Pendahuluan
Sebagai bagian dari produk manusia, karya sastra merupakan potret dan dokumentasi yang
memuat peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia. Dalam karya sastra, tidak jarang
sastrawan memasukkan unsur politik, sosial, agama, budaya, dan sejarah. Hal tersebut
merupakan bentuk apresiasi dan pengabadian sastrawan terhadap peristiwa atau keadaan
yang penting serta menarik untuk diabadikan dalam karyanya. Selain itu, pembaca tentu
diharapkan dapat mengetahui budaya dan keadaan sosial serta peristiwa penting yang
berkembang dalam suatu masyarakat di sebuah negara. Namun, dalam karya sastra unsur-
unsur tersebut digabungkan dengan cerita fiksi yang menarik sehingga pembaca akan lebih
mudah mengetahui kandungan unsur seperti sejarah, politik, dan sosial yang terkandung di
dalamnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Daiches (1964) mengacu pada Aristoteles
yang melihat “sastra sebagai suatu karya yang menyampaikan suatu jenis pengetahuan
yang tidak bisa disampaikan dengan cara lain, yakni suatu cara yang memberikan
Salah satu karya sastra yang memasukkan unsur sejarah, politik, dan sosial masyarakat
Indonesia khususnya Jakarta pada masa penjajahan adalah novel Batavia 1936 karya Widya
W Harun. Penulis mempunyai pendapat bahwa novel Batavia 1936 merupakan novel yang
menarik karena terdapat unsur sejarah, politik, dan sosial yang terjadi di masa penjajahan.
Penulis juga beranggapan bahwa dengan membaca novel Batavia 1936, pembaca akan
belajar mengenai tempat-tempat menarik dan memiliki nilai sejarah yang ada di Jakarta.
Dalam makalah ini, penulis akan menganalisis unsur intrinsik novel Batavia 1936. Penulis
akan memaparkan tokoh, alur cerita, tema, amanat, dan latar dalam novel tersebut. Penulis
juga akan melihat keterkaitan unsur intrinsik dengan tema yang diangkat serta kepaduan
Sebelum melihat unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Batavia 1936, penulis akan
memaparkan ringkasan cerita secara garis besar tanpa mengurangi inti dari cerita tersebut.
2. Ringkasan cerita novel Batavia 1936
Di Batavia pada tahun 1936 terdapat Pasar Malam Gambir (sekarang Pekan Raya Jakarta).
Di dalam Pasar Malam Gambir banyak sekali orang berjualan termasuk segerombolan anak
muda yang menyewa satu unit toko. Kirani, Syam, Husein, Tomo, Poltak, dan Prawira
adalah segerombolan anak muda yang sedang melakukan aksi pergerakan dengan
membuat sebuah Koran Fajar. Mereka sengaja menyewa satu unit toko sebagai siasat
untuk menyebarkan Koran Fajaragar tidak dicurigai oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Kirani Rijkaard adalah seorang Indo, tetapi Syam, Husein, Tomo, Poltak, dan Prawira adalah
seorang pribumi. Kirani bertemu Syam, Husein, Tomo, Poltak, dan Prawira pada saat
bersekolah di MULO (sekolah lanjutan tingkat pertama untuk golongan Eropa). Pergerakan
ini timbul atas dasar pemikiran antikolonialisme yang sejalan dan mendapat bantuan dana
dari ayah Kirani yang seorang Indo bernama Ibrahim Rijkaard. Pada saat Koran Fajar sudah
terbitan ketiga, Pemerintah Kolonial Belanda melakukan razia besar-besaran di dalam Pasar
Malam Gambir karena mencurigai adanya pergerakan. Mereka menjadi khawatir dan
melakukan siasat agar Koran Fajar bisa keluar dari Pasar Malam Gambir untuk
disebarluaskan. Pada saat melakukan siasat, Kirani melihat Syam dihadang dan dibawa ke
dalam sebuah mobil. Mereka mengira Syam ditangkap polisi. Belakangan diketahui bahwa
Syam tidak ditangkap polisi, tetapi diselamatkan oleh Hans van Deventer, seorang Indo,
Di lain waktu, Kirani Rijkaard bertemu Hans van Deventer di sebuah acara ulang tahun anak
keluarga Speelman. Di dalam acara ulang tahun tersebut terdapat juga Kirana Rijkaard,
saudara Kirani Rijkaard. Kirana sangat mengagumi Hans dan menceritakan hal tersebut
pada ibunya. Kirana memang dekat dengan ibunya, sedangkan Kirani cenderung dekat
dengan ayahnya. Kirani bertemu kembali dengan Hans van Deventer ketika pada saat rapat
Koran Fajar dan juga seorang dokter. Pertemuan demi pertemuan dilakukan guna
membahas Koran Fajar yang telah dicurigai oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Sementara
itu, perasaan saling mengagumi telah bersemayam di dalam hati Kirani dan Hans.
