 21 tahun menggantikan ayahnya Sultan Syarif Hasyim. Sultan
lama setelah proklamasi dia menyatakan Kesultanan Siak sebagai bagian wilayah Indonesia,
dan dia menyumbang harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden untuk pemerintah
republik (setara dengan 151 juta gulden atau € 69 juta euro pada tahun 2011) [4] . Bersama
Uang sebesar 13 juta gulden tentu saja bukan jumlah yang kecil. Jika ditakar dengan
ukuran sekarang, nominalnya kira-kira setara 69 juta euro atau lebih dari 1 triliun rupiah.
Segepok uang itulah yang diberikan secara cuma-cuma oleh Sultan Syarif Kasim II kepada
Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Sukarno. Tak hanya itu, Sultan Syarif Kasim II juga
tidak segan-segan menyerahkan mahkota dan nyaris seluruh kekayaannya. Ini dilakukan
sebagai penegas bahwa Kesultanan Siak Sri Inderapura yang dipimpinnya meleburkan diri
Sedari era pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Sultan Syarif Kasim II sudah
menempatkan dirinya sebagai penentang kaum penjajah. Lahir di Siak Sri Inderapura, Riau,
melalui cara-cara yang elegan dan cerdas. Sultan Syarif Kasim II sadar, melawan Belanda
lewat fisik atau menentang dengan frontal sama saja bunuh diri. Apalagi, Kesultanan Siak
Sri Inderapura masih terikat perjanjian yang diteken pendahulunya di masa lampau.
Jauh sebelumnya, Sultan Said Ismail (1827-1864), kakek buyut Sultan Syarif Kasim II,
Traktat Siak merupakan konsekuensi yang dijalani Sultan Said Ismail karena meminta
bantuan Belanda untuk mengusir Inggris dari Riau pada pertengahan abad ke-19.
Terbelenggu oleh Traktat Siak tidak lantas membuat Sultan Syarif Kasim II, yang bertakhta
sejak 3 Maret 1915, sepenuhnya takluk kepada bangsa kolonial. Sebaliknya, Sultan Syarif
Kasim II dengan cerdik memaksimalkan perannya agar rakyat Siak Sri Inderapura tidak
tertinggal jauh dalam menyongsong zaman modern di era pergerakan nasional itu.
Sultan Syarif Kasim II memang sosok yang berpikiran modern. Sejak usia belia,
tepatnya tahun 1904, ia sudah dikirim ke Batavia (Jakarta) untuk memperdalam ilmu
hukum agama dan ilmu pemerintahan. Syarif Kasim II adalah salah satu murid Profesor
juga berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia rakyat Siak Sri Inderapura
Inlandsche School (HIS) milik Belanda yang hanya menerima murid dari kalangan tertentu.
Sultan ingin agar seluruh anak-anak dari berbagai lapisan masyarakat bisa mengenyam
Sekolah dasar pertama di Riau itu menjalankan kurikulum yang memadukan unsur
Samin, Sultan Syarif Kasim II: Pahlawan Nasional dari Riau , 2002: 66). Tak hanya itu,
permaisuri Sultan Syarif Kasim II, Sarifah Latifah, juga turut mendirikan sekolah khusus
Siak, 2014: 130). Sekolah yang bernama Latifah School tersebut diresmikan pada 1926.
