Anda di halaman 1dari 30

Abdoel Moeis

Abdoel Moeis (bahasa Arab: 'Abd Al-Mu'iz) (lahir di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat, 3
Juli 1883 meninggal di Bandung,Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah
seorang sastrawan, politikus, dan wartawan Indonesia. Dia merupakan pengurus
besar Sarekat Islam dan pernah menjadi anggota Volksraad mewakili organisasi tersebut.
Abdul Muis dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang pertama oleh Presiden
RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959
[1]
.

Karya
Salah Asuhan (novel 1928, difilmkan Asrul Sani 1972), diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris oleh Robin Susanto dan diterbitkan dengan judul Never the Twain oleh Lontar
Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of Indonesia
Pertemuan Jodoh (novel 1933)
Surapati (novel 1950)
Robert Anak Surapati(novel 1953)

Terjemahan
Don Kisot (karya Miguel de Cervantes, 1923)
Tom Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928)
Sebatang Kara (karya Hector Malot, 1922)
Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950)

Trivia
Hampir di setiap kota di Indonesia ada sebuah Jalan Abdul Muis.





Ki Hadjar Dewantara











Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki
Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa
Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 meninggal di
Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun
[1]
; selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi"
atau "KHD") adalah aktivis pergerakankemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan
pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah
pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan
bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya
para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian
Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal
perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang
kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.
[2]

Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28
November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal
28 November 1959)
[3]
.














Soerjopranoto












Raden Mas Soerjopranoto (Ejaan Soewandi: Suryopranoto) (lahir di Jogjakarta, 11
Januari 1871 meninggal di Tjimahi, 15 Oktober1959 pada umur 88 tahun) adalah salah satu
Pahlawan Nasional Indonesia yang dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-3 oleh
Presiden RI, Soekarno, pada 30 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 310 Tahun 1959, tanggal 30 November 1959).
[1]

Ia dimakamkan di Kotagede, Yogyakarta.

Perjuangan
Pangeran Soerjopranoto dan juga bangsawan-bangsawan lainnya di Praja Paku Alaman,
umumnya tidak pernah menyembunyikan kenyataan sejarah, bahwa di dalam tubuh kerabat
Paku Alaman itu, terutama Sri Paku Alam ke-II telah mengalir darah rakyat jelata yang segar
yang berasal dari seorang petani di desa Sewon, Bantul, Yogyakarta, yang bernama
Ronodigdoyo.

Pada zaman Perang Perebutan Mahkota III (1747-1755) ia ikut terjun dalam perjuangan
melawan Belanda (VOC), dan pernah memberikan jasa yang luar biasa kepada Pangeran
Mangkubumi, adik Sultan Pakubuwono II. Sebab itu kepadanya dijanjikan kedudukan yang
baik, apabila pemberontakan Pangeran Mangkubumi itu berhasil dengan kemenangan.
Tapi sesudah perang selesai dan Pangeran Mangkubumi memperoleh bagian Barat Kerajaan
Mataram setelah Perjanjian Gijanti (1755) dan ia naik tahta menjadi Sultan Hamengku
Buwono ke-I, Sri Sultan alpa akan janjinya, dan memberikan Ronodigdoyo pada
kedudukannya sebagai prajurit.




Mohammad Husni Thamrin







Mohammad Husni Thamrin (lahir di Weltevreden, Batavia, 16 Februari 1894 meninggal
di Senen, Batavia, 11 Januari 1941 pada umur 46 tahun) adalah seorang politisi era Hindia
Belanda yang kemudian dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia.

Kehidupan awal
Thamrin lahir di Weltevreden, Batavia (sekarang Jakarta), Hindia Belanda, pada 16
Februari 1894.
[1]
Ayahnya adalah seorang Belanda dengan ibu orang Betawi. Sejak kecil ia
dirawat oleh pamannya dari pihak ibu karena ayahnya meninggal, sehingga ia tidak
menyandang nama Belanda.
[2]
Sementara itu kakeknya, Ort, seorang Inggris, merupakan
pemilik hotel di bilangan Petojo, menikah dengan seorang Betawi yang bernama Noeraini.
[3]

Ayahnya, Tabri Thamrin, adalah seorang wedana dibawah gubernur jenderal Johan Cornelis
van der Wijck. Setelah lulus dari Gymnasium Koning Willem III School te
Batavia,
[1]
Thamrin mengambil beberapa jabatan sebelum bekerja di perusahaan
perkapalanKoninklijke Paketvaart-Maatschappij.
[4]


