Anda di halaman 1dari 6

1.

Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien merupakan pahlawan yang lahir di Aceh Besar tahun 1848. Semasa
Perang Aceh, dirinya berdiri memimpin pasukan untuk melawan Belanda.

Cut Nyak Dien tak gentar melawan Belanda karena juga ingin membalas kematian
suaminya yang meninggal akibat perang. Perjuangan Cut Nyak Dien pun membawa
dirinya ke sosok Teuku Umar yang pada akhirnya menjadi suami kedua beliau.

Sayangnya dia ditangkap, diasingkan, lalu meninggal di Sumedang tanggal 06


November 1908. Cut Nyak Dien turut dimakamkan di sana.

2. Tuanku Imam Bonjol

Peto Syarif yang dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol adalah sosok yang lahir di
Kampung Tanjung Bunga, Sumatra Barat pada 1772. Di sana, dia adalah seorang
ulama dan pimpinan masyarakat.

Sebagai buntut pertentangan kaum Adat dan kaum Paderi (kaum agama), Imam
Bonjol akhirnya melawan Belanda. Dirinya berjuang bersama kaum Paderi pada
tahun 1803 sampai 1838.

Gara-gara pengkhianatan Belanda, Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke Cianjur,


lalu Ambon, hingga yang terakhir ke Manado. Imam Bonjol pada akhirnya wafat pada
06 November 1864 saat usianya 92 tahun.
3. Jenderal Soedirman

Jenderal Soedirman lahir di Bodas Karangjati tanggal 24 Januari 1916. Dia adalah
seorang panglima besar sekaligus jenderal pertama dan termuda di Indonesia. Ketika
berusia 31 tahun, Jenderal Soedirman bergabung dengan pahlawan kemerdekaan yang
lain dalam melawan penjajah Jepang, Belanda, serta Sekutu.

Jenderal Soedirman berjuang dengan luar biasa, bahkan saat sakit pun dia tidak
menyerah dan melawan musuh bersama anak buahnya. Dirinya meninggal akibat
penyakit pada tanggal 29 Januari 1950 di Magelang, lalu dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan Semaki DI Yogyakarta.

4. Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro memiliki nama kecil Raden Mas Ontowiryo. Ia lahir di D.I.
Yogyakarta pada 11 November 1785.
Pangeran Diponegoro merupakan anak sulung Sultan Hamengkubuwono III yang
dikenal sejak kepemimpinannya pada Perang Diponegoro tahun 1825-1830.

Perang tersebut menelan korban terbanyak dalam sejarah Indonesia. Pada tahun 1830,
Belanda bersiasat licik dengan pura-pura mengajak Pangeran Diponegoro untuk
berunding di Magelang. Dalam perundingan itu, dia ditangkap lalu dibuang ke
Manado. Setelah dari sana, dia dipindah ke Ujung Pandang dan meninggal di sana
tanggal 08 Januari 1985.
5. Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin memiliki julukan Ayam Jantan dari Timur. Dia adalah Pahlawan
Nasional asal Sulawesi Selatan yang merupakan putra kedua dari Sultan Malikusaid.
Sultan Hasanuddin lahir tahun 1631 di Makassar.

Pasca diangkat sebagai Sultan Kerajaan Gowa, dia berusaha menggabungkan


beberapa kerajaan kecil di wilayah Indonesia Timur dan melawan Belanda dengan
sengit.

Hal ini mengakibatkan Belanda meminta bantuan tentara ke Batavia untuk menerobos
benteng terkuat Gowa, yakni Somba Opu, pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan
Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dan wafat pada 12 Juni 1670.

6. Ki Hadjar Dewantara

Ki Hajar Dewantara atau Raden Mas Soewardi Soerjaningrat lahir di DI Yogyakarta


pada 02 Mei 1889. Dirinya adalah sosok yang mendirikan perguruan Taman Siswa
pada 1929 dan berkontribusi pada pribumi saat itu yang tidak dapat sekolah.

