Anda di halaman 1dari 11

TOKOH-TOKOH PAHLAWAN

INDONESIA

Rifai Muhammad R
4C
CTM 2
10 Pahlawan Nasional Indonesia & Asal
Daerahnya

1. Pahlawan Nasional: Ahmad Yani

Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 19 Juni 1922 dan
meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun. Ia adalah komandan
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, dan dibunuh oleh anggota Gerakan 30 September
saat mencoba untuk menculik dia dari rumahnya.

Setelah Kemerdekaan Yani bergabung dengan tentara republik yang masih muda dan berjuang
melawan Belanda. Selama bulan-bulan pertama setelah Deklarasi Kemerdekaan, Yani
membentuk batalion dengan dirinya sebagai Komandan dan memimpin kepada kemenangan
melawan Inggris di Magelang.

Yani kemudian berhasil mempertahankan Magelang melawan Belanda ketika ia mencoba untuk
mengambil alih kota, mendapat julukan ‘Juru selamat Magelang’. Sorot lain yang menonjol
karier Yani selama periode ini adalah serangkaian serangan gerilya yang diluncurkan pada awal
1949 untuk mengalihkan perhatian Belanda sementara Letnan Kolonel Soeharto dipersiapkan
untuk Serangan Umum 1 Maret yang diarahkan pada Yogyakarta.

2. Pahlawan Nasional: Agus Salim


Haji Agus Salim, lahir dengan nama Masyhudul Haq, lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatra
Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober 1884 dan meninggal di Jakarta, Indonesia, 4 November 1954
pada umur 70 tahun. Ia adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Haji Agus Salim
ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 27 Desember 1961
melalui Keppres nomor 657 tahun 1961.

Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua di
SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto. Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI
antara lain:

 Anggota Volksraad (1921-1924)


 Anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
 Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947
 Pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir
pada tahun 1947
 Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947
 Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949

Di antara tahun 1946-1950 ia laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia,
sehingga kerap kali digelari “Orang Tua Besar” (The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat
Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presidentil dan pada tahun 1950 sampai akhir hayatnya
dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.

3. Pahlawan Nasional: Diponegoro


Bendara Pangeran Harya Dipanegara (lebih dikenal dengan nama Diponegoro, lahir di
Ngayogyakarta Hadiningrat, 11 November 1785 dan meninggal di Makassar, Hindia Belanda, 8
Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia.
Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830)
melawan pemerintah Hindia Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban
paling besar dalam sejarah Indonesia.

4. Pahlawan Nasional: Fatmawati


Fatmawati yang bernama asli Fatimah lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923 dan meninggal di
Kuala Lumpur, Malaysia, 14 Mei 1980 pada umur 57 tahun. Ia adalah istri dari Presiden
Indonesia pertama Soekarno. Ia menjadi Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 hingga
tahun 1967 dan merupakan istri ke-3 dari Presiden Pertama Indonesia, Soekarno. Ia juga dikenal
akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada
upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.

 5. Pahlawan Nasional: Tuanku Imam Bonjol


Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat, Indonesia, 1772 dan wafat dalam
pengasingan dan dimakamkan di Lotta, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864 adalah salah
seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam peperangan
yang dikenal dengan nama Perang Padri pada tahun 1803-1838. Tuanku Imam Bonjol diangkat
sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973,
tanggal 6 November 1973.

Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab, yang lahir di Bonjol pada 1
Januari 1772. Dia merupakan putra dari pasangan Bayanuddin Shahab (ayah) dan Hamatun (ibu).
Ayahnya, Khatib Bayanuddin Shahab, merupakan seorang alim ulama yang berasal dari Sungai
Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota. Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat,
Muhammad Shahab memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku
Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau
nan Salapan adalah yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Ia
akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.

6. Pahlawan Nasional: Ki Hajar Dewantara


Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar
Dewantara atau Ki Hajar Dewantara, lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889 dan meninggal di
Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun, selanjutnya disingkat sebagai ‘Soewardi’ atau
‘KHD’. Ia adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor
pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri
Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para
pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang
Belanda.

7. Pahlawan Nasional: Malahayati


Keumalahayati, adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh.
Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya dari garis ayahnya adalah Laksamana
Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530–
1539 M. Adapun Sultan Salahuddin Syah adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah
(1513–1530 M), yang merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.

Pada tahun 1585–1604, dia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima
Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah
IV.

Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah
syahid) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September
1599 sekaligus membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak
kapal. Dia mendapat gelar Laksamana untuk keberaniannya ini, sehingga ia kemudian lebih
dikenal dengan nama Laksamana Malahayati. Saat meninggal dunia, jasad Malahayati
dikebumikan di bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar.

8. Pahlawan Nasional: I Gusti Ngurah Rai


Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai (lahir di Desa Carangsari, Petang,
Kabupaten Badung, Bali, Hindia Belanda, 30 Januari 1917 dan meninggal di Marga, Tabanan,
Bali, Indonesia, 20 November 1946 pada umur 29 tahun) adalah seorang pahlawan Indonesia
dari Kabupaten Badung, Bali.Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama pasukan ‘Ciung
Wanara’ yang melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana.
(Puputan, dalam bahasa bali, berarti ‘habis-habisan’, sedangkan Margarana berarti ‘Pertempuran
di Marga’, Marga adalah sebuah desa ibu kota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali)
Di tempat puputan tersebut lalu didirikan Taman Pujaan Bangsa Margarana.

9. Pahlawan Nasional: Oto Iskandar di Nata


Raden Otto Iskandardinata lahir di Bandung, Jawa Barat, 31 Maret 1897 dan meninggal di
Mauk, Tangerang, Banten, 20 Desember 1945 pada umur 48 tahun. Ia adalah salah satu
Pahlawan Nasional Indonesia. Ia mendapat nama julukan si Jalak Harupat.

Dalam kegiatan pergerakannya pada masa sebelum kemerdekaan, Otto pernah menjabat sebagai
Wakil Ketua Budi Utomo cabang Bandung pada periode 1921-1924, serta sebagai Wakil Ketua
Budi Utomo cabang Pekalongan tahun 1924. Ketika itu, ia menjadi anggota Gemeenteraad
(‘Dewan Kota’) Pekalongan mewakili Budi Utomo.

Oto juga aktif pada organisasi budaya Sunda bernama Paguyuban Pasundan. Ia menjadi
Sekretaris Pengurus Besar tahun 1928, dan menjadi ketuanya pada periode 1929-1942.
Organisasi tersebut bergerak dalam bidang pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi,
kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan.

10. Pahlawan Nasional: Pierre Tendean


Kapten Czi. (Anumerta) Pierre Andries Tendean lahir 21 Februari 1939 dan meninggal 1
Oktober 1965 pada umur 26 tahun. Ia adalah seorang perwira militer Indonesia yang menjadi
salah satu korban peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965. Mengawali karier militer
dengan menjadi intelijen dan kemudian ditunjuk sebagai Ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris
Nasution menggantikan Kapten Kav Adolf Gustaf Manullang ajudan Pak Nas, yang gugur dalam
misi perdamaian di Kongo Afrika tahun 1963.

Dengan pangkat Letnan Satu Czi, ia dipromosikan menjadi Kapten Anumerta setelah
kematiannya. Tendean dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan bersama enam
perwira korban Gerakan 30 September lainnya, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi
Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1965.

Anda mungkin juga menyukai