Anda di halaman 1dari 5

BIOGRAFI URIP SUMOHARJO - PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA

Nama tokoh pahlawan yang satu ini banyak diabadikan sebagai nama jalan dan juga bangunan di
banyak wilayah di Indonesia. Jenderal Urip Sumoharjo, semasa hidupnya ia dikenal sebagai Kepala Staf
TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang pertama pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Ia berperan
banyak dalam terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI) bisa dikatakan ia sebagai salah satu pendiri
dari TNI. Beliau lahir pada tanggal 22 Februari 1893 di desa Sindurjan, Purworejo, yang pada waktu itu
masih wilayah Hindia Belanda. Saat lahir ia dinamakan Muhammad Sidik yang kemudian waktu kecil
diganti dengan nama Urip Sumoharjo. Ayahnya bernama Soemohardjo dan ibunya merupakan putri dari
seorang bangswan, Bupati Trenggalek. Urip Sumoharjo memiliki saudara berjumlah lima orang. Semasa
kecilnya Urip Sumoharjo dikenal sebagai anak nakal namun ia memiliki kemampuan dalam memimpin.

Profil Masa Kecil Urip Sumoharjo

Urip Sumoharjo kemudian memulai sekolah dasarnya di sekolah khusus suku Jawa, dimana
kepala sekolahnya adalah ayahnya sendiri, namun karena kenakalannya, orang tuanya kemudian
memasukkan ia di Europese Lagere Meisjesschool atau yang dikenal dengan Sekolah Putri Belanda,
harapannya agar kenakalan Urip Sumoharjo dapat hilang dan juga agar ia dapat belajar bahasa Belanda
dengan baik. Selama satu tahun disana, kelakuannya kemudian dapat berubah, sehingga ia kemudian
dikirim ke Sekolah Putra namun prestasinya tetap buruk.

Kemudian pada tahun 1908, Urip pindah ke Magelang untuk melanjutkan sekolahnya di OSVIA
(Opleidingsschool Voor Inlandse Ambtenaren) atau dikenal dengan sekolah pendidikan pegawai negeri
dengan harapan agar nanti Urip dapat mengikuti jejak kakeknya sebagai seorang Bupati. Namun
kematian ibunya pada tahun 1909, membuat Urip Sumoharjo menjadi depresi dan kemudian lebih banyak
menyendiri.

Sebelum lulus dari OSVIA, Urip Sumoharjo membuat keputusan dengan mengikuti akademi
militer di Kota Batavia tepatnya di Meester Cornelis. Ayah Urip yakni Soemohardjo sangat tidak setuju
dengan keputusan putranya tersebut, ia bahkan membujuk putranya dengan memberikan uang sebesar
1000 Gulden agar putranya kembali bersekolah ke OSVIA. Namun keputusan Urip yang sudah bulat
sehingga ayahnya terpaksa menyetujui keputusan Urip.

Urip Sumoharjo Masuk di Akademi Militer KNIL Belanda

Di Akademi militer, Urip lulus pada tahun 1914 dengan pangkat letnan dua di KNIL (Koninklijk
Nederlands-Indische Leger). Di KNIL, ia bertugas selama 25 tahun dan berpindah-pindah tempat dalam
bertugas, seperti ke Banjarmasin, Borneo, kemudian pindah ke Balikpapan. Selama di kalimantan, dari
Balikpapan ia kemudian pindah ke Samarinda, Tarakan hingga ke Malinau. Lama di Kalimantan, ia
kemudian pindah ke Jawa, tepatnya di kampung halamannya di Purworejo, kemudian pada tahun 1925,
ia ditugaskan ke Magelang memimpin sebuah unit militer KNIL bernama Marchausse te Voet.

Di Magelang pula ia kemudian menikah dengan seorang wanita bernama Rohmah Soebroto, putri
dari guru bahasa jawa dan Melayu Urip ketika bersekolah. Ia menikah pada tanggal 30 juni 1926. Di
Magelang pula ia menggunakan nama ayahnya di belakang namanya yaitu Urip Sumoharjo. Dari
Magelang, ia kemudian di tugaskan ke Ambarawa untuk melatih prajurit lokal. Ia naik promosi menjadi
seorang kapten.

Urip Sumoharjo saat masih menjadi perwira KNIL Belanda

Kemudian pada bulan Juli 1928, Urip cuti dari kegiatan militer dan berkeliling Eropa dengan
istrinya, kembali dari Eropa ia kemudian di tugaskan di Meester Cornelis. Tak lama disana, ayahnya
meninggal dunia dan kemudian di tahun 1933, ia ditugaskan ke padang panjang di pulau sumatera, namun
tak lama disana ia kemudian ke Eropa lagi, sekembalinya dari Eropa, ia kemudian naik pangkat sebagai
Mayor dan menjadi seorang pribumi petama dengan pangkat tertinggi di KNIL.