Karier
Ia dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem Betawi) yang pertama kali
menjadi anggota Volksraad ("Dewan Rakyat") di Hindia Belanda, mewakili
kelompok Inlanders ("pribumi"). Sejak 1935 ia menjadi anggota Volksraad melalui Parindra.
Thamrin juga salah satu tokoh penting dalam dunia sepakbola Hindia Belanda (sekarang
Indonesia), karena pernah menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden pada
tahun 1932 untuk mendirikan lapangan sepakbola khusus untuk rakyat Hindia Belanda
pribumi yang pertama kali di daerah Petojo, Batavia (sekarang Jakarta).
Kematiannya penuh dengan intrik politik yang kontroversial. Tiga hari sebelum kematiannya,
ia ditahan tanpa alasan jelas. Menurut laporan resmi, ia dinyatakan bunuh diri namun ada
dugaan ia dibunuh oleh petugas penjara. Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Di
saat pemakamannya, lebih dari 10000 pelayat mengantarnya yang kemudian berdemonstrasi
menuntuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan dari Belanda.
[5]

Namanya diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta dan proyek perbaikan
kampung besar-besaran di Jakarta ("Proyek MHT") pada tahun 1970-an .



Samanhudi



Samanhudi atau sering disebut Kyai Haji Samanhudi (lahir di Laweyan, Surakarta, Jawa
Tengah, 1868; meninggal di Klaten, Jawa Tengah, 28 Desember 1956) adalah pendiri Sarekat
Dagang Islam, sebuah organisasi massa di Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi
para pengusaha batik di Surakarta. Nama kecilnya ialah Sudarno Nadi.
Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan oleh penguasa Hindia
Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan
pedagang Tionghoa pada tahun 1911. Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi
harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1911, ia
mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya.
Ia dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo. Sesudah itu, Serikat Islam dipimpin
oleh Oemar Said Tjokroaminoto.


















Oemar Said Tjokroaminoto










Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (lahir di Desa Bukur Madiun, Jawa Timur, 16
Agustus 1882 meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun) adalah
seorang pemimpin organisasi Sarekat Islam (SI) di Indonesia.
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M.
Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati
Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo.
Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di indonesia dan sebagai guru para
pemimpin-pemimpin besar di indonesia, berangkat dari pemikiran ialah yang melahirkan
berbagai macam ideologi bangsa indonesia pada saat itu, rumah ia sempat dijadikan rumah
kost para pemimpin besar untuk menimbah ilmu padanya,
yaitu Semaoen, Alimin, Muso, Soekarno, Kartosuwiryo, bahkan Tan Malaka pernah berguru
padanya, ia adalah orang yang pertama kali menolak untuk tunduk pada Belanda, setelah ia
meninggal lahirlah warna-warni pergerakan indonesia yang dibangun oleh murid-muridnya,
yakni kaumsosialis/komunis yang dianut
oleh Semaoen, Muso,Alimin, Soekarno yang nasionalis,
dan Kartosuwiryo yang islam merangkap sebagai sekretaris pribadi. Namun, ketiga muridnya
itu saling berselisih menurut paham masing-masing. Pengaruh kekuatan politik pada saat itu
memungkinkan para pemimpin yang sekawanan itu saling berhadap-hadapan hingga
terjadi Pemberontakan Madiun 1948 yang dilakukan Partai komunis Indonesia karena
memproklamasikan "Republik Soviet Indonesia" yang dipimpin Muso dan dengan terpaksa
presiden Soekarno mengirimkan pasukan elite TNI yakni Divisi Siliwangi yang
mengakibatkan "abang" sapaan akrab Soekarno kepada Muso pemimpin Partai komunis pada
saat itu tertembak mati 31 Oktober, dan dilanjutkan pemberontakan oleh Negara Islam
Indonesia(NII) yang dipimpin oleh Kartosuwiryo dan akhirnya hukuman mati yang
dijatuhkan oleh Soekarno kepada kawannya Kartosuwiryo pada 12 September 1962.
Pada bulan Mei 1912, HOS Tjokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam yang
sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam dan terpilih menjadi ketua.



Ernest Douwes Dekker










Dr. Ernest Franois Eugne Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan nama Douwes
Dekker atau Danudirja Setiabudi; lahir diPasuruan, Hindia-Belanda, 8 Oktober 1879
meninggal di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus 1950 pada umur 70 tahun) adalah seorang
pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia.
Ia adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-
20, penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia-
Belanda, wartawan, aktivis politik, serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk
Hindia-Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari "Tiga Serangkai" pejuang
pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi
Suryaningrat.




















Sisingamangaraja XII











Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845 meninggal di Dairi, 17
Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang rajadi negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang
yang berperang melawan Belanda, kemudian diangkat oleh
pemerintah Indonesia sebagaiPahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 9 November 1961
berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya ia makamkan diTarutung, lalu
dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.
[1]

Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian digelari dengan
Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal denganPatuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik tahta pada
tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon,
selain itu ia juga disebut juga sebagai raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai
maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu
terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi diHindia-Belanda, dan
yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek)
di Sumatera terutama Kesultanan Aceh danToba, di mana kerajaan ini membuka hubungan
dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda sendiri berusaha untuk
menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi
selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.












