Anda di halaman 1dari 49

Sultan Hasanuddin

Nama : Sultan Hasanuddin


Lahir : Makassar, 12 Januari 1631
Wafat : Makassar, 12 Juni 1670
Pangeran Diponegoro

Nama Lengkap : Bendoro Raden Mas Ontowiryo


Tanggal Lahir : Yogyakarta,11 November 1785
Wafat : 8 Januari 1855 di Sulawesi
Iman Bonjol

Nama : Muhamad Shahab


Tanggal Lahir : 1772, Bonjol, Sumatera Barat, Indonesia
Meninggal : 6 November 1864, Minahasa
Patimura

Nama lengkap : Thomas Matulessy


Julukan : Pattimura
Lahir : Hualoy, Seram selatan, Maluku 8 Juni 1783
Wafat : Ambon, Maluku 16 Desember 1817
Sutomo

 Tempat/Tgl. Lahir :  Surabaya, 3 Oktober 1920


 Tempat/Tgl. Wafat :  Mekah,7 Oktober 1981
Ir. Soekarno

Ir Soekarno
Lahir : Surabaya, 6 Juni 1901
Wafat : Jakarta, 21 Juni 1970
Dimakamkan : Kota Blitar, Jawa Timur
Nama : Ki Hadjar Dewantara
Lahir : 2 Mei 1889, Kota Yogyakarta, Indonesia
Meninggal : 28 April 1959, Kota Yogyakarta, Indonesia
Makam : Taman Wijaya Brata
Pendidikan : School tot Opleiding van Indische Artsen
Warga Negara : Indonesia
Zodiac : Taurus
Agama : Islam
    Biografi Ki Hadjar Dewantara    
Ki Hajar Dewantara lebih dikenal sebagai Bapak pendidikan
Indonesia. Nama asli ki hajar dewantara adalah Raden Mas
suwardi suryaningrat. Beliau merupakan keturunan dari keraton
Yogyakarta. Pada umur 40 tahun, beliau merubah namanya
menjadi Ki Hajar Dewantara. Beliau tidak memakai gelar nama
kebangsaannya lagi dikarenakan beliau ingin lebih dekat dengan
layar secara fisik maupun hatinya. Biografi Ki hajar dewantara
memang penuh pengabdian kepada Indonesia. Sudah banyak
sekali hal bermanfaat yang dilakukan oleh beliau.
Ki hajar dewantara bersekolah di ELS yang dulu merupakan
sekolah dasar Belanda. Selanjutnya beliau juga melanjutkan
sekolah di STOVIA yang merupakan sekolah dokter untuk
bumiputera. Tetapi selama sekolah di Stovia beliau tidak sampai
tamat dikarenakan sakit. Hal ini juga banyak diceritakan disemua
buku biografi Ki Hajar Dewantoro. Beliau juga pernah bekerja
menjadi wartawan diberbagai media cetak terkenal pada masa
itu. Seperti mideen java, sedyotomo, De ekpress, kaoem moeda,
poesara, oetoesan hindia, dan tjahaja timoer. Tulisan beliau
diberbagai media tersebut sangat komunikatif dan juga kritis,
sehingga dapat meningkatkan semangat rakyat pada masa itu.

Ketika membahas tentang biografi Ki hajar dewantara memang


tidak pernah ada habisnya. Ada banyak sekali hal yang harus kita
banggakan untuk beliau. Pada tahun 1908 beliau aktif sebagai
pengurus di organisasi boedi oetomo. Selanjutnya beliau juga
membuat organisasi sendiri bersama Douwes Dekker atau lebih
dikenal dengan Dr. Danudirdja Setya Budhi dan Dr Cipto
Mangoekoesoemo mendirikan sebuah organisasi yang bernama
Indische Partij pada tanggal 25 desember tahun 1912. Organisasi
ini merupakan partai politik pertama di Indonesia yang beraliran
nasionalisme untuk mencapai Indonesia merdeka. Ketika ingin
mendaftarkan partai ini, mereka di tolak oleh Belanda, karena
dianggap menumbuhkan nasionalisme pada rakyat.

Dengan ditolaknya partai tersebut, mereka akhirnya komite boemi


poetra yang digunakan untuk membuat kritik ke pemerintahan
Belanda. Mereka menulis berbagai kritikan untuk pemeritahan
Belanda yang dimuat di surat kabar De ekpress yang pemiliknya
pada saat out adalah Douwe Dekker. Dalam tulisan tersebut
mereka mengatakan bahwa tidak mungkin merayakan
kemerdekaan, di Negara yang sudah kita rampas sendiri
kemerdekaannya. Karena tulisannya itu beliau di buang ke pulau
Bangka, sebagai hukuman pengasingannya oleh pemerintahan
Belanda. Cerita ini banyak ditemukan di buku-buku biografi ki
hajar dewantara.

Setelah pulang dari pengasingan dan sempat melakukan


perjalanan ke Belanda. Beliau akhirnya mendirikan taman siswa.
Selama pendirian taman siswa ini banyak sekali tantangan dan
halangan dari pihak pemerintahan Belanda. Dengan segala
kegigihannya, akhirnya taman siswa mendapatkan ijin berdirinya.
Setelah masa kemerdekaan, beliau menjabat sebagai menteri
pendidikan dan kebudayaan. Jika kalian mengunjungi
Yogyakarta, anda bisa mengunjungi museum yang didedikasikan
untuk ki hajar dewantara. Sekian artikel tentang biografi Ki Hjar
Dewantara, semoga dapat memberikan informasi untuk anda.
    Karir Ki Hajar Dewantara    
 Pendiri perguruan Taman Siswa
    Penghargaan Ki Hajar Dewantara    
 Gelar doktor kehormatan (Doctor honoris causa, Dr.H.C.)
dari Universitas Gadjah Mada
 Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya
dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan
Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959