permaisuri kedua, Tengku Maharatu. Selain mengelola Latifah School, ia juga mendirikan
asrama putri, taman kanak-kanak, serta menggagas sekolah perempuan lainnya bernama
Madrasyahtul Nisak (Adila Suwarno, dkk., Siak Sri Indrapura, 2007: 73). Sultan Syarif
Kasim II sendiri terus menentang Belanda melalui gerakan diam-diam. Salah satunya
memberi dukungan kepada “pemberontakan” Si Koyan pada 1931, yang dilancarkan oleh
mereka yang tidak sudi dijadikan pekerja paksa (Tenas & Nahar Efendi, Lintasan Sejarah
Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1972: 53). Bantuan dana juga diberikan secara klandestin oleh
November 1945 itu menyatakan bahwa Kesultanan Siak Sri Inderapura berdiri teguh di
belakang Republik Indonesia (Husni Thamrin, Naskah Historis, Politik dan Tradisi, 2009:
201). Mardanas Safwan dalam Sultan Syarif Kasim II: Riwayat Hidup dan Perjuangannya
dibentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik di Siak Sri
Inderapura (Riau). Pembentukan badan-badan perjuangan itu disertai dengan rapat umum
Dalam rapat besar itu, Sultan Syarif Kasim II bersama segenap rakyat Siak Sri Inderapura
bersama pasukan Sekutu tak lama setelah kemerdekaan RI—berang dan melayangkan
ancaman terhadap sang sultan. Ancaman itu membuat Sultan Syarif Kasim II terpaksa
diungsikan ke Aceh. Sebelum pergi, sultan menyerahkan istana beserta nyaris seluruh
kekayaan Kesultanan Siak Sri Inderapura, termasuk mahkota raja, kepada pemerintah RI
Di Serambi Mekah, Sultan Syarif Kasim II bergabung dengan kaum pejuang dan
Sumatera untuk berpihak kepada republik. Setelah masa damai, Sultan Syarif Kasim II
sempat tinggal Jakarta kendati tidak menempati posisi khusus di pemerintahan. Itu terjadi
lantaran ia harus kembali ke Riau untuk mengurusi harta peninggalan leluhurnya yang
ternyata masih ada di Singapura. Di Riau, sultan menetap di bekas kediaman almarhumah
Sultan Syarif Kasim II bolak-balik ke Singapura selama beberapa tahun dan sempat
tinggal di negeri bekas jajahan Inggris itu. Namun, konfrontasi Indonesia dengan Malaysia
yang terjadi pada awal dasawarsa 1960-an membuat Sultan Syarif Kasim II gagal
membawa pulang harta warisannya. Lantaran tidak ingin terseret dalam konflik, Sultan
Syarif Kasim II pulang ke Siak. Ia menghabiskan masa tua di kampung halamannya hingga
wafat pada 23 April 1968 dalam usia 76 tahun (Nizami Jamil, Negeri Siak Tanah
Kelahiranku, 2008: 153). Pengorbanan Sultan Syarif Kasim II untuk Republik amat besar.
Namun, pemerintah RI baru memberinya gelar Pahlawan Nasional pada 6 November 1998.
Nama Sultan Syarif Kasim II diabadikan sebagai nama bandar udara internasional di
Pekanbaru, Riau.
B. Pahlawan Papua
Pahlawan berikutnya adalah pahlawan yang berasal dari Irian. Namanya diabadikan
menjadi nama Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak serta diabadikan di salah satu kapal
yaitu KRI Frans Kaisiepo dan wajahnya diabadikan dalam mata uang Rp.10.000,00. Frans
Kaisiepo lahir di Wardo, Biak, Papua, 10 Oktober 1921. Pada usia 24 tahun, ia mengikuti
kursus Pamong Praja di Jayapura yang salah satu pengajarnya adalah, Sugoro
Atmoprasodjo, yang merupakan mantan guru Taman Siswa. Sejak bertemu dengan beliau,
jiwa kebangsaan Frans Kaisiepo semakin tumbuh dan kian bersemangat untuk
Frans Kaisiepo wafat tanggal 10 April 1979. Atas jasa dan perjuangannya selama
Pahlawan Nasional.
