Anda di halaman 1dari 26

BIODATA MOHAMMAD HATTA

Nama : Dr. Drs. H. Mohammad Hatta


Lahir : Bukit tinggi, 12 Agustus 1902
Wafat : Jakarta, 14 Maret 1980
Agama : Islam
Orang Tua : Muhammad Djamil (ayah), Siti
Saleha (ibu)
Anak : Meutia Hatta, Halida Hatta, Des Alwi,
Gemala Hatta

Riwayat Pendidikan :
1. Europese Largere School (ELS) di Bukittinggi (1916)
2. Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di Padang (1919)=
3. Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang), Jakarta (1921)
4. Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)

Karir :
1. Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (7 Agustus 1945
2. Wakil Presiden Republik Indonesia pertama (18 Agustus 1945)
3. Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (Januari 1948 –
Desember 1949)
4. Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet
Republik Indonesia Serikat (Desember 1949 – Agustus 1950)

Pendidikan Dan Masa Muda Moh. Hatta


Sejak kecil, Hatta dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat pada agama, kakek
beliau dari pihak ayahnya yang bernama Abdurahman Batuhampar merupakan ulama pendiri
surau batu hampar yaitu salah satu surau yang bertahan pasca perang paderi. Namun pada
saat Hatta berumur 7 bulan Ayah beliau yaitu Muhammad Djamil meninggal dunia, dan
setelah sepeninggalan ayahnya sang ibu menikah dengan seorang pedagang dari palembang
yang sering berhubungan dagang dengan kakek beliau dari pihak ibu yaitu Ilyas Bagindo
Marah bernama Agus Haji Ning. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai 4 orang anak
perempuan.
Moh.Hatta mengenyam pendidikan formal untuk pertama kali di sekolah swasta,
namun setelah 6 bulan beliau pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan kakaknya Rafiah,
Namun tidak begitu lama pelajarannya berhenti di pertengahan semester 3 lalu beliau pindah
ke ELS(Europeesche Lagere School) (Sekarang SMA N 1 Padang) hingga tahun 1913.
Setelah itu beliau melanjutkan pendidikan beliau di MULO (Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs), sejak menempuh pendidikan di MULO beliau mulai tertarik dengan
perkumpulan pemuda dan beliau masuk dalam Jong Sumatranen Bond dan menjadi
bendahara.
Pada tahun 1921 hingga 1932, Mohammad Hatta melanjutkan studinya di Handels
Hogeschool, Belanda (Kemudian bernama Economische Hogeschool dan kini bernama
Universitas Erasmus Rotterdam). Selama studi beliau masuk dalam organisasi sosial yang
kemudian menjadi organisasi politik akibat pengaruh dari Ki Hadjar Dewantara, Douwes
Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo bernama Indische Vereniging. Pada tahun 1922,
Indische Vereniging berubah nama menjadi Indonesische Vereniging, Lalu berganti nama
menjadi Perhimpunan Indonesia. Pada tahun 1923 Bung Hatta menjadi bendahara dan
mengasuh sebuah majalah bernama Hindia Putera (Kemudian bernama Indonesia Merdeka).
Pada tahun 1923 pula Hatta lulus dalam ujian Handles economie (Ekonomi Perdagangan) dan
pada tahun 1924, beliau non aktif di Perhimpunan Indonesia karena beliau berniat untuk
mengikuti ujian doctoral ekonomi diakhir tahun 1925. Namun pada waktu itu ada jurusan
baru yaitu hukum negara dan hukum administratif, kemudian beliau memasuki jurusan
tersebut karena terdorong oleh minat besarnya pada bidang politik.
Pada 17 Januari 1926, Hatta menjadi pemimpin Perhimpunan Indonesia, akibatnya
beliau terlambat menyelesaikan studinya. Dan pada tahun 1926 epatnya pada bulan desember
Hatta didatangi oleh PKI yaitu Semaun yang menawarkan pimpinan pergerakan nasional
secara umum pada PI Dan terjadilah suatu perjanjian yang dinamai dengan Konvensi
Semaun-Hatta. Hal tersebut menjadi alasan bagi pemerintah Belanda untuk melakukan
penangkapan pada Hatta. Pada waktu itu Hatta belum menyetujui paham komunis, Stalin
membatalkan keinginan Semaun yang berakibat hubungan Hatta dengan Komunisme mulai
memburuk, Sikap yang dilakukan oleh Hatta ditentang oleh anggota PI yang telah dikuasai
komunis.
Hatta mengikuti sidang “Liga Menentang Imperialisme, Penindasan Kolonial dan
Untuk kemerdekaan Nasional” pada tahun 1927 di Frankfurt. Dalam sidang ini Hatta tidak
dapat percaya dengan komunis. Pada tahun 1927 tepatnya tanggal 25 september Hatta
bersama dengan Ali Sastroamidjojo, Madjid Djojohadiningrat dan juga Nazir Datuk
Pamuntjak di tangkap oleh pemerintah belanda atas tuduhan mengikuti partai terlarang yang
dikaitkan dengan Semaun dan juga menghasut supaya menentang kerajaan belanda. Mereka
semua dipenjara di Rotterdam selama tiga tahun. Pada 22 Maret 1928, sidang kedua kasus
Hatta digelar. Dalam sidang, ia melakukan penolakan terhadap semua tuduhan yang diarahan
padanya dalam pidatonya yang berjudul “Indonesie Vrij atau Indonesia Merdeka” dan pidato
Hatta tersebut diterbitkan menjadi brosur sampai Indonesia. Hatta beserta ketiga rekannya
yang lain akhirnya dibebaskan oleh mahkamah pengadilan di Den Haag dari segala tuduhan.

Kembali Ke Indonesia
Sebulan setelah menyelesaikan pendidikannya di Belanda, Hatta kembali ke
Indonesia. Di Indonesia, Hatta disibukkan dengan menulis artikel politik dan ekonomi di
Daulah Ra’jat dan berbagai kegiatan politik lainnya. artikel tulisan Hatta diantaranya
“Soekarno Ditahan” (10 Agustus 1933), “Tragedi Soekarno” (30 Nopember 1933), dan
“Sikap Pemimpin” (10 Desember 1933), semua itu Ia tulis sebagai reaksi kerasnya terhadap
sikap Soekarno yang ditahan oleh Belanda dan berakhir dengan pengasingan Soekarno ke
Ende, Flores.
Setelah mengasingkan Soekarno, Pemerintah Belanda beralih ke Partai Pendidikan
Nasional Indonesia. Para pemimpin Partai Pendidikan Nasional Indonesia seperti Moh. Hatta,
Sutan Sjahriri, Burhanuddin, Bondan, Murwoto, dan Maskun ditangkap dan kemudian
ditahan di penjara Glodok dan Cipinang selama hampir setahun. Setelah itu mereka
diasingkan ke Boven Digoel (Papua).