Sam Ratulangi














Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau lebih dikenal dengan nama Sam
Ratulangi (lahir di Tondano, Sulawesi Utara, 5 November 1890 meninggal di Jakarta, 30
Juni 1949 pada umur 58 tahun) adalah seorang politikus Minahasa dari Sulawesi
Utara,Indonesia. Ia adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Sam Ratulangi juga sering
disebut-sebut sebagai tokoh multidimensional. Ia dikenal dengan filsafatnya: "Si tou timou
tumou tou" yang artinya: manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat
memanusiakan manusia.
Sam Ratulangi adalah anak dari Jozias Ratulangi.
[1]
Pada tahun 1907, dia pergi
ke Batavia untuk melanjutkan sekolah di Koningeen Wilhelmina School.
[1]
Setelah tamat,
Sam Ratulangi melanjutkan ke Vrije Universiteit van Amsterdam, Belanda.
[1]
Di sana, dia
dipercaya menjadi Ketua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Belanda tahun 1914.
[1]
Lima
tahun kemudian, dia memperoleh gelardoktor di bidang matematika dan fisika.
[1]

Sam Ratulangi juga merupakan Gubernur Sulawesi yang pertama. Ia meninggal di Jakarta
dalam kedudukan sebagai tawanan musuh pada tanggal 30 Juni 1949 dan dimakamkan
di Tondano. Namanya diabadikan dalam nama bandar udara di Manado yaitu Bandara Sam
Ratulangi dan Universitas Negeri di Sulawesi Utara yaitu Universitas Sam Ratulangi.








Soetomo










Dr. Soetomo (lahir di Ngepeh, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur, 30 Juli 1888 meninggal
di Surabaya, Jawa Timur, 30 Mei 1938 pada umur 49 tahun) adalah tokoh pendiri Budi
Utomo, organisasi pergerakan yang pertama di Indonesia.
Pada tahun 1903, Soetomo menempuh pendidikan kedokteran di School tot Opleiding
van Inlandsche Artsen, Batavia. Bersama kawan-kawan dari STOVIA inilah Soetomo
mendirikan perkumpulan yang bernama Budi Utomo, pada tahun 1908. Setelah lulus
pada tahun 1911, ia bekerja sebagai dokter pemerintah di berbagai daerah di Jawa dan
Sumatra. Pada tahun 1917, Soetomo menikah dengan seorang perawat Belanda. Pada
tahun 1919 sampai 1923, Soetomo melanjutkan studi kedokteran di Belanda.
Pada tahun 1924, Soetomo mendirikan Indonesian Study Club (dalam bahasa
Belanda Indonesische Studie Club atau Kelompok Studi Indonesia) di Surabaya, pada
tahun 1930 mendirikan Partai Bangsa Indonesia dan pada tahun 1935
mendirikan Parindra (Partai Indonesia Raya).

















Ahmad Dahlan








Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868
meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu
Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar
Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H.
Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses
evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam
aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan
anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering
(persidangan umum).



















Agus Salim















Haji Agus Salim (lahir dengan nama Mashudul Haq (berarti "pembela kebenaran"); lahir
di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat,Hindia Belanda, 8 Oktober 1884 meninggal
di Jakarta, Indonesia, 4 November 1954 pada umur 70 tahun) adalah seorang pejuang
kemerdekaan Indonesia. Haji Agus Salim ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional
Indonesia pada tanggal 27 Desember 1961 melalui Keppres nomor 657 tahun 1961
[1]
.

Latar belakang
Agus Salim lahir dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab.
Jabatan terakhir ayahnya adalah Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau.
Pendidikan dasar ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak
Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Ketika lulus, ia
berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.
Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi
pertambangan di Indragiri. Pada tahun1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk
bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada periode inilah Salim berguru padaSyeh Ahmad
Khatib, yang masih merupakan pamannya.
Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai
Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan Zaenatun
Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung
hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan
Suratkabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta
dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan
dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam.

Gatot Soebroto













Jenderal Gatot Soebroto (lahir di Banyumas, Jawa Tengah, 10 Oktober 1907 meninggal
di Jakarta, 11 Juni 1962 pada umur 54 tahun) adalah tokoh perjuangan militer Indonesia
dalam merebut kemerdekaan dan juga pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan
di Ungaran, kabupaten Semarang. Pada tahun 1962, Soebroto dinobatkan sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional menurut SK Presiden RI No.222 tanggal 18 Juni 1962. Ia juga
merupakan ayah angkat dari Bob Hasan, seorang pengusaha ternama dan mantan menteri
Indonesia pada era Soeharto.

