Anda di halaman 1dari 8

RESENSI BUKU KUMPULAN CERPEN KOMPAS 1993

“Mampukah Koran menjadi Media Sastra yang Mumpuni?”

Identitas buku

Judul : Pelajaran Mengarang: Cerpen Pilihan KOMPAS 1993

Penulis : Seno Gumira Ajidarma, Bre Redana, Bondan Winarno, Bakdi Sumanto,
Gde Aryantha Soethama, Harris Effendi Thahar, Radhar Panca Dahana, Hamsad Rangkuti,
Julius Siyaranamual, Beni Setia, Putu Wijaya, Satyagraha Hoerip, Slamet Nurzaini, Ratna
Indraswari Ibrahim

Penerbit :KOMPAS

ISBN : 9786024121679

Tahun terbit : 1993

Jumlah halaman : 166+xii halaman

Ukuran buku : 14cm x 21cm

Setiap hari minggu, beberapa media cetak menerbitkan koran yang memuat cerpen di dalamnya,
salah satu yang lazim ialah Kompas. Namun karena pada dasarnya Kompas adalah koran,
kriteria pemuatan cerpen juga ditentukan oleh sifat koran. Panjang cerpen harus singkat
(terbatas), namun tetap tidak boleh mengesampingkan sebuah aspek vital dari cerpen, yaitu
pemahaman pembaca.

Sebab peran media massa yang semakin besar pada masyarakat kita inilah yang sekarang
membuat karya sastra, utamanya cerpen, sulit dipisahkan dari padanya. Oleh karena itu
nampaknya saat sekarang ini media massa (koran) telah menjadi salah satu penyampai sastra
kepada khalayak umum. Tetapi bersamaan dengan itu muncul sebuah pertanyaan, yaitu relevan
dan berkualitaskah cerpen yang dimuat dalam koran? Mengingat terbatasnya ruang yang tersedia
pada koran. Akan tetapi pertanyaan di atas dapat dengan mudah kita jawab dengan satu kalimat
‘cerpen pada koran itu berkualitas dan relevan’, salah satu bukti kuatnya adalah akhir akhir ini
cerpen yang berbobot dan berkualitas justru lahir dari Kompas, bukannya Horison yang
merupakan media khusus sastra di Indonesia.

Namun terdapat beberapa pembelotan yang terjadi dalam cerpen yang dimuat oleh Kompas,
karena aspirasi pengarang tidak mungkin tertampung dalam cerpen yang disebabkan oleh, sekali
lagi, terbatasnya ruang dalam koran. Meskipun semua itu tetap bergantung sebagian besar pada
pengarangnya sendiri. Dan bagaimanapun juga, cerpen dalam koran tetap suatu bentuk sastra
yang sah.

Dengan sendirinya tidak ada larangan bagi pengarang umtuk menulis tanpa aspirasi. Tapi, sadar
atau tidak, sebagian besar pengarang dalam Pelajaran Mengarang ini menulis dengan nada
protes. Dan protes merupakan penjelmaan dari aspirasi. Yang perlu digaarisbawahi di sini ialah
saat itu (1993) aspirasi bukanlah suatu hal yang mudah disampaikan seperti saat sekarang ini, di
sinilah perlunya generasi sekarang berkaca pada fakta masa lampau.

Cerpen Pelajaran Mengarang, Burung-Burung Pulang ke Kandang, Minggu Legi di Kyoto,


Dunia Transparan, Titin Pulang dari Saudi, dan Santa adalah kisah orang-orang yang bernasib
celaka. Seorang Wanita dan Pangeran dari Utara, Tumpeng, dan Kunang-Kunang adalah suara
kerinduan terhadap masa lampau. Karena semua cerpen itu bukan hanya sekedar cerpen tapi
cerpen koran, maka kepedulian para pengarangnya terhadap mereka yang bernasib celaka dan
hilangnya masa lampau lebih terbatas pada impuls, bukan pada penggalian masalah. Tapi melalui
ruang yang terbatas, para pengarang telah berhasil menyuarakan aspirasi mereka.

Pelajaran Mengarang – Seno Gumira Ajidarma,

Dalam cerpen Pelajaran Mengarang ini, karya Seno Gumira Ajidarma menceritakan


tentang seorang anak perempuan bernama Sandra berusia 10 tahun yang duduk di bangku kelas
V SD Sandra sangat membenci pelajaran mengarang yang diajarkan oleh Ibu Guru Tati. Ibu
Guru Tati memberikan 3 pilihan Judul kepada 40 anak muridnya, Sandra merasa teman-temanya
tidak memiliki kendala apa pun dalam mengarang tetapi tidak bagi dirinya, Sandra merasa dia
harus benar-benar mengarang karena dalam kenyataannya dia memang tidak mengalami kejadian
yang sesuai dengan ke tiga Judul tersebut.

Sepotong Senja untuk Pacarku – Seno Gumira Ajidarma,

Cerpen karangan Seno Gumira Ajidarma ini bercerita tentang usaha seorang pria yang ingin
sekali mengirimkan sepotong senja untuk pacarnya, Alina. Ia memilih senja itu karena baginya,
kata-kata tidaklah cukup berarti untuk mewakili perasaannya dan senja itulah yang diimpikan
oleh kekasihnya itu selama ini. Lalu di suatu pantai yang indah dengan pemandangan syahdu
membuatnya ingin mengambil senja itu. Namun, usahanya mengambil senja ternyazta tak
semulus yang ia kira, bahkan polisi dan masyarakat pada ribut karena kehilangan senja. Di
tengah pelariannya, ia bertemu dengan gelandangan di bawah gorong-gorong. Gelandangan itu
menyuruhnya bersembunyi agar aman dari kejaran polisi. Tiba-tiba ia menemukan sebuah
tempat yang mirip dengan tempat dimana ia mengambil senja tadi. Namun disana tampak sangat
sepi, tak ada manusia, hewan, apalagi keramaian. Iapun memutuskan untuk mengambil senja
yang ada disana dan menyimpan di saku yang satunya lalu kembali meninggalkan gorong-
gorong dan naik ke bumi. Diluar dugaan ternyata keadaan diatas sudah tak sekacau tadi, bahkan
mobilnya tampak habis dicuci. Ia juga sempat melahap pizza dan segera melajukan mobilnya. Ia
memasangkan senja yang dari gorong-gorong itu dan ternyata cocok. Sedangkan senja yang ia
dapat dari tempat pertama ia kirimkan lewat pos. Ia jadi ingat, gorong-gorong itu pasti akan
menjadi gelap karena ia telah mengambil senja itu untuk pacarnya dan semua orang akan
memperbincangkan itu kelak. Terakhir iapun berpesan agar kekasihnya itu menjaga baik-baik
senja yang ia berikan.

Burung-burung Pulang Ke Sarang – Harris Effendi Thahar,

Kisah tentang keresahan suami untuk memenuhi tuntutan-tuntutan istri.

Katuranggan – Slamet Nurzaini,

Dalam cerita Katuranggan ini menceritakan tentang kehebohan burung perkutut pangeran dari
Solo yang hilang senilai 5 juta dan sayembara bagi yang menemukannya. Marto Manuk yang
tergiur hadiah sayembara yang bernilai 2 juta tidak tinggal diam. Dia berusaha melakukan segala
cara untuk bisa mendapatkan dan menemukan burung itu, apalagi dia adalah seorang ahli
burung, untuk nantinya ditukarkan hadiah sayembara pangeran Solo. Ketika segala cara yang ia
tempuh tak kunjung membuahkan hasil sedikitpun, adiknya datang menemuinya membawa
burung perkutut yang menjadi sayembara itu. Marto Manuk yang sudah gelap mata atas
keserakahannya mendapatkan uang 2 juta berusaha menipu adiknya sendiri dengan bualannya
yang tentu tak benar, namun adik Marto yang polos tak terpedaya sedikitpun dengan bujukan
abangnya itu. Karena merasa gagal membujuk adiknya, Marto Manuk akhirnya meminta tolong
pada temannya Wagiyo yang juga seorang ahli burung seperti dirinya untuk ikut membujuk
adiknya dengan mengatakan bahwa katuranggan burung yang dibawanya adalah Raja Pati yang
berarti pembawa kematian.  Keesokan harinya Marto Manuk terkejut mendapati adiknya tewas
karena ulahnya sendiri. Adik Marto tewas karena jatuh dari pohon saat berusaha menangkap
kembali burung yang dilepaskan oleh istrinya karena ketakutan akan katuranggan Raja Pati hasil
bualan Wagiyo dan Marto Manuk. Marto Manuk hanya bisa menyesali perbuatannya. Akibat
keserakahannya, adiknya menjadi korbannya.

kisah tentang keserakahan manusia, yang akhirnya malah merenggut korban orang lain.
Seorang Wanita dan Pangeran dari Utara – Bre Redana,

Cerpen “Seorang Wanita dan Pangeran dari Utara” mengisahkan pengalaman tokoh Aku yang
bertemu dengan seorang wanita yang setiap hari menunggu seseorang sampai ia dianggap gila.
Dalam cerpen ini tokoh Aku digambarkan sebagai tokoh yang baik. Karena ia tidak pernah
mengganggu wanita tersebut walaupun temam-temannya mengejek dan melempari batu kepada
wanita itu. Ia tidak pernah menggangu wanita yang dianggap gila oleh teman-temannya.

kisah tentang seorang perempuan yang bertahun-tahun menunggu kekasihnya.

Tumpeng – Bakdi Soemanto,

Cerpen berjudul “Tumpeng” ini merupakan cerpen yang menarik. Membubuhkan tema budaya


Jawa yang kental dan unsur permasalahanantar anggota keluarga.Cerpen ini bercerita tentang
kehidupan sebuah keluarga yang dimana terdapat perbedaan watak antara sesama
anggotakeluarga Watak tersebut menimbulkan beberapa konflik di antara Sawitridan Midas.
Sawitri yang baik hati, sabar harus menghadapi seorang Midasyang licik, rakus dan keras
kepalaWatak dalam cerpen tersebut juga dapat dinilai dari nama darisetiap karakter. Seperti
Paman Kanjeng Sepuh menggambarkanseseorang yang tua (sepuh) dan bijaksana. Lalu Midas
yang berasal darinama sebuah raja dalam mitologi Yunani yang konon memiliki kekuatanajaib,
yang memungkinkan ia merubah apapun yang ia pegang menjadiemas. Tapi pada akhirnya ia
mati karena ia tidak bisa makan. Karakter Midas ini menggambarkan seseorang yang rakus akan
hal duniawi. LauGogom, Kampret merupakan nama dari rakyat jelata yang hanya
menurutperkataan majikannya saja.Cerpen ini mengandung nilai-nilai kehidupan yang tinggi.
Danberagam amanat dapat kita petik dari adanya cerpen ini.

Tentang Paman Kanjeng yang sudah sepuh, yang memegang teguh tradisi namun
akhirnya harus mengalah pada modernisasi.

Pencuri – Julius R. Siyaranamual.

Dikisahkan, si pencuri, tokoh utama dalam cerita ini, dibawa dari desa asalnya ke desa lain oleh
anaknya yang telah disekolahkannya di kota—juga dengan biaya dari hasil curian—hingga
menjadi insinyur, setelah ditinggal mati oleh istrinya. Di desanya yang baru, sebuah warung telah
disediakan oleh anaknya bagi si pencuri, untuk mencegah niat mencuri ayahnya yang sudah
digemakan sesaat sebelum istrinya meninggal. Warung yang disediakan anaknya hanya
disediakan si pencuri untuk menerima hutang para penduduk desa. Sebelum meninggal, istrinya
berpesan kepadanya agar ia berhenti mencuri. Pesan ini diabaikannya. Kebiasaannya dari desa
asalnya pun ia bawa ke desa yang ia diami sekarang. Aksi pencuriannya di sebuah rumah di desa
inilah yang membawa kita kepada konflik cerita. Rumah yang menjadi korban aksinya ternyata
milik calon besannya; janda terkaya daerah tersebut yang anak perempuannya telah memikat hati
Tri si insinyur putranya. Pagi hari setelah beraksi, ia ditegur oleh Tri, yang hafal betul gaya
mencuri ayahnya: membuka lemari makan di rumah korban, melahap apa pun yang ada di dalam
lemari lalu membiarkan piring kotor dengan sedikit sisa makanan di atas meja. Di puncak
pertengkaran pagi itu, Tri memberi pilihan pada ayahnya, berhenti mencuri atau tetap menjadi
pencuri tetapi hidup tanpa perlu mengenal putranya lagi. Ayahnya dengan ikhlas memilih untuk
tetap menjadi pencuri. Dari pertengkaran si pencuri dengan Tri, kita tahu, sebagian hasil curian
yang ia peroleh digunakan untuk menghidupkan warung yang tetap memberikan hutang pada
sebagian besar masyarakat desa tersebut. Sebuah pertanyaan dari si pencuri, “Apakah masih ada
orang di negeri ini yang tidak mencuri?” mengakhiri cerita.

Yang ini saya suka. Cerita tentang seorang pencuri, dari sudut pandang seorang pencuri
itu sendiri. Semacam kisah Robin Hood gitu deh, kalau saya menyimpulkan.

Minggu Legi di Kyoto – Satyagraha Hoerip.

Nah, yang ini saya kurang nangkep cerita tentang 😐 Nggak tahu deh, saya kok nggak
betah bacanya.

Dunia Transparan – Beni Setia. Tentang gratifikasi yang terjadi di dunia pendidikan. Saya pikir,
yang kayak gini masih saja terjadi sampai sekarang ya 😐

Telinga – Seno Gumira Ajidarma.

Juru cerita pun menceritakan sebuah cerita tentang kekejaman pada Alina, yang berjudul telinga.
Diceritakan ada seorang gadis yang bernama Dewi, ia memiliki seorang kekasih yang sedang
bertugas di medan perang. Suatu hari ia menerima sebuah kiriman yang berisi sepotong telinga
manusia yang masih segar dan berlumur darah. Terlampir juga sebuah surat yang intinya bahwa
telinga itu diberikan sebagai kenang-kenangan dari medan perang dan tanda rindu. Telinga itu
adalah milik seseorang yang dicurigai sebagai mata-mata, dan pekerjaan memotong telinga
memang sudah biasa dilakukan di medan perang bahkan dijadikan sebagai hiburan dikala sedang
bosan. Dewi menulis surat kepada kekasihnya dan memberitahukan bahwa kirimannya sudah
sampai, ia juga mengatakan bahwa ia sangat menyukai kiriman telinga tersebut. Di akhir surat ia
bertanya pada kekasihnya. Bagaimanakah caranya orang-orang yang telah dipotong telinganya
itu tidak mendengar suara-suara?
Setelah itu hampir setiap hari Dewi menerima kiriman telinga segar dari pacarnya yang
jumlahnya dapat mencapai lebih dari 50 buah. Karena jumlahnya yang sudah tidak muat
digantung diberbagai sudut rumah dan dijadikan perhiasan, akhirnya ia bagi-bagikan ke tetangga
dan teman-temannya. Untuk kedua kalinya Dewi menulis surat untuk kekasihnya yang berada di
medan perang. Dewi khawatir kalau-kalau pekerjaan memotong telinga sudah tidak bisa
menghibur hati kekasihnya. Dan di akhir surat lagi-lagi ia bertanya, kenapa begitu banyak orang
yang pantas dicurigai? Nun di medan perang pacar Dewi sibuk membantai orang. Dari sebuah
kubu perlindungan, pacar Dewi menulis surat balasan yang isinya menjawab semua pertanyaan
Dewi tentang bagiamana caranya agar orang-orang yang telah dipotong telinganya tidak
mendengar suara-suara. Ia menjawab bahwa ia dan kawan-kawannya pun tidak mengetahuinya
sehingga mereka sepakat untuk sekalian saja memenggal kepala orang-orang yang dicurigai.
Bahkan ia juga menwari Dewi kepala-kepala tersebut untuk kenang-kenangan. Setelah juru
bicara selesai bercerita, Alina pun berkata bahwa kekasihnya Dewi sangat kejam, tetapi si juru
bicara menjawab meskipun begitu banyak orang yang menganggapnya pahlawan.

Ah, yang ini lagi-lagi surreal. Tentang telinga-telinga yang dikirimkan seorang kekasih
tentara. Telinga-telinga orang yang dicurigai. LOVE IT! Jadi inget cerita telinga saya yang
ini. Beda banget tapi. Tapi ya tentang telinga juga 😆 ngaku-ngaku sama ama Seno. Apa
banget kamu, Ra?

Kunang-kunang – Hamsad Rangkuti,

Kisah tentang kerinduan akan kampung halaman. Barangkali aku akan menjadi kunang-kunang
terakhir di kota ini. Segalanya terasa sebagai kesenduan di kota ini. Gedung-gedung tua dan
kelabu, jalanan yang nyaris lengang seharian, deretan warung kelontong dan kafe-kafe sunyi
dengan cahaya matahari muram yang mirip kesedihan yang ditumpahkan. Kota ini seperti dosa
yang pelan-pelan ingin dihapuskan.

Dasar – Putu Wijaya,

yang ini sebenarnya premisnya sederhana banget. Dan Putu hendak menyoroti mengenai
komunikasi kayaknya sih 😆 Lucu juga saya pikir. Well, kesimpulan saya di akhir adalah, orang
punya pikiran yang berbeda-beda. Nggak salah lah kalau miskom kayak gitu. Salah sendiri
nggak nyambung. Hahaha 😆

Maria – Seno Gumira Ajidarma.


Sudah setahun Maria menunggu anak laki-laki bungsunya, Antonio. Sudah setahun juga Maria
membiarkan pintu pagar, pintu rumah, dan jendela-jendela terbuka agak lebih lama setiap senja,
karena barangkali saja akan kelihatan olehnya Antonio berjalan pulang dan memeluknya sembari
berseru “Mama!”

Betapa Maria merindukan Antonio, Antonio yang hanya tahu bergitar dan berdansa, anak
bungsunya yang tampan, dengan suaranya yang halus dan matanya penuh kasih sayang. Maria
telah kehilangan suaminya Gregorio yang perkasa, kata orang ia telah mati dan tubuhnya telah
hancur berkeping-keping. Maria juga telah kehilangan Ricardo, anak sulungnya yang bersumpah
akan membalas dendam atas kematian ayahnya. Kata orang juga ia telah menjadi mesin perang
yang sangat kejam, Ricardo telah menjadi penyiksa.

Kehilangan Gregorio menghancurkan hatinya, kepergian Ricardo mematikan jiwanya, dan


kehilangan Antonio mengacaukan kerja otaknya.

Pintu masih terbuka. Diluar Maria melihat tentara berbaris-baris, sudah bertahun-tahun mereka
berbaris seperti itu. Pintu pagar belum ditutupnya meski hari sudah gelap. Tiba-tiba saja sesosok
tubuh itu sudah berdiri dihadapannya yang langsung berlutut dan memeluknya.

Antonio telah kembali, tetapi Maria tidak mengenalnya. Kepalanya penuh pitak seperti hutan
gundul, dengan cukuran yang tidak teratur. Matanya yang sebelah kiri tertutup. Wajahnya penuh
dengan bekas luka. Coder diagonal dari kanan ke kiri, dari kiri ke kanan. Ia tidak bertelinga.
Hidungnya seperti pindah dari tempatnya semula. Mulutnya mencong dan gigi depannya
ompong. Bajunya lusuh, tidak bersandal, dan segenap kuku jari-jari kaki dan tangannya nampak
telah dicabut paksa. Ia sangat kurus dan kering.

Maria langsung mengusir pemuda rongsokan tersebut yang aslinya adalah anaknya sendiri,
Antonio, sambil berteriak-teriak tidak terima. Antonio menghela napas panjang, mimpi-
mimpinya selama 365 malam terhapus dalam 1 detik saja.

Sebelum pergi ia berkata pada mamanya bahwa ia tidak tahu lagi tempat mana lagi yang paling
baik untuk kembali selain ke rumahnya. Ia berpikir barangkali memang belum waktunya bagi
mereka untuk merasa bahagia. Ia juga mengatakan bahwa rupa-rupanya bumi ini memang sudah
bukan rumahnya lagi.

Tentang kerinduan ibu yang menanti anaknya pulang. Tapi setelah anaknya pulang, ah,
sedih 😦

Titin Pulang dari Saudi – Radhar Panca Dahana.

Yang ini juga potret masyarakat nih. Tentang TKW yang pulang kampung, namun akhirnya
kepulangannya tak memiliki arti yang banyak. Kasihan 😦
Jerat – Ratna Indraswari Ibrahim.

Tentang cinta segitiga pada awalnya.

Arloji Sumiani – Gde Aryantha Soethama,

kisah tentang arloji yang dihadiahkan seorang laki-laki pada perempuan yang ditaksirnya. Ini
agak rumit sih. Hahaha. Kaitannya sama saling cemburu dalam rumah tangga.

Santa – Bondan Winarno.

Settingnya di Seattle saat mendekati Natal. Ini juga potret masyarakat sih, meski dalam setting di
luar negeri. Dan saya baru tahu kalau Pak Bondan juga cerpenis

Anda mungkin juga menyukai