Frans Kaisiepo. (Sumber: jateng.tribunnews.com).
diabadikan menjadi salah satu Kapal Perang Korvet kelas Parchim TNI AL KRI Silas
Papare dengan nomor lambung 386. Selain itu, dididirkan Monumen Silas Papare di dekat
pantai dan pelabuhan laut Serui. Sementara di Jayapura, namanya diabadikan sebagai
nama Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (STISIPOL) Silas Papare, yang berada di Jalan
Diponegoro. Sedangkan di kota Nabire, nama Silas Papare dikenang dalam wujud nama
jalan. Ia menyelesaikan pendidikan di Sekolah Juru Rawat pada tahun 1935 dan bekerja
kemerdekaan Papua sehingga ia sering berurusan dengan aparat keamanan Belanda dalam
Semasa menjalani masa tahanan di Serui, Silas berkenalan dengan Dr. Sam Ratulangi,
tersebut semakin menambah keyakinan ia bahwa Papua harus bebas dan bergabung
dengan Republik Indonesia. Akhirnya, ia mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian
(PKII). Akibatnya, ia kembali ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan di Biak. Namun,
dengan transportasi kapal laut, Silas Papare dan isterinya, Regina Aibui serta keluarganya
wilayah Irian Barat ke dalam wilayah RI. Silas Papare yang ketika itu aktif dalam Front
Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB) juga diminta oleh Soekarno menjadi salah
seorang delegasi Indonesia dalam New York Agreement yang ditandatangani pada 15
Agustus 1962, yang mengakhiri konfrontasi Indonesia dengan Belanda perihal Irian Barat.
Kaisiepo dan Silas Papare.
Sebelumnya, pria yang akrab disapa Marthen ini merupakan polisi Belanda yang kemudian
berbalik mendukung Indonesia setelah bertemu dengan beberapa tahanan politik yang
diasingkan di Digul, salah satunya adalah Sugoro Atmoprasojo. Saat itu, ia bertugas untuk
menjaga para tahanan politik yang secara tidak langsung berhasil menumbuhkan jiwa
Jiwa nasionalisme Marthen memang tumbuh sangat kuat, namun beberapa upaya yang
direncanakan olehnya dan puluhan anak buahnya dalam menangkap aparat pemerintah
Belanda berulang kali gagal. Perjuangan Marthen dalam membela tanah kelahirannya
sempat gagal beberapa kali, namun hal itu tidak menyurutkan niat dan semangat juang
pria lulusan Sekolah Polisi di Sukabumi, Jawa Barat ini menyerah dan tunduk pada musuh
begitu saja.
Pada tahun 1944, sekembalinya dari pengungsian di Australia selama tiga tahun, Marthen
ditunjuk sekutu untuk melatih anggota Batalyon Papua yang nantinya akan difungsikan
sebagai tentara pelawan Jepang. Setahun berikutnya, ia diangkat sebagai Kepala Distrik
Arso Yamai dan Waris selama dua tahun. Dalam tahun-tahun tersebut Marthen tak hanya
tinggal diam, namun ia melakukan kontak terhadap mantan para pejuang Indonesia yang
pemberontakan untuk mengusir Belanda dari tanah Cendrawasih. Namun, usaha mereka
gagal begitu Belanda mencium gelagat Marthen dan rencana mereka batal diekskusi.
Di tahun ia merangkap menjadi Kepala Distrik Arso Yamai dan Waris, tepatnya pada tahun
1946, Marthen bergabung dengan sebuah organisasi politik bernama Komite Indonesia
Merdeka (KIM) yang kemudian dikenal dengan sebutan Partai Indonesia Merdeka (PIM).