1. Muh. Hatta
Nama : Dr. Drs. H. Mohammad Hatta
Lahir : Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902
Meninggal : Jakarta, 14 Maret 1980 (umur 77)
Makam : Taman Makam Proklamator Bung Hatta
Zodiac : Leo
Hobby : Membaca | Menulis
Kebangsaan : Indonesia
Istri : Rahmi Rachim
Anak : 3
Agama : Islam
    Biografi Mohammad Hatta    
Siapa yang tidak kenal dengan Bung hatta. Beliau adalah wakil
presiden pertama republik Indonesia. Bung hatta atau
Mohammad hatta lahir di bukit tinggi pada tanggal 12 Agustus
1902. Beliau mulai kenal dengan berbagai pergerakan sejak
tinggal di MULO kota padang. Selain itu beliau juga masuk di
organisasi Jong Sumatranen Bond. Beliau juga pernah
menempuh sekolah di Belanda yaitu di sekolah Handels Hoge
School Roterdam pada tahun 1921. Dalam beberapa buku
biografi Mohammad Hatta, beliau juga pernah ikut bergabung
dalam organisasi pergerakan yaitu Indische Vereniging.
Organisasi tersebut merupakan organisasi yang menolak
kerjasama dengan Belanda. Mohammad Hatta lulus dari handles
economis atau bisa disebut dengan ekonomi perdagangan pada
tahun 1923. Awalnya beliau akan menempuh pendidikan doctor
di bidang ekonomi tetapi pada tahun tersebut juga dibuka jurusan
baru yaitu hukum Negara dan hukum administrasi. Akhirnya
beliau lebih memilih untuk melanjutkan ke jurusan tersebut
dibandingkan ke jurusan doctoral. Karena masalah perpajangan
studinya ini, beliau akhirnya menjadi ketua PI (perhimpunan
Indonesia). Beliau juga pernah menyampaikan pidato tentang
struktur ekonomi dunia dan juga tentang pertentangan
kekuasaan. Pidato ini banyak sekali diceritakan di berbagai buku
biografi Mohammad Hatta. Dari tahun 1926 sampai tahun 1930,
Mohammad hatta selalu menjadi ketua di perhimpunan
Indonesia. Sampai beberapa waktu akhirnya Perhimpunan
Indonesia berbuah menjadi sebuah organisasi politik. PI awalnya
Cuma perhimpunan mahasiswa Indonesia. Perhimpunan
Indonesia dapat mempengaruhi pergerakan politik di Indonesia
pada waktu itu. Sampai akhirnya pemufakatan perhimpunan
politik Indonesia mengakui PI sebagai salah satu gerakan
pergerakan politik Indonesia yang berasal dari Eropa. Dalam
buku Biografi Mohammad hatta diceritakan bahwa Pi melakukan
berbagai propaganda di luar Belanda. Setiap melakukan
perkumpulan di eropa, selalu Mohammad hatta sendiri yang
menjadi delegasi dari PI. Pada tahun 1923, Mohammad hatta
pulang ke tanah air Indonesia. Pada saat di Indonesia beliau
lebih banyak disibukkan dengan menulis artikel politik yang di
muat di surat kabar daulat ra'jat. Selain itu beliau juga
mengadakan berbagai kegiatan politik dan juga melatih kader-
kader politik dari partai Pendidikan nasional Indonesia. Pada saat
penahan Soekarono di ende flores, Mohammad hatta banyak
menuliskan artikel pertentangan keras terhadap penahannya
tersebut. Pada bulan februari, pemeritahan Belanda akhirnya
menahan semua pemimpin dari partai pendidikan nasional
Indonesia. Ada 7 orang anggota partai yang ditahan di daerah
Boven Digoel. Pada biografi Mohammad Hatta, dituliskan ketika
beliau dipenjara beliau sempat menulis buku yang berjudul krisis
ekonomi dan kapitalisme. Beliau dan teman-temannya
mengalami pembuangan ke berbagai hal. Tetapi selama
mengalami masa tersebut Mohammad Hatta tetap menulis
berbagai artikel tentang politik dan juga ekonomi. Pada masa
pemerintahan Jepang, Mohammad Hatta sempat ditawarin untuk
menjadi penasehat pemerintahan Belanda. Pada masa
pambacaan teks proklamasi, beliau diminta oleh Soekarno untuk
menyusun teks proklamasi.
    Pendidikan Mohammad Hatta    
 Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)
 Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School, Batavia
(1921)
 Meer Uirgebreid Lagere School (MULO), Padang (1919)
 Europeesche Lagere School (ELS), Padang, 1916
 Sekolah Dasar Melayu Fort de kock, Minangkabau (1913-
1916)
    Karir Mohammad Hatta    
 Ketua Panitia Lima (1975)
 Penasihat Presiden dan Penasehat Komisi IV (1969)
 Dosen Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta (1954-1959)
 Dosen Sesko Angkatan darat, Bandung (1951-1961)
 Wakil Presiden, Perdana menteri, dan Menteri Luar Negeri
NKRIS (1949-1950)
 Ketua delegasi Indonesia Konferensi Meja Bundar, Den
Haag (1949)
 Wakil Presiden, Perdana Menteri, dan Menteri Pertahanan
(1948-1949)
 Wakil Presiden RI pertama (1945)
 Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (1945)
 Wakil Ketua Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia
(1945)
 Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan (1945)
 Kepala Kantor Penasehat Bala Tentara Jepang (1942)
 Ketua Panitia Pendidikan Nasional Indonesia (1934-1935)
 Wakil Delegasi Indonesia Liga Melawan Imperialisme dan
Penjajahan, Berlin (1927-1931)
 Ketua Perhimpunan Indonesia, Belanda (1925-1930)
 Bendahara Jong Sumatranen Bond, Jakarta (1920-1921)
 Bendahara Jong Sumatranen Bond, Padang (1916-1919)
 Partai Nasional Indonesia
    Organisasi Mohammad Hatta    
 Club pendidikan Nasional Indonesia
 Liga menentang Imperialisme
 Perhimpunan Hindia
 Jong Sumatranen Bond
    Penghargaan Mohammad Hatta    
 Pahlawan Nasional
 Bapak koperasi Indonesia
 Doctor Honoris Causa, Universitas Gadjah Mada, 1965
 Proklamator Indonesia
 The Founding Father's of Indonesia
2. Ernest Douwer Dekker

Nama Lengkap: Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker


Alias : Danudirja Setiabudi
Tempat Lahir : Pasuruan, Jawa Timur
Tanggal Lahir : 8 Oktober 1879
Warga Negara : Indonesia
Wafat : 28 Agustus 1950 di Bandung
Ayah : Auguste Henri Edoeard Douwes Dekker
Ibu : Louise Bousquet
Gelar : Pahlawan Nasional
    Biografi Ernest Douwes Dekker    
Ernest Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi adalah
seorang Pahlawan Nasional yang berkontribusi dalam
pergerakan nasional Indonesia. Ia lahir pada 8 Oktober 1879 di
Pasuruan, meninggal di usia yang ke-70. Ia meninggal pada 28
Agustus 1950 di Bandung. Bersama rekan-rekannya, Dekker
dikenal sebagai pribadi yang kritis. Ia punya pendirian tegas
dan sering melontarkan kritik terhadap pemerintahan Belanda
saat itu. Selain dikenal sebagai penulis, ia juga adalah seorang
aktivis politik dan wartawan. Bahkan ia adalah orang yang
berjasa di dalam pemberian nama Nusantara pada Tanah Air
kita.
Namanya dikenal sebagai satu dari 3 tokoh penting perjuangan
Indonesia. Mereka adalah Tiga Serangkai, beranggotakan
dirinya, Suwardi Suryaningrat dan Dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo. Pria kelahiran pasuruan, Jawa Timur ini
sempat mendaftar di Universitas Zurich pada tahun 1913.
Sang ayah, Auguste Henri Edoeard Douwes Dekker punya
posisi yang cukup penting sebab ia adalah agen dari bank
Nederlandsch Indisch Escomptobank saat itu.
Darah belanda mengalir di dalam tubuhnya, begitu pula
dengan sang adik yang bernama Jan. Sementara ibunya
Louise Bousquet juga memiliki darah campuran Jerman-Jawa.
Sang ibu lahir di Tanah Air, tepatnya di Pekalongan, Jawa
Tengah. Ia masih punya 2 saudara lain, bernama Adeline
(1876) dan Julius (1878). Perjalanan karir politiknya dimulai
dari Pasuruan. Disini ia menghabiskan masa kecilnya untuk
menyelesaikan pendidikan dasar. Setelah tamat, ia kemudian
masuk ke HBS di Surabaya. Sempat juga ia berpindah sekolah
ke Gymnasium Koning Willem III School.
Setamatnya dari sana, ia lantas mendapatkan pekerjaan di
sebuah kebun kopi di Malang, bernama Soember Doeren. Ada
banyak hal yang ia saksikan disana, salah satunya adalah
perlakuan tidak layak kepada pekerja kebun. Ia berusaha
membela mereka, sehingga membuat banyak orang tidak
suka. Puncaknya adalah konflik dengan sang manager, ia pun
akhirnya dipindahtugaskan ke perkebunan tebu "Padjarakan".
Disana ia kembali menemui konflik yang membuatnya dipecat.
Setelah kematian ibunya, Nest pergi ke Afrika Selatan untuk
turut serta dalam perang Boer. Namun naas, ia berhasil
ditangkap lalu dijebloskan ke dalam penjara di Ceylon.
Dari sini ia mulai sadar akan perlakuan pemerintah Kolonial
yang dirasa semena-mena. Pada 1903 ia menikah dengan
Clara Charlotte Deije, namun sayangnya harus berpisah di
tahun 1919. Pernikahan berikutnya adalah dengan Johanna
Petronella Mossel, berlangsung pada 1927. Pernikahan ini pun
juga berakhir setelah Dekker dibuang ke Suriname, namun ini
justru mempertemukannya dengan Nelly. Mereka pun akhirnya
menikah. Sebagai seorang nasionalis, namanya sangat
melekat di hati masyarakat Indonesia. Terbukti banyak tempat
dan jalan di Indonesia dinamai Setiabudi, yang diambil dari
namanya.
3. K.H. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan merupakan Pahlawan Nasional Indonesia
pendiri organisasi Muhammadiyah yang lahir di Yogyakarta, 1
Agustus 1868. K.H Ahmad Dahlan adalah anak ke-4 dari 7
bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H. Ahmad Dahlan
Wafat pada 23 Februari 1923 di Yogyakarta pada usia 54 Tahun.

Profil Singkat K.H Ahmad Dahlan

Nama : K.H. Ahmad Dahlan


Lahir : Yogyakarta, 1 Agustus 1868
Wafat : Yogyakarta, 23 Februari 1923

Pasangan :
Hj. Siti Walidah
Nyai Abdullah
Nyai Rum
Nyai Aisyah
Nyai Yasin

Anak :
Djohanah
Siradj Dahlan
Siti Busyro
Irfan Dahlan
Siti Aisyah
Siti Zaharah
Dandanah

Latar Belakang Dan Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan

Nama K.H. Ahmad Dahlan kecil adalah Muhammad Darwisy, Ia


adalah anak ke 4 dari 7 bersaudara. Ahmad Dahlan merupakan
keturunan ke 12 dari Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.
Berikut adalah Silsilah tersebut Maulana Malik Ibrahim, Maulana
Ishaq, Maulana ‘Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah
(Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom),
Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo,
Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu
Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Pada saat Ahmad Dahlan berumur 15 tahun, Ia pergi
melaksanakan ibadah haji lalu selama 5 tahun ia menetap di
Mekkah. Masa ini, K.H. Ahmad Dahlan memulai interaksi dengan
pemikiran pembaharu Islam, seperti Al-Afghani, Muhammad
Abduh, Ibnu Taimiyah, dan Rasyid Ridha.

Pada tahun 1888, Ahmad Dahlan kembali ke kampung


halamannya dan Ia yang bernama asli Muhammad Darwisy
berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Ia kembali lagi ke Mekkah
pada tahun 1903 dan Ia tinggal selama 2 tahun, masa ini Oa
sempat berguru pada Syeh Ahmad Khatib yang juga merupakan
guru dari K.H. Hasyim Asyari yaitu pendiri NU.

Setelah pulang dari Mekkah, Ahmad Dahlan Menikah dengan


sepupunya bernama Siti Walidah (Nyi Ahmad Dahlan) yaitu putri
dari Kyai Penghulu Haji Fadhil. Dari pernikahan ini, mereka
dianugrahi 6 orang anak yakni Djohanah, Siradj Dahlan, Siti
Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah.

Selain dengan Siti Walidah, Ahmad Dahlan juga pernah menikah


dengan Nyai Abdullah yaitu janda H. Abdullah, Nyai Rum yang
merupakan adik dari Kyai Munawwir Krapyak, Nyai Aisyah yang
merupakan adik Adjengan Penghulu Cianjur dan dari pernikahan
ini Ahmad dahlan memiliki putra Dandanah. Serta Ahmad Dahlan
juga pernah menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta.

Masuk Organisasi Budi Utomo dan Mendirikan


Muhammadiyah juga Organisasi lainnya

Pada tahun 1909, K.H. Ahmad Dahlan bergabung dengan


organisasi Budi Utomo dan disana Ia mengajarkan agama dan
pelajaran yang diperlukan anggota. Pelajaran yang diberikan K.H.
Ahmad Dahlan dirasa sangat berguna bagi para anggota Budi
Utomo, lalu mereka menyarankan agar Ahmad Dahlan membuka
sekolah yang ditata rapi serta didukung organisasi permanen.

Pada 18 November 1912 (8 Djulhijah 1330), K.H Ahmad Dahlan


mendirikan organisasi bernama Muhammadiyah yang bergerak
dibidang kemasyarakatan dan pendidikan. Dengan mendirikan
Organisasi ini, Ia berharap dapat memajukan pendidikan dan
membangun masyarakat islam. Ahmad Dahlan mengajarkan Al-
Qur’an dengan terjemah juga tafsirnya agar masyarakat
memahami makna yang ada dalam Al-Qur’an dan tidak hanya
pandai membaca dan melagukannya saja.

Pada bidang pendidikan, Dahlan mengubah sistem pendidikan


pesantren pada masa itu. Ia mendirikan sekolah-sekolah agama
yang juga mengajarkan pelajaran umum dan juga bahasa
belanda. Bahkan ada Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S met
de Qur’an. Ia memasukan pelajaran agama di sekolah umum
pula. Ahmad Dahlan terus mengembangkan dan membangun
sekolah-sekolah. Selain sekolah semasa hidupnya Ia juga
mendirikan masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan juga
rumah yatim piatu.

Pada bidang organisasi, tahun 1918 Ia mendirikan organisasi


Aisyiyah untuk para kaum wanita. untuk para pemuda, Ahmad
Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu (sekarang Pramuka)
bernama Hizbul Wathan. Pada organisasi tersebut para pemuda
belajar baris-berbaris dengan genderang, memakai celana
pendek, bertopi, berdasi, untuk seragam yang mereka pakai mirip
dengan seragam pramuka sekarang.

Pada saat itu, karena semua pembaharuan yang diajarkan oleh


K.H. Ahmad Dahlan agak menyimpang dengan tradisi, Ahmad
dahlan sering diteror seperti rumah yang dilempari batu dan
kotoran binatang bahkan pada saat dahwah di Banyuwangi,
Ahmad dahlan dituduh sebagai kyai palsu dan Ia diancam akan
dibunuh. Namun dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan
mulai menerima perubahan yang diajarjan oleh Ahmad Dahlan.

Semua yang di lakukan oleh K.H.Ahmad Dahlan bertujuan untuk


membuktikan bahwa Islam adalah agama kemajuan yang dapat
mengangkat derajat umat ke taraf yang lebih tinggi dan itu terbuti
membawa dampak positif bagi Indonesia yang mayoritas
beragama Islam. Pemuda dan golongan Intelektual banyak yang
tertarik dengan metode yang diajarkan oleh K.H. Ahmad Dahlan
sehingga mereka banyak yang bergabung dengan organisasi
Muhammadiyah.
Muhammadiyah yang merupakan organisasi beramal dan
menjalankan ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan sanga
menarik perhatian para pengamat islam dunia. Bahkan para
pengarang dan sarjana dari timur memusatkan perhatian pada
Muhammadiyah.

K.H Ahmad Dahlan banyak mendapatkan ilmu dari banyak kyai di


berbagai bidang ilmu seperti K.H Muhsin di bidang ilmu tata
bahasa (Nahwu-Sharaf), K.H. Muhammad Shaleh di bidang ilmu
fikih, Kyai Mahfud dan Syekh K.H. Ayyat di bidang Ilmu Hadist,
K.H. Raden Dahlan di bidang ilmu falak atau astronomi, Syekh
Hasan di bidang pengobatan dan racun binatang, serta Syekh
Amin dan sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-Qur’an.

Wafatnya K.H Ahmad Dahlan

Pada 23 Februari 1923, pada usia 54 tahun K.H. Ahmad Dahlan


wafat di Yogyakarta. Kemudian beliau dimakamkan di kampung
Karangkajen, Brontokusuman, Mergangsan,Yogyakarta. Pada 27
Desember 1961, berdasarkan SK Presiden RI No.657 Tahun
1961 atas jasanya negara memberi beliau gelar kehormatan
sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional Indonesia.
4. K.H. Hasyim Asy’ari
Nama : KH Hasyim Asy'ari
Tempat Lahir : 10 April 1875, Kabupaten Jombang, Jawa Timur
Meninggal : 25 Juli 1947, Kabupaten Jombang, Jawa Timur
Makam : Tebu Ireng, Jombang
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
   Biografi KH Hasyim Asy'ari   
KH Mohammd Hasyim Asy'ari atau lebih dikenal dengan KH
Hasyim Ashari lahir di Jombang, 10 April 1875. Berdasarkan
biografi KH Hasyim Ashari, Beliau adalah pendiri sebuah
organisasi besar Islam yang ada di Indonesia yaitu Nahdlatul
Ulama. Beliau dilahirkan dari orang tua yang bernama Kyai
Asyari dan Halimah. Keluarga beliau memang memegang teguh
dasar-dasar ajaran Islam. Hal itu disebabkan ayahnya yang
merupakan keturunan kedelapan Jaka Tingkir adalah seorang
pemimpin Pesantren Keras di bagian selatan Jombang. Dengan
demikian KH Hasyim Asy'ari dibekali ilmu agama yang kuat.
Sejak kecil KH Hasyim Asahri telah terlihat jiwa
kepemimpinannya. Beliau juga sudah membantu ayahnya dalam
mengajar santri di pesantren. Kemudian pada umur 15 tahun,
beliau memperdalam ilmunya dengan nyantri di beberapa
pesantren. Beliau mengawalinya dari pesantren Wonokoyo
Probolinggo, kemudian ke Pesantren Langitan Tuban. Namun
beliau tidak puasa hanya disitu, beliau melanjutkan ke beberapa
pesantren seperti Pesantren Trenggilis, Kedamengan dan
bangkalan. Selain menuntut ilmu di Jawa, beliau juga menuntut
ilmu hingga ke Makkah berguru kepada imam masjid besar dan
terkemuka di Makkah. Dalam biografi KH Hasyim Ashari,
menyebutkan bahwa beliau merupakan ahli dalam hadits Bukhari
Muslim. Sehingga dalam waktu tertentu beliau sering
mengadakan kajian rutin tentang hadist Bukhari Muslim tersebut.

Makam K.H. Hasyim Asy'ari


Kisah kehidupan KH Hasyim Ashari, pada tahun 1899 beliau
mendirikan pesantren yang bernama tebu ireng. Awalnya santri
yang belajar di pesantren tersebut hanyalah 8 santri. Kemudian
berkembang menjadi 28 hingga akhirnya banyak sekali santri
yang belajar di pesantren beliau. Berdasarkan biografi KH
Hasyim Asy'ari, beliau merupakan seorang guru serta seorang
petani dan pedagang yang baik hati dan sukses. Belanda merasa
kewalahan dengan posisi KH Hasyim Ashari. Hal itu dikarenakan
beliau sempat membuat fatwa bahwa perang melawan Belanda
merupakan perang syahid. Dengan demikian banyak sekali santri
dan umat islam yang menyerang Belanda. Tidak hanya itu beliau
juga melarang umat Islam melakukan haji jika menggunakan
kapal Belanda. Dengan demikian Belanda merasa terganggu dan
dirugikan.

Akibat dari fatwa dan larangan beliau, belanda memenjarakan KH


Hasyim Ashari selama 3 bulan pada tahun 1942. Belanda juga
sempat melakukan politik adu domba terhadap beliau. Namun
beliau tidak pernah mau untuk bekerjasama dengan Belanda.
Pada tahun selanjutnya, Belanda terusir dari tanah air, Jepang
melakukan pendekatan terhadap umat muslim. Jepang tidak
terlalu menekan pergerakan dan aktivitas umat muslim namun
dengan syarat umat muslim, termasuk KH. Hasyim Asahri harus
untuk melakukan seikerei suatu penghormatan terhadap Kaisar
Hirohito dan Dewa Matahari. tentu dengan keras beliau menolak
hal tersebut. Konsekuensinya beliau ditangkap dan diasingkan
dari jombang ke mojokerto dan akhirnya ke penjara di Surabaya,
di Bubutan. Dalam biografi KH Hasyim Ashari, beliau memang
sangat taat terhadap Allah dan ajaran Islam.

Terlepas dari penjajahan yang terjadi di tanah air beliau terus


mensyiarkan ajaran agama Islam. Pda tanggal 16 Rajab 1344 H,
beliau mendirikan organisasi Nahdhatul Ulama' yang artinya
sebuah kebangkitan ulama. Organisasi keagamaan ini masih
tetap menjadi organisasi besar di Indonesia. Perjuangan KH
Hasyim Asy'ari merupakan suatu teladan yang mulia yang sangat
menjunjung tinggi nilai nilai agama dan mencintai tanah air.
demikian biografi KH Hasyim Ashari, semoga dapat dijadikan
renungan dan memberi manfaat.

   Karir KH Hasyim Asy'ari   

 Pendiri Nahdlatul Ulama


 Pendiri Pesantren Tebu Ireng

   Penghargaan KH Hasyim Asy'ari   

 Pahlawan Nasional

Tokoh Pahlawan Nasional lainnya:

 Tuanku Imam Bonjol ”Seorang Guru Agama Dari Tanah


Bonjol”
 Abdul Wahid Hasyim, Sang Kiai Muda Nasionalis
 Ir. Soekarno ”Presiden Pertama Republik Indonesia”
 Mohammad Hatta ”Sang Proklamator Indonesia”
 Ki Hajar Dewantara “Bapak Pendidikan Indonesia”
5. Wr. Supratman

Biografi Singkat
Nama : Wage Rudolf Supratman
Lahir: Somongari, Purworejo, 19 Maret 1903
Meninggal: Surabaya, 17 Agustus 1938
Kebangsaan: Indonesia
Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta
Orang tua: Djoemeno Senen Sastrosoehardjo, Siti Senen
Saudara Kandung :
 Roekijem Soepratijah,
 Roekinah Soepratirah,
 Rebo,
 Gijem Soepratinah,
 Aminah,
 Ngadini Soepratini,
 Slamet,
 Sarah.
Biografi dan Profil Lengkap
Kehidupan Pribadi W.R Soepratman
W.R Soepratman merupakan anak ketujuh dari sembilan
bersaudara dari pasangan Djoemeno Senen Sastrosoehardjo
dan Siti Senen. Sang ayah merupakan seorang tentara KNIL
Belanda.
Pada tahun 1914, Soepratman ikut Roekijem kakak sulungnya ke
Makassar. Di Makassar Soepratman disekolahkan dan dibiayai
oleh suami Roekijem yaitu Willem van Eldik.
Selanjutnya, selama tiga tahun Soepratman belajar bahasa
Belanda di sekolah malam. Lalu, ia melanjutkan pendidikan ke
Normaalschool di Makassar hingga selesai. Saat berumur n20
tahun, Ia dijadikan guru di Sekolah Angka 2. Dua tahun kemudian
Ia mendapatkan ijazah Klein Ambtenaar.
Dalam beberapa waktu yang lama, Soepratman bekerja di
sebuah perusahaan dagang. Kemudian, Ia pindah ke Bandung
dan bekerja sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda dan
Kaoem Kita. Pekerjaan itu kemudian tetap ia lakukan saat telah
tinggal di Jakarta. Pada waktu itu, Soepratman mulai tertarik
dengan pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-
tokoh pergerakan. Dalam bukunya yang berjudul Perawan Desa,
Ia menuangkan rasa tidak senang dengan penjajahan namun
kemudian buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah
Belanda.
Soepratman dipindahkan ke kota Sengkang (ibukota Kabupaten
Wajo merupakan salah satu kota kecil yang terletak di Provinsi
Sulawesi Selatan). Di situ tidak lama, Ia meminta berhenti lali
pulang ke Makassar. Kakak sulungnya yaitu Roekijem sangat
senang sandiwara dan musik, banyak karyanya yang ditampilkan
di mes militer. Selain itu, Roekijem juga senang bermain biola,
kegemaran yang dimiliki sang kaka membuat Soepratman juga
gemar bermain musik dan membaca buku musik.
W.R Soepratman tidak memiliki istri dan tidak pernah
mengangkat anak.
Menciptakan Lagu “Indonesia Raya”
Saat tinggal di Makassar, Soepratman mendapatkan pelajaran
tentang musik dari kakak iparnya. W.R Soepratman pandai
bermain biola dan dapat menggubah lagu. Saat tinggal di
Jakarta, Ia membaca sebuah karangan dalam majalah Timbul,
penulis karangan tersebut menantang para ahli musik Indonesia
untuk menciptakan lagu kebangsaan.
Soepratman merasa tertantang dan ia mulai menggubah lagu.
Pada tahun 1924, terciptalah lagu Indonesia raya yang pada saat
itu Ia berumur 21 tahun dan berada di Bandung.
Pada malam penutupan Kongres Pemuda II di Jakarta pada 28
Oktober 1928, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya
secara instrumental didepan umum dan semua orang yang hadir
terpukau mendengarkannya. Lagu Indonesia Raya kemudian
dengan cepat menjadi terkenal , apabila ada partai yang
mengadakan kongres maka lagu tersebut selalu dinyanyikan.
Lagu Indonesia Raya merupakan perwujudan rasa persatuan dan
keinginan untuk merdeka.
Wafatnya W.R. Soepratman
Karena menciptakan lagu Indonesia Raya, Soepratman menjadi
buronan polisi Hindia Belanda hingga Ia jatuh sakit di Surabaya.
Karena lagu ciptaannya yang berjudul “Matahari Terbit”, pada
awal Agustus 1938, Soepratman ditangkap saat sedang
menyiarkan lagu tersebut bersama para pandu di NIROM Jalan
Embong Malang, Surabaya lalu Ia ditahan di penjara Kalisosok,
Surabaya. W.R soepratman meninggal pada tanggal 17 Agustus
1938 karena sakit.
Setelah Indonesia Merdeka, Lagu Indonesia Raya ciptaan Wage
Rudolf Soepratman ditetapkan sebagai lagu kebangsaan. Namun
sayangnya sang pencipta tidak dapat merasakan kemerdekaan
tersebut.

6. Wolter Monginsidi
Nama : Robert Wolter Monginsidi
Alias : Wolter Monginsidi
Lahir : Malalayang, Manado 
Sabtu, 14 Februari 1925
Warga Negara : Indonesia

Pendidikan
Hollands Inlandsche School (HIS)
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs 
(MULO)
Sekolah Pertanian Jepang di Tomohon
Sekolah Guru Bahasa Jepang.