Masa Pengasingan
Hatta dan rekan-rekannya dari Partai Pendidikan Nasional Indonesia tiba di
pengasingan yaitu di Tanah Merah, Boven Digoel(Papua) pada Januari 1935. Kapten Van
Langen yang saatitu merupakan kepala pemerintahan di Boven Digoel menawarkan 2 pilihan
pada mereka yaitu bekerja pada Belanda dengan upah per hari hanya 40 sen dengan harapan
bisa kembali ke daerah asal atau tetap menjadi buangan yang menerima makanan in natura
engan tidak ada harapan kembali ke daerah asal. Pilihan tersebut Hatta jawab dengan
mengatakan bahwa jika ia mau bekerja dengan belanda saat masih di jakarta tentu ia menjadi
orang besar dengan gaji tinggi, tak perlu ke Tanah Merah menjadi kuli dengan gaji hanya 40
sen saja.
Selama masa pengasingannya di Digoel, untuk memenuhi kebutuhan hidunya, Hatta
menjadi penulis artikel untuk surat kabar Pemandangan. Pada Desember 1935, pengganti Van
Langen yaitu Kapten Wiarda mengatakan bahwa tempat pengasingan Hatta dan Sjahrir akan
dipindah ke Banda Neira, Januari 1936 mereka berangkat kesana. Disana mereka bebas
bergaul dengan penduduk dan disana pula mereka bertemu dengan Dr. Tjipto
Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri.

Kembali Dari Pengasingan Dan Masa Kekuasaan Jepang


Pada 8 Desember 1941, angkatan perang Jepang Menyerang Pearl Harbor, setelah itu
Jepang mulai menguasai beberapa wilayah termasuk Indonesia. Karena keadaan yang
menjadi genting dan ditakutkan para buangan bekerja sama dengan Jepang, kemudian
Belanda memindahkan semua buangan ke Australia. Namun Hatta dan Sjahrir yang berada di
Banda Neira dipindahkan ke Sukabumi pada 3 Februari 1942. Pada 9 Maret 1942 Belanda
menyerah pada Jepang. Lalu pada 22 Maret 1942 , Hatta dan Sjahrir dibawa kembali ke
Jakarta dan bertemu Mayor Jenderal Harada. Hatta bertanya pada pihak Jepang tentang
kedatangannya ke Indonesia dan pihak Jepang mengatakan tidak akan menjajah Indonesia.
Hatta ditawari kerja sama dengan jabatan penting, namun Ia menolak dan memilih menjadi
penasehat lalu ia diberi kantor dan rumah.

Persiapan Kemerdekaan Indonesia


Pada 22 Juni BPUPKI membentuk panitia kecil yang dikenala dengan panitia
sembilan yang beranggotakan Ir. Soekarno, Bung Hatta, Mohammad Yamin, Ahmad
Soebardjo, A.A. Maramis, Abdulkahar Muzakir, Wahid Hasyim, H. Agus Salim, dan
Abikusno Tjokrosujoso.
Pada 9 Agustus 1945, bersama dengan Ir.Soekarno dan KRT Radjiman
Wedyodiningrat, Bung hatta pergi ke Dalat, Vietnam untuk dilantik oleh Panglima Asia
Tenggara Jenderal Terauchi sebagai ketua dan wakil ketua PPKI.
Pada tanggal 16 Agustus 1945, terjadi penculikan Bung Karno dan Bung Hatta oleh
golongan pemuda dan mereka membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok
dan penculikan ini dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok. Penculikan ini di lakukan agar
proklamsi segera dilaksanakan secepatnya.
Menjadi Wakil Presiden RI ke-1 Dan Pengunduran Diri Sebagai Wakil Presiden
Pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pukul 10.00 WIB,
Proklamsi Kemerdekaan dibacakan. Berselang sehari yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945,
Bung Hatta resmi menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Bung Karno.
Setelah menjadi wakil presiden, Bung Hatta masih aktif dalam memberikan ceramah ke
berbagai lembaga pendidikan tinggi. Pada tanggal 12 Juli 1947, Hatta mengadakan Kongres
Koperasi yang pertama (ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia) dan Bung Hatta
ditetapkan menjadi Bapak Koperasi Indonesia.
Pada 21 Juli 1947, terjadi Agresi Militer Belanda I. Pada saat hendak menyetujui
Perjanjian Renville yang berakibat jatuhnya kabiet Amir, kemudian terbentuk Kabinet Hatta
pada 29 Januari 1948 dengan Hatta yang saat itu menjadi Perdana Menteri menjadi Menteri
ertahana pula.
Pada tahun 1955, Bung Hatta menyatakan bahwa parlemen dan konstituante telah
terbentuk dan Ia akan mengundurkan diri karena menurutnya dengan pemerintahan
parlementer kepala negara hanya simbol maka wakil presiden sudah tidak diperlukan. Pada
20 Juli 1956, Bung Hatta menulis surat untuk Ketua DPR namun ditolah secara halus,
kemudian ia menulis kembali surat yang sama pada tanggal 23 November 1956 yang berisi
bahwa ia akan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden pada 1 Desember 1956. Setelah 11
tahun menjabat menjadi wakil presiden, DPR mengabulkan permintaan Hatta mengundurkan
diri pada sidang DPR 30 November 1956.

Setelah Pengunduran Diri Sebagai Wakil Presiden Dan Wafatnya Mohammad Hatta
Setelah mengundurkn diri, untu menambah penghasilan dari menulis buku dan
mengajar. Pada tahun 1963, saat Presiden Soekarno berada pada puncak kejayaannya, Bung
Hatta jatuhsakit dan perlu perawatan ke Swedia yang alatnya lebih lengkap.
Pada 15 Agustus 1972, Pada upacara kenegaraan di Istana Negara , Presiden Soeharto
menyatakan bahwa Bung Hatta dianugrahi Bintang Republik Indonesia Kelas I .
Setelah dirawat selama 11 hari di Rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Pada 14
Maret 1980 pada pukul 18.56 Bung Hatta meninggal dunia. Keesokan harinya, Beliau
disemayamkan di rumahnya di jalan Diponegoro 57, Jakarta dan kemudian dimakamkan di
TPU Tanah Kusir, Jakarta dengan upacara kenegaraan yang dipimpin oleh wakil presiden
Adam Malik. Pada Tahun 1986, saat pemerintahan Soeharto, Bung Hatta ditetapkan sebagai
pahlawan Proklamator dan pada tahun 2012 tepatnya pada tanggal 7 November Beliau
ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
BIOGRAFI SOEKARNO

