Ir Soekarno
Lahir : Surabaya, 6 Juni 1901
Wafat : Jakarta, 21 Juni 1970
Dimakamkan : Kota Blitar, Jawa Timur
Nama : Ki Hadjar Dewantara
Lahir : 2 Mei 1889, Kota Yogyakarta, Indonesia
Meninggal : 28 April 1959, Kota Yogyakarta, Indonesia
Makam : Taman Wijaya Brata
Pendidikan : School tot Opleiding van Indische Artsen
Warga Negara : Indonesia
Zodiac : Taurus
Agama : Islam
Biografi Ki Hadjar Dewantara
Ki Hajar Dewantara lebih dikenal sebagai Bapak pendidikan
Indonesia. Nama asli ki hajar dewantara adalah Raden Mas
suwardi suryaningrat. Beliau merupakan keturunan dari keraton
Yogyakarta. Pada umur 40 tahun, beliau merubah namanya
menjadi Ki Hajar Dewantara. Beliau tidak memakai gelar nama
kebangsaannya lagi dikarenakan beliau ingin lebih dekat dengan
layar secara fisik maupun hatinya. Biografi Ki hajar dewantara
memang penuh pengabdian kepada Indonesia. Sudah banyak
sekali hal bermanfaat yang dilakukan oleh beliau.
Ki hajar dewantara bersekolah di ELS yang dulu merupakan
sekolah dasar Belanda. Selanjutnya beliau juga melanjutkan
sekolah di STOVIA yang merupakan sekolah dokter untuk
bumiputera. Tetapi selama sekolah di Stovia beliau tidak sampai
tamat dikarenakan sakit. Hal ini juga banyak diceritakan disemua
buku biografi Ki Hajar Dewantoro. Beliau juga pernah bekerja
menjadi wartawan diberbagai media cetak terkenal pada masa
itu. Seperti mideen java, sedyotomo, De ekpress, kaoem moeda,
poesara, oetoesan hindia, dan tjahaja timoer. Tulisan beliau
diberbagai media tersebut sangat komunikatif dan juga kritis,
sehingga dapat meningkatkan semangat rakyat pada masa itu.
1. Muh. Hatta
Nama : Dr. Drs. H. Mohammad Hatta
Lahir : Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902
Meninggal : Jakarta, 14 Maret 1980 (umur 77)
Makam : Taman Makam Proklamator Bung Hatta
Zodiac : Leo
Hobby : Membaca | Menulis
Kebangsaan : Indonesia
Istri : Rahmi Rachim
Anak : 3
Agama : Islam
Biografi Mohammad Hatta
Siapa yang tidak kenal dengan Bung hatta. Beliau adalah wakil
presiden pertama republik Indonesia. Bung hatta atau
Mohammad hatta lahir di bukit tinggi pada tanggal 12 Agustus
1902. Beliau mulai kenal dengan berbagai pergerakan sejak
tinggal di MULO kota padang. Selain itu beliau juga masuk di
organisasi Jong Sumatranen Bond. Beliau juga pernah
menempuh sekolah di Belanda yaitu di sekolah Handels Hoge
School Roterdam pada tahun 1921. Dalam beberapa buku
biografi Mohammad Hatta, beliau juga pernah ikut bergabung
dalam organisasi pergerakan yaitu Indische Vereniging.
Organisasi tersebut merupakan organisasi yang menolak
kerjasama dengan Belanda. Mohammad Hatta lulus dari handles
economis atau bisa disebut dengan ekonomi perdagangan pada
tahun 1923. Awalnya beliau akan menempuh pendidikan doctor
di bidang ekonomi tetapi pada tahun tersebut juga dibuka jurusan
baru yaitu hukum Negara dan hukum administrasi. Akhirnya
beliau lebih memilih untuk melanjutkan ke jurusan tersebut
dibandingkan ke jurusan doctoral. Karena masalah perpajangan
studinya ini, beliau akhirnya menjadi ketua PI (perhimpunan
Indonesia). Beliau juga pernah menyampaikan pidato tentang
struktur ekonomi dunia dan juga tentang pertentangan
kekuasaan. Pidato ini banyak sekali diceritakan di berbagai buku
biografi Mohammad Hatta. Dari tahun 1926 sampai tahun 1930,
Mohammad hatta selalu menjadi ketua di perhimpunan
Indonesia. Sampai beberapa waktu akhirnya Perhimpunan
Indonesia berbuah menjadi sebuah organisasi politik. PI awalnya
Cuma perhimpunan mahasiswa Indonesia. Perhimpunan
Indonesia dapat mempengaruhi pergerakan politik di Indonesia
pada waktu itu. Sampai akhirnya pemufakatan perhimpunan
politik Indonesia mengakui PI sebagai salah satu gerakan
pergerakan politik Indonesia yang berasal dari Eropa. Dalam
buku Biografi Mohammad hatta diceritakan bahwa Pi melakukan
berbagai propaganda di luar Belanda. Setiap melakukan
perkumpulan di eropa, selalu Mohammad hatta sendiri yang
menjadi delegasi dari PI. Pada tahun 1923, Mohammad hatta
pulang ke tanah air Indonesia. Pada saat di Indonesia beliau
lebih banyak disibukkan dengan menulis artikel politik yang di
muat di surat kabar daulat ra'jat. Selain itu beliau juga
mengadakan berbagai kegiatan politik dan juga melatih kader-
kader politik dari partai Pendidikan nasional Indonesia. Pada saat
penahan Soekarono di ende flores, Mohammad hatta banyak
menuliskan artikel pertentangan keras terhadap penahannya
tersebut. Pada bulan februari, pemeritahan Belanda akhirnya
menahan semua pemimpin dari partai pendidikan nasional
Indonesia. Ada 7 orang anggota partai yang ditahan di daerah
Boven Digoel. Pada biografi Mohammad Hatta, dituliskan ketika
beliau dipenjara beliau sempat menulis buku yang berjudul krisis
ekonomi dan kapitalisme. Beliau dan teman-temannya
mengalami pembuangan ke berbagai hal. Tetapi selama
mengalami masa tersebut Mohammad Hatta tetap menulis
berbagai artikel tentang politik dan juga ekonomi. Pada masa
pemerintahan Jepang, Mohammad Hatta sempat ditawarin untuk
menjadi penasehat pemerintahan Belanda. Pada masa
pambacaan teks proklamasi, beliau diminta oleh Soekarno untuk
menyusun teks proklamasi.
Pendidikan Mohammad Hatta
Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)
Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School, Batavia
(1921)
Meer Uirgebreid Lagere School (MULO), Padang (1919)
Europeesche Lagere School (ELS), Padang, 1916
Sekolah Dasar Melayu Fort de kock, Minangkabau (1913-
1916)
Karir Mohammad Hatta
Ketua Panitia Lima (1975)
Penasihat Presiden dan Penasehat Komisi IV (1969)
Dosen Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta (1954-1959)
Dosen Sesko Angkatan darat, Bandung (1951-1961)
Wakil Presiden, Perdana menteri, dan Menteri Luar Negeri
NKRIS (1949-1950)
Ketua delegasi Indonesia Konferensi Meja Bundar, Den
Haag (1949)
Wakil Presiden, Perdana Menteri, dan Menteri Pertahanan
(1948-1949)
Wakil Presiden RI pertama (1945)
Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (1945)
Wakil Ketua Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia
(1945)
Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan (1945)
Kepala Kantor Penasehat Bala Tentara Jepang (1942)
Ketua Panitia Pendidikan Nasional Indonesia (1934-1935)
Wakil Delegasi Indonesia Liga Melawan Imperialisme dan
Penjajahan, Berlin (1927-1931)
Ketua Perhimpunan Indonesia, Belanda (1925-1930)
Bendahara Jong Sumatranen Bond, Jakarta (1920-1921)
Bendahara Jong Sumatranen Bond, Padang (1916-1919)
Partai Nasional Indonesia
Organisasi Mohammad Hatta
Club pendidikan Nasional Indonesia
Liga menentang Imperialisme
Perhimpunan Hindia
Jong Sumatranen Bond
Penghargaan Mohammad Hatta
Pahlawan Nasional
Bapak koperasi Indonesia
Doctor Honoris Causa, Universitas Gadjah Mada, 1965
Proklamator Indonesia
The Founding Father's of Indonesia
2. Ernest Douwer Dekker
Pasangan :
Hj. Siti Walidah
Nyai Abdullah
Nyai Rum
Nyai Aisyah
Nyai Yasin
Anak :
Djohanah
Siradj Dahlan
Siti Busyro
Irfan Dahlan
Siti Aisyah
Siti Zaharah
Dandanah
Pahlawan Nasional
Biografi Singkat
Nama : Wage Rudolf Supratman
Lahir: Somongari, Purworejo, 19 Maret 1903
Meninggal: Surabaya, 17 Agustus 1938
Kebangsaan: Indonesia
Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta
Orang tua: Djoemeno Senen Sastrosoehardjo, Siti Senen
Saudara Kandung :
Roekijem Soepratijah,
Roekinah Soepratirah,
Rebo,
Gijem Soepratinah,
Aminah,
Ngadini Soepratini,
Slamet,
Sarah.
Biografi dan Profil Lengkap
Kehidupan Pribadi W.R Soepratman
W.R Soepratman merupakan anak ketujuh dari sembilan
bersaudara dari pasangan Djoemeno Senen Sastrosoehardjo
dan Siti Senen. Sang ayah merupakan seorang tentara KNIL
Belanda.
Pada tahun 1914, Soepratman ikut Roekijem kakak sulungnya ke
Makassar. Di Makassar Soepratman disekolahkan dan dibiayai
oleh suami Roekijem yaitu Willem van Eldik.
Selanjutnya, selama tiga tahun Soepratman belajar bahasa
Belanda di sekolah malam. Lalu, ia melanjutkan pendidikan ke
Normaalschool di Makassar hingga selesai. Saat berumur n20
tahun, Ia dijadikan guru di Sekolah Angka 2. Dua tahun kemudian
Ia mendapatkan ijazah Klein Ambtenaar.
Dalam beberapa waktu yang lama, Soepratman bekerja di
sebuah perusahaan dagang. Kemudian, Ia pindah ke Bandung
dan bekerja sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda dan
Kaoem Kita. Pekerjaan itu kemudian tetap ia lakukan saat telah
tinggal di Jakarta. Pada waktu itu, Soepratman mulai tertarik
dengan pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-
tokoh pergerakan. Dalam bukunya yang berjudul Perawan Desa,
Ia menuangkan rasa tidak senang dengan penjajahan namun
kemudian buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah
Belanda.
Soepratman dipindahkan ke kota Sengkang (ibukota Kabupaten
Wajo merupakan salah satu kota kecil yang terletak di Provinsi
Sulawesi Selatan). Di situ tidak lama, Ia meminta berhenti lali
pulang ke Makassar. Kakak sulungnya yaitu Roekijem sangat
senang sandiwara dan musik, banyak karyanya yang ditampilkan
di mes militer. Selain itu, Roekijem juga senang bermain biola,
kegemaran yang dimiliki sang kaka membuat Soepratman juga
gemar bermain musik dan membaca buku musik.
W.R Soepratman tidak memiliki istri dan tidak pernah
mengangkat anak.
Menciptakan Lagu “Indonesia Raya”
Saat tinggal di Makassar, Soepratman mendapatkan pelajaran
tentang musik dari kakak iparnya. W.R Soepratman pandai
bermain biola dan dapat menggubah lagu. Saat tinggal di
Jakarta, Ia membaca sebuah karangan dalam majalah Timbul,
penulis karangan tersebut menantang para ahli musik Indonesia
untuk menciptakan lagu kebangsaan.
Soepratman merasa tertantang dan ia mulai menggubah lagu.
Pada tahun 1924, terciptalah lagu Indonesia raya yang pada saat
itu Ia berumur 21 tahun dan berada di Bandung.
Pada malam penutupan Kongres Pemuda II di Jakarta pada 28
Oktober 1928, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya
secara instrumental didepan umum dan semua orang yang hadir
terpukau mendengarkannya. Lagu Indonesia Raya kemudian
dengan cepat menjadi terkenal , apabila ada partai yang
mengadakan kongres maka lagu tersebut selalu dinyanyikan.
Lagu Indonesia Raya merupakan perwujudan rasa persatuan dan
keinginan untuk merdeka.
Wafatnya W.R. Soepratman
Karena menciptakan lagu Indonesia Raya, Soepratman menjadi
buronan polisi Hindia Belanda hingga Ia jatuh sakit di Surabaya.
Karena lagu ciptaannya yang berjudul “Matahari Terbit”, pada
awal Agustus 1938, Soepratman ditangkap saat sedang
menyiarkan lagu tersebut bersama para pandu di NIROM Jalan
Embong Malang, Surabaya lalu Ia ditahan di penjara Kalisosok,
Surabaya. W.R soepratman meninggal pada tanggal 17 Agustus
1938 karena sakit.
Setelah Indonesia Merdeka, Lagu Indonesia Raya ciptaan Wage
Rudolf Soepratman ditetapkan sebagai lagu kebangsaan. Namun
sayangnya sang pencipta tidak dapat merasakan kemerdekaan
tersebut.
6. Wolter Monginsidi
Nama : Robert Wolter Monginsidi
Alias : Wolter Monginsidi
Lahir : Malalayang, Manado
Sabtu, 14 Februari 1925
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan
Hollands Inlandsche School (HIS)
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
(MULO)
Sekolah Pertanian Jepang di Tomohon
Sekolah Guru Bahasa Jepang.
Karir
Guru bahasa Jepang di Malalayang
Liwutung dan Luwuk Banggai
Penghargaan
Bintang Gerilya (tahun 1958),
Bintang Maha Putera Kelas III
(tahun 1960),
Ditetapkannya sebagai
Pahlawan Nasional (1973)
Robert Wolter Monginsidi adalah seorang pejuang
kemerdekaan Indonesia sekaligus pahlawan nasional
Indonesia dari daerah Bantik Minanga (Malalayang). Beliau
lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara pada 14 Februari
1925 dan meninggal di Pacinang, Makassar, Sulawesi Selatan
pada 5 September 1949 pada umur 24 tahun.
Robert dilahirkan di Malalayang (sekarang bagian dari
Manado) dan anak dari Petrus Monginsidi dan Lina Suawa. dia
memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar (bahasa
Belanda: Hollands Inlandsche School atau (HIS), yang diikuti
sekolah menengah (bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs atau MULO) di Frater Don Bosco di Manado.
Monginsidi lalu dididik sebagai guru bahasa jepang pada
sebuah sekolah di Tomohon. Setelah studinya, dia mengajar
Bahasa Jepang di Liwutung, di Minahasa , dan di Luwuk,
Sulawesi Tengah, sebelum ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Monginsidi tumbuh dalam budaya Bantik yang begitu kental,
dengan adat yang paling mendasar yaitu Hinggilr'idang,
Hintalr'unang dan Hintakinang. Falsafah ini berarti berlaku
kasih kepada sesama anggota keluarga, kepada sesama yang
masih terikat dalam komunitas suku Bantik, dan bersifat
dermawan kepada siapa pun terlepas dari suku maupun ikatan
keluarga. Falsafah itu yang membakar semangat Monginsidi
untuk menentang penjajahan. Dengan keberanian dan
kepintaran yang dimiliki Monginsidi, beliau dipercaya untuk
memimpin pertempuran melawan Belanda dan menjadi sosok
yang disegani.
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan saat Monginsidi
berada di Makassar. Namun, Belanda berusaha untuk
mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah
berakhirnya Perang Dunia II. Mereka kembali melalui NICA
(Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi Sipil
Hindia Belanda). Monginsidi menjadi terlibat dalam perjuangan
melawan NICA di Makassar.
Pada tanggal 17 Juli 1946, Monginsidi dengan Ranggong
Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak
Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang selanjutnya
menyerang posisi Robert Wolter Monginsidi adalah seorang
pejuang kemerdekaan Indonesia sekaligus pahlawan nasional
Indonesia dari daerah Bantik Minanga (Malalayang). Beliau
lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara pada 14 Februari
1925 dan meninggal di Pacinang, Makassar, Sulawesi Selatan
pada 5 September 1949 pada umur 24 tahun.
Robert dilahirkan di Malalayang (sekarang bagian dari
Manado) dan anak dari Petrus Monginsidi dan Lina Suawa. dia
memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar (bahasa
Belanda: Hollands Inlandsche School atau (HIS), yang diikuti
sekolah menengah (bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs atau MULO) di Frater Don Bosco di Manado.
Monginsidi lalu dididik sebagai guru bahasa jepang pada
sebuah sekolah di Tomohon. Setelah studinya, dia mengajar
Bahasa Jepang di Liwutung, di Minahasa , dan di Luwuk,
Sulawesi Tengah, sebelum ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Monginsidi tumbuh dalam budaya Bantik yang begitu kental,
dengan adat yang paling mendasar yaitu Hinggilr'idang,
Hintalr'unang dan Hintakinang. Falsafah ini berarti berlaku
kasih kepada sesama anggota keluarga, kepada sesama yang
masih terikat dalam komunitas suku Bantik, dan bersifat
dermawan kepada siapa pun terlepas dari suku maupun ikatan
keluarga.
Falsafah itu yang membakar semangat Monginsidi untuk
menentang penjajahan. Dengan keberanian dan kepintaran
yang dimiliki Monginsidi, beliau dipercaya untuk memimpin
pertempuran melawan Belanda dan menjadi sosok yang
disegani.
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan saat Monginsidi
berada di Makassar. Namun, Belanda berusaha untuk
mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah
berakhirnya Perang Dunia II. Mereka kembali melalui NICA
(Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi Sipil
Hindia Belanda). Monginsidi menjadi terlibat dalam perjuangan
melawan NICA di Makassar.
Pada tanggal 17 Juli 1946, Monginsidi dengan Ranggong
Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak
Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang selanjutnya
menyerang posisi Belanda.
Pada tanggal 28 Februari 1947 Monginsidi ditangkap tentara
Belanda, namun berhasil melarikan diri pada 27 Oktober 1947
bersama Abdullah Hadade, HM Yosep dan Lewang Daeng
Matari setelah hampir 8 bulan mendekam di tahanan. Sepuluh
hari kemudian Monginsidi kembali tertangkap dan kali ini
Belanda memvonisnya dengan hukuman mati.
Monginsidi dieksekusi oleh tim penembak pada 5 September
1949. Jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan
Makassar pada 10 November 1950.
Penghargaan
Robert Wolter Monginsidi dianugerahi sebagai Pahlawan
Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada 6 November, 1973.
Dia juga mendapatkan penghargaan tertinggi Negara
Indonesia, Bintang Mahaputra (Adipradana), pada 10
November 1973. Ayahnya, Petrus, yang berusia 80 tahun pada
saat itu, menerima penghargaan tersebut.
Bandara Wolter Monginsidi di Kendari, Sulawesi Tenggara
dinamakan sebagai penghargaan kepada Monginsidi, seperti
kapal Angkatan Darat Indonesia, KRI Wolter Monginsidi dan
Yonif 720/Wolter Monginsidi.
7. Chairil Anwar
Dunia Sastra
Nama Chairil Anwar mulai terkenal dalam dunia sastra setelah
pemuatan tulisannya di “Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada
saat itu dia berusia dua puluh tahun. Namun, saat pertama kali
mengirimkan puisi-puisinya di "Majalah Pandji" untuk dimuat,
banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis.
Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian.
Puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan
Jepang di Indonesia yang tidak diterbitkan hingga tahun 1945.
Puisi "Aku"
Chairil Anwar pertama kali membaca "AKU" di Pusat
Kebudayaan Jakarta pada bulan Juli 1943. Hal ini kemudian
dicetak dalam Pemandangan dengan judul "Semangat", sesuai
dengan dokumenter sastra Indonesia, HB Jassin, ini bertujuan
untuk menghindari sensor dan untuk lebih mempromosikan
gerakan kebebasan. "AKU" telah pergi untuk menjadi puisi Anwar
yang paling terkenal.
9. Mu. Yamin
Nama : Prof. Mohammad Yamin, S.H.
Tanggal Lahir : 24 Agustus 1903
Tempat Lahir : Sawahlunto, Sumatera Barat, Hindia Belanda
Zodiac : Virgo
Meninggal : Jakarta, 17 Oktober 1962 (umur 59)
Makam : Talawi, Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat.
Agama : Islam
Ayah : Tuanku Oesman Gelar Baginda Khatib
Ibu: Siti Saadah
Ayah: Sutodrono
Penghargaan: Gelar Pahlawan Nasional Indonesia
Pendidikan
Pendidikan Radjiman dimulai dengan model pembelajaran hanya
dengan mendengarkan pelajaran di bawah jendela kelas saat
mengantarkan putra Dr. Wahidin Soedirohoesodo ke sekolah,
kemudian atas belas kasihan guru Belanda disuruh mengikuti
pelajaran di dalam kelas sampai akhirnya di usia 20 tahun ia
sudah berhasil mendapatkan gelar dokter dan mendapat gelar
Master of Art pada usia 24 tahun. Ia juga pernah belajar di
Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika.
Pilihan belajar ilmu kedokteran yang diambil berangkat dari
keprihatinannya ketika melihat masyarakat Ngawi saat itu dilanda
penyakit pes, begitu pula beliau secara khusus belajar ilmu
kandungan untuk menyelamatkan generasi kedepan dimana saat
itu banyak Ibu-Ibu yang meninggal karena melahirkan.
Sejak tahun 1934 ia memilih tinggal di Desa Dirgo, Kecamatan
Widodaren, Kabupaten Ngawi dan mengabdikan dirinya sebagai
dokter ahli penyakit pes, ketika banyak warga Ngawi yang
meninggal dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut. Rumah
kediamannya yang sekarang telah menjadi situs sudah berusia
134 tahun. Begitu dekatnya Radjiman dengan Bung Karno
sampai-sampai Bung Karno pun telah bertandang dua kali ke
rumah tersebut.
Setelah kemerdekaan
Di masa setelah kemerdekaan RI Radjiman pernah menjadi
anggota DPA, KNIP dan pemimpin sidang DPR pertama di saat
Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dari RIS.
Dr. Radjiman Wedyodiningrat meninggal di Ngawi, Jawa Timu
pada 20 September 1952 pada umur 73 tahun. Oleh pemerintah
Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia yang diberikan
bertepatan dengan peringatan hari pahlawan pada 10 November
2013 melalui Keppres No. 68/TK/2013 bersama kedua pahlawan
lainnya yakni: Lambertus Nicodemus Palar dan Tahi Bonar
Simatupang.
13. Soegondo Djoyopuspito
Pekerjaan:
Pada masa penjajahan Jepang, bekerja sebagai pegawai
Shihabu (Kepenjaraan)
Pada masa revolusi aktif dalam Badan Pekerja Komite
Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP)
Menteri Pembangunan Masyarakat dalam Kabinet Halim.
Pada masa RIS, dalam Negara Republik Indonesia dengan
Acting Presiden Mr. Assaat.