Nama asli beliau adalah Mohammad Ibnu Sayuti. Beliau dilahirkan di Sleman 22
November 1908. Orang tuanya bernama Abdul Mu'in alias Partoprawito dan Sumilah.
Istri beliau bernama Soerastri Karma. Istri Sayuti Melik merupakan seorang aktivis
perempuan sekaligus wartawan.
Beliau pernah di buang di Boven Digul (1927-1933) karena dianggap terlibat dengan PKI
oleh Belanda. Selama satu tahun beliau juga pernah ditawan dan dipenjara di Singapore,
pada tahun 1937 beliau [ulang ke Jakarta namun dimasukkan ke sel di Gang tengah
hingga 1938. Beliau juga mendirikan koran Pesat di semarang yang segala bagian
redaksi hingga percetakan dan penjualan beliau kerjakan sendiri bersama istrinya.
Namun mereka tetap tidak terlepas dari pengasingan. Selama menerbitkan koran
tersebut, Sayuti Melik atau istrinya bergantian keluar masuk penjara dan pengasingan.
Hal itu dikarenakan tulisan mereka yang tajam dan kritis. Pada kependudukan Jepang
tepatnya Putera didirikan, atas bantuan Bung Karno Sayuti Melik dan istrinya dapat
bersatu kembali. Selain aktif dalam dunia jurnalis, biografi Sayuti melik juga
menyebutkan bahwa dirinya juga menjadi anggota PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia)
Sayuti melik merupakan pemuda ataupun golongan tua yang sangat mendukung segera
diproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 16 Agustus
1945, Seokarno dan Hatta di culik dan dibawa ke Rengasdengklok. Karier politik Sayuti
Melik semakin berkembang. Beliau pernah menjabat sebagai anggota Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP). Sedangkan pada masa orde baru karier politik Sayuti Melik
berkembang menjadi DPR pada tahun 1971 hingga 1977. Beliau meninggal pada 27
Februari 1989. Penghargaan yang beliau dapat adalah Bintang Mahaputra (1961) dan
BIntang mahaputra Adiprana pada tahun 1973.
Karir Sayuti Melik
Anggota DPR/MPR, mewakili Golkar hasil Pemilu 1971 dan Pemilu 1977.
Penghargaan Sayuti Melik
Menerima Bintang Mahaputra Tingkat V (1961) dari Presiden Soekarno dan
Bintang Mahaputra Adipradana (II) dari Presiden Soeharto (1973)
PROFIL FATMAWATI
Biografi Fatmawati
Pada suatu malam, soekarno dibawa ke rengas dengklok dan disuruh oleh para pemuda
untuk segera memplokamirkan kemerdekaan. Pada saat itu banyak sekali pemuda yang
berkumpul didepan rumah fatmawati. Akhirnya bung karno dan bung hatta keluar dan
bilang bahwa semuanya sudah dipersiapkan. Melihat hal itu Ibu fatmawati akhirnya
mengambil kain yang dia jahit sendiri. bahan bendera tersebut dia terima dari seorang
pemuda yang bernama chaerul bisri. Bendera pertama yang dikibarkan itu, sekarang
disimpan di monumen nasional Indonesia. Ketika membaca biografi fatmawati, kita akan
tahu bagaimana perjuangan beliau untuk mendukung kemerdekaan Indonesia.
Anak Fatmawati
Guntur Soekarnoputra
Megawati Soekarnoputri
Rachmawati Soekarnoputri
Sukmawati Soekarnoputri
Guruh Soekarnoputra
Penghargaan Fatmawati
Terkenal sebagai wanita yang menjahit bendera merah putih pada saat
kemerdekaan Republik Indonesia
BIOGRAFI SINGKAT SUTAN SYAHRIR
Sutan Syahrir lahir pada tanggal 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatra Barat.
Tahun 1926 Sutan Syahrir masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung yang pada
waktu itu adalah sekolah termahal di Indonesia dan di sekolah itu Ia bergabung dalam
Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia.