Nama lengkap : Ir. Soekarno

Nama panggilan : Bung Karno

Nama kecil : Kusno

Tempat, tanggal lahir : Blitar, 6 Juni


1901

Agama : Islam

Nama Isteri :

 Fatmawati

 Hartini

 Ratna Sari Dewi

 Nama Anak :

 Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, Guruh (dari Fatmawati)

 Taufan, Bayu (dari Hartini)

 Kartika (dari Ratna Sari Dewi)

 Pendidikan :

 HIS di Surabaya

 Hoogere Burger School (HBS)

 Technische Hoogeschool (THS) di Bandung

 Meninggal : 21 Juni 1970

 Dimakamkan : Blitar, Jawa-Timur


Bung Karno adalah nama populer dari Soekarno. Lahir pada 6 Juni 1901 di Blitar, Jawa
Timur. Ketika Soekarno kecil, ia tidak tinggal bersama dengan orang tuanya yang berada di
Blitar. Ia tinggal bersama dengan kakeknya yang bernama Raden Hardjokromo di Tulung
Agung, Jawa Timur. Soekarno bahkan sempat mengenyam sekolah disana walau tidak
sampai selesai, karena harus ikut bersama dengan orang tuanya yang pada waktu itu pindah
ke Mojokerto. Di Mojokerto, Soekarno kemudian disekolahkan di Eerste Inlandse School
dimana ayahnya juga bekerja disitu sebagai guru. Akan tetapi kemudian ia dipindahkan pada
tahun 1911 ke ELS yang setingkat sekolah dasar untuk dipersiapkan masuk di HBS yang ada
di Surabaya. Setelah tamat dan bersekolah di HBS tahun 1915, Soekarno kemudian tinggal di
rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau HOS Cokroaminoto yang merupakan sahabat
dari ayah Soekarno. Darisanalah Soekarno kenal dengan dunia perjuangan yang membuatnya
menjadi pejuang sejati.

Momen Bersejarah 17 Agustus 1945

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan


kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Jepang dimana pada tanggal ini juga diperingati
sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia yang juga membuat Soekarno diangkat menjadi
presiden pertama Indonesia. Dalam biografi Soekarno, ia berhasil membentuk pancasila
dengan timnya sebagai dasar negara Indonesia.

Dengan proklamasi kemerdekaan ini juga membuat kawannya Mohammad Hatta


dinobatkan sebagai wakil presiden pertama Indonesia mendampingi Soekarno. Diluar
sosoknya sebagai Bapak Bangsa Indonesia, tidak banyak orang yang tahu jika Soekarno
pernah menikah sebanyak sembilan kali. Kharisma yang luar biasa dimiliki oleh Soekarno
melalui penuturan orang – rang yang dekat dengannya membuat wanita cantik terkesima dan
kemudian dijadikan istri Soekarno. Beliau tertarik dengan wanita sederhana dan sopan. Salah
satu istrinya Fatmawati pernah bertanya pada presiden Soekarno mengenai wanita yang
berpenampilan seksi. Beliau menjawab bahwa wanita yang penampilannya sopan dan
sederhana lebih menarik dan lebih ia sukai. Menurut Soekarno kecantikan seorang wanita
terlihat dari keaslian, tutur bahasanya, sikapnya dan kesederhanaan yang terpancar dari dalam
dirinya.
Itulah biografi Soekarno yang dapat menjadi teladan atas perjuangan sejak kecil
sampai menjadi bapak presiden pertama Indonesia yang dikenal dunia. Semoga biografi
Soekarno ini dapat bermanfaat dan membuatmu makin mengagumi sosok bapak presiden
pertama kita ya. Ikuti terus artikel biodata lainnya hanya di AkuPaham.
Bertahun-tahun dijajah oleh para penjajah, pada akhirnya Indonesia pun bisa
mengumandangkan kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia yang bertepatan dengan tanggal
17 Agustus puluhan tahun silam tentu tidak akan bisa dilepaskan dari jasa para pahlawan
yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini. Salah satu pahlawan
pemberani yang namanya tidak akan pernah bisa dilepaskan dari sisi kemerdekaan negeri ini
adalah Ir Soekarno. Proklamator sekaligus Presiden Indonesia yang pertama ini memang
memberikan begitu banyak pengaruh hingga akhirnya Indonesia bisa merdeka. Sebagai
bangsa yang menghargai pahlawannya, ada baiknya kita bisa mengetahui biografi Soekarno,
Sang Proklamator.

Masa kecil Ir Soekarno


Biografi Soekarno tentu harus diawali dari masa kecilnya lebih dulu sehingga Anda
bisa mengenal lebih dalam. Terlahir di Blitar tanggal 6 Juni 1901 dengan
nama Kusno Sosrodihardjo. Masa kecil Presiden Soekarno bersama kedua orang tuanya di
Blitar tidak dihabiskan dalam waktu lama. Ayahnya adalah Raden Soekemi Sosrodihardjo
yang merupakan seorang guru di Jawa, tepatnya di Surabaya. Sedangkan Ibunya adalah Ida
Ayu Nyoman Rai yang asalnya dari Buleleng, Bali. Selanjutnya Beliau tinggal dengan
kakeknya yang bernama Raden Hardjoko yang ada di Tulung Agung, Jawa Timur. Beliau
sempat bersekolah di sana meski tidak hingga selesai lantaran kembali ikut orang tuanya ke
Mojokerto.

Pendidikan Ir Soekarno
Mengenal biografi Soekarno, tentu tak lengkap jika tak tahu tentang riwayat
pendidikannya. Saat di Mojokerto, ayah Ir Soekarno nmenyekolahkan Soekarno kecil di
tempat sang ayah menjadi guru. Tetapi di tahun 1911 ayahnya memindahkan Soekarno ke
sekolah ELS atau Europeesche Lagere School yang bertujuan agar nantinya Soekarno bisa
mudah masuk ke HBS atau Hogere Burger School yang ada di Surabaya. Tamat sekolah di
Hogere Burger School di tahun 1915, Soekarno selanjutnya tinggal bersama Haji Oemar Said
Tjokroaminoto atau kini banyak yang lebih mengenal dengan nama H.O.S Cokroaminoto
dimana beliau ini adalah teman dari ayah Soekarno yang juga dikenal pendiri Serikat Islam.
Biografi Soekarno tentang pendidikan masih berlanjut dimana saat di rumah
Cokroaminoto, Soekarno yang masih muda pun mulai belajar dalam dunia politik. Soekarno
muda juga belajar untuk pidato dengan cara melakukannya sendiri di kamarnya di depan
cermin. Di sekolahnya, Hogere Burger School, Soekarno pun memperoleh banyak sekali ilmu
terkait banyak hal. Setelah menyelesaikan pendidikan di Hogere Burger School di tahun
1921, kemudian Soekarno pindah ke Bandung lalu tinggal bersama Haji Sanusi yang
kemudian melanjutkan sekolah ke THS atau Technische Hooge School di jurusan teknik sipil
dimana saat ini sudah menjadi ITB lalu kemudian bisa lulus di tanggal 25 Mei 1926 sehingga
mendapatkan gelar Insinyur atau Ir.

