Anda di halaman 1dari 20

SAYUTI MELIK

Nama : Mohammad Ibnu Sayuti


Tempat Lahir : Sleman, Yogyakarta
Lahir : 22 November 1908
Meninggal : Jakarta, 27 Februari 1989 pada umur 80 tahun
Makam : TMP Kalibata
Agama : Islam
Pekerjaan : Wartawan Politisi
Warga Negara : Indonesia

Biografi Sayuti Melik

Nama asli beliau adalah Mohammad Ibnu Sayuti. Beliau dilahirkan di Sleman 22
November 1908. Orang tuanya bernama Abdul Mu'in alias Partoprawito dan Sumilah.
Istri beliau bernama Soerastri Karma. Istri Sayuti Melik merupakan seorang aktivis
perempuan sekaligus wartawan.
Beliau pernah di buang di Boven Digul (1927-1933) karena dianggap terlibat dengan PKI
oleh Belanda. Selama satu tahun beliau juga pernah ditawan dan dipenjara di Singapore,
pada tahun 1937 beliau [ulang ke Jakarta namun dimasukkan ke sel di Gang tengah
hingga 1938. Beliau juga mendirikan koran Pesat di semarang yang segala bagian
redaksi hingga percetakan dan penjualan beliau kerjakan sendiri bersama istrinya.
Namun mereka tetap tidak terlepas dari pengasingan. Selama menerbitkan koran
tersebut, Sayuti Melik atau istrinya bergantian keluar masuk penjara dan pengasingan.
Hal itu dikarenakan tulisan mereka yang tajam dan kritis. Pada kependudukan Jepang
tepatnya Putera didirikan, atas bantuan Bung Karno Sayuti Melik dan istrinya dapat
bersatu kembali. Selain aktif dalam dunia jurnalis, biografi Sayuti melik juga
menyebutkan bahwa dirinya juga menjadi anggota PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia)
Sayuti melik merupakan pemuda ataupun golongan tua yang sangat mendukung segera
diproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 16 Agustus
1945, Seokarno dan Hatta di culik dan dibawa ke Rengasdengklok. Karier politik Sayuti
Melik semakin berkembang. Beliau pernah menjabat sebagai anggota Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP). Sedangkan pada masa orde baru karier politik Sayuti Melik
berkembang menjadi DPR pada tahun 1971 hingga 1977. Beliau meninggal pada 27
Februari 1989. Penghargaan yang beliau dapat adalah Bintang Mahaputra (1961) dan
BIntang mahaputra Adiprana pada tahun 1973.
Karir Sayuti Melik
 Anggota DPR/MPR, mewakili Golkar hasil Pemilu 1971 dan Pemilu 1977.
Penghargaan Sayuti Melik
 Menerima Bintang Mahaputra Tingkat V (1961) dari Presiden Soekarno dan
Bintang Mahaputra Adipradana (II) dari Presiden Soeharto (1973)
PROFIL FATMAWATI

Nama Lengkap : Fatmawati Soekarno


Lahir : Bengkulu, Hindia Belanda, 5 Februari 1923
Meninggal : Kuala Lumpur, Malaysia, 14 Mei 1980 (umur 57)
Makam : Karet Bivak, Jakarta.
Kebangsaan : Indonesia
Zodiac : Aquarius
Suami : Soekarno (1943-1953)
Agama : Islam

Biografi Fatmawati

Pada suatu malam, soekarno dibawa ke rengas dengklok dan disuruh oleh para pemuda
untuk segera memplokamirkan kemerdekaan. Pada saat itu banyak sekali pemuda yang
berkumpul didepan rumah fatmawati. Akhirnya bung karno dan bung hatta keluar dan
bilang bahwa semuanya sudah dipersiapkan. Melihat hal itu Ibu fatmawati akhirnya
mengambil kain yang dia jahit sendiri. bahan bendera tersebut dia terima dari seorang
pemuda yang bernama chaerul bisri. Bendera pertama yang dikibarkan itu, sekarang
disimpan di monumen nasional Indonesia. Ketika membaca biografi fatmawati, kita akan
tahu bagaimana perjuangan beliau untuk mendukung kemerdekaan Indonesia.

Pada tanggal 17 agustus 1945, proklamasi kemerdekaan Indonesia akhirnya


dikumandangkan. Selanjutnya ibu fatmawati dan rekannya S,K trimutri mengibarkan
bendera merah putih pada saat berkumandangnya lagu Indonesia raya. Beliau juga
melahirkan putra dan putri lainnya dari soekarno. Soekarno juga minta ijin untuk menikah
dengan hartini. Mendengar itu, fatmawati minta untuk dipulangkan ke orang tuanya.
Fatmawati meninggal dunia pada tahun 1980 pada tanggal 14 mei.

Anak Fatmawati
 Guntur Soekarnoputra
 Megawati Soekarnoputri
 Rachmawati Soekarnoputri
 Sukmawati Soekarnoputri
 Guruh Soekarnoputra
Penghargaan Fatmawati
 Terkenal sebagai wanita yang menjahit bendera merah putih pada saat
kemerdekaan Republik Indonesia
BIOGRAFI SINGKAT SUTAN SYAHRIR

Nama Lengkap : Sutan Syahrir

Lahir : 5 Maret 1909 di Kota Padang, Sumatera Barat

Wafat : 9 April 1966 di Zurich, Swiss

Sumber : Di Kumpulkan dari berbagai sumber

Sutan Syahrir lahir pada tanggal 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatra Barat.
Tahun 1926 Sutan Syahrir masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung yang pada
waktu itu adalah sekolah termahal di Indonesia dan di sekolah itu Ia bergabung dalam
Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia.

Di himpunan itu ia pernah menjadi Penulis Sekenario, Sutradara dan menjadi Aktor.
Hasil dari Teater tersebut Ia pakai untuk membiayai sekolah yang Ia didirikan untuk
rakyat yang kurang mampu.

Sutan Syahrir pernah bersekolah ke negeri Belanda di Fakultas Hukum, Universitas


Amsterdam untuk lebih belajar sosialisme.
Demi mengenal dunia proletar dan organisasi pergerakannya, Sutan Syahrir pun
bekerja pada Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional.
Ia juga aktif dalam Perhimpunan Indonesia yang ketika itu di pimpin Mohammad Hatta.
Juni 1932 Sutan Syahrir menjadi ketua PNI Baru dan pada bulan Agustus 1932 Sutan
Syahrir di bantu Mohammad Hatta dalam memimpin PNI Baru.
Karena takut akan potensi Revolusioner PNI Baru, pada bulan Februari 1934 Belanda
menangkap, memenjarakan dan membuang Mohammad Hatta, Sutan Syahrir dan
beberapa pemimpin PNI Baru ke Boven-Digoel Irian Jaya dan dipindah ke Bandaneira
(Pulau Banda).

Pada masa pendudukan Jepang Sutan Syahrir menyiapkan gerakan bawah tanah
untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang dan mendesak Ir.Soekarno dan
Mohammad Hatta untuk memproklamasikan kemerdekan pada tanggal 15 Agustus
1945 (yang akhirnya diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945) karna Sutan
Syahrir mendengar Jepang sudah menyerah.
Pada tahun 1948 Ia mendirikan Partai Sosialis Indonesia.
AHMAD SUBARDJO DJOYOADISURYO

Soebardjo adalah tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, dan


Pahlawan Nasional Indonesia. Ia juga Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama.
Semasa remaja Subarjo sekolah di Hogere Burger School, Jakarta (Setara dengan
Sekolah Menengah Atas) pada tahun 1917. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di
Universitas Leiden, Belanda dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (saat ini
setara dengan Sarjana Hukum) di bidang undang-undang pada tahun 1933. Dalam
bidang pendidikan, Sebardjo merupakan profesor dalam bidang Sejarah Perlembagaan
dan Diplomasi Republik Indonesia di Fakultas Kesusasteraan, Universitas Indonesia.
Achmad Soebardjo lahir di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, tanggal
23 Maret 1896. Ayahnya bernama Teuku Muhammad Yusuf, masih keturunan
bangsawan Aceh dari Pidie. Ibu Ahmad Soebardjo bernama Wardinah. Ia keturunan
Jawa-Bugis, dan anak dari Camat di Telukagung, Cirebon. Ketika menjadi mahasiswa,
Soebardjo aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui organisasi
kepemudaan seperti Jong Jawa dan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda.
Ahmad Subarjo juga pernah menjadi utusan Indonesia bersama dengan Mohmmad
Hatta pada konferensi antar bangsa "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan
Penjajah" yang pertama di Brussels dan kemudiannya di Jerman. Pada persidangan
pertama itu juga ia bertemu Jawaharlal Nehru dan pemimpin-pemimpin nasionalis yang
terkenal dari Asia dan Afrika. Sewaktu kembalinya ke Indonesia, ia aktif menjadi anggota
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Karir Ahmad Subarjo terus naik ketika dilantik menjadi Menteri Luar Negeri
tanggal 17 Agustus 1945, sekaligus sebagai menteri luar negeri pertama. Kabinet saat
itu bernama Kabinet Presidensial, kemudian menjabat Menteri Luar Negeri sekali lagi
pada tahun 1951 - 1952. Selain itu, ia juga menjadi Duta Besar Republik Indonesia di
Switzerland antara tahun-tahun 1957 - 1961.
Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo meninggal dunia dalam usia 82 tahun di Rumah Sakit
Pertamina, Kebayoran Baru, akibat flu yang menimbulkan komplikasi. Ia dimakamkan di
rumah peristirahatnya di Cipayung, Bogor. Pemerintah mengangkat almarhum sebagai
Pahlawan Nasionl pada tahun 2009.
SHODANCO SINGGIH

Singgih, SH (lahir di Jombang, Jawa Timur, 23 Juni 1934 – meninggal 30


Juli 2005 pada umur 71 tahun) adalah Jaksa Agung Indonesia pada tahun 1990-1998.
Munculnya Singgih sebagai Jaksa Agung menjadi fenomena baru di kalangan
kejaksaan. Sebab sejak Orde Baru baru sekalinya jaksa agung diangkat dari kalangan
jaksa sendiri alias jaksa karier. Singgih dilantik
Presiden Soeharto menggantikan Sukarton Marmosudjono yang meninggal dunia
pada 29 Juni 1990.
Singgih lahir sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara dan sejak remaja sudah
bercita-cita menjadi penegak hukum. Sebagai penerima beasiswa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1960, Singgih menyelesaikan kuliahnya
di Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya. Kariernya dimulai sebagai jaksa
di Direktorat Reserse Kejaksaan Agung. Prestasi lelaki berkacamata yang jarang
merokok itu terus menanjak. Ia pernah menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar
dan Jakarta Pusat, Kajati NTB, Kajati Sulawesi Utara dan Kajati Jakarta. Ia sempat
ditarik Menteri Kehakiman Ismail Saleh menjadi Irjen Departemen Kehakiman, sebelum
diangkat menjadi Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus.
Ayah empat anak itu pernah mengendalikan persidangan berbagi kasus G 30 S-
PKI, Malari dan kasus Tanjung Priok.
Beberapa peristiwa penting yang terjadi pada masa Jaksa Agung Singgih, di
antaranya:
- Terbongkarnya kasus kredit Bapindo kepada Golden Key Grup pimpinan Eddy Tansil.
- Peristiwa 27 Juli 1996 di kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia - Terbongkarnya
kasus korupsi pada Bank Duta dengan terdakwa Dicky Iskandardinata.
Pada tahun 1993, Singgih mendapatkan penghargaan Bintang Pratamabhorn Knight
Grand Cross of The Most Exalted Order of The White Elephant dari Raja Thailand dan
juga telah menerima Bintang Mahaputra Adiprana.
Sejak tahun 1970-an, Singgih juga dikenal sebagai numismator (kolektor mata uang)
dan bahkan terpilih menjadi Ketua Asosiasi Numismatika Indonesia.
Penikahannya dengan Renny Singgih menghasilkan empat anak serta enam cucu. Ia
dimakamkan di TMP Kalibata.
PROFIL SUKARNI

Nama : Soekarni Kartodiwirjo


Tempat Lahir : Blitar, Jawa Timur
Lahir : 14 Juli 1916
Meninggal : Jakarta, 7 Mei 1971 (umur 54)
Makam : Taman Makam Pahlawan Kalibata
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia

Biografi Sukarni
Ada seorang pemuda yang bernama sukarni kertowirdjo yang merupakan tokoh
pemuda atau golongan muda yang sangat berani terhadap kemerdekaan Indonesia
melalui aksi aksinya sebagai anak muda. Ia mengawali kisahnya di biografi
sukarni dengan bersekolah di mardisiswa yaitu sejenis taman siswa yang didirikan
oleh Mohammad Anwar di Semarang. Ia banyak memperoleh pembelajaran tentang
pergerakan bangsa dan negara melalui taman siswa tersebut. Ia termasuk anak yang
sangat nakal dan suka sekali berbuat onar di asa kecilnya. Ia sering berkelahi dan
tawuran. Bahkan ia sering menantang berkelahi anak-anak keturunan Belanda di kota
tersebut.

Biografi sukarni juga memuat banyak kisah heroik sukarni yang sangat gigih dalam
melawan pergerakan Belanda melalui aksi-aksinya di kancah politik pemerintah saat ia
lalu menjabat sebagai seorang politisi di partai murba yang didirikannya dan diketuai
olehnya. Partai ini merupakan partai nasionalis yang membawa perubahan Indonesia
lebih baik terutama dalam hal mempertahankan kemerdekaannya. Sukarni bahkan
sering dipenjara karena perjuangannya.

Bahkan ketika Soekarni mencoba menasehati Bung Karno tentang gerakan PKI di istana
Bogor ia malah ditangkap dan selanjutnya partai ini dibekukan oleh pemerintah. Namun
akhirnya setelah sukarni bebas, pembekuan partai ini sudah berakhir lalu partai ini
kembali aktif. Jasa sukarni ini lalu dianggap begitu penting hingga akhirnya presiden
Joko Widodo memberikan ia gelar bintang mahaputra kelas empat yang ditujukan pada
perwakilan keluarganya.
Karir Sukarni
 Ketua Partai Murba
 Duta Besar Indonesia di Peking
 Anggota Badan pekerja KNI Pusat
 Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA, 1967)
Penghargaan Sukarni
 Bintang Mahaputra kelas empat
 Pahlawan Nasional
SOEKARNO

Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia yang biasa dipanggil Bung Karno,
lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970.
Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai.
Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari
istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan
Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna
Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak
Kartika. Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh
orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun
namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari
seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama “Karna”
menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah menjadi “o”
sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.

Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I, ejaan nama Soekarno diganti
olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan
ejaan penjajah. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya
karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk
Soekarno adalah Bung Karno.

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar.
Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar
Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan
sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah
menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke
Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik
Tinggi yang sekarang menjadi ). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.

Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai


Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka.
Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29
Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya
berjudul Indonesia Mengguga, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa
yang mengaku lebih maju itu. Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang,
Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus
1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan
gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus
1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara
aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
BIOGRAFI SINGKAT BUNG HATTA / MOHAMMAD HATTA

Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi,
Sumatera Barat, 12 Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur
77 tahun) adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang
pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih
dengan Presiden Soekarno.
Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta
menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah
seorang proklamator kemerdekaan Indonesia.
Hatta lahir dari keluarga ulama Minangkabau, Sumatera Barat. Ia menempuh
pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukittinggi, dan pada tahun 1913- 1916
melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Saat usia 13
tahun, sebenarnya ia telah lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini
Jakarta), namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat
usianya yang masih muda. Akhirnya Bung Hatta melanjutkan studi ke MULO di
Padang.
Baru pada tahun 1919 ia pergi ke Batavia untuk studi di Sekolah Tinggi Dagang “Prins
Hendrik School”. Ia menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik, dan pada tahun
1921, Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis
di Nederland Handelshogeschool (bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini
menjadi Universitas Erasmus). Di Belanda, ia kemudian tinggal selama 11 tahun.
Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi,
sebagai Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi
pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh
Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di
masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama
Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti
nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat
bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische
Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan
meniadakan Hindia atau Nederland Indie.
Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI,
bersama Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka
keduanya disebut Bapak Proklamator Indonesia.
BIOGRAFI ABDUL LATIEF HENDRANINGRAT

Abdul Latief Hendraningrat (lahir di Jakarta, 15 Februari 1911 – meninggal di Jakarta,


14 Maret 1983 pada umur 72 tahun) adalah seorang prajurit PETA
berpangkat Sudanco pengerek bendera Sang Saka Merah Putih tanggal 17 Agustus
1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56. Ketika itu ia juga ditunjuk sebagai penanggung
jawab keamanan upacara sebab ia pernah menjadi Sudanco Peta di Jakarta.

Abdul Latief Hendraningrat mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Hukum. Saat


menjadi mahasiswa itu ia sekaligus mengajar bahasa Inggris di beberapa sekolah
menengah swasta, seperti yang dikelola oleh Muhammadiyah dan Perguruan Rakyat.
Ia pernah dikirim oleh pemerintah Hindia Belanda ke World Fair di New York, sebagai
ketua rombongan tari.

Dalam masa pendudukan Jepang ia giat dalam Pusat Latihan Pemuda (Seinen
Kunrenshoo), kemudian menjadi anggota pasukan Pembela Tanah Air (Peta). Pasukan
PETA Latief bermarkas di bekas markas pasukan kavaleri Belanda di Kampung Jaga
Monyet, yang kini bernama jalan Suryopranoto di depan Harmoni.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Latief Hendraningrat terlibat dalam berbagai


pertempuran. Ia menjabat komandan Komando Kota ketika Belanda menyerbu
Yogyakarta (1948). Setelah berhasil keluar dari Yogyakarta yang sudah terkepung, ia
melakukan gerilya. Setelah penyerahan kedaulatan, Hendraningrat mula-mula
ditugaskan di Markas Besar Angkatan Darat, kemudian ditunjuk sebagai atase militer Rl
untuk Filipina (1952), lalu dipindahkan ke Washington hingga tahun 1956. Sekembalinya
di Indonesia ia ditugaskan memimpin Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat
(SSKAD, yang kini menjadi Seskoad). Jabatannya setelah itu antara lain rektor IKIP
Negeri Jakarta (1965). Pada tahun 1967 Hendraningrat memasuki masa pensiun dengan
pangkat brigadir jenderal. Sejak itu ia mencurahkan segala perhatian dan tenaganya bagi
Yayasan Perguruan Rakyat dan organisasi Indonesia Muda.
BIOGRAFI S. SUHUD
S. Suhud Pengibar Bendera Pusaka Sewaktu Proklamasi S. Suhud atau
lengkapnya Suhud Sastro Kusumo, lahir tahun 1920 dan meninggal pada tahun 1986.
Beliau adalah salah seorang pengibar bendera pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Tepatnya sebagai pendamping Pak latif
Hendraningrat. Bagaimana ceritanya soal peristiwa Proklamasi ini ?

Soediro (Mantan Walikota Jakarta tahun 50-an), saat tahun 1945 menjabat wakil
kepala barisan Pelopor, bercerita. Sejak tanggal 14 Agustus 1945, dia menugaskan
Soehoed (Foto diatas, tampak dalam proklamasi foto sebagai seorang pemuda
bercelana pendek) dan beberapa orang pelopor istimewa untuk menjaga keluarga
Soekarno. Pada tanggal 16 Agustus 1945 subuh, Soehoed melaporkan bahwa telah
datang Soekarni dan Chaerul Saleh dan kawan-kawannya.
Soehoed tidak curiga karena Caherul juga anggota pelopor istimewa. Demikian
juga ketika Soekarno sekeluarga dibawa pergi tidak ada kecurigaan sebagai peristiwa
penculikan. Pada mereka timbul semangat lagi ketika Soekarno kembali pada tanggal
16 Agustus 1945 malam hari. Berkaitan dengan perintah Dr Muwardi (pimpinan barisan
Pelopor Jakarta) untuk melakukan persiapan upacara 17 Agustus 1945, Soediro
memanggil para pembantunya untuk turut menyebarkan akan adanya acara sangat
penting pada tanggal 17 Agustus 1945. Misalnya K.Gunadi diserahkan tugas untuk
menyampaikan instruksi tertulis yang ditujukan pada para anggota barisan pelopor
istimewa dan eksponen barisan pelopor lainnya. Sedangkan Daitai-daitai (pimpinan di
kawedanaan) dan Cutai-cutai (pimpinan dikecamatan) banyak yang sudah dihubungi
sendiri, secara pertilpun atau perkurir. Instruksinya antara lain, berkumpul dilapangan
Ikada tanpa membawa panji pelopor pada jam 11.00 untuk keperluan menghadiri
upacara penting.
Ketika dengan bersepeda Soediro pagi harinya menuju Ikada, dia heran karena
melihat disitu banyak Jepang bersenjata. Timbul pertanyaan dibenaknya, apakah berita
sudah bocor ? Dia lalu menghubungi Dr Muwardi dirumahnya dan dari penjelasan Dr
Muwardi ternyata Proklamasi tidak jadi di Ikada tapi dirumah Soekarno. Maka dengan
cepat disebarkanlah pembetulan informasi bahwa pelaksanaan proklamasi dipindahkan
di Pegangsaan Timur 56. Kepada Soehoed diperintahkan untuk menyiapkan tiang
bendera tepat dimuka kamar depan, hanya beberapa meter dari teritis rumah. Setelah
itu Soediro pulang kerumahnya sebentar. Ketika dia kembali dilihatnya telah hadir
walikota Soewirjo, Dr Muwardi, Mr Wilopo, Mr Abdul Gafar Pringgodigdo, Tabrani, SK
Trimurti dan masih banyak lagi. Tidak tampak wajah Wikana, Soekarni, Chaerul Saleh
maupun Adam Malik.
Dimuka beranda rumah sudah terpasang mikrofon dan versterker (amplifier) yang
disewa dari Gunawan pemilik perusahaan jasa penyewaan sound system “Radio
Satrija” yang beralamat dijalan Salemba Tengah no.24. Acara proklamasi sederhana ini
mengikuti mata acara yang dipersiapkan yaitu : Pembacaan proklamasi oleh Soekarno
disambung pidato singkat. Pengerekan bendera merah putih, Sambutan Soewirjo dan
Sambutan Dr Muwardi. Pada acara yang terjadi, pertama, Soekarno membaca
Proklamasi yang sudah diketik Sajuti Melik dan telah ditandatangani Soekarno-Hatta.
Kemudian Soekarno berpidato singkat tanpa teks . Setelah itu beliau berdoa seraya
mengangkat kedua telapak tangannya. Untuk pengerekan bendera awalnya diminta
kesediaan Trimurti, tapi dia menolak lalu mengusulkan sebaiknya dilakukan oleh
seorang prajurit. Maka Latif Hendraningrat, yang masih memakai seragam lengkap
PETA, maju kedepan sampai dekat tiang bendera. Soehoed didampingi seorang
pemudi muncul dari belakang membawa sebuah baki nampan berisi bendera Merah
Putih (bendera pusaka yang dijahit Fatmawati beberapa waktu sebelumnya).
BIOGRAFI SINGKAT A.A. MARAMIS

Mr. Alexander Andries Maramis lahir di Manado, Sulawesi Utara, Hindia


Belanda 20 Juni tahun 1897 – meninggal di Indonesia tahun 1977 Dalam Usia 80
Tahun, adalah pejuang kemerdekaan Indonesia. Dia pernah jadi anggota KNIP,
anggota BPUPKI dan Menteri Keuangan pertama Republik Indonesia dan merupakan
orang yang menandatangani Oeang Republik Indonesia pada tahun 1945. Adik
kandung Maria Walanda Maramis ini menyelesaikan pendidikannya dalam bidang
hukum pada tahun 1924 di Belanda.
Semasa remaja Maramis mengawali pendidikannya di ELS (European
Elementary School) pada tahun 1911. Kemudian pada tahun 1918, ia melanjutkan
pendidikannya ke HBS dan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda.
Maramis lulus dengan gelar "Meester in de Rechten" (Mr) pada tahun 1924.
Pada saat Belanda melancarkan Agresi militer ke II, beliau diangkat menjadi
Menteri Luar Negeri Pemerintah Darurat RI (PDRI) yang Ditugaskan
untuk Pengasingan dan berkedudukan di New Delhi, India. Semasa hidupnya Beliau
pernah juga menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Filipina, Jerman Barat, dan Rusia. Ia
mempunyai istri bernama Elizabeth Maramis Velthoed yang merupakan seorang wanita
asal Belanda. Di awal jabatan politiknya, Mr. A.A. Maramis menjadi anggota Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tahun 1945, bersama
rekan seperjuangan lainnya antara lain Ir. Soekarno dan Mr. Ahmad Subardjo.
Mr. A.A. Maramis adalah salah satu orang yang merumuskan dan
menandatangani Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Dia mengusulkan perubahan
butir pertama Pancasila kepada Drs. Mohammad Hatta setelah berkonsultasi dengan
Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo. A.A.
Maramis juga adalah salah satu orang yang menandatangani Piagam tersebut bersama
dengan Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir,
H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Mr. A.A. Maramis
meninggal dunia pada 31 Juli 1977, Jenazahnya disemayamkan di Ruang Pancasila
Departemen Luar Negeri dan dilanjutkan dengan upacara militer untuk dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Nama : Mr. Alexander A. Maramis


Gender : Laki-Laki
Tempat Lahir : Manado
Tanggal Lahir : 20 Juni 1887
Riwayat Hidup : Pendidikan :
- ELS (European Elementary School), 1911
- HBS, 1918
- Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda dengan gelar
"Meester in de Rechten" (Mr), 1924

BIOGRAFI DJIAW KIE SIONG

Djiaw Kie Siong (lahir di Pisangsambo, Tirtajaya, Karawang, Jawa Barat, 1880 -
meninggal 1964) adalah pemilik rumah di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Kabupaten
Karawang, tempat Bung Karno dan Bung Hatta diinapkan oleh para pemuda (Adam
Malik, Chaerul Saleh, Sukarni) yang menculik mereka dan menuntut agar
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan segera. Di rumah ini pula naskah proklamasi
kemerdekaan Indonesia dipersiapkan dan ditulis.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno
dan Bung Hatta pada hari Kamis, 16 Agustus1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw
Kie Siong itu. Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah itu. Bendera Merah Putih
sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu tanggal 15 Agustus,
karena mereka tahu esok harinya Indonesia akan merdeka.
Ketika naskah proklamasi akan dibacakan, tiba-tiba pada Kamis sore datanglah Ahmad
Subardjo. Ia mengundang Bung Karno dkk. berangkat ke Jakarta untuk membacakan
proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56.
Selain kedua "Bapak Bangsa" itu, rumah itu ditinggali pula oleh Sukarni, Yusuf Kunto,
dr. Sutjipto, Ibu Fatmawati, Guntur Soekarnoputra, dan lainnya selama tiga hari,
pada 14 - 16 Agustus 1945.
Djiaw adalah seorang petani kecil keturunan Tionghoa. Ia merelakan rumahnya
ditempati oleh para tokoh pergerakan yang kelak menjadi "Bapak Bangsa". Hingga kini
rumahnya masih dihuni oleh keturunannya.
Babah (sebutan untuk laki-laki Tionghoa) Djiaw pernah berwasiat, keluarga yang
menempati rumah bersejarah itu harus bersabar. Tak dibolehkan merengek minta-
minta sesuatu kepada pihak mana pun. Bahkan, harus rela setiap hari menunggui
rumah mereka demi memberi pelayanan terbaik kepada para tamu yang ingin
mengetahui sejarah perjuangan bangsa.
Djiaw meninggal dunia pada 1964 dan namanya praktis hampir tidak dikenal ataupun
tercatat dalam sejarah. Mayjen Ibrahim Adjie pada saat masih menjabat sebagai
Pangdam Siliwangi, pernah memberikan penghargaan kepada Djiaw dalam bentuk
selembar piagam nomor 08/TP/DS/tahun 1961.
BIOGRAFI SINGKAT WR SUPRATMAN

Nama : Wage Rudolf Supratman


Lahir: Somongari, Purworejo, 19 Maret 1903
Meninggal: Surabaya, 17 Agustus 1938
Kebangsaan: Indonesia
Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta
Orang tua: Djoemeno Senen Sastrosoehardjo, Siti Senen

Saat tinggal di Makassar, Soepratman mendapatkan pelajaran tentang musik dari


kakak iparnya. W.R Soepratman pandai bermain biola dan dapat menggubah lagu.
Saat tinggal di Jakarta, Ia membaca sebuah karangan dalam majalah Timbul, penulis
karangan tersebut menantang para ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu
kebangsaan.
Soepratman merasa tertantang dan ia mulai menggubah lagu. Pada tahun 1924,
terciptalah lagu Indonesia raya yang pada saat itu Ia berumur 21 tahun dan berada di
Bandung.
Pada malam penutupan Kongres Pemuda II di Jakarta pada 28 Oktober 1928,
Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental didepan umum
dan semua orang yang hadir terpukau mendengarkannya. Lagu Indonesia Raya
kemudian dengan cepat menjadi terkenal , apabila ada partai yang mengadakan
kongres maka lagu tersebut selalu dinyanyikan. Lagu Indonesia Raya merupakan
perwujudan rasa persatuan dan keinginan untuk merdeka.
Wafatnya W.R. Soepratman
Karena menciptakan lagu Indonesia Raya, Soepratman menjadi buronan polisi Hindia
Belanda hingga Ia jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu ciptaannya yang berjudul
“Matahari Terbit”, pada awal Agustus 1938, Soepratman ditangkap saat sedang
menyiarkan lagu tersebut bersama para pandu di NIROM Jalan Embong Malang,
Surabaya lalu Ia ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya. W.R soepratman meninggal
pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit.
Setelah Indonesia Merdeka, Lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Soepratman
ditetapkan sebagai lagu kebangsaan. Namun sayangnya sang pencipta tidak dapat
merasakan kemerdekaan tersebut.
BIOGRAFI LAKSMANA MUDA TADASHI MAEDA

Laksamana Muda Maeda Tadashi (lahir di Kagoshima, Jepang, 3


Maret 1898 – meninggal 13 Desember 1977 pada umur 79 tahun) adalah seorang
perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang
Pasifik. Selama pendudukan Indonesia di bawah Jepang, ia menjabat sebagai Kepala
Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Kekaisaran Jepang.

Laksamana Muda Maeda memiliki peran yang cukup penting dalam kemerdekaan
Indonesia dengan mempersilakan kediamannya yang berada di Jl. Imam Bonjol,
No.1, Jakarta Pusat sebagai tempat penyusunan
naskah proklamasi oleh Soekarno, Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo,
ditambah sang juru ketik Sayuti Melik. Selain itu, dia juga bersedia menjamin
keamanan bagi mereka. Kini, bekas kediamannya itu menjadi Museum Perumusan
Naskah Proklamasi.
MR. DARWIS DJAMIN

adalah seorang saudagar kaya dan juga merupakan salah satu tokoh berpengaruh
pada perjuangan bahari dan maritim dimasa perjuangan mempertahankan
kemerdekaan RI. beliau adalah pendiri sekaligus pemimpin pangkalan TKR Laut di
Tegal lalu menjadi Pangkalan IV Tegal dan juga pendiri perusahaan pelayaran nasional
pertama di Indonesia yang bernama N. V Djakarta Lloyd.

Mr. Darwis Djamin (atau oleh masyarakat Kota Tegal lebih dikenal dengan Kolonel
Darwis) adalah seorang tokoh pejuang maritim asal Sumatera Barat yang sangat
berpengaruh pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. banyak sekali
jasa-jasa beliau yang dikenang oleh masyarakat tegal sebagai kota bahari. beliau pada
awalnya hanyalah seorang saudagar kaya yang merasa terpanggil untuk ikut
bergabung dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. beliau
memiliki banyak relasi dan pengalaman dalam perbekalan dan penyempurnaan
persenjataan sehingga beliau dipercaya untuk menjadi pimpinan TKR Laut di Tegal
yang kini menjadi Pangkalan IV Tegal. Kekuatan pasukan ALRI Pangkalan IV Tegal ini
cukup besar di bawah pimpinan Panglima Kolonel Darwis Djamin, di dukung oleh
satuan-satuan yang telah ada sebelumnya yaitu Corps Mariniers (CM), Corps Armada,
Corps Navigasi, Corps MSD/ Teknik Mesin, Corps Kesehatan, Corps Administrasi,
Corps PHB, Corps Penerangan, Corps Penerbangan dan Corps Polisi Tentara Laut.
dibawah kepemimpinan MR Darwis Djamin Pangkalan IV Tegal ini berkembang sangat
pesat, banyak sekali misi perampasan dan penyelundupan yang berhasil meningkatkan
kapasitas perlengkapan/ perbekalan dan persenjataan sehingga Pangkalan IV Tegal
menjadi salah satu kekuatan yang sangat diperhitungkan bukan saja di lingkungan
ALRI, namun juga sangat diperhitungkan oleh tentara Sekutu/ Belanda.

Setelah Indonesia memperoleh kedaulatannya secara penuh melalui


hasil perundingan Konfrensi Meja Bundar (KMB), dan sejalan dengan itu pada tubuh
TNI Angkatan Laut terdapat re-organisasi agar pangkalan-pangkalan di jawa dan
sumatera di koordinasikan secara lebih efektif dalam pusat komando maka Mr. Darwis
Djamin merasa perang fisik untuk mempertahankan kemerdekaan telah usai, tetapi
dengan rasa cintanya pada dunia maritim maka beliau bersama para aktivis
kemerdekaan dan relasi bisnisnya mendirikan perusahaan pelayaran nasional pertama
pada tanggal 18 Agustus 1950 dengan nama N.V Djakarta Lloyd. Darwis Djamin dan
para tokoh pejuang maritim Kota Tegal sering melakukan diskusi tentang berbagai
gagasan untuk melanjutkan perjuangan anak Bangsa setelah Indonesia menjadi
negara yang merdeka dan berdaulat. cita-cita mulia tersebut akhirnya menjadikan
langkah perjuangan baru dalam bentuk korporasi yang bernama N.V Djakarta Lloyd.
diharapkan N.V Djakarta Lloyd menjadi alat pemersatu untuk pecepatan pembangunan
dan ketahanan Bangsa Indonesia.

BIOGRAFI SUWIRYO

Raden Suwiryo (lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 17 Februari 1903 – meninggal


di Jakarta, 27 Agustus 1967 pada umur 64 tahun) adalah seorang tokoh pergerakan
Indonesia. Ia juga pernah menjadi Wali kota Jakarta dan Ketua Umum PNI. Ia juga
pernah menjadi Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Sukiman-Suwiryo.[1][2]

Pendidikan dan pekerjaan


Suwiryo menamatkan AMS dan kuliah di Rechtshogeschool namun tidak tamat.
Suwiryo sempat bekerja sebentar di Centraal Kantoor voor de Statistik. Kemudia ia
bergiat di bidang partikelir, menjadi guru Perguruan Rakyat, kemudian memimpin
majalah Kemudi. Menjadi pegawai pusat Bowkas "Beringin" sebuah kantor asuransi.
Pernah juga menjadi pengusaha obat di Cepu. Pada masa mudanya Suwiryo aktif
dalam perhimpunan pemuda Jong Java dan kemudian PNI. Setelah PNI bubar tahun
1931, Suwiryo turut mendirikan Partindo. Pada zaman kependudukan Jepang, Suwiryo
aktif di Jawa Hokokai dan Putera.
Peralihan kekuasaan dari Jepang
Pada 10 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu setelah bom atom dijatuhkan di
kota Hiroshima dan Nagasaki. Berita takluknya Jepang ini sengaja ditutup-tutupi. Tapi
Suwiryo, dengan berani menanggung segala akibat menyampaikan kekalahan Jepang
ini pada masyarakat Jakarta dalam suatu pertemuan. Hingga demam kemerdekaan
melanda Ibu Kota, termasuk meminta Bung Karno dan Bung Hatta segera
memproklamasikan kemerdekaan. Perpindahan kekuasaan dari Jepang dilakukan
tanggal 19 September 1945 dan Suwiryo ditunjuk jadi Wali kota Jakarta tanggal 23
September 1945.
Setelah proklamasi kemerdekaan
Ketika kedua pemimpin bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan, Suwiryo-lah salah
seorang yang bertanggungjawab atas terselenggaranya proklamasi di kediaman Bung
Karno. Semula akan diselenggarakan di Lapangan Ikada (kini Monas) tetapi karena
balatentara Jepang masih gentayangan dengan senjata lengkap, dipilih di kediaman
Bung Karno.

Meninggal dunia
Enam tahun terakhir masa hayatnya, Suwiryo berjuang melawan penyakit yang tidak
dapat dilawannya, akhirnya ia meninggal pada 27 Agustus 1967 dan dimakamkan di
Taman makam Pahlawan Kalibata.

BIOGRAFI WIKANA

Wikana (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 18 Oktober 1914 [1] - meninggal di ?, 1966)
adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Bersama Chaerul Saleh, Sukarni dan
pemuda-pemuda lainnya dari Menteng 31, mereka
menculik Soekarno dan Hattadalam Peristiwa Rengasdengklok dengan tujuan agar
kedua tokoh ini segera membacakan Proklamasi Kemerdekaan setelah
kekalahan Jepang dari Sekutu pada tahun 1945. Wikana termasuk dalam daftar orang
yang menghilang dan diduga meninggal dibunuh dalam lembaran hitam
tragedi Pembantaian di Indonesia 1965–1966 pasca peristiwa G30S.
Boleh dibilang Wikana punya otak encer. Sebagai anak priayi, dia punya hak untuk
mengenyam pendidikan. Tapi untuk masuk ELS (Europeesch Lagere School), sekolah
dasar yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar, tidak cukup bermodal
anak raden saja. Kemampuan bahasa Belanda dan kepintaran si anak menjadi standar
utama. Wikana kecil memenuhi syarat itu dan berhasil lulus dari ELS. Lepas dari ELS
Wikana melanjutkan sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Semasa
muda itulah Wikana sempat menjadi salah satu dari sekian pemuda satelit Bung Karno
di Bandung.
Pada masa mudanya ia aktif sebagai Angkatan Baru Indonesia dan Gerakan Rakyat
Baru. Semasa zaman kolonial, Wikana menjadi pemimpin PKI bawah tanah di Jawa
Barat. Ia juga berkawan dekat dengan Widarta tokoh PKI bawah tanah yang
bertanggungjawab di wilayah Jakarta. Tak hanya sebagai anggota PKI bawah tanah,
Wikana juga tercatat pernah aktif sebagai anggota Partai Indonesia (Partindo) yang
didirkan oleh Mr Sartono pada 1931 pascapenangkapan Bung Karno. Pada 1938 ketika
Barisan Pemuda Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) didirikan, dia terpilih sebagai
ketuanya yang pertama. Keyakinannya yang anti-kolonialisme mendorong Wikana aktif
mengikuti berbagai organisasi politik yang melawan Belanda secara frontal.
Beberapa pekan sebelum peristiwa G30S 1965 terjadi, Wikana berserta beberapa
elemen PKI lainnya pergi ke Peking untuk menghadiri perayaan hari Nasional Cina 1
Oktober 1965. Tapi sontak terdengar kabar dari tanah air tentang insiden penculikan
dan pembunuhan para jenderal. PKI disalahkan. Delegasi terceraiberai. Wikana
meminta anggota delegasi lain untuk tetap berada di Peking selagi menunggu
kepastian dari berita yang simpang siur. Dia sendiri memilih pulang ke tanah air.
Kurang dari setahun setelah peristiwa G30S, dia ditangkap. Sempat bermalam di
Kodam Jaya namun dipulangkan kembali. Tak berapa lama kemudian segerombolan
tentara tak dikenal datang ke rumahnya di Jalan Dempo No. 7 A, Matraman, Jakarta
Timur. Mereka membawa Wikana dan sampai hari ini, pemuda garang yang sempat
membuat Bung Karno naik pitam itu, tak pernah kembali pulang. Dia hilang tak tentu
rimbanya.

BIODATA DR. RADJIMAN WIDYODININGRAT

Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, dilahirkan di Yogyakarta, 21 April 1879. Ia adalah


putra dari seorang penjaga sebuah toko kecil di Yogyakarta bernama Ki Sutodrono dan
ibunya adalah seorang wanita berdarah Gorontalo. Meski bukan berasal dari kaum
bangsawan, namun semangat belajarnya sangat tinggi. Ia berhasil mengenyam
pendidikan hingga ke negeri Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika. Ia berhasil
memperoleh gelar dokternya di negeri Belanda pada usia 20 tahun. Sedangkan gelar
Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) ia peroleh dari Kesultanan Yogyakarta karena
jasanya bertugas di sebuah rumah sakit di Yogyakarta pada masa pemerintahan Hindia
Belanda.

Dr. Radjiman Wedyodiningrat juga merupakan tokoh pergerakan nasional, meski


kiprahnya tak setenar Ir. Soekarno ataupun Bung Hatta. Ia merupakan salah satu pendiri
Boedi Oetomo dan sempat menjadi ketua di tahun 1914-1915. Ia juga mewakili Boedi
Oetomo menjadi anggota dalam Volksraad bentukan Belanda sampai tahun 1931.
Memiliki andil besar dalam usaha mencapai kemerdekaan Indonesia dengan menjadi
ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Saat itu ia pernah
menanyakan tentang dasar negara Indonesia jika kelak telah merdeka dan dijawab Bung
Karno dengan uraiannya tentang pancasila. Uraian tersebut diyakini pernah ditulis
Radjiman Wedyodiningrat dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang
pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi.
Dr. Radjiman Wedyodiningrat mulai pindah ke Ngawi pada tahun 1934. Ia memilih
menetap di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi karena
keprihatinannya melihat warga Ngawi yang terserang penyakit pes. Sejak saat itu ia
mengabdikan dirinya menjadi dokter ahli penyakit pes. Selain itu dr. Radjiman juga
pernah memberdayakan dukun bayi di Ngawi untuk mencegah kematian ibu saat
melahirkan dan juga bayinya. Ia sangat peduli terhadap kesehatan masyarakat, terutama
mereka yang tidak mampu. Ia juga dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Selain menjadi dokter, dr. Radjiman Wedyodiningrat ternyata juga menyalurkan ilmunya
kepada mereka yang membutuhkan. Hal itu terbukti dengan sepak terjangnya mengajar
anak-anak di Dusun Dirgo yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena tidak adanya
biaya. Lokasi tempatnya mengajar saat itu telah dibangun sebuah Sekolah Dasar dan
sampai kini masih terdapat jejaknya, yaitu SD Negeri 3, 4, dan 5 Kauman. Pada tanggal
20 September 1952, Dr. Radjiman Wedyodiningrat menghembuskan napas terakhirnya
di Dusun Dirgo, Widodaren, Ngawi. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman,
Yogyakarta, berdekatan dengan makam dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang yang telah
membesarkannya.

BIOGRAFI DJOHAR NUR (MUHAMMAD NOOR)

Ir. H. Pangeran Muhammad Noor (lahir di Martapura, Hindia Belanda, 24 Juni 1901 –
meninggal di Jakarta, 15 Januari 1979 pada umur 77 tahun) adalah mantan Menteri
Pekerjaan Umum dan gubernur Kalimantan pada 1901. Ia lahir dari keluarga
bangsawan Banjar, karena ia adalah intah (cucu dari cucu) Raja Banjar Sultan Adam
al-Watsiq Billah.

Setelah lulus HIS tahun 1917, ia meneruskan ke jenjang MULO dan lulus tahun 1921,
lalu lulus dari HBS tahun 1923, dan pada tahun 1923 masuk Technische Hoogeschool
te Bandoeng (THS) – sekolah teknik tinggi di Bandung. Pada tahun 1927, ia berhasil
meraih gelar Insinyur dalam waktu empat tahun sesuai masa studi, setahun setelah Ir.
Soekarno (presiden RI pertama) lulus sebagai insinyur dari TH Bandung.

Pada tahun 1935-1939 ia menggantikan ayahnya Pangeran Muhammad Ali sebagai


wakil Kalimantan dalam Volksraad pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Tahun 1939, ia digantikan Mr. Tadjudin Noor dalam Volksraad.

Pangeran Muhammad Noor adalah salah satu pejuang dalam merebut kemerdekaan di
tanah Borneo, sekaligus menjabat Gubernur Borneo (sebelum dimekarkan menjadi
beberapa provinsi) pertama berkedudukan di Yogyakarta pada masa pemerintahan
Sukarno. Ia juga pernah menugaskan Hasan Basry dan Tjilik Riwut berjuang di
Kalimantan merebut kemerdekaan. Ia juga merupakan tokoh pejuang yang berhasil
mempersatukan pasukan pejuang kemerdekaan di Kalimantan ke dalam basis
perjuangan yang diberi nama Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan di bawah pimpinan
Hassan Basry (1945-1949) dan juga sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).

Pada periode 24 Maret 1956 – 10 Juli 1959, ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno
sebagai Menteri Pekerjaan Umum. Ketika menjabat Menteri Pekerjaan Umum, ia
mencanangkan sejumlah proyek, seperti Proyek Waduk Riam Kanan di Kalimantan
Selatan dan Proyek Waduk Karangkates di Jawa Timur. Selain itu, ia juga menggagas
Proyek Pasang Surut di Kalimantan dan Sumatera. Ia juga menggagas Proyek
Pengembangan Wilayah Sungai Barito yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu PLTA
Riam Kanan dan Pengerukan Muara/Ambang Sungai Barito yang dilaksanakan pada
akhir tahun 1970. Ia menerima Anugerah Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra
Utama karena jasa dan pengabdian pada tahun 1973.
Pangeran Muhammad Noor wafat pada tanggal 15 Januari 1979 dan dimakamkan di
TPU Karet Bivak, Jakarta berdampingan dengan makam istrinya, Gusti Aminah binti
Gusti Mohamad Abi. Namun, pada tahun 2010 jenazahnya beserta istrinya dibawa
pulang ke kampung halamannya di Martapura atas keputusan keluarga PM Noor.
Kemudian pada tanggal 18 Juni 2010 jenazah PM Noor dan Gusti Aminah dimakamkan
di komplek pemakaman Sultan Adam Martapura dengan upacara militer.

SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO IX

Lahir : Yogyakarta, 12 April 1912


Wafat : Amerika Serikat, 3 Oktober 1988
Makam : Imogiri, Yogyakarta

Ia adalah Raja Yogyakarta Hadiningrat dengan gelar Sampeyan Dalem Kanjeng Sultan
Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panata Gama yang dinobatkan pada
bulan Maret 1940. Kerajaan Yogyakarta waktu itu adalah bagian dari Hindia Belanda dan
tunduk pada peraturan Belanda.
Sri Sultan yang memiliki nama kecil Gusti Raden Mas Dorodjatun adalah seorang yang
berpendirian tegas dan nasionalis sejati. Dua hari setelah proklamasi Sri Sultan
mengirimkan telegram ucapan selamat kepada Soekarno Hatta dan menyatakan bahwa
kerajaan Yogyakarta adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini
kemudian diikuti oleh raja-raja Surakarta yakni Paku Alaman dan Mangkunenggaran
pada tanggal 1 September 1945.
Meski ia seorang raja, jiwa besar Sri Sultan Nampak ketika ia ikhlas dan tanpa pamrih
menerima jabatan sebagai Menteri Negara demi kepentingan rakyat banyak. Yogyakarta
kemudian ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara dengan pertimbangan keamanannya
lebih baik daripada Jakarta.

Tanggal 27 Desember 1949, Hamengku Buwono IX dipercaya untuk memimpin Delegasi


RI pada saat serah terima kedaulatan RI dari Belanda di Indonesia. Serah terima ini juga
dilakukan di Den Haag, Belanda, dengan Mohammad Hatta sebagai ketua Delegasi RI.

Selain menteri, Sri Sultan pernah menjabat sebagai Menteri pertahanan dan
pemerintahan, wakil perdana menteri pada cabinet natsir, dan terakhir sebagai Wakil
Presiden RI hasil pemilu 1971. Ia juga menjabat sebagai ketua Komite Olahraga
Nasional Indonesia(KONI), ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, serta ketua
dewan Pembimbing Lembaga Pariwisata Nasional. Sri Sultan Hamengku Buwono IX
diberi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah melalui SK Presiden RI
No.053/TK/1990.

Anda mungkin juga menyukai