Di himpunan itu ia pernah menjadi Penulis Sekenario, Sutradara dan menjadi Aktor.
Hasil dari Teater tersebut Ia pakai untuk membiayai sekolah yang Ia didirikan untuk
rakyat yang kurang mampu.
Pada masa pendudukan Jepang Sutan Syahrir menyiapkan gerakan bawah tanah
untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang dan mendesak Ir.Soekarno dan
Mohammad Hatta untuk memproklamasikan kemerdekan pada tanggal 15 Agustus
1945 (yang akhirnya diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945) karna Sutan
Syahrir mendengar Jepang sudah menyerah.
Pada tahun 1948 Ia mendirikan Partai Sosialis Indonesia.
AHMAD SUBARDJO DJOYOADISURYO
Biografi Sukarni
Ada seorang pemuda yang bernama sukarni kertowirdjo yang merupakan tokoh
pemuda atau golongan muda yang sangat berani terhadap kemerdekaan Indonesia
melalui aksi aksinya sebagai anak muda. Ia mengawali kisahnya di biografi
sukarni dengan bersekolah di mardisiswa yaitu sejenis taman siswa yang didirikan
oleh Mohammad Anwar di Semarang. Ia banyak memperoleh pembelajaran tentang
pergerakan bangsa dan negara melalui taman siswa tersebut. Ia termasuk anak yang
sangat nakal dan suka sekali berbuat onar di asa kecilnya. Ia sering berkelahi dan
tawuran. Bahkan ia sering menantang berkelahi anak-anak keturunan Belanda di kota
tersebut.
Biografi sukarni juga memuat banyak kisah heroik sukarni yang sangat gigih dalam
melawan pergerakan Belanda melalui aksi-aksinya di kancah politik pemerintah saat ia
lalu menjabat sebagai seorang politisi di partai murba yang didirikannya dan diketuai
olehnya. Partai ini merupakan partai nasionalis yang membawa perubahan Indonesia
lebih baik terutama dalam hal mempertahankan kemerdekaannya. Sukarni bahkan
sering dipenjara karena perjuangannya.
Bahkan ketika Soekarni mencoba menasehati Bung Karno tentang gerakan PKI di istana
Bogor ia malah ditangkap dan selanjutnya partai ini dibekukan oleh pemerintah. Namun
akhirnya setelah sukarni bebas, pembekuan partai ini sudah berakhir lalu partai ini
kembali aktif. Jasa sukarni ini lalu dianggap begitu penting hingga akhirnya presiden
Joko Widodo memberikan ia gelar bintang mahaputra kelas empat yang ditujukan pada
perwakilan keluarganya.
Karir Sukarni
Ketua Partai Murba
Duta Besar Indonesia di Peking
Anggota Badan pekerja KNI Pusat
Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA, 1967)
Penghargaan Sukarni
Bintang Mahaputra kelas empat
Pahlawan Nasional
SOEKARNO
Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia yang biasa dipanggil Bung Karno,
lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970.
Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai.
Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari
istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan
Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna
Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak
Kartika. Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh
orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun
namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari
seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama “Karna”
menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah menjadi “o”
sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I, ejaan nama Soekarno diganti
olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan
ejaan penjajah. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya
karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk
Soekarno adalah Bung Karno.
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar.
Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar
Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan
sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah
menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke
Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik
Tinggi yang sekarang menjadi ). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi,
Sumatera Barat, 12 Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur
77 tahun) adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang
pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih
dengan Presiden Soekarno.
Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta
menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah
seorang proklamator kemerdekaan Indonesia.
Hatta lahir dari keluarga ulama Minangkabau, Sumatera Barat. Ia menempuh
pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukittinggi, dan pada tahun 1913- 1916
melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Saat usia 13
tahun, sebenarnya ia telah lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini
Jakarta), namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat
usianya yang masih muda. Akhirnya Bung Hatta melanjutkan studi ke MULO di
Padang.