Ki Hadjar Dewantara pernah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan


Kebudayaan setelah kemerdekaan. Dia wafat 26 April 1959 dan dimakamkan di DI
Yogyakarta.
7. Kapitan Pattimura

Kapitan Pattimura atau Thomas Matulessy lahir di Ambon pada 1783. Pattimura
melawan Belanda karena mereka menguasai Maluku, menindas rakyatnya, memaksa
kerja rodi, dan menguras kekayaan Maluku.

Pattimura juga menyatukan Kerajaan Ternate dan Tidore untuk mengusir penjajah
pada tahun 1817. Sebetulnya, Belanda pernah menawarkan kerja sama, namun
Pattimura menolaknya. Sosok ini dihukum mati pada 16 Desember 1817.

8. Raden Ajeng Kartini

Raden Ajeng Kartini lahir sebagai putri Bupati Jepara pada tanggal 21 April 1879.
Semasa masih hidup, dia memperjuangkan kesetaraan hak perempuan dan
membangun sekolah perempuan bernama Yayasan Kartini pada tahun 1912. Sekolah
Kartini ada di Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan lain sebagainya.

Kartini meninggal saat masih muda, yakni pada umur 25 tahun pada 17 September
1904 di Rembang. Buku Habis Gelap Terbitlah Terang adalah kumpulan dari surat-
surat Kartini.
9. Dewi Sartika

Selain Kartini, ada pula Pahlawan Nasional Dewi Sartika yang memperjuangkan
pendidikan khusus perempuan. Dia lahir pada 04 Desember 1884 di Cicalengka.

Dewi Sartika memiliki latar belakang keluarga ningrat yang membuatnya bisa
mengenyam pendidikan, sehingga dirinya terinspirasi mendirikan Sekolah Istri atau
sekolah khusus perempuan se-Hindia Belanda.

Berkat jasanya itu, Dewi Sartika juga mendapat anugerah Bintang Perak dari
pemerintah Hindia Belanda. Saat perang kemerdekaan, Dewi Sartika mengungsi ke
Cinean dan wafat pada 11 September 1947.

10. Prof. Muhammad Yamin

Muhammad Yamin adalah anggota Jong Sumatranen Bond yang lahir pada 28
Agustus 1903 di Sawahlunto. Tokoh ini dikenal sebagai bagian dari yang
merumuskan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II serta penggagas falsafah
Pancasila dalam BPUPKI. Muhammad Yamin meninggal pada 17 Oktober 1962 dan
dikebumikan di tanah kelahirannya.
11. Sutan Syahrir

Sutan Syahrir lahir pada 05 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatra Barat. Pahlawan
nasional Indonesia satu ini sudah memulai sepak terjang di kancah politik saat
mendirikan Jong Indonesia atau Pemuda Indonesia.

Sutan Syahrir terkenal atas jasanya mengorganisir kemerdekaan Indonesia bersama


Bung Karno dan Bung Hatta. Pada awal kemerdekaan, Sutan Syahrir pernah menjabat
sebagai perdana menteri.

Kemudian, pada masa Orde Lama dia dipenjara dan jatuh sakit. Syahrir pun dikirim
ke Swiss untuk berobat. Ia kemudian wafat pada 09 April dan dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata.

12. Sisingamangaraja

Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845 – meninggal di Dairi, 17


Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara,
pejuang yang berperang melawan Belanda. Sebelumnya ia makamkan di Tarutung,
lalu dipindahkan ke Balige, dan terakhir dipindahkan ke Pulau Samosir.

Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876
menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain
itu ia juga disebut juga sebagai raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai
maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik
pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia-
Belanda, dan yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek)
di Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan Toba. Di sisi lain Belanda sendiri
berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang
berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang
berkepanjangan hingga puluhan tahun.

Anda mungkin juga menyukai