Biografi Soekarno Di Masa Pergerakan Nasional


Biografi Soekarno memasuki masa pergerakan nasional dimana di tahun 1926
Soekarno muda mendirikan Algemene Studie Club yang ada di Bandung. Ternyata organisasi
ini jadi awal mula mendirikannya Partai Nasional Indonesia dimana didirikan di tahun 1927.
Selanjutnya aktivitas Soekarno di Partai Nasional Indonesia pun menyebabkannya ditangkap
oleh Belanja pada Desember 1929 lalu memunculkan pledoi fenomenal saat itu yaitu
Indonesia Menggugat. Beliau kemudian dibebaskan saat 31 Desember 1931.

Selanjutnya Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia atau Partindo pada Juli
1932 dimana partai ini adalah pecahan Partai Nasional Indonesia. Karena aktivitasnya ini,
Soekarno pun kembali ditangkap pada Agustus 1933 lalu diasingkan ke Flores. Pada kondisi
ini, Soekarno pun hampir dilupakan para tokoh nasional karena lokasinya yang jauh dan
terasing. Meski begitu, semangat Soekarno pun tidak pernah runtuh meski dalam
pengasingan yang bisa tersirat dari setiap surat ke Ahmad Hassan yang merupakan Guru
Persatuan Islam. Biografi Soekarno masih berlanjut dalam masa pengasingan yang
dipindahkan ke Provinsi Bengkulu di tahun 1938. Soekarno pun bisa bebas di masa
penjajahan Jepang di tahun 1942.

Biografi Soekarno di masa penjajahan Jepang


Ketika awal masa penjajahan Indonesia oleh Jepang sekitar tahun 1942 sampai 1945,
pemerintah Kepang masih belum memperhatikan tokoh dari pergerakan Indonesia. Hal ini
bisa terlihat dari Gerakan 3A yang tokohnya adalah Shimizu dan Mr. Syamsuddin dimana
mereka berdua kurang populer. Tapi pada akhirnya pada masa pemerintahan Jepang, tokoh
Indonesia ini kemudian mulai diperhatikan lalu dimanfaatkan juga mulai dari Soekarno, Moh
Hatta dan masih banyak lagi beserta organisasinya, sehingga diusahakan bisa menarik
perhatian dari penduduk Indonesia.

Masih berlanjut biografi Soekarno saat masa penjajahan Jepang dimana disebutkan
ragam organisasi mulai dari Jawa Hokokai, BPUPKI, Pusat Tenaga Rakyat (Putera) hingga
PPKI dengan tokoh mulai dari Soekarno, Moh Hatta, Ki Hajar Dewantara, hingga K.H Mas
Mansyur dan tokoh yang lainnya yang aktif dalam aktivitas pergerakan nasional. Akhirnya,
para tokoh nasional ini kemudian bekerja sama bersama pemerintah Jepang dalam mencapai
kemerdekaan Indonesia. Meski begitu, tetap ada yang melakukan gerakan bawah tanah yaitu
Amir Sjarifuddin dan Sutan Syahrir, mengingat mereka menganggap jika Jepang merupakan
fasis berbahaya.

Soekarno Di Antara Para Pemimpin Dunia


Di tahun 1943, Hideko Tojo yang merupakan Perdana Menteri Jepang mengundang
para tokoh Indonesia yakni Soekarno, Moh Hatta hingga Ki Bagoes Hadikoesoemo menuju
Jepang dan langsung diterima oleh Kaisar Hirohito. Bintang kekaisaran yaitu Ratna Suci pun
diberikan kepada ketiga tokoh tersebut oleh Kaisar Hirohito. Penganugerahan ini pun
menjadikan pemerintahan pendudukan Jepang kaget lantaran karena adanya penganugerahan
bintang itu maka ketiga tokoh dari Indonesia tersebut sudah dianggap sebagai keluarga dari
Kaisar Jepang itu.

Namun saat Agustus 1945 beliau kembali diundang Marsekal Terauchi yang
merupakan pimpinan Angkatan Darat di wilayah Asia Tenggara di daerah Vietnam dimana
menyatakan jika proklamasi Indonesia adalah urusan dari rakyat Indonesia. Tetapi karena
banyaknya Soekarno berhubungan dengan pemerintahan Jepang dan badan organisasi Jepang
menjadikan Soekarno pun justru dituduh Belanda sudah bekerja sama dengan pihak Jepang
misalnya dalam kasus romusha.

Biografi Soekarno Di Masa Perang Revolusi


Menjelang persiapan Proklamasi kemerdekaan RI, Soekarno pun mulai
mempersiapkan segalanya bersama para tokoh nasional. Setelah sudah BPUPKI selesai,
terbentuklah Panitia Kecil yang beranggotakan 8 orang resmi dan Panitia Kecil yang
beranggorakan sembilan orang dimana disebut Panitia Sembilan dan menghasilakan piagam
yang dikenal dengan Piagam Jakarta dan juga PPKI. Soekarno dan Moh Hatta pun
mendirikan Negara Indonesia yang berdasar Pancasila beserta UUD 1945.

Menjelang pembacaan teks proklamasi, Presiden Soekarno menyatakan jika meski


beberapa tokoh bekerja sama dengan pihak Jepang, namun sebetulnya rakyat Indonesia tetap
mengandalkan kekuatannya sendiri dalam mengusahakan kemerdekaan. Dalam biografi
Soekarno, disebutkan jika beliau amat aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan misalnya
dengan merumuskan Pancasila, UUD 1945 hingga dasar pemerintahan Indonesia hingga
perumusan naskah proklamasi kemerdekaan juga. Beliau sempat juga dibujuk untuk bisa
menyingkir ke Rengasdengklok sehingga ada peristiwa Rengasdengklok yang selalu
disebutkan dalam sejarah bangsa Indonesia.

Setelah pertemuannya dengan Marsekal Terauchi di Vietnam, maka terjadilah


peristiwa Rengasdengklok di tanggal 16 Agustus 1945 dimana Soekarno dan Moh Hatta yang
dibujuk pemuda menyingkir ke asrama pasukan PETA di Rengasdengklok. Tokoh pemuda
pembujuk Soekarno dan Moh Hatta diantaranya adalah Soekarni, Wikana, Singgih hingga
Chairul Saleh. Pemuda ini menuntut Soekarno dan Moh Hatta untuk bisa segera
memproklamasikan kemerdekaan RI lantaran Indonesia sedang terjadi kevakuman
kekuasaan.