Saat menjabat sebagai ketua, Marthen dan beberapa kepala suku yang ada di Papua
wilayah Irian Barat dari wilayah kesatuan Indonesia. Mengetahui pihaknya membelot,
Belanda menangkap Marthen dan membuinya selama tiga tahun di hulu Digul karena
Belum berhasil merebut Irian Barat untuk disatukan kembali dengan wilayah kesatuan
Indonesia, pada tahun 1962 Marthen bergerilya untuk menyelamatkan anggota RPKAD
yang didaratkan di Papua selama masa Tri Komando Rakyat (Trikora). Di tahun yang sama,
Marthen menyampaikan Piagam Kota Baru yang berisi mengenai keinginan kuat penduduk
Papua untuk tetap setia pada wilayah kesatuan Indonesia. Berkat piagam tersebut, Marthen
dikirim ke New York untuk melakukan perundingan dengan utusan Belanda tentang
pengembalian Irian Barat yang selama ini berada di bawah pemerintahan sementara PBB
Akhirnya, dalam perundingan tersebut, Irian Barat resmi bergabung dengan wilayah
kesatuan Indonesia dan berganti nama menjadi Irian Jaya. Berkat jasanya, Marthen
diangkat sebagai anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) sejak tahun
1963 hingga 1968. Tak hanya itu, ia juga diangkat sebagai kontrolir diperbantukan pada
Residen Jayapura dan berpangkat Mayor Tituler selama dua puluh tahun.
Marthen meninggal pada usia 74 tahun tepatnya pada tanggal 17 Juli 1986. Berkat jasanya
September 1993.
C. Tokoh Ulama
K. H. Hasyim Asy’ari
Ternyata, Squad, mereka yang mempertahankan kemerdekaan tidak hanya datang dari
kalangan sipil dan tentara saja, lho. Salah satu tokoh yang berjuang mempertahankan
kemerdekaan NKRI adalah K.H. Hasyim Asy’ari. Beliau merupakan salah satu ulama yang
mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng. K.H. Hasyim Asy’ari lahir di Jombang, Jawa
Tengah tanggal 10 April 1875. Pondok Pesantren Tebuireng didirikan pada tahun 1899
serta memelopori pendirian organisasi massa Islam Nahdhatul Ulama (NU) tanggal 31
Januari 1926. K.H. Hasyim Asy’ari memiliki peran dalam upaya memperjuangkan dan
K.H. Hasyim Asy’ari wafat tanggal 25 Juli 1947. Wafatnya beliau terjadi ketika utusan Bung
Tomo serta pemimpin Hizbullah Surabaya Kyai Gufron bertamu ke pesantren Tebuireng.
Kedatangan dua tamu tersebut berupaya memberitahu K.H. Hasyim Asy’ari bahwa pasukan
Belanda melakukan Agresi Militer 1 dan menduduki kota Malang yang sebelumnya
kursinya. Dokter segera didatangkan namun sayangnya ia sudah wafat akibat pendarahan
mengeluarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 294 Tahun 1964 tanggal 17 November
1964, yang menyatakan bahwa Pemerintah RI menganugerahi K.H. Hasyim Asy’ari gelar
D. Tokoh Seniman
Marzuki lahir dan besar di Jakarta dari keluarga Betawi. Nama sebenarnya adalah Ismail,
sedangkan ayahnya bernama Marzuki, sehingga nama lengkap beliau menjadi Ismail bin
Marzuki. Namun, kebanyakan orang memanggil nama lengkapnya Ismail Marzuki, bahkan
dilahirkan di kampung Kwitang, tepatnya di kecamatan Senen, wilayah Jakarta Pusat, pada
tanggal 11 Mei 1914. Tiga bulan setelah Ismail dilahirkan, ibunya meninggal dunia.
Sebelumnya Ismail Marzuki juga telah kehilangan 2 orang kakaknya bernama Yusuf dan
Yakup yang telah mendahului saat dilahirkan. Kemudian beliau tinggal bersama ayah dan
seorang kakaknya yang masih hidup bernama Hamidah, yang umurnya lebih tua 12 tahun
dari Ismail
Ismail Marzuki memulai debutnya di bidang musik pada usia 17 tahun, ketika
untuk pertama kalinya ia berhasil mengarang lagu "O Sarinah” pada tahun 1931. Ismail
mempunyai kepribadian yang luhur di bidang seni. Tahun 1936, Mail memasuki
perkumpulan orkes musik Lief Java sebagai pemain gitar, saxophone dan harmonium
pompa. Pada tahun 1940 Ismail Marzuki pun menikah dengan Eulis Zuraidah, seorang
primadona dari klub musik yang ada di Bandung dimana Ismail Marzuki juga tergabung
didalamnya. Pasangan ini kemudian mengadopsi seorang anak bernama Rachmi, yang
Pada masa penjajahan Jepang, Ismail Marzuki turut aktif dalam orkes radio pada Hozo
Kanri Keyku Radio Militer Jepang. Dan ketika masa kependudukan Jepang berakhir, Ismail
Marzuki tetap meneruskan siaran musiknya di RRI. Selanjutnya ketika RRI kembali dikuasia
Belanda pada tahun 1947, Ismail Marzuki yang tidak mau bekerja sama dengan Belanda
dan memutuskan untuk keluar dari RRI. Ismail Marzuki baru kembali bekerja di radio
setelah RRI berhasil diambil alih. Ia kemudian mendapat kehormatan menjadi pemimpin
Orkes Studio Jakarta. Pada saat itu ia menciptakan lagu Pemilihan Umum dan
- Tahun 1931, untuk pertama kalinya Ismail menciptakan lagu yang berjudul “Oh Sarinah”
- Tahun 1935, sewaktu berusia 21 tahun muncul karyanya dalam bentuk keroncong yang
- Tahun 1936, mencipta Roselani, judul ini membawa kita ke suasana romantis alam
- Tahun 1937, muncul lagu-lagu yang mengambil latar belakang “Hikayat 1001 Malam”
berjudul Kasim Baba saat Ismail berusia 23 tahun; dan mencipta gubahan keroncong yang
- Tahun 1938, mengisi ilustrasi musik film berjudul “Terang Bulan”. Di dalamnya ada 3
buah lagu, antara lain: Pulau Saweba, Di Tepi Laut, Duduk Termenung. Film ini dibintangi
oleh Miss Rukiah, Kartolo, Raden Mochtar dan lain-lain. Pemuda Ismail turut berperan
dalam film tersebut yakni bermain musik dengan rekan-rekannya sebagai pelengkap
skenario. Film ini diputar di Malaya. Ismail bernyanyi untuk adegan Raden Mochtar
sewaktu menyanyi.
- Tahun 1939, keluar ciptaan sebanyak 8 buah lagu, 2 lagu diantaranya berbahasa
Belanda, yaitu: Als de Ovehedeen dan Als’t Meis is in de tropen. Sedang lagu-lagu
Indonesianya adalah Bapak Kromo, Bandaneira, Olee lee di Kutaraja, Rindu Malam,
Lenggang Bandung, Melancong ke Bali. Dalam periode ini Ismail belum menciptakan lagu-
lagu perjuangan.
Lagu ciptaan karya Ismail Marzuki yang paling populer adalah Rayuan Pulau Kelapa yang
pemerintahan Orde Baru.
nasional Indonesia.
Ismail Marzuki tutup usia pada umur 44 tahun 25 Mei 1958 di kediamannya, kawasan
Karya Lagu
Ismail Marzuki, dengan pianonya (Sumber: id.Wikipedia.org)
Aryati
Gugur Bunga
Wanita
O Sarinah (1931)
Keroncong Serenata
Kasim Baba
Hari Lebaran
Bandaneira
Lenggang Bandung
Sampul Surat
Juwita Malam
Sabda Alam
Roselani
Rindu Lukisan
Indonesia Pusaka
Nasional Indonesia. Opu Daeng Risadju memiliki nama kecil Famajjah. Opu Daeng Risaju
Famajjah memang merupakan anggota keluarga bangsawan Luwu. Opu Daeng Risaju
merupakan anak dari pasangan Opu Daeng Mawellu dengan Muhammad Abdullah to
Di kota ini Famajjah terlahir pada 1880, sebagai anak dari Muhammad Abdullah To
Baresseng dan Opu Daeng Mawellu. Keluarga ini dianggap keluarga bangsawan. Seperti
kebanyakan orang Islam pada masanya, Famajjah hanya belajar mengaji Alquran tanpa
sekolah formal. Ia lantas menikah dengan Haji Muhammad Daud, dan dikenal dengan
nama Opu Daeng Risadju. Keluarga ini pernah tinggal di Parepare, sebuah kota pelabuhan
Sejak kenal H. Muhammad Yahya, Opu Daeng Risadju mulai aktif di Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII). Yahya adalah pedagang Sulawesi Selatan yang pernah bermukim lama di
Jawa dan mendirikan PSII di Pare-Pare. Setelah bergabung, Opu Daeng Risadju dan
Peresmian PSII Palopo disertai rapat akbar di Pasar Lama Palopo (sekarang Jalan Landau).
Rapat dihadiri pemerintah Kerajaan Luwu, pengurus PSII pusat, pemuka masyarakat, dan
masyarakat umum. Hasil rapat meresmikan Opu Daeng Risadju sebagai ketua. Sedangkan
saudaranya, Mudehang, sebagai sekretaris. Mudehang dipilih karena dia tamatan sekolah
Akan tetapi, pada masa pendudukan Jepang, tidak banyak kegiatan yang Opu Daeng Risaju
lakukan di PSII. Ini disebabkan karena pemerintahan Jepang melarang adanya kegiatan
politik Organisasi Pergerakan Kebangsaan, termasuk PSII. Opu Daeng Risaju mulai kembali
tidak melanjutkan perjuangannya di PSII. Pihak Belanda yang bekerja sama dengan
tindakan provolatif agar rakyat tidak lagi percaya kepada pemerintah. Akhirnya, Opu
diadili dan dicabut gelar kebangsawanannya. Tidak hanya itu, tekanan juga diberikan
kepada suami dan pihak keluarga Opu agar menghentikan kegiatannya di PSII.
Opu Daeng Risaju kemudian tertangkap oleh tentara NICA di Lantoro dan dibawa
menuju Watampone dengan cara berjalan kaki sepanjang 40 km. Opu Daeng Risaju lalu
ditahan di penjara Bone selama satu bulan tanpa diadili, kemudian dipindahkan ke penjara
Sengkan, lalu dipindahkan lagi ke Bajo. Opu Daeng Risaju kemudian dibebaskan tanpa
diadili setelah 11 bulan menjalani tahanan. Opu Daeng Risaju kemudian kembali ke Bua
dan menetap di Belopa. Pada tahun 1949, Opu Daeng Risaju pindah ke Pare-Pare
mengikuti anaknya Haji Abdul Kadir Daud. Opu Daeng Risaju wafat dalam usia 84 tahun,
F. Tokoh Militer
Jenderal TNI (Purn.) Gatot Soebroto lahir di Sumpiuh, Banyumas, Jawa Tengah, 10 Oktober
1907. Jenderal Gatot Subroto dikenal sebagai tentara yang aktif di tiga zaman. Dia pernah
menjadi Tentara Hindia Belanda (KNIL), masa pendudukan Jepang, dan masa kemerdekaan
jantung. Pangkat terakhir yang disandangnya adalah Letnan Jenderal. Atas jasa-jasa dan
Gatot Soebroto adalah tentara asli indonesia. darma baktinya kepada nusa dan bangsa ia
Semua pemberontakan di tanah air mulai dari pki madiun 1948, DI/TII, dan PRRI
Permesta. Selama hidupnya sosok Gatot Soebroto merupakan sosok yang dianggap gila
karena ucapannya yang terkadang kasar namun karena sikapnya tersebut ia sangat dekat
1925. Laksamana Madya TNI Yos Sudarso bertugas di angkatan laut pada dua zaman. Ia
Laksamana Madya TNI Yos Sudarso wafat dalam pertempuran di Laut Aru tanggal 15