Karier
Setamat pendidikan dasar di HIS, Gatot Subroto tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi, namun memilih menjadi pegawai. Namun tak lama kemudian pada tahun 1923
memasuki sekolah militer KNIL di Magelang. Setelah Jepang menduduki Indonesia, serta
merta Gatot Subroto pun mengikuti pendidikan PETA di Bogor. Setelah kemerdekaan, Gatot
Subroto memilih masuk Tentara Keamanan Rakyat TKR dan kariernya berlanjut hingga
dipercaya menjadi Panglima Divisi II, Panglima Corps Polisi Militer, dan Gubernur Militer
Daerah Surakarta dan sekitarnya.
Setelah ikut berjuang dalam Perang Kemerdekaan, pada tahun 1949 Gatot Subroto diangkat
menjadi Panglima Tentara & Teritorium (T&T) IV I Diponegoro.
Pada tahun 1953, beliau sempat mengundurkan diri dari dinas militer, namun tiga tahun
kemudian diaktifkan kembali sekaligus diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat
(Wakasad).
Beliau adalah penggagas akan perlunya sebuah akademi militer gabungan (AD,AU,AL)
untuk membina para perwira muda. Gagasan tersebut diwujudkan dengan pembentukan
Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) pada tahun 1965.



Sukarjo Wiryopranoto



Sukarjo Wiryopranoto (lahir di Kesugihan, Cilacap, Jawa Tengah, 5 Juni 1903 meninggal
di New York, Amerika Serikat, 23 Oktober 1962 pada umur 59 tahun) adalah seorang
pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia.
Tamatan Sekolah Hukum tahun 1923 ini kemudaian bekerja di Pengadilan Negeri di
beberapa kota sampai akhirnya mendirikan sendiri kantor pengacara "Wisnu"
di Malang, Jawa Timur.
Sukardjo menjadi anggota Volksraad pada tahun 1931. Selain itu bersama Dr. Soetomo ia
mendirikan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI).
Ia juga pernah menjabat sebagai Perwakilan Tetap Indonesia di Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) sampai akhir hayatnya.
Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.















Ferdinand Lumbantobing



Ferdinand Lumbantobing atau sering pula disingkat sebagai FL Tobing (lahir
di Sibuluan, Sibolga, Sumatera Utara, 19 Februari1899 meninggal di Jakarta, 7
Oktober 1962 pada umur 63 tahun) adalah seorang pahlawan
nasional Indonesia dari Sumatera Utara.
Ia lulus sekolah dokter STOVIA pada tahun 1924 dan bekerja di CBZ RSCM, Jakarta.
Pada tahun 1943 ia diangkat menjadi Syu Sangi Kai' (DPD) Tapanuli dan juga sebagai Chuo
Sangi In (DPP).
Setelah kemerdekaan ia diangkat menjabat beberapa jabatan penting seperti Menteri
Penerangan dan Menteri Kesehatan (ad interim). Selain itu ia juga pernah menjabat
sebagai Gubernur Sumatera Utara.
Beliau dimakamkan di Desa Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

















Wilhelmus Zakaria Johannes



Dr. Wilhelmus Zakaria Johannes sering juga ditulis dalam ejaan baru Wilhelmus Zakaria
Yohannes, (Pulau Rote, 1895 Den Haag, Belanda, 4 September 1952) adalah
ahliradiologi pertama di Indonesia. Sebagai dokter Indonesia pertama yang mempelajari
ilmu radiologi di Belanda WZ Johannes juga menjadi ahli rontgen pertama yang sangat
berjasa dalam pengembangan ilmu kedokteran Indonesia sehingga mendapat gelar Pahlawan
Nasional. Namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit umum di Kupang, Nusa Tenggara
Timur yakni RSU WZ Johannes. Nama pahlawan ini juga diabadikan menjadi nama sebuah
kapal perang TNI-AL yakni KRI Wilhelmus Zakaria Johannes. Ia dimakamkan di
Pemakaman Jati Petamburan, Jakarta Pusat.
WZ. Johannes adalah sepupu Prof. Dr. Ir. Herman Johannes, guru besar UGM yang adalah
paman dari Helmi Johannes, presenter berita dan produser eksekutif televisi VOA Indonesia.














Pangeran Antasari












Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797
[1][2]
atau 1809
[3][4][5][6]

meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Ia adalah Sultan Banjar.
[7]
Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan
pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati
(gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung
Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
[8]


Silsilah
Semasa muda nama beliau adalah Gusti Inu Kartapati.
[9]
Ibu Pangeran Antasari
adalah Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman. Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran
Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir. Pangeran Amir adalah anak Sultan Muhammad
Aliuddin Aminullah yang gagal naik tahta pada tahun 1785. Ia diusir oleh walinya sendiri,
Pangeran Nata, yang dengan dukungan Belanda memaklumkan dirinya sebagai Sultan
Tahmidullah II
[10][11][12]
Pangeran Antasari memiliki 3 putera dan 8 puteri.
[13]
Pangeran
Antasari mempunyai adik perempuan yang bernama Ratu Antasari alias Ratu Sultan Abdul
Rahman yang menikah dengan Sultan MudaAbdurrahman bin Sultan Adam tetapi meninggal
lebih dulu setelah melahirkan calon pewaris kesultanan Banjar yang diberi nama
Rakhmatillah, yang juga meninggal semasa masih bayi.