Baru pada tahun 1919 ia pergi ke Batavia untuk studi di Sekolah Tinggi Dagang “Prins
Hendrik School”. Ia menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik, dan pada tahun
1921, Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis
di Nederland Handelshogeschool (bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini
menjadi Universitas Erasmus). Di Belanda, ia kemudian tinggal selama 11 tahun.
Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi,
sebagai Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi
pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh
Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di
masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama
Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti
nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat
bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische
Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan
meniadakan Hindia atau Nederland Indie.
Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI,
bersama Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka
keduanya disebut Bapak Proklamator Indonesia.
BIOGRAFI ABDUL LATIEF HENDRANINGRAT
Dalam masa pendudukan Jepang ia giat dalam Pusat Latihan Pemuda (Seinen
Kunrenshoo), kemudian menjadi anggota pasukan Pembela Tanah Air (Peta). Pasukan
PETA Latief bermarkas di bekas markas pasukan kavaleri Belanda di Kampung Jaga
Monyet, yang kini bernama jalan Suryopranoto di depan Harmoni.
Soediro (Mantan Walikota Jakarta tahun 50-an), saat tahun 1945 menjabat wakil
kepala barisan Pelopor, bercerita. Sejak tanggal 14 Agustus 1945, dia menugaskan
Soehoed (Foto diatas, tampak dalam proklamasi foto sebagai seorang pemuda
bercelana pendek) dan beberapa orang pelopor istimewa untuk menjaga keluarga
Soekarno. Pada tanggal 16 Agustus 1945 subuh, Soehoed melaporkan bahwa telah
datang Soekarni dan Chaerul Saleh dan kawan-kawannya.
Soehoed tidak curiga karena Caherul juga anggota pelopor istimewa. Demikian
juga ketika Soekarno sekeluarga dibawa pergi tidak ada kecurigaan sebagai peristiwa
penculikan. Pada mereka timbul semangat lagi ketika Soekarno kembali pada tanggal
16 Agustus 1945 malam hari. Berkaitan dengan perintah Dr Muwardi (pimpinan barisan
Pelopor Jakarta) untuk melakukan persiapan upacara 17 Agustus 1945, Soediro
memanggil para pembantunya untuk turut menyebarkan akan adanya acara sangat
penting pada tanggal 17 Agustus 1945. Misalnya K.Gunadi diserahkan tugas untuk
menyampaikan instruksi tertulis yang ditujukan pada para anggota barisan pelopor
istimewa dan eksponen barisan pelopor lainnya. Sedangkan Daitai-daitai (pimpinan di
kawedanaan) dan Cutai-cutai (pimpinan dikecamatan) banyak yang sudah dihubungi
sendiri, secara pertilpun atau perkurir. Instruksinya antara lain, berkumpul dilapangan
Ikada tanpa membawa panji pelopor pada jam 11.00 untuk keperluan menghadiri
upacara penting.
Ketika dengan bersepeda Soediro pagi harinya menuju Ikada, dia heran karena
melihat disitu banyak Jepang bersenjata. Timbul pertanyaan dibenaknya, apakah berita
sudah bocor ? Dia lalu menghubungi Dr Muwardi dirumahnya dan dari penjelasan Dr
Muwardi ternyata Proklamasi tidak jadi di Ikada tapi dirumah Soekarno. Maka dengan
cepat disebarkanlah pembetulan informasi bahwa pelaksanaan proklamasi dipindahkan
di Pegangsaan Timur 56. Kepada Soehoed diperintahkan untuk menyiapkan tiang
bendera tepat dimuka kamar depan, hanya beberapa meter dari teritis rumah. Setelah
itu Soediro pulang kerumahnya sebentar. Ketika dia kembali dilihatnya telah hadir
walikota Soewirjo, Dr Muwardi, Mr Wilopo, Mr Abdul Gafar Pringgodigdo, Tabrani, SK
Trimurti dan masih banyak lagi. Tidak tampak wajah Wikana, Soekarni, Chaerul Saleh
maupun Adam Malik.
Dimuka beranda rumah sudah terpasang mikrofon dan versterker (amplifier) yang
disewa dari Gunawan pemilik perusahaan jasa penyewaan sound system “Radio
Satrija” yang beralamat dijalan Salemba Tengah no.24. Acara proklamasi sederhana ini
mengikuti mata acara yang dipersiapkan yaitu : Pembacaan proklamasi oleh Soekarno
disambung pidato singkat. Pengerekan bendera merah putih, Sambutan Soewirjo dan
Sambutan Dr Muwardi. Pada acara yang terjadi, pertama, Soekarno membaca
Proklamasi yang sudah diketik Sajuti Melik dan telah ditandatangani Soekarno-Hatta.
Kemudian Soekarno berpidato singkat tanpa teks . Setelah itu beliau berdoa seraya
mengangkat kedua telapak tangannya. Untuk pengerekan bendera awalnya diminta
kesediaan Trimurti, tapi dia menolak lalu mengusulkan sebaiknya dilakukan oleh
seorang prajurit. Maka Latif Hendraningrat, yang masih memakai seragam lengkap
PETA, maju kedepan sampai dekat tiang bendera. Soehoed didampingi seorang
pemudi muncul dari belakang membawa sebuah baki nampan berisi bendera Merah
Putih (bendera pusaka yang dijahit Fatmawati beberapa waktu sebelumnya).
BIOGRAFI SINGKAT A.A. MARAMIS
Djiaw Kie Siong (lahir di Pisangsambo, Tirtajaya, Karawang, Jawa Barat, 1880 -
meninggal 1964) adalah pemilik rumah di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Kabupaten
Karawang, tempat Bung Karno dan Bung Hatta diinapkan oleh para pemuda (Adam
Malik, Chaerul Saleh, Sukarni) yang menculik mereka dan menuntut agar
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan segera. Di rumah ini pula naskah proklamasi
kemerdekaan Indonesia dipersiapkan dan ditulis.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno
dan Bung Hatta pada hari Kamis, 16 Agustus1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw
Kie Siong itu. Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah itu. Bendera Merah Putih
sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu tanggal 15 Agustus,
karena mereka tahu esok harinya Indonesia akan merdeka.
Ketika naskah proklamasi akan dibacakan, tiba-tiba pada Kamis sore datanglah Ahmad
Subardjo. Ia mengundang Bung Karno dkk. berangkat ke Jakarta untuk membacakan
proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56.
Selain kedua "Bapak Bangsa" itu, rumah itu ditinggali pula oleh Sukarni, Yusuf Kunto,
dr. Sutjipto, Ibu Fatmawati, Guntur Soekarnoputra, dan lainnya selama tiga hari,
pada 14 - 16 Agustus 1945.
Djiaw adalah seorang petani kecil keturunan Tionghoa. Ia merelakan rumahnya
ditempati oleh para tokoh pergerakan yang kelak menjadi "Bapak Bangsa". Hingga kini
rumahnya masih dihuni oleh keturunannya.
Babah (sebutan untuk laki-laki Tionghoa) Djiaw pernah berwasiat, keluarga yang
menempati rumah bersejarah itu harus bersabar. Tak dibolehkan merengek minta-
minta sesuatu kepada pihak mana pun. Bahkan, harus rela setiap hari menunggui
rumah mereka demi memberi pelayanan terbaik kepada para tamu yang ingin
mengetahui sejarah perjuangan bangsa.
Djiaw meninggal dunia pada 1964 dan namanya praktis hampir tidak dikenal ataupun
tercatat dalam sejarah. Mayjen Ibrahim Adjie pada saat masih menjabat sebagai
Pangdam Siliwangi, pernah memberikan penghargaan kepada Djiaw dalam bentuk
selembar piagam nomor 08/TP/DS/tahun 1961.
BIOGRAFI SINGKAT WR SUPRATMAN
Laksamana Muda Maeda memiliki peran yang cukup penting dalam kemerdekaan
Indonesia dengan mempersilakan kediamannya yang berada di Jl. Imam Bonjol,
No.1, Jakarta Pusat sebagai tempat penyusunan
naskah proklamasi oleh Soekarno, Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo,
ditambah sang juru ketik Sayuti Melik. Selain itu, dia juga bersedia menjamin
keamanan bagi mereka. Kini, bekas kediamannya itu menjadi Museum Perumusan
Naskah Proklamasi.
MR. DARWIS DJAMIN
adalah seorang saudagar kaya dan juga merupakan salah satu tokoh berpengaruh
pada perjuangan bahari dan maritim dimasa perjuangan mempertahankan
kemerdekaan RI. beliau adalah pendiri sekaligus pemimpin pangkalan TKR Laut di
Tegal lalu menjadi Pangkalan IV Tegal dan juga pendiri perusahaan pelayaran nasional
pertama di Indonesia yang bernama N. V Djakarta Lloyd.
Mr. Darwis Djamin (atau oleh masyarakat Kota Tegal lebih dikenal dengan Kolonel
Darwis) adalah seorang tokoh pejuang maritim asal Sumatera Barat yang sangat
berpengaruh pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. banyak sekali
jasa-jasa beliau yang dikenang oleh masyarakat tegal sebagai kota bahari. beliau pada
awalnya hanyalah seorang saudagar kaya yang merasa terpanggil untuk ikut
bergabung dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. beliau
memiliki banyak relasi dan pengalaman dalam perbekalan dan penyempurnaan
persenjataan sehingga beliau dipercaya untuk menjadi pimpinan TKR Laut di Tegal
yang kini menjadi Pangkalan IV Tegal. Kekuatan pasukan ALRI Pangkalan IV Tegal ini
cukup besar di bawah pimpinan Panglima Kolonel Darwis Djamin, di dukung oleh
satuan-satuan yang telah ada sebelumnya yaitu Corps Mariniers (CM), Corps Armada,
Corps Navigasi, Corps MSD/ Teknik Mesin, Corps Kesehatan, Corps Administrasi,
Corps PHB, Corps Penerangan, Corps Penerbangan dan Corps Polisi Tentara Laut.
dibawah kepemimpinan MR Darwis Djamin Pangkalan IV Tegal ini berkembang sangat
pesat, banyak sekali misi perampasan dan penyelundupan yang berhasil meningkatkan
kapasitas perlengkapan/ perbekalan dan persenjataan sehingga Pangkalan IV Tegal
menjadi salah satu kekuatan yang sangat diperhitungkan bukan saja di lingkungan
ALRI, namun juga sangat diperhitungkan oleh tentara Sekutu/ Belanda.
BIOGRAFI SUWIRYO
Meninggal dunia
Enam tahun terakhir masa hayatnya, Suwiryo berjuang melawan penyakit yang tidak
dapat dilawannya, akhirnya ia meninggal pada 27 Agustus 1967 dan dimakamkan di
Taman makam Pahlawan Kalibata.
BIOGRAFI WIKANA
Wikana (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 18 Oktober 1914 [1] - meninggal di ?, 1966)
adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Bersama Chaerul Saleh, Sukarni dan
pemuda-pemuda lainnya dari Menteng 31, mereka
menculik Soekarno dan Hattadalam Peristiwa Rengasdengklok dengan tujuan agar
kedua tokoh ini segera membacakan Proklamasi Kemerdekaan setelah
kekalahan Jepang dari Sekutu pada tahun 1945. Wikana termasuk dalam daftar orang
yang menghilang dan diduga meninggal dibunuh dalam lembaran hitam
tragedi Pembantaian di Indonesia 1965–1966 pasca peristiwa G30S.
Boleh dibilang Wikana punya otak encer. Sebagai anak priayi, dia punya hak untuk
mengenyam pendidikan. Tapi untuk masuk ELS (Europeesch Lagere School), sekolah
dasar yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar, tidak cukup bermodal
anak raden saja. Kemampuan bahasa Belanda dan kepintaran si anak menjadi standar
utama. Wikana kecil memenuhi syarat itu dan berhasil lulus dari ELS. Lepas dari ELS
Wikana melanjutkan sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Semasa
muda itulah Wikana sempat menjadi salah satu dari sekian pemuda satelit Bung Karno
di Bandung.
Pada masa mudanya ia aktif sebagai Angkatan Baru Indonesia dan Gerakan Rakyat
Baru. Semasa zaman kolonial, Wikana menjadi pemimpin PKI bawah tanah di Jawa
Barat. Ia juga berkawan dekat dengan Widarta tokoh PKI bawah tanah yang
bertanggungjawab di wilayah Jakarta. Tak hanya sebagai anggota PKI bawah tanah,
Wikana juga tercatat pernah aktif sebagai anggota Partai Indonesia (Partindo) yang
didirkan oleh Mr Sartono pada 1931 pascapenangkapan Bung Karno. Pada 1938 ketika
Barisan Pemuda Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) didirikan, dia terpilih sebagai
ketuanya yang pertama. Keyakinannya yang anti-kolonialisme mendorong Wikana aktif
mengikuti berbagai organisasi politik yang melawan Belanda secara frontal.
Beberapa pekan sebelum peristiwa G30S 1965 terjadi, Wikana berserta beberapa
elemen PKI lainnya pergi ke Peking untuk menghadiri perayaan hari Nasional Cina 1
Oktober 1965. Tapi sontak terdengar kabar dari tanah air tentang insiden penculikan
dan pembunuhan para jenderal. PKI disalahkan. Delegasi terceraiberai. Wikana
meminta anggota delegasi lain untuk tetap berada di Peking selagi menunggu
kepastian dari berita yang simpang siur. Dia sendiri memilih pulang ke tanah air.
Kurang dari setahun setelah peristiwa G30S, dia ditangkap. Sempat bermalam di
Kodam Jaya namun dipulangkan kembali. Tak berapa lama kemudian segerombolan
tentara tak dikenal datang ke rumahnya di Jalan Dempo No. 7 A, Matraman, Jakarta
Timur. Mereka membawa Wikana dan sampai hari ini, pemuda garang yang sempat
membuat Bung Karno naik pitam itu, tak pernah kembali pulang. Dia hilang tak tentu
rimbanya.
Selain menjadi dokter, dr. Radjiman Wedyodiningrat ternyata juga menyalurkan ilmunya
kepada mereka yang membutuhkan. Hal itu terbukti dengan sepak terjangnya mengajar
anak-anak di Dusun Dirgo yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena tidak adanya
biaya. Lokasi tempatnya mengajar saat itu telah dibangun sebuah Sekolah Dasar dan
sampai kini masih terdapat jejaknya, yaitu SD Negeri 3, 4, dan 5 Kauman. Pada tanggal
20 September 1952, Dr. Radjiman Wedyodiningrat menghembuskan napas terakhirnya
di Dusun Dirgo, Widodaren, Ngawi. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman,
Yogyakarta, berdekatan dengan makam dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang yang telah
membesarkannya.
Ir. H. Pangeran Muhammad Noor (lahir di Martapura, Hindia Belanda, 24 Juni 1901 –
meninggal di Jakarta, 15 Januari 1979 pada umur 77 tahun) adalah mantan Menteri
Pekerjaan Umum dan gubernur Kalimantan pada 1901. Ia lahir dari keluarga
bangsawan Banjar, karena ia adalah intah (cucu dari cucu) Raja Banjar Sultan Adam
al-Watsiq Billah.
Setelah lulus HIS tahun 1917, ia meneruskan ke jenjang MULO dan lulus tahun 1921,
lalu lulus dari HBS tahun 1923, dan pada tahun 1923 masuk Technische Hoogeschool
te Bandoeng (THS) – sekolah teknik tinggi di Bandung. Pada tahun 1927, ia berhasil
meraih gelar Insinyur dalam waktu empat tahun sesuai masa studi, setahun setelah Ir.
Soekarno (presiden RI pertama) lulus sebagai insinyur dari TH Bandung.
Pangeran Muhammad Noor adalah salah satu pejuang dalam merebut kemerdekaan di
tanah Borneo, sekaligus menjabat Gubernur Borneo (sebelum dimekarkan menjadi
beberapa provinsi) pertama berkedudukan di Yogyakarta pada masa pemerintahan
Sukarno. Ia juga pernah menugaskan Hasan Basry dan Tjilik Riwut berjuang di
Kalimantan merebut kemerdekaan. Ia juga merupakan tokoh pejuang yang berhasil
mempersatukan pasukan pejuang kemerdekaan di Kalimantan ke dalam basis
perjuangan yang diberi nama Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan di bawah pimpinan
Hassan Basry (1945-1949) dan juga sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).
Pada periode 24 Maret 1956 – 10 Juli 1959, ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno
sebagai Menteri Pekerjaan Umum. Ketika menjabat Menteri Pekerjaan Umum, ia
mencanangkan sejumlah proyek, seperti Proyek Waduk Riam Kanan di Kalimantan
Selatan dan Proyek Waduk Karangkates di Jawa Timur. Selain itu, ia juga menggagas
Proyek Pasang Surut di Kalimantan dan Sumatera. Ia juga menggagas Proyek
Pengembangan Wilayah Sungai Barito yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu PLTA
Riam Kanan dan Pengerukan Muara/Ambang Sungai Barito yang dilaksanakan pada
akhir tahun 1970. Ia menerima Anugerah Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra
Utama karena jasa dan pengabdian pada tahun 1973.
Pangeran Muhammad Noor wafat pada tanggal 15 Januari 1979 dan dimakamkan di
TPU Karet Bivak, Jakarta berdampingan dengan makam istrinya, Gusti Aminah binti
Gusti Mohamad Abi. Namun, pada tahun 2010 jenazahnya beserta istrinya dibawa
pulang ke kampung halamannya di Martapura atas keputusan keluarga PM Noor.
Kemudian pada tanggal 18 Juni 2010 jenazah PM Noor dan Gusti Aminah dimakamkan
di komplek pemakaman Sultan Adam Martapura dengan upacara militer.
Ia adalah Raja Yogyakarta Hadiningrat dengan gelar Sampeyan Dalem Kanjeng Sultan
Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panata Gama yang dinobatkan pada
bulan Maret 1940. Kerajaan Yogyakarta waktu itu adalah bagian dari Hindia Belanda dan
tunduk pada peraturan Belanda.
Sri Sultan yang memiliki nama kecil Gusti Raden Mas Dorodjatun adalah seorang yang
berpendirian tegas dan nasionalis sejati. Dua hari setelah proklamasi Sri Sultan
mengirimkan telegram ucapan selamat kepada Soekarno Hatta dan menyatakan bahwa
kerajaan Yogyakarta adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini
kemudian diikuti oleh raja-raja Surakarta yakni Paku Alaman dan Mangkunenggaran
pada tanggal 1 September 1945.
Meski ia seorang raja, jiwa besar Sri Sultan Nampak ketika ia ikhlas dan tanpa pamrih
menerima jabatan sebagai Menteri Negara demi kepentingan rakyat banyak. Yogyakarta
kemudian ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara dengan pertimbangan keamanannya
lebih baik daripada Jakarta.
Selain menteri, Sri Sultan pernah menjabat sebagai Menteri pertahanan dan
pemerintahan, wakil perdana menteri pada cabinet natsir, dan terakhir sebagai Wakil
Presiden RI hasil pemilu 1971. Ia juga menjabat sebagai ketua Komite Olahraga
Nasional Indonesia(KONI), ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, serta ketua
dewan Pembimbing Lembaga Pariwisata Nasional. Sri Sultan Hamengku Buwono IX
diberi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah melalui SK Presiden RI
No.053/TK/1990.