Kevakuman kekuasaan ini sebetulnya terjadi lantaran Jepang sudah mengaku


menyerah dan pasukan sekutu pun belum tiba. Meski begitu Soekarno dan Moh Hatta tetap
menolak karenalasannya adalah masih menunggu kejelasan dari penyerahan Jepang ini.
Alasan lain ini adalah karena Soekarno sedang menunggu tanggal tepat yaitu 17 Agustus
1945 dimana saat itu sedang bertepatan bulan Ramadhan dimana diyakini sebagai bulan turun
wahyu untuk kaum muslim yaitu Al-Qur’an sehingga proklamasi pun tetap dilakukan di
tanggal 17 Agustus 1945.

Selanjutnya di tanggal 18 Agustus 1945, PPKI kemudian mengangkat Presiden dan


Wakil Presiden RI yang pertama yaitu Soekarno dan Moh Hatta. Pengangkatan ini kemudian
dikukuhkan di tanggal 29 Agustus 1945 oleh KNIP. Baru sebentar jadi Presiden, Soekarno di
tanggal 19 September 1945 sudah mampu menyelesaikan masalah tanpa adanya pertumpahan
darah yang ada di Lapangan Ikada dimana ada 200 ribu lebih rakyat Jakarta yang berencana
bentrok dengan pasukan Jepang dengan senjata yang masih lengkap.
Ketika sekutu datang dengan pimpinan saat itu adalah Letjen. Sir Phillip Christison, mereka
pun akhirnya mengakui dengan de facto kedaulatan Indonesia setelah adanya pertemuan
dengan Presiden Soekarno. Presiden pun berusaha keras untuk bisa menyelesaikan krisis
yang saat itu terjadi di Surabaya. Tetapi karena adanya provokasi dari pasukan Belanda dan
membonceng sekutu di bawah Inggris, pada akhirnya peristiwa 10 November 1945 tetap
meledak yang akhirnya menggugurkan pahlawan Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.

Provokasi yang terus terjadi di Jakarta masa itu membuat kondisi pemerintahan
cenderung sulit. Karena itu Presiden Soekarno pun memutuskan memindah Ibukota yang
awalnya di Jakarta kemudian pindah ke Yogyakarta yang diikuti oleh Wakil Presiden beserta
pejabat tinggi lain. Kedudukan Presiden Soekarno berdasar UUD 1945 saat itu adalah selaku
kepala pemerintahan namun juga kepala negara. Namun selama adanya revolusi saat itu,
sistem pemerintahannya berubah menjadi semi presidensiil dimana Presiden Soekarno adalah
kepala negara lalu Sutan Syahrir menjadi Perdana menteri yakni kepala pemerintahannya.
Hal ini adalah jalan agar Indonesia menjadi negara yang lebih demokratis.

Namun perlu diketahui juga karena meski sistem pemerintahannya berubah, ketika
revolusi kemerdekaan kedudukan dari Presiden Soekarno sendiri tetap yang paling penting,
terutama ketika menghadapi peristiwa Madiun di tahun 1948 dan Agresi Militer Belanda II
saat itu yang menjadikan Presiden dan Wakil Presiden beserta pejabat tinggi ditahan oleh
Belanda. Meski saat itu sudah dibentuk Pemerintahan Darurat RI yang ketuanya adalah
Sjarifuddin Prawiranegara, namun kenyatan yang ada dunia internasional tetap mengakui jika
Soekarno dan Moh Hatta adalah pemimpin sesungguhnya di Indonesia sehingga dari
kebijakannya saja yang mampu menyelesaikan sengketa yang ada antara Indonesia dan
Belanda.

Biografi Soekarno Di Masa Kemerdekaan


Setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, Presiden Soekarno
pun diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat sdengan Mohamad Hatta sebagai
Perdana menterinya. Lalu jabatan Presiden RI diberikan kepada Mr Assaat dimana dikenal
sebagai RI Jawa-Yogya saat itu. Meski begitu, karena tuntutan Indonesia menjadi yang ingin
Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, maka 17 Agustus 1950 RIS diubah kembali
menjadi RI dan Soekarno kembali menjadi Presiden RI. Saat itu Indonesia sedang mengalami
jatuh bangun kabinet dimana Presiden Soekarno kurang percaya pada sistem multipartai dan
menyebut sebagai penyakit kepartaian.

Selain itu, Presiden Soekarno juga memberikan banyak gagasan di dunia internasional
karena keprihatinan pada nasib bangsa di Asia-Afrika yang banyak belum merdeka dan
belum memiliki hak menentukan nasib sendiri. Hal ini juga yang menjadikan Presiden
Soekarno mengambil inisiatif mengadakan Konferensi Asia Afrika di tahun 1955 saat itu di
Bandung. Di Konferensi tersebut, para pimpinan negara ini kemudian membocarakan
berbagai macam persoalan mulai dari ketimpangan, kekhawatiran kemunculan perang nuklir,
ketidakadilan badan-badan internasional dalam hal pemecahan konflik dan banyak lagi
menjadi hal yang dibicarakan di sana.

Bersama dengan Presiden Gamal Abdel Nasser (Mesir), Josip Broz Tito (Yugoslavia),
U Nu (Birma), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan) dan Jawaharlal Nehru (India), Presiden
Soekarno mengadakan Konferensi Asia Afrika dan membuahkan Gerakan Non Blok. Atas
jasanya ini, banyak negara di kawasan Asia dan Afrika yang bisa mendapatkan kemerdekaan.
Meski begitu tak sedikit juga yang mengalami konflik panjang lantaran ketidakadilan. Atas
jasa besarnya inilah tak heran jika banyak penduduk di kawasan Asia dan Afrika yang
mengenal Soekarno. Untuk bisa menjalankan politik bebas aktif dunia internasional, maka
Presiden Soekarno juga berkunjung ke beberapa negara dan bertemu para pimpinan negara
lain seperti John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Nikita Khruschev (Uni Soviet), Mao
Tse Tung (RRC) hingga Fidel Castro (Kuba).

