Anda di halaman 1dari 14

Tugas PPKN Tentang Pahlawan Sebelum Tahun

1908

Nama : Andrian N
Kelas/No.Absen : VIII E/01
SMP Negeri 1 Majenang
Tahun Pelajaran 2018/2019
Kata Pengantar
Daftar isi

Kata Pengantar........................................................................................i
Daftar
Isi...................................................................................................................ii

Pangeran Diponegoro…………………………………………………………..01

I Gusti Ketut Jelantik……………………………………………………………02

Sultan Iskandar Muda…………………………………………………………..03

Sri Sultan Hamengkubuwana………………………………………………….04

Raja Haji Fisabilillah…………………………………………………………….05


Tuanku Tambusai……………………………………………………………….06
Pangeran Antasari………………………………………………………………07
Sisingamangaraja XII……………………………………………………………08
Cut Nyak Dhien…………………………………………………………………09
1)Pangeran Diponegoro

Profil
Bendara Pangeran Harya Dipanegara (lebih dikenal dengan
nama Diponegoro, lahir di Ngayogyakarta Hadiningrat, 11 November 1785
– meninggal di Makassar, Hindia Belanda, 8 Januari 1855 pada umur 69
tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia.
Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang
Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830) melawan pemerintah Hindia
Belanda

Asal usul Diponegoro


Pangeran Diponegoro adalah putra sulung dari Sultan
Hamengkubuwana III, raja ketiga di Kesultanan Yogyakarta. Lahir pada
tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dengan nama Mustahar dari
seorang selir bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan
(istri selir) yang berasal dari Pacitan. Semasa kecilnya, Pangeran
Diponegoro bernama Bendara Raden Mas Antawirya.[1]

2)I Gusti Ketut Jelantik

Profil
I Gusti Ketut Jelantik ( w. 1849) adalah pahlawan nasional
Indonesia yang berasal dari Karangasem, Bali. Ia merupakan patih
Kerajaan Buleleng.

Pertempuran Jagaraga
Perlawanan ini bermula karena pemerintah kolonial Hindia
Belanda ingin menghapuskan tawan karang yang berlaku di Bali, yaitu hak
bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil kapal yang kandas
di perairannya beserta seluruh isinya.
Pahlawan Nasional
I Gusti Ketut Jelantik adalah pahlawan nasional Indonesia.
Dia mendapatkan penghargaan berupa gelar Pahlawan Nasional menurut
SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993 karena memang layak disematkan
pada berkat usahanya yang tetap teguh membela tanah kelahiran atas
kekuasaan Belanda kala itu.

3)Sultan Iskandar Muda

Profil
Sultan Iskandar Muda (Aceh, Banda Aceh, 1593 atau 1590[1] – Banda Aceh,
Aceh, 27 Desember 1636) merupakan sultan yang paling besar dalam masa
Kesultanan Aceh, yang berkuasa dari tahun 1607 sampai 1636.[2] Aceh
mencapai kejayaannya pada masa kepemimpinan Iskandar Muda, di mana
daerah kekuasaannya yang semakin besar dan reputasi internasional
sebagai pusat dari perdagangan dan pembelajaran tentang Islam.
Keluarga dan masa kecil

Dari pihak leluhur ibu, Iskandar Muda adalah keturunan


dari Raja Darul-Kamal, dan dari pihak leluhur ayah merupakan keturunan
dari keluarga Raja Makota Alam. Darul-Kamal dan Makota Alam
dikatakan dahulunya merupakan dua tempat permukiman bertetangga
(yang terpisah oleh sungai) dan yang gabungannya merupakan asal mula
Aceh Darussalam. Iskandar Muda seorang diri mewakili kedua cabang itu,
yang berhak sepenuhnya menuntut takhta.[2]

4)Sri Sultan Hamengkubuwana

Profil
Sri Sultan Hamengkubuwana I lahir di Kartasura, 6 Agustus
1717 – meninggal di Yogyakarta, 24 Maret 1792 pada umur 74 tahun,
merupakan pendiri sekaligus raja pertama Kesultanan Yogyakarta yang
memerintah tahun 1755 – 1792.

Asal-Usul
Nama aslinya adalah Raden Mas Sujana yang setelah dewasa
bergelar Pangeran Mangkubumi. Ia merupakan putra Amangkurat IV raja
Kasunanan Kartasura yang lahir dari selir bernama Mas Ayu Tejawati
pada tanggal 6 Agustus 1717.

Sebagai Pahlawan Nasional


Hamengkubuwana I adalah peletak dasar-dasar Kesultanan
Yogyakarta. Ia dianggap sebagai raja terbesar dari keluarga Mataram sejak
Sultan Agung. Yogyakarta memang negeri baru namun kebesarannya
waktu itu telah berhasil mengungguli Surakarta. Angkatan perangnya
bahkan lebih besar daripada jumlah tentara VOC di Jawa.

5)Raja Haji Fisabilillah

Profil
Raja Haji Fisabilillah (lahir di Kota Lama, Ulusungai, Riau,
1725 – meninggal di Kampung Ketapang, Melaka, Malaysia, 18 Juni 1784)
adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Pulau
Penyengat Inderasakti, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Raja Haji Fisabililah merupakan adik dari Sultan Selangor pertama, Sultan
Salehuddin dan paman sultan Selangor kedua, Sultan Ibrahim.

 Riwayat perjuangan
Raja Haji Fisabililah atau dikenal juga sebagai Raja Haji
marhum Teluk Ketapang adalah (Raja) Yang Dipertuan Muda Riau-
Lingga-Johor-Pahang IV. Ia terkenal dalam melawan pemerintahan
Belanda dan berhasil membangun pulau Biram Dewa di sungai Riau
Lama. Karena keberaniannya, Raja Haji Fisabililah juga dijuluki (dipanggil)
sebagai Pangeran Sutawijaya (Panembahan Senopati) di Jambi. Ia gugur
pada saat melakukan penyerangan pangkalan maritim Belanda di Teluk
Ketapang (Melaka) pada tahun 1784. Jenazahnya dipindahkan dari makam
di Melaka (Malaysia) ke Pulau Penyengat oleh Raja Ja'afar (putra
mahkotanya pada saat memerintah sebagai Yang Dipertuan Muda).

6)Tuanku Tambusai

Profil
Tuanku Tambusai (lahir di Tambusai, Rokan Hulu, Riau, 5
November 1784 – meninggal di Negeri Sembilan, Malaya Britania, 12
November 1882 pada umur 98 tahun) adalah salah seorang tokoh Paderi
terkemuka.

Latar belakang
Tuanku Tambusai lahir di Dalu-dalu, nagari Tambusai,
Rokan Hulu, Riau. Dalu-dalu merupakan salah satu desa pedagang
Minangkabau yang didirikan di tepi sungai Sosah, anak sungai Rokan.
Tuanku Tambusai memiliki nama kecil Muhammad Saleh, yang setelah
pulang haji, dipanggilkan orang Tuanku Haji Muhammad Saleh.[1]
Sewaktu kecil Muhammad Saleh telah diajarkan ayahnya
ilmu bela diri, termasuk ketangkasan menunggang kuda, dan tata cara
bernegara.[3]

Catatan kaki
 Muhammad Radjab, Perang Paderi di Sumatera Barat (1803-1838),
Balai Pusataka, 1964
 Mahidin Said, Rokan : Tuanku Tambusai Berjuang, Sri Dharma N.V
 Soedarmanta, J. B. Jejak-jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa
Indonesia.
 Dobbin, Christine. Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan
Gerakan Paderi, Minangkabau 1784 – 1847.
 Nain, Sjafnir Aboe, (2004), Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB),
transl., Padang: PPIM.
 Riau Mandiri Online

7)Pangeran Antasari

Profil
Antasari Azhar (lahir di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka
Belitung, 18 Maret 1953; umur 65 tahun) adalah mantan Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diberhentikan secara tetap dari
jabatannya pada tanggal 11 Oktober 2009 oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.

Keluarga
Antasari Azhar adalah anak ke-4 dari 15 bersaudara, anak dari
pasangan H. Azhar Hamid, S.H. dan Hj. Asnani (alm.). Ayah dari Antasari
Azhar pernah menjabat sebagai kepala kantor pajak di Bangka Belitung.

Perlawanan terhadap Belanda


Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300
prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron
tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan
dikomandoi Pangeran Antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar.
Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran
Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam
Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk
Cahu.[18]

8)Sisingamangaraja XII
Profil
Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845 –
meninggal di Dairi, 17 Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja
di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan
Belanda, kemudian diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK
Presiden RI No 590/1961

Perang melawan Belanda

Pada tahun 1873 Belanda melakukan invasi militer ke Aceh


(Perang Aceh, dilanjutkan dengan invasi ke Tanah Batak pada 1978. Raja-
raja huta Kristen Batak menerima masuknya Hindia Belanda ke Tanah
Batak, sementara Raja Bakkara, Si Singamangaraja yang memiliki
hubungan dekat dengan Kerajaan Aceh menolak dan menyatakan perang.

9)Cut Nyak Dhien


Profil
Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang,
Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908;
dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa
Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi,
sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda

Apresiasi
Biografi dalam Seni
Perjuangan Cut Nyak Dien diinterpretasi dalam film
drama epos berjudul Tjoet Nja' Dhien pada
tahun 1988 yang disutradarai oleh Eros Djarot dan dibintangi Christine
Hakim sebagai Tjoet Nja' Dhien, Piet Burnama sebagai Pang Laot, Slamet
Rahardjo sebagai Teuku Umar dan juga didukung Rudy Wowor. Film ini
memenangkan Piala Citra sebagai film terbaik, dan merupakan film
Indonesia pertama yang ditayangkan di Festival Film Cannes (tahun 1989).
Pada 13 April 2014, sebuah karya seni untuk mengenang
semangat perjuangan dan perjalanan hidup Cut Nyak Dhien (CND) dalam
bentuk teater monolog yang dimainkan dan disutradarai oleh Sha Ine
Febriyanti; dipentaskan pertama kali di Auditorium Indonesia Kaya,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai