Anda di halaman 1dari 11

Lawang Sewu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Untuk film, lihat Lawang Sewu (film).

Lawang Sewu Gedung Lawang Sewu di tahun 1920an Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein. Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang). Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi. Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero

Sejarah Bangunan Lawang Sewu

Skema rancangan Lawang Sewu 1901 Lawang Sewu adalah salah satu bangunan bersejarah yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda, pada 27 Februari 1904. Awalnya bangunan tersebut didirikan untuk digunakan sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS. Sebelumnya kegiatan administrasi perkantoran NIS dilakukan di Stasiun Samarang NIS. Namun pertumbuhan jaringan perkeretaapian yang cukup pesat, dengan sendirinya membutuhkan penambahan jumlah personel teknis dan bagian administrasi yang tidak sedikit seiring dengan meningkatnya aktivitas perkantoran. Salah satu akibatnya kantor pengelola di Stasiun Samarang NIS menjadi tidak lagi memadai. NIS pun menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai jalan keluar sementara. Namun hal tersebut dirasa tidak efisien. Belum lagi dengan keberadaan lokasi Stasiun Samarang NIS yang terletak di kawasan rawa-rawa hingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Kemudian diputuskan untuk membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada masa itu berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman Residen. Letaknya di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda), di sudut pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal). NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Negeri Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan ditandatangi di Amsterdam tahun 1903

MISTERI LAWANG SEWU percayakah?


Posted by keyno Feb 18

Mmmhh hanya berkilas balik kepada beberapa bulan yg lalu saat saya mengunjungi kota Semarang. Saat itu saya sedang mengunjungi kakak ipar dan juga tante saya. Saya mnyempatkan singgah utk membeli oleh2 (apalagi kalau bukan bandeng presto! nyummyy ) Nah pada saat itu sebenernya saya juga sedang menunggu rombongan sepupu2 saya yang telat dateng (dari bdg semarang). Akhirnya karena jemu menunggu ntah dari mana kepikiran untuk mengunjungi lawang sewu.

Tentu saja, bukan soal sejarah sebenernya (walaupun penasaran juga asal usul lawang sewu), tapi inti dari berjalan kesana saya pengen tau, beneran gak sih, kisah2 misteri yg saya dengar? Yah tau dong, ttg hantu-hantu yang berkeliaran itu? Akhirnya ya sudah kita BP (bocah petualang), tepat jam 7 lgsg kesana. Suasana masih kosong, masih rada2 ragu juga, soalnya memang dari luar tampak begitu menyeramkan, dan gelap. Ya udah kepikiran lg, ah nunggu 1 jam-an lg deh, mana tau sepupu2 dah dateng, jadi masuknya barengan. Selagi menunggu kita ngomong2 sama gaet/pawang sana. Dia meyakinkan kami, kalau semua baik2 aja selama ada dia. Dia bilang gak usah takut, berpikiran positif saja, dan utamakan sejarahnya. Dia juga bilang, klo semakin malam, disini semakin rame jadi gak usah khawatir, apalagi kalau malam jumat (kebeneran kami pada saat itu malam kamis). Bener aja, 1 jam berlalu yang datang kesana semakin byk. Yg tadinya hanya kami saja, tepat jam 8, ada 7 rombongan motor, dan 3 rombongan mobil. Suasana menjadi agak sedikit riuh. Karena bosan menunggu, dan nyali juga udah besar, kita beraniin masuk. Sampailah kita pada pintu depan. Sungguh menyeramkan, suasana gelap. Mata harus menyesuaikan dengan remang2, untungnya kami di bantu oleh cahaya senter. Sang pawang mulai beraksi, ia menyorot dinding yg banyak tercantum nama dan photo, ia pun mulai menyeritakan siapakah nama gerangan2 diatas. Sang pawang pandai membawa suasana, sehingga rasa takut mulai hilang berganti menjadi rasa penasaran. Kita akhirnya malah mengintrogasi si pawang, karena merasa seru. Sampai kami akhirnya ke lantai dua kami pun sempat berfoto ria, indah terlihat dari atas, di teras kantor belanda, langsung terlihat pemandangan luar.

Namun perasaan seru kami hilang saat memasuki lantai 3. Tepatnya di ruang penyiksaan Jepang (dulunya itu dijadikan gudang oleh Belanda, namun saat peralihan oleh pemerintahan jepang dijadikan ruang penyiksaan). Bau nya sangat menusuk, dan sungguh gelap. Bukan hanya itu, ada perasaan lain di ruang itu, saya khususnya merasa di perhatikan oleh seseorang atau lebih tepatnya oleh mahluk lain. Segera saya meminta agar segera turun saja ke bawah. Sampai bawah, kami memasuki wilayah terakhir, gedung penyiksaan bawah tanah. Saya dengar dulunya ini adalah tempat paling angker. Hati saya pun jadi gak enak. Namun ternyata begitu sampai bawah, berbeda dengan yg saya pikirkan. Ternyata tempat itu sudah di kelola oleh pemerintahan, tempatnya jadi rada bersih, dan rada rame. Pada saat menuju ruang sana, ada beberapa mahasiswa bermain gitar, cukup mencairkan suasana. Sampai pada pintu bawah tanah, kita berganti pawang (yg ini khusus pawang bawah tanah). Kita disuruh membayar Rp 8000 utk menyewa sepatu boot, karena di bawah memang tergenang air sampai betis. Dibawah memang ternyata cukup menyeramkan, bukan hanya pemandangannya tetapi cerita dibalik itu yg bikin berdelik dan mendendam. Dibawah itu saya melihat berbagai tempat penyiksaan dan penjara. 1. Penjara berdiri : tahanan (yang pastinya orang indonesia) dimasukan kedalam ruangan kurang lebihberukuran lebar 11 meter sebanyak 6 orang. Mereka lalu di beri air selutut kemudian di kurung berdiri. Dengan ukuran sesempit itu maka tidak mungkin jongkok, seandainya jongkok pun mereka akan terlelap air. Mereka akan dikurung sampai meninggal.

2. Penjara jongkok : tahanan harus duduk jongkok di ruangan kurang lebih selebar 1,5 m dan setinggi 1 m sebanyak 7- 8 orang dan juga dikurung sampai meninggal. 3. Tempat pemasungan kepala : tahanan yg membandel, akan dilakukan pemasungan kepala, didalam sebuah bak. Saat itu saya masih melihat alat pasungnya yg sudah berkarat. Setelah di pasung kemudian badan dan kepala secara diam2 di tenggelamkan ke sungai dengan jalan bawah tanah. 4. Perantai Badan : Tempat merantai badan, kemudian mereka disiksa, baik di cambuk disundut rokok, atau cara2 menyedihkan lainnya. Masih banyak lagi ruangan2 yang lain, namun itu yg ruangan plg berkesan bagi saya. Dulunya tempat itu merupakan tempat penampungan air oleh tentara Belanda. Namun tentara Jepang menjadikannya tempat penyiksaan. Yang baru diketahui setelah Pemerintahan Jepang angkat kaki dari Indonesia yaitu sekitar tahun 1945 . Nah, akhirnya saya menyelesaikan perjalanan yg cukup melelahkan itu fiuhhh,,, Eitssssss tunggu dulu cerita belum berakhir! Ternyata begitu sampai diluar, kebeneran saudara2 saya baru sampai. Akhirnya setelah setengah jam istirahat, mereka minta kembali ditemani masuk kedalam. Ya sudah kita mau mau saja. Namun ternyata walahhhh mereka mengandung hawa negatif heheh maklum mereka pada cowo semua, jadi rada usil. Benar saja, begitu sampai dalam, mereka bertingkah seperti anak2, saling mengejutkan dan bertindak konyol yang sangat tidak penting! sampai2 si pawang memperingatkan secara halus, agar kita jangan berisik, karena sudah ada yg memperhatikan, namun mereka tampaknya tak percaya, dan malah semakin membuat hal2 konyol yg tidak penting lainnya. Akhirnya pas naik ke lantai 3, yg tadinya mereka usil, akhirnya pada diem semua. Ternyata dilantai ini, bukan hanya saya aja yg merasa gak enak, tetapi semuanya punya perasaan sama. Saat dilantai 3 Gudang atas, kami seperti merasa di kepung, sepertinya kami diperhatikan oleh orang lain bulu kuduk kami pada naik. Lagipula saat itu suasana tiba2 menjadi hangat. Karena udah merasa super gak enak, akhirnya saya dengan nada teriak bilang Udah Ah! dan langsung kabur kebawah, yang lain pada ikutan ngacir, smbil bilang woy tunggu tunggu ! Any way, akhirnya kami sampai di bawah, ntah karena apa akhirnya sang pawang membawa kami pada suatu lorong yg tidak di tunjukkan pada aya sebelumnya. Kami disuruh berhenti dan jongkok diam. Ia lalu mematikan senternya, tidak berapa lama ia mengedap-ngedipkan senternya.

Lalu ia berkata kalian liat gak di ujung sana, liat keatas semua terdiam sambil melihat keujung atas. Sepupu saya berdua udah melihat, oh yg bayangan item itu yah pak? akhirnya dua yg lain melihat oh bayangann itu ya pak kok kayaknya mendekat? saya bingung sambil terus memicing-micingkan mata saya, lalu akhirnya saya dapat melihatnya saat sudah berjarak dekat sekali dari saya (kira-kira 3 meter). Sebuah bayangan hitam berbentuk seperti manusia tergantung diatas, matanya bewarna hijau menyala, ia berjalan merangkak diatas sana berusaha mendekati kami. jalannya pelan, persis seperti bayi merangkak namun tentunya dia merangkak di atas langit-langit. Saya tercekat, karena itu adalah pengalaman pertama saya melihat mahluk lain. Bergegas akhirnya sang pawang menyuruh kami langsung peergi. langsung secepat kilat kami melangkah kabur me ninggalkan ruangan. Fiuhhh, walaupun saya tidak melihat jelas mahluk itu, tapi sudah cukup mengerikan sekali bg saya. Sampai luar kami semua saling bengong dan saling melemparkan pertanyaan. Namun ternyata ada satu spupu saya yg tidak melhat, menurut si pawang karena indranya tidak tajam.

Ya begitu deh temen2 semua akhir petualangan saya di Semarang. Seluruh cerita ini bener saya ungkapin, dan gak ada yg saya tambah2, malah mungkin saya kurangin. Jadi intinya adalah kalau saya percaya dengan misteri lawang sewu berdasarkan pengalaman saya di Semarang. Eits perlu diketahui. saya bukannya penggemar film hantu atau penggemar uka-uka, namun akhirnya saya percaya ada mahluk lain selain kita di luar sana semenjak petualangan saya ke lawang sewu.

Bangunan Bersejarah yang Menyimpan Ribuan Kisah


Pertumbuhan jaringan kereta api yang cukup pesat di Jawa menjadikan jumlah pegawai yang dipekerjakan pun bertambah sehingga memerlukan kantor baru yang lebih luas. Hal inilah yang mendasari dibangunnya Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS di ujung Bodjongweg atau yang sekarang dikenal dengan nama Jalan Pemuda. Bangunan bergaya art deco yang memiliki 2 menara kembar didepannya ini kemudian jamak disebut dengan nama Lawang Sewu. Penyebutan Lawang Sewu oleh penduduk lokal bukan tanpa alasan. Dalam bahasa Jawa, lawang berarti pintu dan sewu berarti seribu, jadi lawang sewu berarti seribu pintu. Hal ini bukan berarti bahwa Lawang Sewu memiliki seribu pintu, melainkan untuk menggambarkan jumlah pintu di Lawang Sewu yang teramat banyak. Meski sudah berusia satu abad, gedung bergaya indis yang dipadukan dengan ornamen lokal yang kental ini masih terlihat kuat dan kokoh. Hiasan kaca patri di jendela semakin menambah kesan mewah dan elegan. Waktu

rupanya tak mampu memudarkan kegagahan dan keanggunan gedung yang menjadi landmark Kota Semarang ini. Selain arsitekturnya yang indah, Gedung Lawang Sewu juga sarat akan nilai sejarah. Pada awal pembangunannya, gedung yang terletak tepat di depan Jalan Raya Pos Daendels ini digunakan sebagai kantor pusat NIS dan tempat tinggal pegawai Belanda. Kemudian pernah digunakan sebagai penjara bawah tanah oleh serdadu Jepang, lokasi pertempuran 5 hari di Semarang, hingga kantor pemerintahan pasca Indonesia merdeka. Saat ini pengelolaan Gedung Lawang Sewu berada di bawah PT KAI. Memasuki salah satu Gedung Lawang Sewu, YogYES disambut lorong panjang yang dipenuhi pintu kayu di kanan dan kirinya. Bangunan yang dulu juga berfungsi sebagai tempat tinggal pegawai NIS ini dilengkapi dengan ballroom, ruang makan yang luas, gedung serbaguna, hingga gedung pertunjukan berbentuk bahtera terbalik di lantai atas. Sayangnya tidak ada lagi perabotan yang tersisa di ruangan tersebut, yang ada hanyalah ruangan yang kosong dan hampa. Kunjungan ke Lawang Sewu kemudian dilanjutkan dengan menyusuri ruang bawah tanah. Menyaksikan ruangan-ruangan sempit, gelap, dan lembab yang pernah digunakan sebagai penjara berdiri dan penjara jongkok membuat bulu kuduk YogYES meremang. Aroma kekejaman yang terjadi di masa lalu terasa dengan jelas. YogYES pun mempercepat langkah meninggalkan ruangan ini.

VIVAnews -- Gedung tua peninggalan Belanda itu berdiri tegak di dekat Bundaran Tugu Muda. Di jantung Kota Semarang, Jawa Tengah. Bergaya art deco, penampilannya kokoh, eksotis, dan mencolok -- dengan dua menara kembar menjulang, jendela tinggi dan besar yang berjajar, serta barisan pintu-pintu. Orang menyebutnya Lawang Sewu yang secara harfiah berarti 'seribu pintu' -- meski nyatanya pintu yang ada tak sampai seribu. Dibangun tahun 1904 sampai 1907, awalnya, gedung ini dipakai sebagai kantor jawatan kereta api Belanda, Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Setelah Jepang bercokol di Indonesia pada 1942, gedung ini diambil alih. Ruang bawah tanah gedung yang difungsikan sebagai saluran pembuangan air, sebagian diubah jadi penjara bawah tanah yang sarat cerita penyiksaan tahanan. Lawang Sewu juga jadi saksi sejarah Pertempuran lima hari di Semarang yang menewaskan ribuan jiwa di sekitar bangunan itu. Setelah kemerdekaan ia berganti fungsi menjadi kantor Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah hingga tahun 1994. Setelah itu, sempat beredar isu akan diubah jadi hotel, Lawang Sewu malah kemudian dibiarkan kosong, tak terurus. Kemudian, bukan cerita soal keindahan bangunan dan sejarahnya yang menonjol. Tapi justru keangkerannya. Kondisi gedung yang gelap, bocor di sana-sini, dan tak berpenghuni memancarkan aroma mistis. Cerita kuntilanak, genderuwo, hantu-hantu lain -- apapun namanya -- menyebar dari situs ini.

Paranormal berdatangan, juga orang-orang yang penasaran dengan kisah hantunya. Tayangan mistis 'uji nyali' berbagai stasiun televisi memanfaatkannya sebagai setting -- menguatkan reputasi keangkeran Lawang Sewu. Juga film horor, semisal 'Lawang Sewu: Dendam Kuntilanak" yang dibesut di sini. Namun, kini Lawang Sewu telah dibenahi, dipugar, dan tak lagi dibiarkan kosong. Gedung ini akan dijadikan pusat kerajinan Indonesia di Jawa Tengah. Menjadi cagar budaya, ikon Jawa Tengah, yang juga diharapkan jadi destinasi wisata internasional. Pada Selasa 5 Juli 2011, Lawang Sewu resmi dibuka oleh Ani Yudhoyono. Ibu negara berharap, pemugaran dapat menghilangkan kesan mistis yang terlanjur melekat selama bertahun-tahun. "Dengan adanya pemugaran ini diharapkan Lawang Sewu tidak terkesan seram, angker dan kusam. Karena Lawang Sewu juga merupakan salah satu cagar budaya yang wajib kita lindungi," kata Ani Yudhoyono di Semarang, Selasa 5 Juli 2011. Butuh biaya besar untuk mendandani Lawang Sewu. Sebesar Rp12 miliar untuk tahap pertama dan Rp3,9 miliar untuk tahap kedua. Sementara, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, mengatakan, usai dipugar cagar budaya ini harus mempunyai manfaat bagi kesejahteraan rakyat. "Bangunan ini harus bermanfaat, selain manfaat kebangaan atas nilai sejarah yang tinggi, juga ke depan Lawang Sewu merupakan salah satu destinasi wisata unggulan," ujar Jero, yakin.

Bangunan bersejarah Lawang Sewu (Amanda Purnama Sari /ACI)


Foto Selengkapnya:

Banyak bangunan peninggalan masa kolonial Belanda yang tetap antik dan unik di Pulau Jawa. Salah satunya adalah Lawang Sewu di Semarang. Bangunan yang kokoh dan megah, serta banyak peristiwa yang bersejarah di sana. Bangunan yang indah bekas peninggalan kolonial Belanda tersebut telah menjadi ikon Kota Semarang. Letaknya di tengah kota, tepatnya di daerah Simpang Lima yang terkenal. Sejarahnya, arsitekturnya dan keindahannya telah membuat bangunan ini sebagai objek wisata favorit di Semarang. Lawang Sewu yang sudah dibangun sejak tahun 1907, awalnya adalah kantor pusat kereta api yang digunakan oleh pemerintah Belanda atau dikenal sebagai Nederlandsche Indische Spoorweg Maschaappij (NIS). Hal ini nampak jelas ketika Anda memasuki Lawang Sewu. Anda akan disambut dengan lokomotif tua yang sudah berumur ratusan tahun. Setelah era Belanda, Lawang Sewu dikuasai oleh pemerintahan Jepang. Lawang Sewu pun diubah fungsi menjadi tempat penjara bagi para tahanan Jepang. Lawang Sewu memiliki dua menara dan dua tingkat lantai. Menara berfungsi sebagai tempat penampungan air. Satu menara bisa menampung hingga 5.000 liter air, yang berfungsi sebagai persedian air. Air tersebut, sebagian dialirkan ke ruangan bawah tanah untuk mendinginkan ruangan di lantai satu. Sebuah teknologi yang unik. Lawang Sewu memiliki arti seribu pintu. Julukan tersebut lahir dari masyarakat karena banyaknya pintu dan jendela yang berukuran besar. Keindahan pintu dan jendela tersebutlah yang membuat Lawang Sewu terlihat gagah. Tiket masuk ke Lawang Sewu sebesar Rp 10.000 dan pada saat memasuki Lawang Sewu, Anda akan disambut oleh kaca patri yang sangat besar. Kaca patri tersebut menggambarkan tentang lambang Kerajaan Belanda, lambang NIS dan orang Belanda. Kaca yang indah dan berukuran sangat besar. Kaca patri diimpor langsung dari Belanda pada masa penjajahan Belanda. Padahal, kaca patri sangat mudah rusak. Jadi bisa Anda bayangkan bagaimana sulitnya sang arsitek Lawang Sewu membawa kaca tersebut langsung dari Belanda? Di ruang bawah tanah, ada kisah tersendiri. Pada jaman Jepang, ruangan tersebut dijadikan penjara dan banyak para tahanan yang meninggal di sana. Maka, tidak heran, jika ruangan bawah tanah menjadi tempat yang angker dan menyeramkan. Kadang, ada beberapa pemandu lokal yang menawarkan wisata malam di ruangan bawah tanah. Jika tidak punya nyali, jangan sekali-sekali mencoba.

Dibalik tudingan masyarakat yang menyebut Lawang Sewu sebagai tempat yang angker, keindahan gaya bangunan Lawang Sewu sangatlah menakjubkan. Ratusan pintu dan jendela yang besar, taman, dan setiap sudut bangunan sangat menarik untuk dijadikan objek foto. Lawang Sewu akan membuat Anda seolah kembali ke masa lalu.

Anda mungkin juga menyukai