Masa Jatuhnya Sang Presiden


Meski banyak sekali jasa dari Presiden Soekarno, namun beliau juga mengalami masa
jatuh dimana dimulai sejak beliau berpisah dengan Wakil Presiden Moh Hatta di tahun 1956
karena pengunduran diri Moh Hatta dari dunia politik Indonesia. Belum lagi dengan
banyaknya pemberontakan dari separatis dan terjadi di wilayah Indonesia. Puncak
pemberontakan ini pun terjadi dengan adanya G 30 S PKI dimana menjadikan Presiden
Soekarno tidak mampu memenuhi impiannya untuk menjadikan bangsa Indonesia sejahtera
serta makmur.
Setelah itu Soekarno mengalami pengucilan yang dilakukan oleh Presiden pengganti
yaitu Soeharto. Soekarno yang sudah tua pun kerap sakit dan akhirnya wafat di tanggal 21
Juni 1970 di Jakarta tepatnya di Wisma Yaso. Jenazah beliau dikuburkan di Blitar dan sampai
saat ini menjadi ikon Blitar. Tiap tahun, jutaan wisatawan kerap dikunjungi wisatawan baik
dari dalam maupun luar negeri, apalagi saat ada haul Bung Karno.

Penghargaan Yang Diperoleh Soekarno


Semasa hidup, Soekarno memperoleh banyak penghargaan mulai dari gelar Doktor
Honoris Causa yang didapat dari 26 universitas dari dalam dan luar negeri. Beliau juga
mendapatkan penghargaan berupa bintang kelas satu yakni The Order of the Supreme
Companions yang diberikan Thabo Mbeki yakni Presiden Afrika Selatan karena mampu
mengembangkan solidaritas secara internasional demi bisa melawan bentuk penindasan dari
negara maju. Itulah sekelumit biografi Soekarno, sang Proklamator kebanggaan Indonesia
yang bisa dijadikan bahan pembelajaran untuk seluruh rakyat Indonesia atas kegigihan,
semangat dan kecerdasannya demi membangun negara.
Biografi Achmad Soebardjo

Achmad Soebardjo

Menteri Luar Negeri RI ke-1


Masa jabatan: 2 /9/ 1945-14/11/1945

Informasi pribadi:
Tanggal Lahir: 23 Maret 1896
Tempat Lahir: Karawang, Jawa Barat,
Hindia Belanda
Meninggal : 15 Desember 1978
Jakarta, Indonesia
Kebangsaan: Indonesia

Alma mater:
Universitas Leiden Belanda
Profesi: Diplomat
Agama: Islam

Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo adalah tokoh pejuang kemerdekaan


Indonesia, diplomat, dan seorang Pahlawan Nasional Indonesia, beliau juga merupakan
Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Ia lahir di Karawang, Jawa Barat pada 23
Maret 1896 - meninggal 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun. Achmad Soebardjo
memiliki gelar Meester in de Rechten, yang diperoleh di Universitas Leiden Belanda pada
tahun 1933.

Awal mula
Achmad Soebardjo lahir dari pasangan Teuku Muhammad Yusuf (ayah) - Wardinah
(Ibu). Ayahnya masih keturunan bangsawan Aceh dari Pidie. Kakek Achmad Soebardjo dari
pihak ayah adalah Ulee Balang dan ulama di wilayah Lueng Putu, sedangkan Teuku Yusuf
adalah pegawai pemerintahan dengan jabatan Mantri Polisi di wilayah Teluk Jambe,
Kerawang. Sedangkan Ibu Achmad Soebardjo adalah keturunan Jawa-Bugis, dan merupakan
anak dari Camat di Telukagung, Cirebon.
Teuku Abdul Manaf adalah nama yang di berikan ayahnya pada saat awal, sedangkan
ibunya memberinya nama Achmad Soebardjo. Nama Djojoadisoerjo ditambahkannya sendiri
setelah dewasa, saat ia ditahan di penjara Ponorogo karena "Peristiwa 3 Juli 1946". Ia
bersekolah di Hogere Burger School, Jakarta (saat ini setara dengan Sekolah Menengah Atas)
pada tahun 1917. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden, Belanda
dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Sarjana Hukum) di
bidang undang-undang pada tahun 1933.

Riwayat perjuangan
Semasa masih menjadi mahasiswa, Soebardjo aktif dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia melalui beberapa organisasi seperti Jong Java dan Persatuan
Mahasiswa Indonesia di Belanda. Pada bulan Februari 1927, ia pun menjadi wakil Indonesia
bersama dengan Mohammad Hatta dan para ahli gerakan-gerakan Indonesia pada
persidangan antarbangsa "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang
pertama di Brussels dan kemudiannya di Jerman. Pada persidangan pertama itu juga ada
Jawaharlal Nehru dan pemimpin-pemimpin nasionalis yang terkenal dari Asia dan Afrika.
Sewaktu kembalinya ke Indonesia, ia aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).

Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok adala peristiwa yang terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945
dimana para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, Shodanco
Singgih, dan pemuda lain, membawa Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.
Di Rengasdengklok, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah
menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta,
golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan
perundingan. Achmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Achmad Soebardjo ke
Rengasdengklok. Mereka menjemput Soekarno dan Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Achmad
Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan
kemerdekaan.
Naskah proklamasi
Konsep naskah proklamasi disusun oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad
Soebardjo di rumah Laksamana Muda Maeda. Setelah selesai dan beragumentasi dengan para
pemuda, dinihari 17 Agustus 1945, Bung Karno pun segera memerintahkan Sayuti Melik
untuk mengetik naskah proklamasi.
BIOGRAFI DR. K.R.T. RAJIMAN WEDYODININGRAT

Dalam kesempatan ini, Pikiran Sejarah akan menjelaskan tentang biografi dari
seorang dokter hebat yang merupakan tokoh pergerakan nasional. Sosok yang akan kita bahas
adalah K.R.T Dr. Radjiman Wedyodiningrat, seorang dokter yang merupakan penggagas
kemerdekaan Indonesia yang sekarang namanya merupakan seorang pahlawan nasional
Indonesia. Dr Radjiman Wedyoningrat dilahirkan di Yogyakarta, 21 April 1879, dia lahir dari
keluarga biasa. Ayahnya seorang penjaga toko di Yogyakarta yang bernama Ki Sutrodono
dan ibunya seorang ibu rumah tangga yang berdarah Gorontalo. Semasa kecil dia sangat
berbakat, terlihat dari kecerdasannya dan ambisinya dalam menempuh pendidikan. Dia
memperoleh gelar K.R.T (Kanjeng Raden Tumenggung) dari kasultanan Yogyakarta karena
jasanya telah bekerja di rumah sakit Yogyakarta pada masa Hindia-Belanda.

Menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa, semasa kecil dia pernah belajar dari
mendengarkan di bilik jendela SD, ia menginginkan untuk bersekolah pada saat itu, namun
terhambat karena dia merupakan anak seorang pribumi, pada masa itu Belanda membatasi
pendidikan pada kaum pribumi, dan hanya seorang keturunan bangsawan sajayang dapat
memperoleh pendidikan. Aksi mengintip dr. Radjiman akhirnya diketahui oleh seorang guru
Belanda, dan karena kasihan dia memperbolehkan Radjiman masuk kelas dan
mendengarkannya. Radjiman sudah kehilangan orang tuanya di masa kecilnya. Tetapi, karena
keprihatinannya dan melihat bakat dan cita - cita tinggi yang tetanam pada dirinya, maka Dr
Wahidin Soehirohoesodo mengangkat sebagai anaknya dan membiayai pendidikannya untuk
menyekolahkan pemuda berbakat tersebut ke pendidikan yang lebih tinggi. Dia lalu
disekolahkan di STOVIA (Pendidikan Dokter Bumiputera Pada masa Hindia- Belanda) dan
lulus dengan gelar "Dokter Jiwa" pada tahun 1898. Kemudian dia menempuh karirnya
sebagai dokter jiwa di Banyumas, Madiun, Purworejo, dan Semarang selama beberapa tahun.
Selepas itu, maka dia memutuskan untuk meneruskan pendidikannya dan menjadi asisten di
STOVIA dan lulus sebagai Indisch Arts.

Kemudian dia bekerja di rumah sakit di Sragen, dan menjadi asisten Dokter
Kasunanan Surakarta, dan juga menjadi seorang dokter jiwa di Lawang Jawa Timur, dan
namanya dijadikan sebagai nama rumah sakit tersebut dengan nama RSJ Radjiman
Widiodiningrat. Pada tahn1909 kemudian dia melanjutkan pendidikan dokternya ke negeri
Belanda. Dia lulus dengan hasil memuaskan dan dia dipercaya menjadi dokter untuk
mengkhitan putra - putra susuhunan Surakarta. Dia kemudian menjadi Dokter di Istana
Kasunanan Surakarta pada tahun 1911. Kedudukan dokternya menjadi setara dengan dokter -
dokter lulusan Belanda. Hal itu merupakan sesuatu yang sulit untuk di capai oleh seorang
anak pribumi seperti dirinya. Selain di Belanda dia juga melanjutkan opendidikannya di
Prancis dan Jerman. Selain ahli jiwa dia juga merupakan ahli bersalin, ahli penyakit
kandungan.

Dia kemudian kembali aktif berpolitik dan bergabung dengan Boedi Utomo dan
menjabat sebagai ketua selama setahun pada periode 1914-1915. Dia mewakili organisasi
tersebut hingga tahun 1931 di Volkskraad (Dewan Rakyat Masa Hindia Belanda). Dia
memilkiki peranan yang besar dalam kemerdekaan Indonesia. Dia menjadi ketua BPUPKI
(Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada jaman penjajahan Jepang.
Dia juga sempat menanyakan kepada Soekarno tentang ideologi bangsa Indonesia setelah
merdeka dan kemudian dijawab oleh soekarno dengan tegas yaitu "Pancasila". Hal tersebut
berdasarkan uraian buku pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama di tahun1948 di
desa Dirgo, Ngawi tahun 1948.
Dia sebagian besar menghabiskan waktunya di desa Dirgo, Kecamatan Wedodaaren
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Dia memutuskan menetap disana karena keprihatinan
melihat warga Ngawi terserang penyakit pes. Saat itu juga dia mengabdikan sebagaidokter
ahli penyakit pes. Disana dia memiliki peranan besar, jiwa sosialnya tinggi. Disana dia
menolong masyarakat yang membutuhkan. Di Ngawi, dr. Radjiman menularkan ilmunya
kepada anak - anak yang membutuhkan. Karena disana mereka tidak bisa mengenyam
pendidikan karena kekurangan biaya. Kemudian dia juga mendirikan sekolah dasar, dan
jejaknya masih ada hingga sekarang, yaitu SD Negeri 3, 4, 5 Kauman Dia sangat peduli
dengan kesehatan masyarakat, dia juga menularkan ilmu ahli kandungannya dengan
memberdayakan dukun beranak untuk mencegah kematian ibu saat bersalin. Oleh karena itu,
dia memiliki andil yang besar menolong masyarakat pribumi yang kekurangan.

Pada tanggal 20 September 1952 dia menghembuskan nafas terakhirnya di desa


Dirgo, Kabupaten Ngawi. Dan jenazahnya dikebumikan di tanah kelahirannya Yogyakarta di
Desa Melati, Sleman Yogyakarta. Makamnya bedekatan dengan ayah angkatnya yaitu dr.
Wahidin Soedirohoesodo.
BIOGRAFI MUHAMMAD YAMIN

Mohammad Yamin merupakan salah satu tokoh yang ikut terlibat dalam
pengeluaran gagasan mengenai dasar negara bersama dengan Presiden pertama Republik
Indonesia, yaitu Ir. Soekarno dan juga Dr. Soepomo pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1
Juni 1945 pada sidang pertama BPUPKI.
Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H. lahir pada tanggal 24 Agustus 1903 di Talawi,
Sawahlunto, Sumatera Barat.
Mohammad Yamin itu seorang yang ahli dalam hukum, budayawan, politikus,
sastrawan, dan sejarahwan. Ia juga dikenal sebagai salah satu pelopor Sumpah Pemuda
sekaligus "pencipta imaji keindonesiaan", yang mempengaruhi persatuan Indonesia.

Mohammad Yamin putra dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti
Saadah yang masing-masing berasal dari Sawahlunto dan Padang Panjang. Menurut
informasi yang kami dapat, ayahnya mempunyai 16 orang anak dari 5 istri, yang hampir
keseluruhan anak-anaknya menjadi intelektual yang berpengaruh dalam perkembangan
Indonesia.
Saudara-saudara dari Mohammad Yamin, antara lain : Djamaluddin Adinegoro,
seorang wartawan terkemuka, Muhammad Yaman, seorang pendidik, Ramana
Usman, pelopor korps diplomatik Indonesia. Selain itu, sepupunya yang
bernama Mohammad Amir, merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Jejak Pendidikan Mohammad Yamin
Moh. Yamin mendapatkan pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche
School (HIS) di Palembang kemudian beliau melanjutkannya di Algemeene Middelbare
School (AMS) di Yogyarakrta.

Ketika di AMS Yogyakarta, Moh. Yamin mulai mempelajari sejarah purbakala dan
berbagai bahasa seperti Yunani Latin, dan Kaei. Setelah tamat dari pendidikannya, ia berniat
untuk melanjutkannya ke Leiden, Belanda, tapi hal tersebut tidak terjadi karena ayahnya
meninggal dunia.

Mohammad Yamin kemudian menjalani kuliah di Rechtshoogeschool te


Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, yang kelak menjadi Fakultas Hukum Universitan
Indonesia), dan beliau berhasil memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum)
pada tahun 1932.

Mohammad Yamin di Dunia Sastra


Moh. Yamin memulai karier sebagai seorang penulis sekitar pada taun 1920-an
semasa dunia sastra di Indonesia sedang mengalami perkembangan. Karya-karya pertamanya
ia tulis menggunakan bahasa Melayu dalam Jurnal Jong Sumatera, sebuah jurnal berbahasa
Belanda pada tahun 1920.

Pada tahun 1922, Yamin muncul untuk pertama kalinya sebagai penyair dengan
puisinya, yang berjudul Tanah Air; yang ia maksud dengan tana airnya, yaitu Minangkabau
di Sumatera. Tanah Air merupakan himpunan dari pusisi modern Melayu pertama yang
diterbitkan.

Pada tanggal 28 Oktober 1928, munculnya himpunan dari puisi modern yang kedua,
yaitu dengan berjudul Tumpah Daraku. Karya ini dinilai sangat penting dari segi sejarah,
karena pada waktu itulah Yamin beserta dengan beberapa orang pejuang kebangsaan
memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang
tunggal.
Dalam karya puisinya, Yamin banyak menggunakan bentuk soneta yang dipinjamnya
dari literarut Belanda, ia juga sering melakukan eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya,
namun ia lebih menepati norma-norma klasik Bahasa Melayu.

Tidak hanya dalam hal puisi, Moh. Yamin juga menerbitkan banyak drama, esei, dan
novel sejarah. Ia juga menerjemahkan karya-karya dari William Shakespeare (drama Julius
Caesar) dan Rabindranath Tagore.

Karya-karya Mohammad Yamin


Nah, berikut ini beberapa karya dari Moh. Yamin

1. Tanah Air (Puisi-1922)


2. Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
3. Kalau Dewa Tara Sudah Berkata (drama-1932)
4. Ken Arok dan Ken Dedes (drama-1934)
5. Sedjarah Peperangan Dipanegara (1945)
6. Tan Malaka (1945)
7. Gadjah Mada (novel-1948)
8. Sapta Dharma (1950)
9. Revolusi Amerika (1951)
10. Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia (1951)
11. Bumi Siliwangi (Soneta-1954)
12. Kebudayaan Asia-Afrika (1955)
13. Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi (1956)
14. 6000 Tahun Sang Merah Putih (1958)
15. Naskah Persiapan Undang-undang Dasar, 3 jilid (1960)
16. Ketatanegaraan Madjapahit, 7 jilid

Sepak Terjang Mohammad Yamin di Dunia Politik


Moh. Yamin memulai karier politiknya saat ia masih menjadi mahasiswa di Jakarta.
Pada waktu itu ia bergabung ke dalam organisasi Jong Sumatranen Bond dan menyusun
ikrah Sumpah Pemuda yang dibacakan pada Kongres Pemuda II.
Dalam ikrar tersebut, Yamin menetapkan Bahasa Indonesia, yang berasal dari Bahasa
Melayu sebagai bahasa nasional Indonesia. Melalui organisasi Indonesia Muda, Yamin
mendesak agar Bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat persatuan. Kemudian selepas
kemerdekaan, Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi serta bahasa utama dalam
kesusateraan Indonesia.

Mohammad Yamin yang kuliah di Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, akhirnya pada
tahun 1932 memperoleh gelar sarjana hukum. Ia bekerja dalam bidang hukum di Jakarta
sampai tahun 1942, masih di tahun yang sama, ia tercatat sebagai anggota Partindo.

Partindo bubar, bersama dengan Adenan Kapau Gani dan Amir Sjarifoeddin, ia
mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Ia terpilih sebagai anggota Volksraad pada
tahun 1939.

Pada masa pendudukan negara Jepang di Indonesia pada tahun (1942-1945), Yamin
bertugas di Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong
oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Mohammad Yamin juga mengemukakan pendapatnya mengenai dasar negara pada sidang
pertama BPUPKI yang dilaksanankan pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Berikut ini
usulan dasar negara dari Moh. Yamin :

1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat.

Pada sidang BPUPKI, Yamin banyak memainkan peran. Ia berpendapat agar hak asasi
manusia dimasukkan ke dalam konstitusi negara. Ia juga mengusulkan agar wilayah
Indonesia pasca-kemerdekaan, mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor
Portugis, serta semua wilayah Hindia Belanda.

Soekarno yang pada saat itu juga merupakan anggota BPUPKI menyokong ide Yamin
tersebut. Pasca kemerdekaan, Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama,
dan Yamin juga dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahannya.

Pasca kemerdekaan, beberapa jabatan yang pernah dijabat oleh Moh. Yamin antara lain :

1. Anggota DPR (sejak tahun 1950)


2. Menteri Kehakiman (1951-1952)
3. Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953-1955)
4. Menteri Urusan Sosial dan Budaya (1959-1960)
5. Ketua Dewan Perancang Nasional (1962)
6. Ketua Dewan Pengawan IKBN Antara (1961-1962)
7. Menteri Penerangan (1962-1963)
Pada saat menjabat sebagai Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayan, Yamin
banyak mendorong pendirian universitas-universita negeri dan swasta di seluruh Indonesia.
Di antara perguruan tinggi yang ia dirikan adalah Universitas Andalas di Padang, Sumatera
Barat.

Mohammad Yamin dengan Keluarga


Mohammad Yamin menikah dengan Siti Sundari pada tahun 1937. Istrinya adalah
seorang putri bangsawan dari Kadilangu, Demak, Jawa Tengah. Dari pernikahan tersebut
mereka dikaruniai satu orang putra, yang bernama Dang Rahadian Sinayangsih Yamin.

Pada tahun 1969, Dian melangsungkan pernikahannya dengan Raden Ajeng Sundari
Merto Amodjo, putri tertua dari Mangkunegoro VIII (butuh rujukan).

Akhir Hidup Mohammad Yamin


Mohammad Yamin lahir pada tanggal 24 Agustus 1903 di Talawi, Sawahlunto,
Sumatera Barat dan meninggal pada tanggal 17 Oktober 1962.

Penghargaan
Atas jasa-jasanya dalam perkembangan Indonesia, Moh. Yamin mendapat beberapa
penghargaan.

1. Gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1973 sesuai dengan SK Presiden RI No.
088/TK/1973.
2. Bintang Mahaputra RI, tanda penghargaan tertinggi dari Presiden RI atas jasa-
jasangan pada nusa dan bangsa.
3. Tanda penghargaan dari Corps Polisi Militer sebagai pencipta lambang Gajah Mada
dan Panca Darma Corps.
4. Tanda penghargaan Panglima Kostrad atas jasanya menciptakan Pataka Komando
Cadangan Strategi Angkatan Darat

Anda mungkin juga menyukai