Usman Janatin




Sersan Dua Anumerta Usman Janatin bin H. Ali Hasan (lahir di Dukuh Tawangsari, Desa
Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 18 Maret 1943
meninggal di Singapura, 17 Oktober 1968 pada umur 25 tahun) adalah salah satu dari dua
anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Marinir) Indonesia yang ditangkap
di Singapura pada saat terjadinya Konfrontasi dengan Malaysia.
Bersama dengan seorang anggota KKO lainnya bernama Harun Thohir, ia dihukum gantung
oleh pemerintah Singapura pada Oktober 1968 dengan tuduhan meletakkan bom di wilayah
pusat kota Singapura yang padat pada 10 Maret 1965(lihat Pengeboman MacDonald House).
Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

















Harun Thohir



Kopral Anumerta Harun

Kopral Anumerta Harun Said (lahir di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, 4
April 1947 meninggal di Singapura, 17 Oktober 1968 pada umur 21 tahun) adalah salah
satu dari dua anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Marinir) Indonesia yang
ditangkap di Singapura pada saat terjadinya Konfrontasi dengan Malaysia.
Bersama dengan seorang anggota KKO lainnya bernama Usman, ia dihukum gantung oleh
pemerintah Singapura pada Oktober 1968 dengan tuduhan meletakkan bom di wilayah pusat
kota Singapura yang padat pada 10 Maret 1965 (lihat Pengeboman MacDonald House).
Atas jasa-jasanya kepada negara, Kopral KKO TNI Anumerta Harun bin Said alias Thohir
bin Mandar Anggota Korps Komando AL-RI Harun bin Said dianugerahi gelar Pahlawan
Nasional berdasarkan SK Presiden RI No.050/TK/Tahun 1968, tgl 17 Okt 1968.Ia
dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.




















Basuki Rahmat















Basuki Rahmat (lahir di Tuban, Jawa Timur, Hindia Belanda, 4 November 1923
meninggal di Jakarta, Indonesia, 8 Januari 1969 pada umur 45 tahun) adalah Jenderal
Indonesia dan menjadi saksi penandatanganan Supersemar dokumen serah terima kekuasaan
dari Presiden Soekarno

Karir Militer
Pada tahun 1943, Selama pendudukan Jepang di Indonesia, Basuki bergabung dengan
Pembela Tanah Angkatan Darat (PETA), sebuah kekuatan tambahan berlari oleh Jepang
untuk melatih tentara tambahan dalam kasus invasi Amerika Serikat Jawa. Dalam MAP,
Basuki, bangkit untuk menjadi Komandan Kompi.
Dengan Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 oleh para pemimpin
Nasionalis Soekarno dan Mohammad Hatta, Basuki, seperti banyak pemuda lain ke dalam
milisi Mulai Band dalam persiapan untuk pembentukan dari Angkatan Darat Indonesia. Pada
tanggal 5 Oktober 1945, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, dengan Basuki
mendaftar dengan TKR pada bulan yang sama di kota Ngawi di provinsi asalnya Jawa Timur.
Di sana ia ditempatkan dengan KODAM VII / Brawijaya (kemudian dikenal sebagai Wilayah
Militer V / Brawijaya), komando militer dibebankan dengan keamanan Jawa Timur.
Pada perintah militer ini, Basuki menjabat sebagai Komandan Batalyon di Ngawi (1945-
1946), Komandan Batalyon di Ronggolawe (1946-1950), Komandan Resimen ditempatkan di
Bojonegoro (1950-1953), Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium V / Brawijaya (1953-
1956) dan Penjabat Panglima Daerah Militer V / Brawijaya (1956).
Pada September 1956, Basuki dipindahkan ke Melbourne, Australia untuk melayani sebagai
atase militer ke kedutaan di sana. Basuki kembali ke Indonesia pada bulan November tahun
Arie Frederik Lasut




Arie Frederik Lasut (lahir di Kapataran, Lembean Timur, Minahasa, 6 Juli 1918
meninggal di Pakem, Sleman, Yogyakarta, 7 Mei1949 pada umur 30 tahun) adalah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia dan ahli pertambangan dan geologis. Dia terlibat dalam
perang kemerdekaan Indonesia dan pengembangan sumber daya pertambangan dan geologis
pada saat-saat permulaan negara Republik Indonesia. Lasut dilahirkan di desa Kapataran,
yang sekarang berada di kabupaten Minahasa, provinsi Sulawesi Utara. Dia adalah putera
tertua dari delapan anak dari Darius Lasut dan Ingkan Supit. Adiknya yang bernama Willy
Lasut sempat menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara.

Perjuangan kemerdekaan
Pada bulan September 1945, Presiden menginstruksikan untuk mengambilalih instansi-instansi
pemerintahan dari Jepang. Lasut ikutserta dalam pengambilalihan jawatan geologis dari Jepang yang
berhasil dilakukan secara damai. Jawatan itu kemudian dinamakan Jawatan Pertambangan dan
Geologi. Kantor jawatan terpaksa harus dipindah beberapa kali untuk menghindari agresi Belanda
setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kantor jawatan sempat pindah
ke Tasikmalaya, Magelang, dan Yogyakarta dari tempat semulanya di Bandung. Sekolah pelatihan
geologis juga dibuka selama kepemimpinan Lasut sebagai kepala jawatan saat itu.
Selain usahanya di jawatan, Lasut turut aktif dalam organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi
(KRIS) yang bertujuan untuk membela kemerdekaan Indonesia. Dia juga adalah anggota Komite
Nasional Indonesia Pusat, awal mula dewan perwakilan di Indonesia[1].
Lasut terus diincar oleh Belanda karena pengetahuannya tentang pertambangan dan geologi di
Indonesia, tetapi ia tidak pernah mau bekerjasama dengan mereka. Pada pagi hari tanggal 7 Mei 1949,
Lasut diambil oleh Belanda dari rumahnya dan dibawa ke Pakem, sekitar 7 kilometer di utara
Yogyakarta. Di sana ia ditembak mati. Beberapa bulan kemudian jenazahnya dipindahkan ke
pekuburan Sasanalaya Jl. Ireda di Yogyakarta di samping isterinya yang telah lebih dulu meninggal
pada bulan Desember 1947. Upacara penguburan dihadiri oleh Mr. Assaat, pejabat presiden pada saat
itu.



Martha Christina Tiahahu











Martha Christina Tiahahu (lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800 meninggal di Laut
Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau
Nusalaut. Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda
berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu yang
juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda.
Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja
yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang
Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, ia
dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya.
Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan rambutnya
yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap
mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua.
Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja
mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut
membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum
wanita yang ikut berjuang.
Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua yang
nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun akhirnya
karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para tokoh pejuang
dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus mati digantung dan ada yang dibuang ke
Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak. Martha Christina berjuang untuk
melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di
hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa.







aria Walanda Maramis










Maria Josephine Catherine Maramis (lahir di Kema, Sulawesi Utara, 1 Desember 1872
meninggal di Maumbi, Sulawesi Utara, 22 April 1924 pada umur 51 tahun), atau yang lebih
dikenal sebagai Maria Walanda Maramis, adalah seorang Pahlawan Nasional
Indonesia karena usahanya untuk mengembangkan keadaan wanita di Indonesia pada
permulaan abad ke-20
[1]
.
Setiap tanggal 1 Desember, masyarakat Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda
Maramis, sosok yang dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan dan emansipasi
perempuan di dunia politik dan pendidikan. Menurut Nicholas Graafland, dalam sebuah
penerbitan "Nederlandsche Zendeling Genootschap" tahun 1981, Maria ditahbiskan sebagai
salah satu perempuan teladan Minahasa yang memiliki "bakat istimewa untuk menangkap
mengenai apapun juga dan untuk memperkembangkan daya pikirnya, bersifat mudah
menampung pengetahuan sehingga lebih sering maju daripada kaum lelaki".
[2]

Untuk mengenang jasanya, telah dibangun Patung Walanda Maramis yang terletak di
Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang, sekitar 15 menit dari pusat kota Manado yang
dapat ditempuh dengan angkutan darat. Di sini, pengunjung dapat mengenal sejarah
perjuangan seorang wanita asal Bumi Nyiur Melambai ini. Fasilitas yang ada saat ini adalah
tempat parkir dan pusat perbelanjaan.
[3]









Soepeno








Soepeno (lahir di Kota Pekalongan, 12 Juni 1916 meninggal di Ganter, Ngliman, Sawahan,
Nganjuk, 24 Februari 1949 pada umur 32 tahun) adalah Menteri
Pembangunan/Pemuda pada Kabinet Hatta I. Dia meninggal dunia sewaktu masih menjabat
dalam jabatan tersebut akibat Agresi Militer Belanda II.

Biografi

Kehidupan awal
Masa kecil Soepeno tidak banyak diketahui. Soepeno lahir di Pekalongan, Jawa
Tengah pada 12 Juni 1916. Dia merupakan anak dari Soemarno, seorang pegawai di Stasiun
Tegal.
[1]
Diakses pada Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (AMS) di Semarang, ia
melanjutkan ke Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hogeschool) di Bandung.
[1]
Hanya dua
tahun, ia menuntut ilmu di sekolah itu karena ia pindah ke Sekolah Tinggi Hukum (Recht
Hogeschool) di Jakarta. Di kota itu, Soepeno tinggal di asrama Perkumpulan Pelajar-Pelajar
Indonesia (PPPI) di Jalan Cikini Raya 71. Oleh rekan-rekannya, ia dipilih menjadi ketua
asrama.
[1]


Menjadi menteri
Di masa Kabinet Hatta yang Pertama, ia diangkat menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga.

Meninggal
Sewaktu Belanda menyerang Indonesia pada 19 Desember 1948, Supeno menjadi Menteri
Pemuda dan Pembangunan RI. Supeno ikut bergerilya dan pasukan Belanda terus
memburunya.
[2]
Setelah berbulan-bulan bergerilya, Supeno dan rombongannya tertangkap
Belanda di Desa Ganter, Nganjuk setelah Belanda menyerang wilayah Ganter pada 24
Februari 1949.
[3]
Tentara Belanda menyuruhnya jongkok dan mengintrogasi dia.
[2]

Soepeno mengatakan bahwa ia adalah penduduk daerah tersebut namun Belanda tidak
percaya. Akhirnya, pelipisnya ditembak dan Supeno tewas seketika.
[2]
Supeno pun kemudian
dimakamkan di Nganjuk. Setahun kemudian, makamnya dipindahkan ke TMP
Semaki, Yogyakarta.
[3]



Wage Rudolf Soepratman









Wage Rudolf Supratman (lahir di Jatinegara, Batavia, 9 Maret 1903 meninggal
di Surabaya, Jawa Timur, 17 Agustus 1938 pada umur 35 tahun
[1]
) adalah pengarang lagu
kebangsaan Indonesia, "Indonesia Raya" dan pahlawan nasional Indonesia.

Kehidupan pribadi
Ayahnya bernama Senen, sersan di Batalyon VIII. Saudara Soepratman berjumlah enam, laki
satu, lainnya perempuan. Salah satunya bernama Roekijem. Pada tahun 1914, Soepratman
ikut Roekijem ke Makassar. Di sana ia disekolahkan dan dibiayai oleh suamiRoekijem yang
bernama Willem van Eldik.
Soepratman lalu belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama tiga tahun, kemudian
melanjutkannya ke Normaalschool diMakassar sampai selesai. Ketika berumur 20 tahun, lalu
dijadikan guru di Sekolah Angka 2. Dua tahun selanjutnya ia mendapat ijazahKlein
Ambtenaar.
Beberapa waktu lamanya ia bekerja pada sebuah perusahaan dagang. Dari Makassar, ia
pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda dan Kaoem Kita.
Pekerjaan itu tetap dilakukannya sewaktu sudah tinggal di Jakarta. Dalam pada itu ia mulai
tertarik kepada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan.
Rasa tidak senang terhadap penjajahan Belanda mulai tumbuh dan akhirnya dituangkan
dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.
Soepratman dipindahkan ke kota Sengkang. Di situ tidak lama lalu minta berhenti dan pulang
ke Makassar lagi. Roekijem sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik. Banyak
karangannya yang dipertunjukkan di mes militer. Selain itu Roekijem juga senang
bermain biola, kegemarannya ini yang membuat Soepratman juga senang main musik dan
membaca-baca buku musik.
W.R. Soepratman tidak beristri, serta tidak pernah mengangkat anak.





Nyai Ahmad Dahlan








Siti Walidah (1872 31 Mei 1946), lebih dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, adalah
tokoh emansipasi perempuan, istri dari pendiriMuhammadiyah, Ahmad Dahlan dan juga
seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Nyai Ahmad Dahlan terus memimpin Aisyiyah sampai 1934.
[8]
Selama masa pendudukan
Jepang, Aisyiyah dilarang oleh Militer Jepang di Jawa dan Madura pada 10 September 1943,
ia kemudian bekerja di sekolah-sekolah dan berjuang untuk menjaga siswa dari paksaaan
untuk menyembah matahari dan menyanyikan lagu-lagu Jepang.
[9]
Selama masaRevolusi
Nasional Indonesia, ia memasak sup dari rumahnya bagi para tentara
[8][10]
dan
mempromosikan dinas militer di antara mantan murid-muridnya.
[11]
Dia juga berpartisipasi
dalam diskusi tentang perang bersama Jenderal Sudirman dan Presiden Sukarno.
[10]

Nyai Ahmad Dahlan meninggal pada pukul 01:00 siang pada tanggal 31 Mei 1946 dan
dimakamkan di belakang Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta empat jam
kemudian.
[1][12]
Sekretaris Negara, Abdoel Gaffar Pringgodigdo dan Menteri
Agama, Rasjidi mewakili pemerintah pada saat pemakamannya.
[1][12]