Ia di tempatkan di Purworejo, namun karena berselisih dengan bupati disana, ia kemudian akan
dipindahkan ke Gembong namun Urip menolak pemindahan tersebut dan memilih untuk keluar dari
KNIL dan tinggal di Yogyakarta di rumah mertuanya.

Selama di Yogyakarta, ia banyak menghabiskan waktunya dengan menanam anggrek, di


Yogyakarta pula ia kemudian membeli sebuah villa di wilayah Gentan dan tinggal disana. Bersama
istrinya, Urip menghabiskan waktunya dalam berkebun bunga dan hidup dari uang pensiunnya sebagai
perwira KNIL. Urip Sumoharjo diketahui mengadopsi seorang anak yatim piatu bernama Abby
keturunan Belanda dari panti asuhan di Semarang pada tahun 1940.

Hingga kemudian ketika Jerman menginvasi Eropa termasuk Belanda, Urip kemudian kembali
ke KNIL dan berangkat ke Bandung di Markas KNIL. Ia kemudian dipindahkan ke Cimahi untuk
membangun unit pasukan baru sebagai antisipasi ketika Jepang yang menjadi sekutu Jerman kala itu
akan menyerang Hindia Belanda (Indonesia).

Urip Sumoharjo Ditangkap Oleh Jepang

Namun ketika Jepang menguasai Hindia Belanda tahun 1942, Urip Sumoharjo ditangkap dan
kemudian dipenjara di kamp tawanan perang di Cimahi. Ia dipenjara selama tiga bulan, setelah bebas ia
ditawari untuk membentuk pasukan di bawah naungan Jepang namun Urip Menolak, ia lebih memilih
kembali ke rumahnya di Gentan dan melanjutkan kegiatannya dalam berkebun.

Di Villanya, ia banyak dikunjungi oleh perwira-perwira mantan anggota KNIL seperti A.H
Nasution yang biasa memberinya kabar mengenai kondisi kependudukan jepang saat itu. Setelah
berakhirnya kependudukan Jepang dan Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, Urip kemudian
pindah ke Yogyakarta di rumah mertuanya. di tahun yang sama BKR (Badan Keamanan Rakyat)
didirikan oleh pemerintah Indonesia dan Urip diberi tugas memimpin beberapa komandan militer
mendesak agar dibentuk sebuah formasi militer nasional. BKR kemudian atas keputusan Presiden
Soekarno dan Wakilnya Mohammad Hatta berubah menjadi organisasi kepolisian.

Menjadi Kepala Staf pertama TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Cikal Bakal TNI

Kemudian untuk memperkuat pertahanan nasional, TKR (Tentara Keamanan Rakyat) terbentuk
pada tanggal 14 oktober 1945, dan Urip Sumoharjo menjadi Kepala Staf pertama TKR (Cikal Bakal
Tentara Nasional Indonesia (TNI)). Di TKR, tugas Urip adalah menyusun persiapan dalam menghadapi
serangan Belanda yang diketahui akan merebut kembali Indonesia. Markas TKR kemudian dipusatkan
di Yogyakarta.

Urip Sumoharjo (kiri) Bersama Jenderal Sudirman

Selama memimpn TKR, Urip berupaya merangkul kembali perwira KNIL yang berasal dari
pribumi untuk bergabung dalam TKR. Namun disini muncul kecurigaan dari pada perwira nasionalis
lainnya. namun pada tanggal 20 oktober 1945, Urip berada dibawah perintah Menteri Pertahanan namun
Urip merasa diawasi sebab latar belakangnya yang berasal dari perwira tinggi KNIL Belanda.

Meskipun BKR dibawah kendali Urip, namun angkatan perang ini masih banyak yang bersifat
kedaerahan dan banyak anggota BKR yang tidak menerima perintah dari pusat sebab para anggota BKR
berasal dari tentara PETA (Pembela Tanah Air) yang dibentuk oleh jepang dan bersifat kedaerahan.

Kemudian pada tanggal 12 November 1945, Jenderal Sudirman terpilih sebagai panglima
angkatan perang Indonesia mengalahkan Urip yang banyak memiliki pengalaman dibidang militer. Tidak
terpilihnya Urip sebagai Panglima angkatan perang karena ia banyak dicurigai oleh perwira lain karena
latar belakangnya sebagai bekas perwira tinggi KNIL. Jenderal Sudirman bahkan menawarkkan posisi
panglima diisi oleh Urip Sumoharjo namun banyak perwira tinggi menolaknya. tetapi dari hal tersebut
Urip Sumoharjo merasa senang sebab ia tak lagi mengurusi angkatan perang.