Hans menanyakan perihal keluarga Rijkaard kepada ayahnya, Philip van Deventer. Namun,
pertanyaan Hans terhadap keluarga Rijkaard diartikan oleh Philip van Deventer bahwa Hans
menyukai dan hendak menikah dengan anak dari keluarga Rijkaard. Philip van Deventer
langsung menghubungi Ibrahim Rijkaard untuk menyampaikan maksud melamar anak gadis
keluarga Rijkaard. Ibrahim Rijkaard dan istri sempat kebingungan karena mereka
mempunyai dua anak gadis. Namun, kebingungan itu seketika sirna tatkala istri Ibrahim
Rijkaard ingat bahwa Kirana pernah bercerita tentang Hans van Deventer. Pada saat
lamaran, Hans sangat kaget mengetahui hendak melamar Kirana dan begitu juga Kirani.
Hans dan Kirani sangat terpukul atas peristiwa lamaran ini. Hans tidak menginginkan
lamarannya ditujukan kepada Kirana. Di sisi lain, hal tersebut sudah terjadi dan Hans tidak
ingin melukai hati Kirana. Oleh karena itu, Hans menjadi dokter sukarelawan ke daerah yang
terserang penyakit malaria agar dirinya terserang penyakit malaria sehingga pernikahan
Di saat yang tidak terduga menjelang hari pernikahan, rumah keluarga Rijkaard mengalami
dan Kirana Rijkaard tidak sadarkan diri. Kirana divonis oleh dokter tidak dapat sadarkan diri
dan tinggal menunggu ajal menjemput. Sementara itu, Hans yang terbaring lemas terkena
ditempatkan di satu kamar dengan Kirana. Hal tersebut disebabkan rasa bersalah yang
dirasakan Hans kepada Kirana. Namun, kepercayaan keluarga Rijkaard yang tidak
mengizinkan orang yang bukan muhrim ditempatkan di satu kamar membuat Philip van
Deventer dan Ibrahim Rijkaard melangsungkan pernikahan agar permintaan Hans dapat
walaupun di akhir cerita Philip van Deventer dan Ibrahim Rijkaard mengetahui kesalahan
“Kalau cerita rekaan merupakan suatu sistem, maka subsistem yang terpenting di dalamnya
adalah alur, tema, dan tokoh” (Culler, 1975:192). Dari pendapat Culler dapat diketahui
bahwa sebuah karya sastra berupa novel harus terdiri dari alur, tema, dan tokoh. Tidak
hanya itu, sebuah novel juga harus mempunyai unsur-unsur seperti latar dan amanat untuk
mendukung penguatan cerita di dalam novel tersebut. Unsur-unsur seperti tokoh, alur, latar,
tema, dan amanat biasanya disebut sebagai unsur intrinsik dalam novel. Hal ini disebabkan
unsur-unsur tersebut merupakan unsur yang terdapat di dalam novel. Jika unsur tersebut
terdapat di luar novel maka biasanya disebut unsur ekstrinsik. Namun, yang akan dibahas
3.1 Tokoh
Istilah tokoh menunjuk pada orang atau pelaku pada suatu cerita atau karya sastra. Tokoh
menjadikan suatu cerita rekaan menjadi hidup karena tidak akan mungkin ada cerita rekaan
tanpa adanya tokoh yang diceritakan. “Tokoh adalah individu rekaan yang akan mengalami
peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa di dalam suatu cerita. Melalui tokoh-tokoh
peristiwa dalam suatu cerita dapat terjalin karena peristiwa atau kejadian yang terjadi
Di dalam novel Batavia 1936 terdapat tokoh sentral dan tokoh bawahan. “Tokoh sentral
adalah tokoh yang memegang peran pimpinan” (Sudjiman, 1986:61), sedangkan tokoh
bawahan adalah “tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi
Tokoh sentral di dalam novel Batavia 1936 adalah Kirani Rijkaard. Penulis memilih tokoh
sentral Kirani Rijkaard karena adanya keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa yang
membangun cerita. Kirani adalah seorang Indo. Ayahnya bernama Ibrahim Rijkaard seorang
Indo dan Ibunya bernama Hilalliah binti Hasan seorang pribumi. Kirani adalah seorang gadis
cantik dan pintar serta mendukung antikolonialisme. “Pergerakan Syam disokong kuat oleh
Kirani, seorang gadis cantik bernalar cerdas lagi kaya. Adalah Kirani pula yang bersiasat
pada ayahnya, tuan Ibrahim, agar Prawira dapat menyewa toko yang berpintu ruang
untuk menggambarkan kepribadian yang dimiliki oleh Kirani. Tidak hanya itu, pengarang
juga menggambarkan kekayaan yang dimiliki oleh Kirani dengan memaparkan bahwa ayah
Kirani, Ibrahim Rijkaard, yang dapat menyewa toko di Pasar Malam Gambir untuk
Kirani digambarkan pula tidak dekat dengan ibunya, Hilalliah. Kirani cenderung dekat
dengan ayahnya, Ibrahim Rijkaard. Kedekatan Kirani dan Ibrahim Rijkaard terjalin karena
kesamaan minat mengenai politik, pergerakan dan sastra. “Senyatanya, Hilalliah dan Kirani
memang jarang berbincang, bukan lantaran bermusuhan, melainkan karena minat yang
berbeda, sehingga seolah menjauhkan keakraban ibu dan anak ini. Minat Kirani pada dunia
politik dan pergerakan juga sastra jauh bertolak belakang dengan minat Hilalliah.” (hlm.20)
Dari kutipan tersebut dapat terlihat bahwa tidak dekatnya hubungan Hilalliah dan Kirani
Deventer menghubungi Ibrahim Rijkaard bermaksud melamar anak gadis keluarga Rijkaard.
Namun, Ibrahim Rijkaard sempat binggung karena dia mempunyai dua orang gadis. Akibat
Hans tidak diketahui oleh Hilalliah. Oleh sebab itu, Hilalliah langsung berpikir bahwa Hans
van Deventer hendak melamar Kirana karena Kirana yang menceritakan perihal perkenalan
Selain tokoh sentral, di dalam novel Batavia 1936 juga terdapat tokoh bawahan, yaitu Hans
van Deventer, Kirana Rijkaard, Ibrahim Rijkaard, dan Hilalliah Rijkaard. Hans van Deventer
adalah seorang dokter keturunan Indo. Hans juga merupakan pengarang kumpulan
syair Akoe Anak Indonesia dalam Koran Fajar terbitan Kirani dan teman-temannya.
“Teman-teman, kalian semua tahu adanya Hanafi-sekarang. Ya. Dia Dokter Hans van
Deventer yang sudah kalian kenal.(kepada Hans) Oh ya Hans, mereka sebenarnya sudah
tahu engkau. Ingat ketika engkau membawaku dengan mobilmu dua hari yang lalu? Mereka
melihatnya. Mereka mengira engkau orang suruhan polisi untuk menangkapku. Dua hari ini
pikiran mereka dipenuhi oleh persangkaan bahwa aku mendekam di tahanan, dan itu
Dari kutipan tersebut dapat terlihat bahwa Hanafi adalah nama samaran Dokter Hans van
Deventer dalam Koran Fajar terbitan Kirani dan teman-temannya. Dari kutipan tersebut juga
terlihat hubungan Hans van Deventer dengan Kirani Rijkaard. Hans membawa Syam pada
saat berada di Pasar Malam Gambir ke dalam mobilnya untuk menyelamatkan Syam agar
tidak terkena razia polisi Pemerintah Kolonial Belanda. Penyelamatan Syam dimaksudkan
juga untuk menyelamatkan dirinya agar tidak terkena kasus pergerakan karena Hans
merupakan seorang Indo yang mendapat kedudukan di kalangan Eropa. Hal ini
Di samping itu, Hans mempunyai sifat tidak terbuka, kurang berani, dan rapuh. Hal tersebut
“Philip merasai tubuh Hans begitu dingin. Baju Hans sudah basah dengan peluh dingin yang
mengucur deras tanpa henti. Dibalikkannya tubuh Hans, dan terlihatlah olehnya, muka Hans
yang memucat serupa mayat. Ditepuk-tepuknya muka anaknya itu sembari berujar dengan
Rijkaard untuk melakukan lamaran. Pada saat acara lamaran, Hans yang kaget mengetahui
bukan Kirani yang dilamar tidak berbuat apapun. Hans hanya diam dan tetap mengikuti
acara tersebut hingga akhir. Hal ini memperlihatkan sifat Hans yang tidak terbuka dan tidak
berani mengungkapkan perasaannya di depan umum. Keadaan Hans yang langsung lemah
pembaca bahwa Hans adalah seorang yang mudah rapuh walaupun Hans seorang laki-laki.
Kirana Rijkaard adalah saudara Kirani Rijkaard. Kirana mempunyai sifat lemah lembut,
anggun, dan cantik. “Kirana banyak menuruni zahir ayahnya, keanggunannya menurun dari
ibunya. Kelembutan hati dan kebaikan budi mengimbuhi pola perilakunya yang anggun lagi
meneduhkan.” (hlm.29)
Selain itu, Kirana lebih cenderung dekat dan terbuka dengan Ibunya, Hilalliah Rijkaard.
“Di dalam kamar, Kirana secara terbuka bercerita tentang perkenalannya dengan Dokter van
Deventer. Memang mereka berdua, ibu dan anak ini, telah terbiasa terbuka dalam hal
semacam ini, tapi tidak bagi Kirani. Kirani malas menceritakan persoalan lelaki. Selalu saja
Dari kutipan tersebut dapat terlihat bahwa Kirana lebih terbuka dengan Hilalliah daripada
Kirani. Hal tersebut yang menjadi awal kesalahpahaman lamaran yang diajukan oleh
keluarga van Deventer. Philip van Deventer menghubungi Ibrahim Rijkaard bermaksud
melamar anak gadis keluarga Rijkaard. Namun, Ibrahim Rijkaard sempat binggung karena
dia mempunyai dua orang gadis. Kesalahpahaman ini muncul karena hanya Kirana yang
menceritakan perihal Hans van Deventer kepada Hilalliah. Ibrahim dan Hilalliah langsung
mengambil kesimpulan bahwa Hans van Deventer hendak melamar Kirana karena hanya
Ibrahim Rijkaard merupakan ayah dari Kirani dan Kirana Rijkaard. Ibrahim Rijkaard adalah
seorang Indo yang sangat tampan. “Dari sisi zahir, Bram dianugerahi Tuhan wajah yang
sangat tampan. Meski ia keturunan ketiga dari pernikahan campuran garis Eropanya masih
sangat tegas terlihat. Kakeknya seorang Mestizo-putra seorang ibu pribumi dan ayah
Ibrahim Rijkaard mempunyai sifat tidak sabar dan kurang teliti. “Nah itulah masalahnya,
abang tak menanyainya. Sebabnya tuan Deventer pun tak menyebutkannya. Ia hanya
menerangkan bahwasanya putranya itu menjadi tergila-gila pada putri kita kala bertemu di
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa setelah mendapat kabar dari Philip van Deventer yang
hendak melamar gadis keluarga Rijkaard, Ibrahim Rijkaard langsung tergesa-gesa pulang
dan mengabarkan hal ini kepada istrinya di rumah. Setelah mengutarakan hal tersebut
kepada Hilalliah, Ibrahim baru tersadar bahwa ia tidak menanyakan lamaran itu ditujukan
kepada siapa karena ia mempunyai dua orang gadis. Hal tersebut baru disadari setelah
Hilalliah menanyakan hal tersebut kepada Ibrahim Rijkaard. Ibrahim Rijkaard terlampau
Hilalliah Rijkaard adalah istri dari Ibrahim Rijkaard, seorang pribumi. Hilalliah juga
merupakan ibu dari Kirani Rijkaard dan Kirana Rijkaard. Hilallliah mempunyai paras yang
“Laku kakek buyutnya hingga ayahnya diturunkan Bram. Ia pun menikahi seorang wanita
pribumi. Dia adalah Hilalliah binti Hasan, gadis cantik nan elok kesayangan keluarga.
Hilalliah, putri saudagar dan tuan tanah kaya keturunan Batavia-Arab, Haji Hasan.
Kecantikannya kala dulu konon tersiar melalui pewartaan mulut ke mulut hingga penjuru
Batavia. Banyak pemuda dan bandot tua yang tertawan hati untuk merebut perhatiannya,
tak sedikit pula berani terang-terangan melamar, tapi hati Hilalliah hanya untuk Bram
seorang.” (hlm.29)
Dari kutipan tersebut terlihat kecantikan yang dimiliki Hilalliah. Kecantikan Hilalliah menurun
kepada Kirana dan Kirani Rijkaard. Oleh sebab itu, tidak heran bahwa perkawinan Ibrahim
Rijkaard, seorang Indo, yang sangat tampan dengan Hilalliah yang sangat cantik
Hilalliah mempunyai sifat terlalu gegabah. “Kirana! Kirana cerita berkenalan seorang
Dari kutipan tersebut dapat terlihat bahwa Hilalliah terlalu gegabah dalam menyimpulkan
sesuatu. Hilalliah langsung mempunyai pikiran bahwa Hans van Deventer hendak melamar
Kirana karena hanya Kirana yang pernah bercerita berkenalan dengan Hans van Deventer.
Sikap Hilalliah ini menyebabkan kesalahpahaman lamaran. Sikap kurang hati-hati dan
terlalu cepat mengambil kesimpulan ini menyebabkan kesalahan lamaran yang dituju oleh
Alur pada novel Batavia 1936 memperlihatkan cerita kronologis atau berurutan dari waktu ke
waktu dengan diselingi sorot balik. “Sorot balik adalah urutan kronologis peristiwa-peristiwa
yang disajikan di dalam karya sastra di sela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya,
maka terjadilah apa yang disebut alih balik atau sorot balik” (Sudjiman, 1986:3). Sorot balik
yang ditampilkan adalah peristiwa yang memperlihatkan sebab terjadinya peristiwa yang
sedang terjadi. Dengan adanya sorot balik ini, pembaca akan lebih memahami cerita secara
utuh. Misalnya, kedekatan Kirani dengan Ibrahim dan Hilalliah dengan Kirana.
Ketidakdekatan Kirani dan Hilalliah menyebabkan tidak adanya keterbukaan dalam diri
Kirani kepada Hilalliah sehingga Hilalliah tidak mengetahui bahwa Kirani yang dekat dengan
Hans.
“Bram terpaksa berbagi pengasuhan anak dengan Hilalliah, istrinya, karena untuk beberapa
waktu lamanya istrinya tersebut harus membawa Kirana yang sedang sakit cacar
cacar kepada yang lain, terutama Kirani, Kirana harus dirawat jauh dari rumah. Tentu saja
pilihan siapa yang mendampingi perawatan Kirana tak lain adalah ibunya sendiri, tak
Dari peristiwa sorot balik yang ditampilkan pengarang, maka pembaca dapat mengetahui
sebab ketidakdekatan Kirani dengan Hilalliah di samping tidak ada kesamaan minat yang
menyebabkan kesalahpahaman lamaran yang ditujukan oleh keluarga Rijkaard. Novel ini
dibuka dengan menampilkan peristiwa yang sedang terjadi. Setelah peristiwa yang sedang
terjadi telah diceritakan, barulah penulis menampilkan sorot balik agar pembaca mengetahui
“Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel”
(Nurgiyantoro, 2000:70). Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan
Berdasarkan teori tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa tema dalam novel Batavia
1936 adalah pergerakan pemuda menentang kolonialisme. Penulis memilih tema tersebut
menentang kolonialisme terlihat dalam perbuatan yang dilakukan Kirani, Syam, Husein,
Tomo, Poltak, dan Prawira dengan menerbitkan Koran Fajar yang berisikan artikel maupun
Indonesia. Dari perbuatan tersebut, Koran Fajar menjadi ancaman Pemerintah Kolonial
Belanda sehingga semua orang yang terlibat di dalam penerbitan Koran Fajar menjadi
buronan polisi. Tidak hanya itu, peristiwa bertemunya Kirani dan Hans juga disebabkan oleh
pergerakan ini. Jadi, peristiwa pergerakan ini yang menghubungkan semua tokoh cerita.
Amanat yang dapat diambil dari novel Batavia 1936 adalah pesan bahwa setiap orang harus
bersikap terbuka sehingga tidak terjadi kesalahan komunikasi. Pesan yang memperlihatkan
hal tersebut adalah ketika Kirani tidak menceritakan kedekatannya dengan Hans kepada
Hilalliah. Terlihat pula ketika Ibrahim Rijkaard tidak menanyakan langsung kepada Philip van
Deventer siapa yang hendak dituju untuk dilamar karena keluarga Rijkaard mempunyai dua
orang gadis. Kemudian ketika Ibrahim dan Hilalliah langsung menyimpulkan sendiri tujuan
keterbukaan sehingga terjadinya kesalahan tujuan lamaran yang berbuntut panjang di dalam
cerita. Novel ini juga mengajarkan pembaca bahwa setiap orang harus mempunyai sifat
berani untuk membela yang benar dan mengambil sikap. Hal ini dimaksudkan agar
pembaca tidak mengalami kondisi yang serupa dengan tokoh yang ada di dalam novel ini.
Sikap berani ditunjukkan oleh tindakan Kirani, Syam, Husein, Tomo, Poltak, dan Prawira
dengan menerbitkan Koran Fajar yang berisikan artikel maupun syair mengenai menentang
orang mempunyai sifat berani mengambil sikap tidak ditunjukkan oleh sikap Hans yang tidak
menyela acara lamaran dan menyatakan langsung dihadapan keluarga Rijkaard bahwa
3.4 Latar
Latar atau setting menyangkut tempat, waktu, dan situasi yang mendukung dalam suatu
cerita. Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2000: 216) “latar atau setting adalah landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.” Dalam bagian ini, penulis akan membahas
latar berdasarkan waktu, suasana, dan tempat. Menurut penulis, latar waktu yang
ditampilkan dalam novel ini adalah pada tahun 1936 sesuai dengan judul dari novel Batavia
1936. “Dan, bertambah lagi kecemasan mereka tatkala para pemuda-pemudi Hindia
mengikrarkan sumpah pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928, beberapa tahun silam.”
(hlm.5)
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa tahun 1928 merupakan beberapa tahun yang jaraknya
tidak jauh dari tahun dalam cerita. Ini berarti bahwa latar waktu yang ada dalam cerita tidak
akan jauh-jauh dari tahun 1928. Menurut penulis, 1936 merupakan tahun yang tidak jauh
dari tahun 1928. Penulis mengambil kutipan tersebut karena hanya kutipan tersebut yang
memperlihatkan tahun. Dari tindakan pergerakan yang gencar dilakukan oleh para pemuda
juga memperlihatkan tahun sebelum Indonesia merdeka dan setelah Sumpah Pemuda.
Tahun 1936 merupakan tahun yang pas menggambarkan latar waktu dalam cerita.
Suasana yang terlihat dalam novel Batavia 1936 adalah tegang dan sedih. Kedua suasana
ini sering muncul di awal maupun di akhir cerita. Kondisi tegang diperlihatkan pada saat
polisi melakukan razia di Pasar Malam Gambir. Kirani dan teman-temannya tegang karena
mereka harus membawa Koran Fajar yang dicurigai polisi keluar dari Pasar Malam
Gambir. Tiba-tiba Syam dibawa oleh seorang Indo masuk ke dalam mobil. Kirani dan
teman-teman mengira Syam ditangkap polisi. Kondisi sedih terlihat pada saat Hans van
Deventer menceritakan kisah mengenai syair yang dibuatnya pada Koran Fajar kepada
Kirani. Hans menceritakan hubungan yang tidak dekat dengan Phlip van Deventer.
Kemudian Hans menceritakan mengenai ibunya yang telah meninggal. Pada saat Hans
keterkaitan dengan tema yang diangkat. Tempat yang dipilih penulis adalah Pasar Malam
Pasar Malam Gambir adalah tempat Kirani, Syam, Husein, Tomo, Poltak, dan Prawira
membuat Koran Fajar untuk melakukan aksi pergerakan untuk menentang kolonialisme.
saja. Belakangan mereka menerbitkan sebuah Koran yang dinamai Fajar. Sudah dua kali
Koran Fajar terbit, dan untuk yang kedua kalinya beroplah cukup besar, tak kurang dari
menghabiskannya. Untuk harga, mereka tak mematok angka nominal tinggi, sekadar cukup
untuk mengganti ongkos cetak. Koran ini tentu tak berizin pemerintah, sehingga ilegal.
Gambir menjadi tempat yang baik untuk menyebarkan Koran Fajar.” (hlm.9)
Pasar Malam Gambir menjadi tempat yang baik untuk menyebarkan Koran Fajarkarena
Pasar Malam Gambir merupakan tempat berkumpulnya para penjual dan pembeli dari
segala penjuru yang mengitari ibukota Hindia. Jadi, dengan mencetak dan menyebarkan
Koran Fajar di Pasar Malam Gambir menjadi tindakan yang efektif. Hal ini disebabkan
Koran Fajar akan langsung dapat tersebar ke segala penjuru yang mengitari ibukota Hindia
tanpa harus melakukan perjalanan. Keefektifan penyebaran Koran Fajar juga terlihat dalam
razia yang dilakukan polisi Hindia Belanda karena mencurigai adanya pergerakan. Perasaan
curiga polisi Hindia Belanda mempunyai arti bahwa Koran Fajar bukan merupakan
Rumah Tante Joice adalah tempat pertemuan kembali Hans van Deventer dengan Kirani
Rijkaard. Tante Joice adalah istri orang yang mempunyai pangkat tinggi di Kepolisian
Hindia. Kirani berkunjung ke rumah Tante Joice untuk mencari tahu mengenai Syam yang
disangka Kirani ditangkap polisi. Kirani hanya ingin mengetahui kepastian keadaan Syam.
Namun, kunjungan Kirani membuat dirinya bertemu kembali dengan Hans van Deventer,
seorang yang membawa Syam ke dalam mobilnya. “Sungguh Hans sangat menarik.
tetapi Kirani teringat dengan peristiwa di Pasar Malam Gambir. Hal tersebut menyebabkan
Kirani tidak jadi mengagumi Hans. Sikap yang ditunjukkan Kirani memperlihatkan sikap yang
membenci segala hal yang berhubungan dengan kolonialisme. Kirani merupakan gadis yang
menyangkut pergerakan dirinya dengan teman-temannya, Kirani akan merasa tidak nyaman
Wilhelmina Park adalah tempat yang Kirani ajukan untuk bertemu dengan Hans. Pertemuan
itu dibuat untuk mengajarkan Kirani cara membuat syair yang bagus seperti syair yang
dibuat oleh Hans. “Jangan di sana. Akan banyak orang yang akan melihat nantinya. Tak
ingin aku menjadi pergunjingan orang-orang Menteng. Bagaimana kalau di Wilhelmina Park,
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Kirani meminta Hans untuk mengajarkan dirinya
membuat syair. Mulai dari peristiwa ini terjadi pergeseran. Pergeseran yang dimaksudkan
oleh penulis adalah cerita yang sudah merambah dalam hal percintaan. Pada saat berada
Indonesia kepada Kirani. Cerita pengalaman membuat syair membawa Hans menceritakan
4. Penutup
Novel Batavia 1936 merupakan sebuah karya sastra sejarah. Pengarang memasukkan unsur
sejarah di dalam cerita. Unsur sejarah tersebut dapat terlihat dari tempat-tempat yang
digunakan oleh pengarang. Misalnya, Pasar Malam Gambir, Wilhelmina Park, Burgemeester
sejarah Jakarta. Bahkan, tempat-tempat tersebut masih ada hingga sekarang, tetapi nama
telah berubah sejak Indonesia merdeka. Pergantian nama tempat tersebut disebabkan
bagian yang penting dalam membangun jalannya cerita dalam novel tersebut.
Tokoh-tokoh dalam novel Batavia 1936 saling berkaitan satu sama lain. Tokoh juga
dihubungkan dengan latar sejarah. Misalnya, perkenalan Hans dan Kirani disebabkan oleh
pergerakan yang dilakukan oleh Kirani dan teman-temannya. Hans merupakan salah satu
pengarang artikel dalam Koran Fajar tersebut. Dari hal tersebut terlihat keterkaitan antara
tokoh Kirani dan Hans melalui tindakan pergerakan yang dilakukan Kirani dan teman-
Dalam segi alur, novel Batavia 1936 mempunyai alur secara kronologis dengan adanya sorot
balik. Sorot balik yang diperlihatkan pengarang membuat pembaca mengetahui sebab
akibat peristiwa yang terjadi. Jika dikaitkan dengan tema yang diangkat, novel Batavia
1936 mempunyai kejanggalan. Tema yang diangkat adalah pergerakan pemuda menentang
kolonialisme. Seharusnya alur cerita menceritakan pergerakan yang telah dilakukan oleh
Kirani dan teman-temannya. Namun, di tengah cerita, pergerakan Kirani dan teman-
temannya tidak lagi dibahas. Di tengah cerita pengarang malah menceritakan kisah
percintaan Hans dan Kirani yang salah dialamatkan. Begitu pula di akhir cerita, pengarang
mengakhiri cerita dengan memberikan akhir cerita cinta Hans dan Kirani. Pergerakan yang
dilakukan Kirani dan teman-temannya yang dicurigai oleh pihak polisi Belanda seolah hilang
Menurut penulis, kisah percintaan Hans dan Kirani yang salah dialamatkan boleh saja
dikisahkan dalam novel, tetapi seharusnya pengarang tidak melupakan tema pergerakan
yang dilakukan oleh Kirani dan teman-temannya. Cerita akan lebih bagus jika pergerakan
yang dilakukan oleh Kirani dan teman-temannya juga menemui penyelesaian di akhir cerita.
5. Daftar Pustaka