Karir
Guru bahasa Jepang di Malalayang 
Liwutung dan Luwuk Banggai

Penghargaan
Bintang Gerilya (tahun 1958),
Bintang Maha Putera Kelas III 
(tahun 1960),
Ditetapkannya sebagai
Pahlawan Nasional (1973)
Robert Wolter Monginsidi adalah seorang pejuang
kemerdekaan Indonesia sekaligus pahlawan nasional
Indonesia dari daerah Bantik Minanga (Malalayang). Beliau
lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara pada 14 Februari
1925 dan meninggal di Pacinang, Makassar, Sulawesi Selatan
pada 5 September 1949 pada umur 24 tahun.
Robert dilahirkan di Malalayang (sekarang bagian dari
Manado) dan anak dari Petrus Monginsidi dan Lina Suawa. dia
memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar (bahasa
Belanda: Hollands Inlandsche School atau (HIS), yang diikuti
sekolah menengah (bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs atau MULO) di Frater Don Bosco di Manado.
Monginsidi lalu dididik sebagai guru bahasa jepang pada
sebuah sekolah di Tomohon. Setelah studinya, dia mengajar
Bahasa Jepang di Liwutung, di Minahasa , dan di Luwuk,
Sulawesi Tengah, sebelum ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Monginsidi tumbuh dalam budaya Bantik yang begitu kental,
dengan adat yang paling mendasar yaitu Hinggilr'idang,
Hintalr'unang dan Hintakinang. Falsafah ini berarti berlaku
kasih kepada sesama anggota keluarga, kepada sesama yang
masih terikat dalam komunitas suku Bantik, dan bersifat
dermawan kepada siapa pun terlepas dari suku maupun ikatan
keluarga. Falsafah itu yang membakar semangat Monginsidi
untuk menentang penjajahan. Dengan keberanian dan
kepintaran yang dimiliki Monginsidi, beliau dipercaya untuk
memimpin pertempuran melawan Belanda dan menjadi sosok
yang disegani.
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan saat Monginsidi
berada di Makassar. Namun, Belanda berusaha untuk
mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah
berakhirnya Perang Dunia II. Mereka kembali melalui NICA
(Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi Sipil
Hindia Belanda). Monginsidi menjadi terlibat dalam perjuangan
melawan NICA di Makassar.
Pada tanggal 17 Juli 1946, Monginsidi dengan Ranggong
Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak
Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang selanjutnya
menyerang posisi Robert Wolter Monginsidi adalah seorang
pejuang kemerdekaan Indonesia sekaligus pahlawan nasional
Indonesia dari daerah Bantik Minanga (Malalayang). Beliau
lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara pada 14 Februari
1925 dan meninggal di Pacinang, Makassar, Sulawesi Selatan
pada 5 September 1949 pada umur 24 tahun.
Robert dilahirkan di Malalayang (sekarang bagian dari
Manado) dan anak dari Petrus Monginsidi dan Lina Suawa. dia
memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar (bahasa
Belanda: Hollands Inlandsche School atau (HIS), yang diikuti
sekolah menengah (bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs atau MULO) di Frater Don Bosco di Manado.
Monginsidi lalu dididik sebagai guru bahasa jepang pada
sebuah sekolah di Tomohon. Setelah studinya, dia mengajar
Bahasa Jepang di Liwutung, di Minahasa , dan di Luwuk,
Sulawesi Tengah, sebelum ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Monginsidi tumbuh dalam budaya Bantik yang begitu kental,
dengan adat yang paling mendasar yaitu Hinggilr'idang,
Hintalr'unang dan Hintakinang. Falsafah ini berarti berlaku
kasih kepada sesama anggota keluarga, kepada sesama yang
masih terikat dalam komunitas suku Bantik, dan bersifat
dermawan kepada siapa pun terlepas dari suku maupun ikatan
keluarga.
Falsafah itu yang membakar semangat Monginsidi untuk
menentang penjajahan. Dengan keberanian dan kepintaran
yang dimiliki Monginsidi, beliau dipercaya untuk memimpin
pertempuran melawan Belanda dan menjadi sosok yang
disegani.
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan saat Monginsidi
berada di Makassar. Namun, Belanda berusaha untuk
mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah
berakhirnya Perang Dunia II. Mereka kembali melalui NICA
(Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi Sipil
Hindia Belanda). Monginsidi menjadi terlibat dalam perjuangan
melawan NICA di Makassar.
Pada tanggal 17 Juli 1946, Monginsidi dengan Ranggong
Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak
Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang selanjutnya
menyerang posisi Belanda.
Pada tanggal 28 Februari 1947 Monginsidi ditangkap tentara
Belanda, namun berhasil melarikan diri pada 27 Oktober 1947
bersama Abdullah Hadade, HM Yosep dan Lewang Daeng
Matari setelah hampir 8 bulan mendekam di tahanan. Sepuluh
hari kemudian Monginsidi kembali tertangkap dan kali ini
Belanda memvonisnya dengan hukuman mati.
Monginsidi dieksekusi oleh tim penembak pada 5 September
1949. Jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan
Makassar pada 10 November 1950.

Penghargaan
Robert Wolter Monginsidi dianugerahi sebagai Pahlawan
Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada 6 November, 1973.
Dia juga mendapatkan penghargaan tertinggi Negara
Indonesia, Bintang Mahaputra (Adipradana), pada 10
November 1973. Ayahnya, Petrus, yang berusia 80 tahun pada
saat itu, menerima penghargaan tersebut.
Bandara Wolter Monginsidi di Kendari, Sulawesi Tenggara
dinamakan sebagai penghargaan kepada Monginsidi, seperti
kapal Angkatan Darat Indonesia, KRI Wolter Monginsidi dan
Yonif 720/Wolter Monginsidi.

7. Chairil Anwar

Biodata Chairil Anwar


Nama Lengkap : Chairil Anwar
Tanggal Lahir : 26 Juli 1922
Tempat Lahir : Medan, Indonesia
Pekerjaan : Penyair
Kebangsaan : Indonesia
Orang tua : Toeloes (ayah) dan Saleha (ibu)
Biografi Chairil Anwar
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli
1922. Ia merupakan anak tunggal dari pasangan Toeloes dan
Saleha, ayahnya berasal dari Taeh Baruah. Ayahnya pernah
menjabat sebagai Bupati Kabupaten Inderagiri, Riau. Sedangkan
ibunya berasal dari Situjug, Limapuluh Kota Ia masih punya
pertalian kerabat dengan Soetan Sjahrir, Perdana Menteri
pertama Indonesia.

Sebagai anak tunggal yang biasanya selalu dimanjakan oleh


orang tuanya, namun Chairil Anwar tidak mengalami hal tersebut.
Bahkan ia dibesarkan dalam keluarga yang terbilang tidak baik.
Kedua orang tuanya bercerai, dan ayahnya menikah lagi. Chairil
lahir dan dibesarkan di Medan, sewaktu kecil Nenek dari Chairil
Anwar merupakan teman akrab yang cukup mengesankan dalam
hidupnya. Kepedihan mendalam yang ia alami pada saat
neneknya meninggal dunia.

Chairil Anwar bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS),


sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan
Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama
Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai
menulis puisi ketika remaja, tetapi tidak satupun puisi yang
berhasil ia buat yang sesuai dengan keinginannya.

Meskipun ia tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, tetapi ia


tidak membuang waktunya sia-sia, ia mengisi waktunya dengan
membaca karya-karya pengarang Internasional ternama, seperti :
Rainer Maria Rike, W.H. Auden, Archibald Macleish, Hendrik
Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Ia juga menguasai
beberapa bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman.

Pada saat berusia 19 tahun, ia pindah ke Batavia (sekarang


Jakarta) bersama dengan ibunya pada tahun 1940 dimana ia
mulai kenal dan serius menggeluti dunia sastra. Puisi pertama
yang telah ia publikasikan, yaitu pada tahun 1942. Chairil terus
menulis berbagai puisi. Puisinya memiliki berbagai macam tema,
mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, dan
eksistensialisme.
Selain nenek, ibu adalah wanita yang paling Chairil cinta. Ia
bahkan terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang
Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan
ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa
puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.

Dunia Sastra
Nama Chairil Anwar mulai terkenal dalam dunia sastra setelah
pemuatan tulisannya di “Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada
saat itu dia berusia dua puluh tahun. Namun, saat pertama kali
mengirimkan puisi-puisinya di "Majalah Pandji" untuk dimuat,
banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis.
Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian.
Puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan
Jepang di Indonesia yang tidak diterbitkan hingga tahun 1945.

Salah satu puisinya yang paling terkenal dan sering


dideklamasikan berjudul Aku ("Aku mau hidup Seribu Tahun
lagi!"). Selain menulis puisi, ia juga menerjemahkan karya sastra
asing ke dalam bahasa Indonesia. Dia juga pernah menjadi
redaktur ruang budaya Siasat "Gelanggang" dan Gema Suasana.
Dia juga mendirikan "Gelanggang Seniman Merdeka" pada tahun
1946.

Kumpulan puisinya antara lain: Kerikil Tajam dan yang Terampas


dan yang Putus (1949); Deru Campur Debu (1949), Tiga
Menguak Takdir (1950 bersama Seniman Pelopor Angkatan 45
Asrul Sani dan Rivai Apin), Aku Ini Binatang Jalang (1986),
Koleksi sajak 1942-1949", diedit oleh Pamusuk Eneste, kata
penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986); Derai-derai Cemara
(1998). Buku kumpulan puisinya diterbitkan Gramedia berjudul
Aku ini Binatang Jalang (1986).
Karya-karya terjemahannya adalah: Pulanglah Dia Si Anak
Hilang (1948, Andre Gide); Kena Gempur (1951, John
Steinbeck). Karya-karyanya yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol antara lain “Sharp gravel,
Indonesian poems”, oleh Donna M. Dickinson (Berkeley,
California, 1960); “Cuatro poemas indonesios, Amir Hamzah,
Chairil Anwar, Walujati” (Madrid: Palma de Mallorca, 1962);
Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin
Salam (New York, New Directions, 1963); “Only Dust: Three
Modern Indonesian Poets”, oleh Ulli Beier (Port Moresby [New
Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969).

Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta


kepada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak
memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Kemudian ia
memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6
Agustus 1946. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani
Alissa, namun karena masalah kesulitan ekonomi, mereka
berdua akhirnya bercerai pada akhir tahun 1948.

Puisi "Aku"
Chairil Anwar pertama kali membaca "AKU" di Pusat
Kebudayaan Jakarta pada bulan Juli 1943. Hal ini kemudian
dicetak dalam Pemandangan dengan judul "Semangat", sesuai
dengan dokumenter sastra Indonesia, HB Jassin, ini bertujuan
untuk menghindari sensor dan untuk lebih mempromosikan
gerakan kebebasan. "AKU" telah pergi untuk menjadi puisi Anwar
yang paling terkenal.

"Kalau sampai waktuku


Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Akhir Hayat"
Karya-karya yang Membahas Mengenai Chairil Anwar
1. Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949,
diselenggarakan oleh Bagian Kesenian Djawatan
Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan
Kebudajaan (Djakarta, 1953)
2. Boen S. Oemarjati, "Chairil Anwar: The Poet and his
Language" (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972)
3. Abdul Kadir Bakar, "Sekelumit pembicaraan tentang penyair
Chairil Anwar" (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastra,
Universitas Hasanuddin, 1974)
4. S.U.S. Nababan, "A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir
Hamzah and Chairil Anwar" (New York, 1976)
5. Arief Budiman, "Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan" (Jakarta:
Pustaka Jaya, 1976).
6. Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of
Chairil Anwar, Auckland, 1976
7. H.B. Jassin, "Chairil Anwar, pelopor Angkatan '45, disertai
kumpulan hasil tulisannya", (Jakarta: Gunung Agung, 1983)
8. Husain Junus, "Gaya bahasa Chairil Anwar" (Manado:
Universitas Sam Ratulangi, 1984)
9. Rachmat Djoko Pradopo, "Bahasa puisi penyair utama
sastra Indonesia modern" (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1985)
10. Sjumandjaya, "Aku: berdasarkan perjalanan hidup dan
karya penyair Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987)
11. Pamusuk Eneste, "Mengenal Chairil Anwar" (Jakarta:
Obor, 1995)
12. Zaenal Hakim, "Edisi kritis puisi Chairil Anwar"
(Jakarta: Dian Rakyat, 1996)
13. Drama Pengadilan Sastra Chairil Anwar karya Eko
Tunas, sutradara Joshua Igho, di Gedung Kesenian Kota
Tegal (2006)
8. Soenario Sastrowardoyo

Prof. Mr. Sunario Sastrowardoyo adalah salah satu tokoh


Indonesia pada masa pergerakan kemerdekaan Indonesia dan
pernah menjabat sebagai pengurus Perhimpunan Indonesia di
Belanda.
Sunario adalah satu-satunya tokoh yang berperan aktif dalam
dua peristiwa yang menjadi tonggak sejarah nasional Manifesto
1925 dan Konggres Pemuda II. Ketika Manifesto Politik itu
dicetuskan ia menjadi Pengurus Perhimpunan Indonesia
bersama Hatta. Sunario menjadi Sekretaris II, Hatta bendahara I.
Akhir Desember 1925, ia meraih gelar Meester in de rechten, lalu
pulang ke Indonesia. Aktif sebagai pengacara, ia membela para
aktivis pergerakan yang berurusan dengan polisi Hindia Belanda.
Ia menjadi penasihat panitia Kongres Pemuda II tahun 1928 yang
melahirkan Sumpah Pemuda. Dalam kongres itu Sunario menjadi
pembicara dengan makalah “Pergerakan Pemuda dan Persatuan
Indonesia.”
Riwayat
Sunario lahir di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 28 Agustus
1902. Ia adalah anak pertama dari 13 bersaudara dari pasangan
Sutejo Sastrowardoyo yang merupakan mantan wedana di
Uteran dan Suyati Kartokusumo.
Sunario yang beragama Islam dan berasal dari Jawa Timur ini
menikah dengan gadis Minahasa beragama Protestan yang
ditemuinya saat berlangsung Kongres Pemuda 1928.
Sunario menikah dengan Dina Maranta Pantouw pada 7 Juli
1930, gadis Minahasa yang dikenalnya saat rangkaian Kongres
Pemuda II. Ada kisah menarik sebelum pernikahan berlangsung.
Pada malam midodareni, Sunario dan Dina diminta untuk datang
ke rumah Mr Sartono. Di sana telah hadir MH Thamrin dan AK
Pringgodigdo.
Kemudian diputarlah lagu “Indonesia Raya” sebagai
penghormatan kepada kedua calon mempelai yang sangat besar
cintanya kepada Indonesia. Dari pernikahan tersebut, mereka
dikaruniai lima orang anak.
Sunario wafat pada tahun 1997 di RS Medistra, Jakarta.
Sementara istrinya tiga tahun lebih awal, 1994. Sunario
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Pendidikan
Pada tahun 1908, Sunario masuk ke Frobelschool (sekolah
taman kanak-kanak) di Madiun. Di sekolah tersebut, ia diajar oleh
guru-guru wanita yang bernama Mejuffrouw Acherbeek dan
Mejuffrouw Tien.
Setelah ia lulus dari Frobelschool, ia masuk ke Europeesche
Lagere School (ELS), yang merupakan Sekolah Dasar di Madiun
tahun 1909 – 1916, Sunario tinggal di rumah kakeknya yang
merupakan pensiunan Mantri Kadaster yang bernama
Sastrosentono. Sunario termasuk murid yang cerdas dan tidak
pernah tinggal kelas yang membuat orang tuanya bangga.
Setelah menyelesaikan pendidikan di ELS, Sunario melanjutkan
sekolahnya ke MULO, yang merupakan singkatan dari Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (sejenis dengan Sekolah Menengah
Pertama) di Madiun. Ia bersekolah disini hanya 1 tahun, dan
pada tahun 1917 ia pindah ke Rechtschool (setingkat dengan
SMK/Sekolah Menengah Kejuruan Hukum) di Batavia. Di
Batavia, ia tinggal di rumah pamannya, yang bernama Kusman
dan Kunto. Di Rechschool, ia belajar hukum dan belajar bahasa
Perancis. Sewaktu ia bersekolah disitu, ia menjadi anggota Jong
Java.
Setelah ia menyelesaikan pendidikannya di Rechtschool, ia
melanjutkan pelajarannya ke Belanda. Ia berangkat ke Belanda
dengan biaya sendiri dengan menaiki kapal sampai ke Genoa,
lalu meneruskan perjalanan dengan kereta api ke Brussel, Belgia
dan menginap disana semalam. Setelah itu, ia pergi ke Den Haag
dan mengganti kereta api menuju Leiden. Di Leiden, ia diterima di
Universitas Leiden dan mengikuti kuliah doktoral, sehingga pada
tahun 1925 ia meraih gelar Mr. atau Meester in de Rechten yang
artinya ahli dalam ilmu hukum. Ia menerima ijazah pada tanggal
15 Desember dan ditandatangani oleh Prof. C. van Vollenhoven
dan Prof. N.Y. Krom. Selama di Belanda, ia menjadi anggota
Perhimpunan Indonesia.
Karier
Setelah Indonesia merdeka, Sunario menjadi anggota Badan
Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).
Ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada periode 1953-
1955. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri Mr.
Sunario menjabat sebagai Ketua Delegasi RI dalam Konferensi
Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Ketika menjadi Menlu,
Sunario juga menandatangani Perjanjian tentang Dwi
kewarganegaraan etnis Cina dengan Chou En Lai.
Ia juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Inggris
periode 1956 – 1961. Setelah itu Sunario diangkat sebagai guru
besar politik dan hukum internasional, lalu menjadi Rektor
Universitas Diponegoro, Semarang (1963-1966) dan menjadi
Rektor IAIN Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah (1960-1972)
yang merupakan cikal bakal UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
serta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada 1968, Sunario berprakarsa mengumpulkan pelaku sejarah
Sumpah Pemuda, dan meminta kepada Gubernur DKI mengelola
dan mengembalikan gedung di Kramat Raya 106 milik Sie Kong
Liang yang telah berganti-ganti penyewa dan pemilik kepada
bentuknya semula. Tempat ini disepakati menjadi Gedung
Sumpah Pemuda, tetapi usulan mengganti nama jalan Kramat
Raya menjadi jalan Sumpah Pemuda belum tercapai.
Setelah pensiun, diangkat sebagai Panitia Lima tahun 1974.
Panitia itu dibentuk pemerintah karena muncul kehebohan di
kalangan masyarakat tentang siapa sebetulnya penggali
Pancasila. Panitia ini diketuai Bung Hatta. Anggota lainnya
adalah Ahmad Subardjo, A. A. Maramis, dan A. G. Pringgodigdo,
tokoh yang ikut merumuskan Piagam Jakarta tahun 1945.
Biodata Sunario Sastrowardoyo
Jabatan
 Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ke-7
 Masa jabatan: 9 April 1957 – 10 Juli 1959
 Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ke-2
 Masa jabatan: 1960 – 1963
 Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ke-3
 Masa jabatan: 1960 – 1972
Informasi pribadi
 Lahir: 28 Agustus 1902 Madiun, Jawa Timur, Hindia Belanda
 Meninggal: 18 Mei 1997 (umur 94) Jakarta, Indonesia
 Kebangsaan: Indonesia
 Profesi: Diplomat
 Agama: Islam

9. Mu. Yamin
Nama : Prof. Mohammad Yamin, S.H.
Tanggal Lahir : 24 Agustus 1903
Tempat Lahir : Sawahlunto, Sumatera Barat, Hindia Belanda
Zodiac : Virgo
Meninggal : Jakarta, 17 Oktober 1962 (umur 59)
Makam : Talawi, Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat.
Agama : Islam
Ayah : Tuanku Oesman Gelar Baginda Khatib
Ibu: Siti Saadah

    Profil Mohammad Yamin    

Mohammad Yamin merupakan pahlawan yang


memperjuangakan persatuan dan kesatuan pemuda melalui
Sumpah Pemuda tahun 28 Oktober 1928. Beliau adalah seorang
sastrawan, politikus dan ahli hukum yang disegani sebagai
Pahlawan nasional Indonesia. Beliau Lahir di Sawah Lunto
Sumatera Barat pada tanggal 24 Agustus 1903. Biografi
Mohammad Yamin dimulai dari Riwayat pendidikan Mohammad
Yamin di awali dengan pendidikan dasar d Palembang, kemudian
ia melanjutkan sekolahnya di Yogyakarta yaitu Sekolah AMS.
Disana ia juga mempelajari sejarah purbakala dan beberapa
bahasa di dunia seperti latin, kael dan Yunani. Setelah itu ia
melanjutkan pendidikan hukum di Batavia. Ia memperoleh gelar
Messter in de Rechten/Sarjana Hukum dari Rechtshoogeschool
te Batavia. Kisah hidup Mohammad Yamin pada masa
penjajahan pemerintahan Belanda, di isi dengan bergabung
dengan beberapa organisasi kepemudaan. Salah satu organisasi
yang ia ikuti saat beliau masih kuliah adalah Jong Sumateranen
Bond. Bersama organisasinya ini Beliau terlibat dalam panitia
Sumpah pemuda.  Setelah mendapatkan gelar S 1 nya ia juga
bergabung menjadi anggota PARTINDO yang tidak bertahan
lama.  Biografi Mohammad Yamin dilanjutkan keikutsertaan
Mohammad Yamin mengikuti organisasi Gerinda bersama kapau
Gani, Amir Syarifuddin dan Adenan. Pada saat pemerintahan
penjajah jepan Mohammad Yamin masih tetap bergerak untuk
mencapai kemerdekaan melalui Pusat Tenaga Rakyat bentukan
Jepang. Selain itu ia juga terpilih sebagai anggota dalam badan
bentukan pemerintahan jepang yaitu badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).  Setelah Indonesia
mendapatkan kemerdekaan dan kekuasaan negara dipimpin oleh
Soekarno Hatta, beliau diangkat sebagai pemangku jabatan
penting dalam sebuah negara. Biografi Mohammad yamin
mencatat beliau pernah menjabat sebagai anggota DPR dari
tahun 1950. Cerita hidup Mohammad Yamin dilanjutkan dengan
menjadi menteri kehakiman pada tahun 1952 hingga 1952.
Dilanjutkan dari tahun 1953 hingga 1955 Beliau menjadi menteri
Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. Beliau juga sempat
menjabat ketua Dewan perancang Nasional pada tahun 1962.
Beliau juga menjadi pengawas IKBN Antara (1961-1962) dan
menjadi menteri penerangan (1962-1963).  Terlepas dari biografi
Mohammad Yamin yang mencatat keberhasilan karier nya di
bidang politik, beliau juga merupakan seorang sejarahwan dan
sastrawan. Beliau juga dikenal sebagai perintis puisi Modern di
Indonesia. Beliau sering menulis dan menerbitkan tulisan-
tulisannya dalam journal berbahasa belanda maupun berbahasa
melayu. Karyanya yang telah diterbitkan adalah puisi Tanah Air
dan Tumpah Darahku. Karyanya tersebut sebagian besar
berbentuk sonata. Tidak hanya terbatas pada puisi, beliau juga
menerbitkan esai, drama dan terjemahan karya Shakespeare dan
Rabindranath Tagore.  Pahlawan Nasional Indonesia ini
mengakhiri Biografi Mohammad Yamin dengan tutup usia di
Jakarta pada tanggal 17 oktober 1962 di usia nya 59 tahun.
Berdasarkan perjuangan hidup Mohammad Yamin kepada
Indonesia, beliau mendapat penghargaan Bintang Mahaputra RI
dari Presiden, Penghargaan Corps Polisi Militer atas jasanya
telah menciptakan lambang gajah mada dan Panca Darma corps,
dan penghargaan panglima Kostrad.

    Pendidikan Mohammad Yamin    

 Hollands Indlandsche School (HIS)


 Sekolah guru
 Sekolah Menengah Pertanian Bogor
 Sekolah Dokter Hewan Bogor
 AMS
 Sekolah kehakiman (Reeht Hogeschool) Jakarta
    Karir Mohammad Yamin    

 Ketua Jong Sumatera Bond (1926-1928)


 Anggota Partai Indonesia (1931)
 Pendiri partai Gerakan Rakyat Indonesia
 Anggota BPUPKI
 Anggota panitia Sembilan
 anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
 Menteri Pendidikan
 Menteri Kebudayaan
 Menteri Penerangan
 Ketua Dewan Perancang Nasional (1962)
 Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961–1962)

    Penghargaan Mohammad Yamin    

 Gelar pahlawanan nasional pada tahun 1973 sesuai dengan


SK Presiden RI No. 088/TK/1973
 Bintang Mahaputra RI
 Tanda penghargaan dari Corps Polisi Militer sebagai
pencipta lambang Gajah Mada dan Panca Darma Corps
 Tanda penghargaan Panglima Kostrad atas jasanya
menciptakan Petaka Komando Strategi Angkatan Darat

10. Amir Syarifudin


Amir Sjarifuddin lahir di Medan, Sumatera Utara pada 27 April
1907 adalah seorang tokoh Indonesia, mantan menteri, dan
perdana menteri pada awal berdirinya negara Indonesia. Amir
memulai jenjang pendidikannya di ELS atau sekolah dasar
Belanda di Medan pada tahun 1914 hingga selesai Agustus
1921. Kemudian atas tawaran saudara sepupunya, T.S.G. Mulia
yang baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad, Amir
meneruskan sekolahnya di Leiden.

Pada periode 1926-1927, Amir aktif sebagai anggota pengurus


perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem dan selama itu pula
Amir sering terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok Kristen. Salah
satunya di kelompok CSV-op Java yang menjadi cikal bakal dari
GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Namun Amir tidak
dapat menyelesaikan pendidikannya di Leiden, karena pada
September 1927 setelah lulus ujian tingkat kedua, Amir harus
kembali ke Medan karena masalah keluarga, walaupun teman-
teman dekatnya mendesak agar menyelesaikan pendidikannya di
Leiden. Setelah itu Amir meneruskan kembali pendidikannya di
Sekolah Hukum di Batavia dan tinggal di asrama pelajar
Indonesisch Clubgebouw, Kramat 106, bersama dengan senior
satu sekolahnya Mr. Muhammad Yamin.
Menjelang invasi Jepang ke Hindia Belanda, Amir berusaha
menyetujui dan menjalankan garis Komunis Internasional agar
kaum kiri menggalang aliansi dengan kekuatan kapitalis untuk
menghancurkan Fasisme. Amir diminta oleh anggota-anggota
kabinet Gubernur Jenderal, menggalang semua kekuatan anti-
fasis untuk bekerja bersama dinas rahasia Belanda dalam
menghadapi serbuan Jepang. Rencana tersebut tidak banyak
mendapat sambutan, ini disebabkan karena rekan-rekan Amir
sesama aktivis masih belum pulih kepercayaannya terhadap Amir
akibat polemik yang terjadi di awal tahun 1940-an dan mereka
tidak paham akan strategi Amir melawan Jepang.
Pada bulan Januari 1943 Amir tertangkap oleh fasis Jepang.
Kejadian ini diartikan sebagai terbongkarnya jaringan organisasi
anti fasisme Jepang yang sedikit banyak mempunyai hubungan
dengan Amir. Melalui beberapa sidang pengadilan tahun 1944,
hukuman terberat dijatuhkan pada para pemimpin Gerindo dan
Partindo Surabaya.
Setelah Peristiwa Madiun 1948, pemerintah menuduh PKI
berupaya untuk membentuk negara komunis di Madiun dan
menyatakan perang terhadap PKI. Amir sebagai salah seorang
tokoh PKI yang pada saat terjadi peristiwa Madiun sedang
berada di Yogyakarta dalam rangka kongres Serikat Buruh
Kereta Api (SBKA) juga ditangkap beserta beberapa orang
temannya.
Tanggal 19 Desember 1948, sekitar tengah malam, di dekat desa
Ngalihan, Amir Sjarifuddin tewas ditembak dengan pistol oleh
seorang letnan Polisi Militer. Sebelumnya beberapa orang
penduduk desa setempat telah diperintahkan untuk menggali
sebuah lubang besar. Dari sebelas orang yang diangkut dengan
truk dari penjara di Solo, Amir orang pertama yang dieksekusi
malam itu.
Riwayat karir Amir Sjarifuddin:
•  Menteri Penerangan Kabinet Presidensial (19 Agustus 1945 -
14 November 1945)
•  Menteri Keamanan Rakyat Kabinet Sjahrir I (14 November
1945 - 12 Maret 1946)
•  Menteri Penerangan (ad interim) Kabinet Sjahrir I (14
November 1945 - 3 Januari 1946)
•  Menteri Pertahanan Kabinet Sjahrir II (12 Maret 1946 - 2
Oktober 1946)
•  Menteri Keamanan Rakyat Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 -
27 Juni 1947)
•  Perdana Menteri Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 -
29 Januari 1948)
11. Djoko Marsaid

Djoko Marsaid. Merupakan wakil ketua pada saat Kongres


Pemuda berlangsung. Djoko mewakili organisasinya, Jong
Java. Tidak banyak informasi mengenai Djoko Marsaid ini.
Meskipun begitu, namanya tetap tercantum sebagai tokoh
penting dalam perumusan Sumpah Pemuda.
R.M. Djoko Marsaid merupakan wakil ketua panitia kongres,
sekaligus ketua organisasi Jong Java.

12. Rajiman Widyodiningrat


Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
Tanggal Lahir: 21 April 1879 
Tempat lahir: 
Yogyakarta, Hindia Belanda
Meninggal : 20 September 1952 (73 th) 
Ngawi, Jawa Timur, Indonesia

Ayah: Sutodrono
Penghargaan:  Gelar Pahlawan Nasional Indonesia

Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman


Wedyodiningrat adalah seorang dokter yang juga merupakan
salah satu tokoh pendiri Republik Indonesia. Beliau adalah satu-
satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah perjuangan
bangsa yang dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai
pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKl).
Dr Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman
Wedyodiningrat, lahir di Yogyakarta pada 21 April 1879. Ia
berasal dari keluarga rakyat biasa. Bapaknya, Sutodrono, hanya
seorang penjaga sebuah toko kecil di Yogyakarta.

Pendidikan
Pendidikan Radjiman dimulai dengan model pembelajaran hanya
dengan mendengarkan pelajaran di bawah jendela kelas saat
mengantarkan putra Dr. Wahidin Soedirohoesodo ke sekolah,
kemudian atas belas kasihan guru Belanda disuruh mengikuti
pelajaran di dalam kelas sampai akhirnya di usia 20 tahun ia
sudah berhasil mendapatkan gelar dokter dan mendapat gelar
Master of Art pada usia 24 tahun. Ia juga pernah belajar di
Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika.
Pilihan belajar ilmu kedokteran yang diambil berangkat dari
keprihatinannya ketika melihat masyarakat Ngawi saat itu dilanda
penyakit pes, begitu pula beliau secara khusus belajar ilmu
kandungan untuk menyelamatkan generasi kedepan dimana saat
itu banyak Ibu-Ibu yang meninggal karena melahirkan.
Sejak tahun 1934 ia memilih tinggal di Desa Dirgo, Kecamatan
Widodaren, Kabupaten Ngawi dan mengabdikan dirinya sebagai
dokter ahli penyakit pes, ketika banyak warga Ngawi yang
meninggal dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut. Rumah
kediamannya yang sekarang telah menjadi situs sudah berusia
134 tahun. Begitu dekatnya Radjiman dengan Bung Karno
sampai-sampai Bung Karno pun telah bertandang dua kali ke
rumah tersebut.

Boedi Oetomo sampai BPUPKI


Dr. Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi Boedi Oetomo
dan sempat menjadi ketuanya pada tahun 1914-1915.
Dalam perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr.
Radjiman adalah satu-satunya orang yang terlibat secara akif
dalam kancah perjuangan berbangsa dimulai dari munculnya
Boedi Utomo sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di saat
memimpin Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan milisi
rakyat disetiap daerah di Indonesia (kesadaran memiliki tentara
rakyat) dijawab Belanda dengan kompensasi membentuk
Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil
dari Boedi Utomo.
Pada tanggal 29 Mei 1945 yakni pada sidang BPUPKI, ia
mengajukan pertanyaan “apa dasar negara Indonesia jika kelak
merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan
Pancasila. Jawaban dan uraian Bung Karno tentang Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh
Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar
penerbitan buku Pancasila yang pertama tahun 1948 di Desa
Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya
dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren,
Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru dalam sejarah
Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno
adalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan
Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat untuk menemui pimpinan
tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pemboman
Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana
menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, yang akan menciptakan
kekosongan kekuasaan di Indonesia.

Setelah kemerdekaan
Di masa setelah kemerdekaan RI Radjiman pernah menjadi
anggota DPA, KNIP dan pemimpin sidang DPR pertama di saat
Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dari RIS.
Dr. Radjiman Wedyodiningrat meninggal di Ngawi, Jawa Timu
pada 20 September 1952 pada umur 73 tahun. Oleh pemerintah
Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia yang diberikan
bertepatan dengan peringatan hari pahlawan pada 10 November
2013 melalui Keppres No. 68/TK/2013 bersama kedua pahlawan
lainnya yakni: Lambertus Nicodemus Palar dan Tahi Bonar
Simatupang.
13. Soegondo Djoyopuspito

Sugondo Djojopuspito (lahir di Tuban, Jawa Timur, 22 Februari


1905 – meninggal di Yogyakarta, 23 April 1978 pada umur 73
tahun) adalah tokoh pemuda tahun 1928 yang memimpin
Kongres Pemuda Indonesia Kedua dan menghasilkan Sumpah
Pemuda, dengan motto: Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu
Bahasa: Indonesia.

Biodata Soegondo Djojopoespito:


Lahir : 22 Februari 1905, Tuban, Jawa Timu
Meninggal : 23 April 1978, Yogyakarta
Pendidikan: 
HIS (Sekolah Dasar 7 tahun) tahun 1911-1918 di kota Tuban,
mondok di Cokroaminoto Surabaya, mondok di rumah HOS
Cokroaminoto bersama Soekarno, lulus MULO, tahun 1922, AMS
afdeling B (Sekolah Menengah Atas bagian B - paspal - 3 tahun)
di Yogyakarta tahun 1922-1925, melalui HOS Cokroaminoto
dititipkan mondok di rumah Ki Hadjardewantoro di Lempoejangan
Stationweg 28 Jogjakarta (dulu Jl. Tanjung, sekarang Jl. Gajah
Mada, Setelah lulus AMS tahun 1925 melanjutkan kuliah atas
biaya pamannya dan bea siswa di Rechtshoogeschool te Batavia
(Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta - didirikan tahun 1924 - cikal
bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekarang), Kuliah di
RHS hanya mencapai lulus tingkat Candidat Satu (C1).

Pekerjaan:
 Pada masa penjajahan Jepang, bekerja sebagai pegawai
Shihabu (Kepenjaraan)
 Pada masa revolusi aktif dalam Badan Pekerja Komite
Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) 
 Menteri Pembangunan Masyarakat dalam Kabinet Halim.
Pada masa RIS, dalam Negara Republik Indonesia dengan
Acting Presiden Mr. Assaat.

Anda mungkin juga menyukai