Warisan
Pada 10 November 1971, Nyai Ahmad Dahlan dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional
Indonesia oleh Presiden Suharto sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 42/TK Tahun
1971;
[13]
Ahmad Dahlan telah diangkat sebagai Pahlawan Nasional sepuluh tahun
sebelumnya.
[14]
Penghargaan tersebut diterima oleh cucunya, M Wardan.
[1]
Dia telah
dibandingkan dengan pembela hak perempuan, Kartini dan gerilyawan, Cut Nyak
Dhien dan Cut Nyak Meutia.
[15]

Dalam film Sang Pencerah yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo, Nyai Ahmad Dahlan
diperankan oleh Zaskia Adya Mecca sementara Ahmad Dahlan diperankan oleh Lukman
Sardi.
[16]







Zainal Mustafa

K.H. Zainal Mustafa (lahir di Bageur, Cimerah, Singaparna, Tasikmalaya, 1899 meinggal
di Jakarta, 28 Maret 1944) adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Tasikmalaya.
Zaenal Mustofa adalah pemimpin
sebuah pesantren di Tasikmalaya dan pejuang Islam pertama dari Jawa Barat yang
mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Jepang. Nama kecilnya Hudaeni. Lahir
dari keluarga petani berkecukupan, putra pasangan Nawapi dan Ny. Ratmah, di kampung
Bageur, Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna (kini termasuk wilayah Desa Sukarapih
Kecamatan Sukarame) Kabupaten Tasikmalaya (ada yang menyebut ia lahir tahun 1901 dan
Ensiklopedia Islam menyebutnya tahun 1907, sementara tahun yang tertera di atas diperoleh
dari catatan Nina Herlina Lubis, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat).
Namanya menjadi Zaenal Mustofa setelah ia menunaikan ibadah haji pada tahun 1927.
Hudaeni memperoleh pendidikan formal di Sekolah Rakyat. Dalam bidang agama, ia belajar
mengaji dari guru agama di kampungnya. Kemampuan ekonomis keluarga
memungkinkannya untuk menuntut ilmu agama lebih banyak lagi. Pertama kali ia
melanjutkan pendidikannya ke pesantren di Gunung Pari di bawah bimbingan Dimyati, kakak
sepupunya, yang dikenal dengan nama KH. Zainal Muhsin. Dari Gunung Pari, ia kemudian
mondok di Pesantren Cilenga, Leuwisari, dan di Pesantren Sukamiskin, Bandung. Selama
kurang lebih 17 tahun ia terus menggeluti ilmu agama dari satu pesantren ke pesantren
lainnya. Karena itulah ia mahir berbahasa Arab dan memiliki pengetahuan keagamaan yang
luas.
Perlawanan kepada penjajah
Sejak tahun 1940, KH. Zaenal Mustofa secara terang-terangan mengadakan kegiatan yang
membangkitkan semangat kebangsaan dan sikap perlawanan terhadap pendudukan penjajah.
Ia selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda yang kerap disampaikannya dalam
ceramah dan khutbah-khutbahnya. Atas perbuatannya ini, ia selalu mendapat peringatan, dan
bahkan, tak jarang diturunkan paksa dari mimbar oleh kiai yang pro Belanda.




Sultan Hasanuddin



Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 meninggal
di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16
dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad
Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan,
ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja
lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijulukiDe Haantjes
van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia
dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa.
Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973,
tanggal 6 November 1973.
[1]


Sejarah
Sultan Hasanuddin lahir di Makasar, merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid,
Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang
diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-
rempah. Gowamerupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur
perdagangan.
[1]

Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha
menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain
pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan
kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada
akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18
November 1667bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa
dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak
Kompeni minta bantuan tentara ke. Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat.
Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah
kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil
menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669.


Pattimura







Pattimura(atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8
Juni 1783 meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga
dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Maluku dan
merupakan Pahlawan nasional Indonesia.
Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija
menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari
Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari
Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau
merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".
Namun berbeda dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia mengatakan dalam
bukunya Api Sejarah bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy,
lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi
pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah
Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim
Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di
laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara
lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran
yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda
Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah
Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan
dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh
pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan
pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu,
Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai PAHLAWAN PERJUANGAN
KEMERDEKAAN oleh pemerintah Republik Indonesia. Pahlawan Nasional Indonesia.







SOEKARNO

Dr.(HC) Ir. Soekarno
1
(ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir
di Surabaya
[1][2][3][4]
, Jawa Timur, 6 Juni1901 meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur
69 tahun)
[5]
adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode19451966.
[6]
Ia
memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan
Belanda.
[7]
Ia adalahProklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad
Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali
mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang
menamainya.
[7]

Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial,
yang isinyaberdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat
menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara
dan institusi kepresidenan.
[7]
Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk
membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang
duduk di parlemen.
[7]
Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan
dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan
Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai