Anda di halaman 1dari 9

KRITIK SASTRA

DERAI-DERAI CEMARA
Karya: Chairil Anwar

Oleh:

Khairul Fuadi (K1218033)

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia


Universitas Sebelas Maret
2019
Derai-derai Cemara
Karya: Chairil Anwar

Cemara menderai sampai jauh,

terasa hari jadi akan malam,

ada beberapa dahan ditingkap merapuh,

dipukul angina yang terpendam.

Aku sekarang orangnya bisa tahan,

sudah berapa waktu bukan kanak lagi,

tapi dulu memang ada suatu bahan,

yang bukan dasar perhitungan kini.

Hidup hanya menunda kekalahan,

tambah terasing dari cinta sekolah rendah,

dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan,

sebelum pada akhirnya kita menyerah.


Analisis struktural adalah analisis yang melihat bahwa unsur-unsur sajak itu
saling berhubungan dengan erat, setiap unsur terjadi hubungan timbal balik dan
saling menentukan artinya.Jadi, kesatuan unsur dalam sastra bukan hanya berupa
kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri,
melainkan hal tersebut saling terkait, saling berkaitan, dan saling bergabung.

Dalam pengertian struktural ada rangkaian yang meliputi tiga ide


dasar.Pertama adalah ide kesatuan yaitu struktur tersebut merupakan keseluruhan
yang bulat, bagian-baian yang membentuknya tidak bisa berdiri sendiri.Kedua
adalah ide transformasi, struktur itu berisi gagasan transformasi dalam arti bahwa
struktur itu tidak statis.Ketiga adalah ide pengaturan diri sendiri, struktur itu
mengatur diri sendiri atau struktur itu tidak memerlukan pertolongan dari luar
dirinya untuk mengesahkan prosedur transformasinya.

Rachmat Djoko Pradopo dalam bukunya yang berjudul Pengkajian Puisi


mengutip dari Hawkes (1978:17-18) mengatakan bahwa menurut pemikiran
strukturalisme, dunia sastra lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan
benda-benda.Oleh karena itu, tiap unsur dalam struktur itu tidak mempunyai
makna dengan sendirinya, tetapi maknanya ditentukan oleh hubunganya denga
semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur tersebut.

1. Analisis Unsur Intrinsik

a. Tema
Tema yang digunakan dalam puisi “Derai-Derai Cemara” adalah tentang
perubahan yang terjadi didalam diri manusia  yang terpisah dari kehidupan masa
lalu.
b. Diksi
Diksi yang digunakan dalam puisi ini sangat sederhana, sehingga pembaca
mudah memahami puisi ini, selain itu pembaca juga seolah-olah merasakan apa
yang dialami oleh pengarang.
c.  Majas
Didalam puisi “Derai-Derai Cemara” terdapat beberapa majas atau gaya bahasa,
diantaranya yaitu :
a.  Majas Personifikasi (perumpamaan benda mati sebagai makhluk hidup)
“Dipukul angin yang terpendam”
Kalimat diatas menggunakan majas personifikasi karena yang sifatnya bisa
memukul adalah manusia bukan angin.
b. Majas Alegori (menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau
penggambaran)
“Hidup hanya menunda kekalahan”
Kalimat diatas menggunaan majas alegori karena memiliki makna bahwa
hidup itu berarti sia-sia.
d. Rima
Rima adalah pengulangan bunyi untuk membentuk keindahan bunyi.
Dalam puisi ini pengarang menggunakan rima dengan akhiran a-b-a-b dari bait
pertama sampai bait ketiga.

e. Tipografi
Tipografi adalah penataan bentuk larik atau baris dalam puisi yang dapat
menambah aspek kekuatan makna dan ekspresi penyair.Dalam puisi “Derai-Derai
Cemara” terdiri dari tiga bait, dan setiap baitnya terdiri dari empat larik. Bait
pertama sampai bait ketiga hadir dengan tipografi lurus dan struktur yang teratur
dengan pola rima a-b-a-b, tetapi tidak sama dengan pantun karena tidak ada
sampirannya, semua larik digunakan oleh pengarang sebagai sarana pengantar
kepuitisan. Kata-kata yang digunakan dalam sajak ini kebanyakan diisi dengan
simbol, citraan, gaya bahasa, dan sarana puitis. Sarana puitis inilah yang
digunakan pleh pengarang untuk menggambarkan hidupnya yang semakin lemah.

f. Amanat
Puisi ini cocok dibaca oleh semua kalangan karena pada saat ini
masyarakat cenderung bekerja keras tetapi lupa pada penciptanya.Puisi ini dapat
mengajarkan kita bahwa sesungguhnya sekeras apapun kita berusaha tetap saja
semua jalan hidup dan keputusan Allah Swt yang menentukannya.
2. Analisis Unsur Ekstrinsik

A. Nilai-nilai yang terkandung dalam puisi “Derai-Derai Cemara” diantaranya


yaitu :
a) Nilai Moral
Untuk berusaha mencapai cita-cita atau apa saja yang kita inginkan.
b) Nilai Agama
Bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati, oleh karena itu kita diberi
batas waktu untuk menggapai cita-cita atau apa saja yang diinginkan. Jadi
manfaatkanlah waktu sebaik mungkin dan semampu kita.
B. Menghubungkan Puisi Dengan Realitas Alam
Pada bait pertama sangat banyak berhubungan dengan alam, seperti yang
terdapat pada kalimat :
“Cemara menderai sampai jauh”
           Kalimat diatas memiliki maksut bahwa dedaunan cemara yang jatuh
berguguran seolah-olah menceritakan sebuah kehidupan yang mulai lelah. Lalu
pada bait selanjutnya yaitu :
“Terasa hari akan jadi malam”
Malam identik dengan kesunyian, kegelapan, waktu untuk istirahat dan
akhir dari sebuah kejadian yang terjadi hari ini. Kalimat diatas merupakan
penggambaran tentang perjalanan hidup yang pasti akan selalu berakhir dan
semua yang bernyawa pasti akan mati.

C. Interpretasi Puisi
“Derai-Derai Cemara” pada judul merupakan gambaran dari daun-daun
cemara yang berguguran.Mempunyai makna tentang runtuhnya harapan penyair
sejak awal masa kanak-kanaknya.
1. Bait Pertama
a.   Kalimat I
“Cemara menderai sampai jauh”
Cemara merupakan pohon yang berbatang tinggi, lurus,
daunnya kecil-kecil seperti lidi dan mudah terhempas oleh
angin.Menderai sendiri maknanya berjatuhan atau berguguran.Cemara
menerai sampai jauh disini maksutnya bahwa dedaunan cemara yang
jatuh berguguran, seolah-olah menceritakan sebuah perjalanan
kehidupan yang mulai lelah.

b. Kalimat II
“Terasa hari akan jadi malam”
Malam sendiri identik dengan kesunyian, kegelapan, waktu untuk
istirahat, dan akhir dari sebuag kejadian yang terjadi hari ini. Terasa
hari akan jadi malam merupakan penggambaran tentang perjalanan
hidup yang pasti akan selalu berakhir dan semua yang bernyawa pasti
akan mati.

c.   Kalimat III
“Ada beberapa dahan di tingkap merapuh”
Tingkap sendiri artinya jendela yang berada di atap (di dinding dan
sebagainya).Sedangkan dahan bermakna sebagai keyakinan pengarang
yang ingin hidup lebih lama dan melawan kematian. Sementara
merapuh karena dahan itu (keyakinan)  pengarang yang ingin hidup
lebih lama semakin merapuh.

d.    Kalimat IV
“Dipukul angin yang terpendam”
Angin digambarkan tentang segala cobaan dan kepahitan hidup yang
dialami oleh pengarang.Dipukul angin yang terpendam, mungkin
disini maksutnya pengarang ingin mengatakan sesuatu pada seseorang
tetapi tidak pernah bisa dikatakan, seperti tertahan
ditenggorokannya.Pengarang hanya bisa memendam perasaannya, hal
ini menyebabkan pertentangan batin yang memukul dahan (keyakinan)
yang merapuh dari dalam diri pengarang.
2. Bait Kedua
a. Kalimat I
“Aku sekarang orangnya bisa tahan”
Pengarang saat ini sudah tahan dengan keadaan (segala cobaan dan
kepahitan hidup) yang pengarang pernah alami sebelumnya.
b. Kalimat II
“Sudah beberapa waktu bukan kanak lagi”
Menggambarkan tentang pandangan yang terjadi saat pengarang
masih kanak-kanak dan pandangan itu tidak ada keterkaitannya ketika
dia telah beranjak dewasa atau meninggalkan masa kanak-
kanaknya.Sekarang pengarang sudah didewasakan oleh keadaan
dimana dia pernah merasakan pengalaman pahit, rapuh dan dia sudah
bisa menerima keadaan jika sesuatu yang dia inginkan tidak semuanya
bisa didapatkan atau dimiliki.
c. Kalimat III
“Tapi dulu memang ada suatu bahan”
Pernyataan pengarang bahwa dia mempunyai pengalaman yang
mampu mendewasakannya.Dia juga mempunyai cita-cita atau
pandangan hidup pada masa kecilnya.
d. Kalimat IV
“Yang bukan dasar perhitungan kini”
Apa yang dicita-citakan pengarang pada waktu kecil tidak terjadi pada
masa sekarang (saat dewasa), dan pandangan tentang hidupnya telah
berbeda dari apa yang pernah pengarang pikirkan saat dia masih
kanak-kanak.

3. Bait Ketiga
a. Kalimat I
“Hidup hanya menunda kekalahan”
Kekalahan adalah simbol suatu kepasrahan dan sangat identik dengan
keputusasaan, penderitaan bahkan kematian. Pengarang menyadari
bahwa kehidupan manusia pasti akan berakhir. Kematian merupakan
bentuk kekalahan manusia.Manusia tidak bisa mengelak, karena
kematian merupakan ketentuan yang harus diterima dari Allah Swt.
b. Kalimat II
“Tambah terasing dari cinta sekolah rendah”
Cita-cita penyair pada masa kanak-kanak begitu cemerlang namun dia
selalu mengalami penderitaan (cobaan) dalam hidupnya. Pada kata
“terasing” menceritakan tentang rencana pengarang tentang cita-cita
atau tujuan hidupnya, namun berbeda dengan apa yang diharapkan,
sehingga membawa dia ke dunia yang dianggap asing dan pada
akhirnya berujung pada kepasrahan atau menyerah pada kematian.
c. Kalimat II
“Dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan”
Pengarang ingin berbagi kegetiran hidup, ingin mengatakan cinta
tetapi tidak berani untuk mengungkapkannya dan hanya memendam
semua itu dalam jiwanya. Semuanya dia simpan sendiri tidak ingin
diucapkan atau memang tidak bisa diucapkan kepada orang lain.
d.   Kalimat IV
“Sebelum pada akhirnya kita menyerah”
Pengarang merasakan lelah, raganya tidak kuat lagi dan memutuskan
untuk berhenti memperjuangkan apa yang diinginkan karena pada
dasarnya tidak semua yang diinginkan bisa dimiliki. Pengarang sudah
berjuang sekuat tenaga, tetapi tetap saja tidak bisa dan pada akhirnya
dia merasa sudah waktunya untuk menyerah. Segala sesuatu yang
terjadi di dunia ini pasti akan berakhir, dan setiap yang bernyawa pasti
akan mati.
D. Tingkat Pengalaman Jiwa Pengarang dalam Puisi “Derai-Derai Cemara”
1. Anargonis
Pengarang sudah mencapai tingkat pengalaman jiwa yang pertama
karena apa yang sedang dirasakan oleh pengarang, dia mampu
menuangkannya dalam rangkaian kata-kata yang indah dengan pilihan
diksi yang mudah dipahami oleh pembaca. Selain itu pengarang telah
memberikan imajinasi atau daya bayang kepada pembaca.
2. Vegetatif
Tingkatan pengalaman jiwa pengarang sudah mencapai tingkatan
yang kedua karena didalam menciptakan puisi sudah terlihat jelas dan
dapat dirasakan oleh pembaca.Didalam puisi ini berisikan suasana sedih,
pasrah dan putus asa. Pengarang menggambarkan perjalan hidup tokoh
dari masa kanak-kanak hingga dewasa, selain itu secara eksplisit juga
menggambarkan bahwa manusia itu hidup semakin lama akan semakin
menua hingga pada akhirnya harus menyerah dengan kematian.
3. Animal
Tingkatan pengalaman jiwa pengarang sudah mencapai tingkatan
ketiga. Tingkatan ini sudah ada dalam jiwa pengarang yang berkeinginan
untuk tetap berusaha mewujudkan apa yang dicita-citakannya, meskipun
pada akhirnya tidak semua yang diinginkan bisa tercapai.
4. Filosofi/Religius
Tingkatan pengalaman jiwa pengarang sudah mencapai tingkatan
yang paling tinggi. Tingkatan ini sudah ada dalam jiwa pengarang karena
didalam puisinya ingin memberitahukan kepada pembaca bahwa
kehidupan manusia itu pada dasarnya pasti akan berakhir, dan kematian
merupakan bentuk kekalahan manusia. Manusia tidak dapat mengelak,
karena kematian merupakan ketentuan yang harus diterima dari Allah Swt.

Anda mungkin juga menyukai