Namun jenderal Sudirman berketetapan mempertahankan Urip Sumoharjo dalam struktur


organisasi militer Indonesia, ia bahkan diangkat sebagai kepala staf dengan pangkat sebagai letnan
jenderal. Sebagai kepala staf, Urip bertugas dalam hal penanganan masalah teknis dan juga organisasi
militer. Ia juga berperan sebagai penengah ketika mantan KNIL dan mantan tentara PETA memiliki
perbedaan pendapat.

Kemudian ketika TKR menjadi Tentara Keselamatan Rakyat dan kemudian menjadi Tentara
Republik Indonesia pada tahun 1945 di bulan januari, Urip Sumoharjo kemudian menjadi panitia besar
yang melakukan reorganisasi di badan militer indonesia, kemudian ia juga bertugas melakukan
perampingan di tubuh militer Indonesia.

Setelah Belanda berniat untuk menyerang Indonesia, Urip kemudian menyusun kekuatan untuk
menyerang Belanda namun tindakannya gagal setelah pemerintah Indonesia berdiplomasi dengan
Belanda melalui perjanjian Renville, adanya perjanjian ini membuat Urip Sumoharho tidak setuju, ia
lebih suka dengan taktik perang gerilya seperti yang dilakukan oleh jenderal Sudirman dan A.H
Nasution. Alasan Urip tidak setuju dengan perjanjian ini adalah perjanjian tersebut sengaja dibuat oleh
Belanda agar mereka bisa menyusun kekuatan untuk melakukan agresi militer di Indonesia.

Kurang percayanya Urip Sumoharjo terhadap militer membuat ia akhirnya keluar dan
memutuskan untuk mengundurkan diri, namun ia masih dipercaya sebagai penasihat menteri pertahanan
dan juga penasihat wakil presiden Mohammad Hatta dibidang militer. Ketika Amir Sjarifudin sebagai
Menteri Pertahanan ketika itu mulai mengumpulkan tentara-tentara yang berhaluan kiri, Urip Sumoharjo
kemudian mulai menaruh curiga dan melakukan kecaman atas tindakan tersebut.
Akhirnya usahanya bersama dengan Jenderal Sudirman yaitu menggabungkan pasukan dari
kalangan masyarakat umum atau biasa disebut laskar tentara dan TRI (Tentara Nasional Indonesia)
berhasil pada tanggal 2 juni 1947 dan kemudian resmi bergabung dengan nama TNI (Tentara Nasional
Indonesia), Urip Sumoharjo sendiri mendirikan sebuah akademi militer untuk merekrut calon-calon
tentara untuk Republik Indonesia yang berdiri di Yogyakarta.

Urip Sumoharjo Wafat

Hingga kemudian kondisi kesehatan Urip Sumoharjo terus melemah dan dirawat oleh Dr. Sim Ki
Ay, namun pada tanggal 17 November 1948, Urip Sumoharjo wafat setelah penyakit jantung
menyerangnya selain itu ia juga mengidap penyakit TBC. Tanggal 18 November 1948 ia kemudian
dimakamkan di Taman Makam Pahlwan Semaki, Yogyakarta dan pangkatnya dinaikkan menjadi
Jenderal secara anumerta. Urip Sumoharjo tidak memiliki keturunan atau anak kandung, adapun anak
angkatnya yaitu Abby juga meninggal dunia tiga tahun setelah Urip Sumoharjo wafat tepatnya tahun
1951 karena penyakit malaria dan kemudian menyusul istri Urip Sumoharjo yaitu Rohmah Soebroto
yang wafat di tahun yang sama pada bulan Oktober.

Urip Sumoharjo kemudian diberi gelar pahlawan nasional bersamaan dengan Jenderal Sudirman
oleh pemerintah melalui keputusan presiden Soekarno pada tahun 1964. Nama Urip Sumoharjo
kemudian banyak digunakan atau diabadikan sebagai nama jalan di banyak wilayah di Indonesia.

Tanda Kehormatan/Penghargaan Urip Sumoharjo

1. Bintang Sakti (1959),


2. Bintang Mahaputra (1960),
3. Bintang Republik Indonesia Adipurna (1967),
4. Bintang Kartika Eka Paki Utama (1968).
5. Pahlawan Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai