Anda di halaman 1dari 5

Ada Jangwe di Kepalaku

Bab pertama menceritakan kekuperan Dika saat masih kelas 5 SD. Sebagai anak kuper membuatnya sulit
memiliki teman untuk bermain. Jadi, selepas pulang sekolah, waktunya hanya dihabiskan berjam-jam
bermain video game di Sega Genesis kesayangannya.
‘Kau bisa jadi bodoh main game terus’
‘Masa, sih, Pa?’ tanya gue.
‘Ya, nanti kau jadi bodoh, gak bisa berhitung lagi.’
‘Masak?’
‘Ya, kemarin teman Papa main video game, sekarang dia jadi hilang ingatan,
Dika. Dia gila’
Ok, sampai sini gue tahu kalau Bokap sudah mulai ngarang. (Hal. 3)
Setelah menasehati dengan alasan yang berlebihan. Kemudian Papanya mengajak dia bermain layang-
layangan. Saat itulah pertemuan dengan Bahri dan Dodo bermula. Keakraban dan kekompakan sebuah
persahabatan mereka tunjukkan. Sayangnya harus berakhir dengan perpisahan.
‘Iya, segini doang. Kalau kita gak berteman lagi gara-gara ini,
biar kita gak usah bertemu lagi. Selamanya,’. (Hal. 26).
Mendengar ucapan Dika memang terkesan berlebih –bak adegan dalam drama korea. Namum, sebenarnya
memiliki alasan positif di balik perpisahan tersebut.

Ingatlah Ini Sebelum Bikin Film


Mengenai film yang sedang digarapnya pada pertengahan tahun 2012, yaitu Cinta Brontosaurus. Dalam
Bab ini kita akan dibuat tertawa luar biasa -setidaknya itu yang saya rasakan.
‘Kalian sudah berapa lama pacarannya?’
‘Baru, kok, Pa,’ kata gue. ‘Baru.’
‘Iya, Om.’ Pacar gue membenarkan.
‘Ya, kalian cepat, lah, menikah!’ seru Bokap.
‘Kau tahu gak kenapa kalian harus menikah?’ tanya Bokap.
‘Kenapa, Pa?’ tanya gue.
‘BIAR TITIT KAU GAK CUMAN DIPAKE BUAT PIPIS!’
Nyokap kwtawa. Si Pacar tersedak. Gue pengin mati. (Hal. 34)
Tawa lepas justeru baru dimulai setelah dialog di atas. Tentang bagaimana paniknya Dika, setelah dia
mengetahui Papanya ternyata nonton film yang dia buat. Dia tak bisa membayangkan apa reaksi Papanya
menyadari dialog ‘nyeleneh’nya itu juga ditampilkan dalam layar lebar. Mungkin bagi yang pernah menont
filmnya sudah tahu akan keabsurdan keluarganya itu, yah?.

Balada Lelaki Tomboi


Dalam Bab ini kita akan merasa salut dan kagum –atas perjuangan Dika mendekai cewek yang ditaksirnya.
Karena besarnya pengorbanan yang dia lakukan untuk memikat Deska, si cewek tomboi yang jago bermain
tombak. Dari bela-belain ikut nge-gym, supaya dia terlihat lebih maco di hadapannya. Sampai ikut spanning
classsegala, yang di dalamnya mayoritas dihadiri oleh ibu-ibu.
“Ya, orang yang lagi kasmaran memang cenderung melakukan
hal di luar kebiasaannya, demi cinta yang dia kejar.” (Hal. 53)
Namun, sayangnya kita harus menaruh simpati dengan Dika, mengingat kisah cintanya menyisahkan luka.
“Tanpa motivasi, nge-gym jadi kegiatan yang membosankan.” (Hal. 68)
Patah hati yang dia rasakan telah merubah kesehariannya. Dia tak lagi bersemangat nge-gym, malas ngapa-
ngapain, mengabaikan makan sehat -akibatnya berat badannya naik lima kilogram.

Panduan Cowok dalam menghadapi penolakan


“Ada bermacam-macam alasan kenapa seorang cewek menolak cowok
yang mendekatinya: mungkin kamu jelek, mungkin kamu bego,
atau mungkin ketek kamu bau pintu sampah Manggarai.” (Hal. 69)
Kabar baik bagi cowok-cowok yang sering ditolak cewek. Karena pada Bab ini Dika membeberkan tipe
penolakan yang dilakukan cewek dan sekaligus bagaimana cara menghadapinya. Seperti penolakan berikut
ini:

1. Dia langsung ngomong kasar


2. Dia lebih memilih pendidikan
3. Dia telat membalas message
4. Dia nge-crop foto kamu
5. Dia bilang horoskop kalian tidak cocok
6. Dia gak pernah mau diajak nonton, dan
7. Dia menyamakan kamu dengan setan

Setiap tipsnya juga dilengkapi ilustrasi komik –ini yang membedakan buku terbarunya dari buku-buku
sebelumnya. Bahkah di setiap Babnya terdapat ilustrasi dalam bentuk komik. Ok, tips gokil dari Dr. Raditya
Dika, SE, MSC, SPONG BOB, dipercaya ampuh mengatasi problem percintaan atau justeru bikin semakin
runyam. Itu tergantung keberuntungan kalian.

Kucing Story
Keinginan Dika memiliki hewan peliharan yang bisa mengusir kesepiannya. Awalnya sempat bingung
menentukan hewan apa yang akan dipelihara. Dari mulai Anjing, sampai dengan Sugar Glinder. Tapi
ujungnya-ujungnya tetap memilih kucing lagi. Alfa ke mana? –kucing dia yang pernah ikut bercerita di
buku sebelumnya, si Alfa tinggal di keluarga besarnya, situasinya saat itu dia sudah mandiri.
“Katanya kalau kita memilih kucing untuk dibawa pulang,
cara yang paling baik adalah membiarkan kucingnya yang memilih kita.
Ketika di breeder, ataupun di pet shop, kita harus memperhatikan
apakah ada kucing yang mendatangi kita, membuat koneksi sama kita.” (Hal. 94)
Akhirnya pilihannya jatuh pada si Bos, begitu dia memanggilnya. Termasuk ras kucing Scottish Fold,
dengan mata bulat dan telinganya tertutup setengah membuat kesan unyun buatnya. Panggilan Bos sejalan
dengan tingkahnya seperti bos besar.
“Kadang gue sampai bingung mana yang majikan, mana yang peliharaan.
Bagi si Bos, gue adalah pembuka-makanan-kaleng-berjalan.” (Hal. 98)
Bagi pecinta kucing, kalian akan mendapatkan banyak pesan tersirat di dalamnya. Tapi tak hanya
membahas kucing, dia juga sesekelai curhat. Seperti kisah cinta bersama mantan pacarnya yang bernama
Avi. Dulu sewaktu pacaran, Avi pernah dikasik Anjing sama Dika, yang diberi nama Chica.

LB
Bab keenam ini bercerita pengalaman pertama Dika menggunakan Tinder. Aplikasi yang dia ketahui dari
temannya yang bernama Podma, saat keduanya berada di Bangkok. Tinder sendiri sebuah
aplikasi handpone yang dapat mengetahui siapa saja yang berada di sekitarnya –tentu sesama pengguna
Tinder.
Moo: Are you near here? In the mall?
Gue: Yes!
Moo: Starbucks in 5 mins?
Gue: Ok. 🙂
(Padahal dalam hati: OKE! GILA! YA AMPUN GUE BERUNTUNG BANGET! KYAAA KYAAA
KYAAA!). (Hal. 112)
Dika senang sekali dengan ajakan Moo. Gagis yang diketahuinya berumur 21 tahun (dari profil Tindernya).
Dia begitu amtusias dan tidak sabar untuk segera menemuinya di Sturbuck, tempat di mana Moo tentukan.
Melalui obrolan panjang, mereka saling menanyakan kesibukan satu sama lain. Tapi, tak berselang lama
kesenangnya pun kemudian sirna begitu saja. Setelah Dika mengetahui siapa Moo yang sebenarnya.
‘Kenapa kok kamu terkejut?’
‘Enggak, gak apa-apa,’ kata gue. Keringat dua liter ke luar dari sekujur tubuh. (Hal. 114)
Keadaan yang tadinya hangat, sekarang berubah menjadi salah tingkah, canggung dan sampai akhirnya dia
berusaha cari-cari alasan untuk segera pulang. Iyah, kandas pula harapan dia memiliki kekasih orang
Thailand. Siapakah Moo sebenarnya?, fakta apa yang diketahuinya sampai dia bertingkah seperti itu dan
bahkan kapok menggunakan aplikasi Tinder.

Perempuan Tanpa Nama

Mengenai pertemuan tak disengaja Dika dengan beberapa perempuan yang tak dikenal sebelumnya.
Namun, ternyata Dika menyimpan ketertarikan pada mereka. Hanya saja dia tidak memiliki nyali atau
keberanian untuk sekedar ‘say hai’. Cuma sebatas melihat dari tempat duduknya saja.
“Apa yang terajadi seandainya gue
berani ngomong sama dia?.” (Hal. 116)
Dari sekian perempuan yang membuat dia penasaran. Tiga di antaranya dia kisahkan dalam bab ketujuh
ini. Seperti kisah pertama, ketika dia masih SD. Dia bertemu dengan perempuan –berambut ikal dan
dikuncir– ini, di lantai dua Kentucky Fried Chicken di daerah Jakarta Selatan.
Sempat terbesit dipikiran gue untuk langsung berdiri dan menyalami
dia saja. Tapi tidak, gue tidak berani. Maka, seiring dia ke luar dari
restoran, dia tetap menjadi perempuan tanpa nama. (Hal. 119)
Kedua; di penghujung tahun 2005, dalam sebuah penerbangan dari Jogjakarta ke Jakarta. Iyah, perempuan
tanpa nama selanjutnya adalah salah satu pramugari dalam pesawat yang ditumpanginya tersebut. Berbeda
dari pengalaman sebelumnya, kali ini dia mencoba memberanikan diri untuk menegurnya. Tapi, ada
kejadian di luar dugaan dia kejadian yang ngebuat situasinya menjadi serba salah.
“Dia (pramugari) merengut, memberikan pandangan
jijik ke arah gue. Suasana tegang.” (Hal. 129)
Terakhir, perempuan tanpa nama yang ketiga dia lihat di toko Topshop Senayan City, pada tahun 2011.
Perempuan ini memiliki mata sayu, wajahnya cantik alami, pipinya tirus kemerahan. Tak beda jauh dari
nasib sebelumnya; dia kembali apes.
‘Ukuran S?’ Gue celingukan ke sana-sini. ‘Seharusnya ada, sih, ya.’
‘Bisa cariin, gak?’
‘Uh, gue yang nyariin?’
‘Eh… Iya, kan?’ tanya dia. ‘Tunggu dulu. Loh? Mas ini bukannya..?’ (Hal. 135)
“Kadang, pada tengah malah, gue suka berfikir sebelum tidur.
Apakah di antara perempuan-perempuan tak bernama ini ada
yang seharusnya menjadi jodoh gue, menjadi salah satu perempuan
yang membuat cerita-cerita bersama gue. Menjadi seseorang yang
punya peranan lebih daripada sekedar perempuan tanpa nama.” (Hal. 138)

Menciptakan Miko
Serial Malam Minggu Miko. Mungkin tidak asing lagi di telinga. Acara ini sudah tayang di salah satu tv
swasta. Proses terbentuknya pembuatannya penuh dengan cerita suka dan duka. Mulai dari susahnya nyari
pemainnya, saat pengambilan gambar, pemain telat, atau belum lagi biaya yang dia ke luarkan dari uang
sendiri –sebelum ditayangkan di tv.
‘Mbak, bantuin proyek kecil-kecilan aku, ya. Acting gitu buat main di video.’
‘Soteng gitu yah, Bang?’ tanya Mbak Neni (pembantunya)
‘Iya, shooting,’ kata gue.
‘Mau, Bang, Mau! Ada Dude Herlino gak?’
Masalahnya tak berhenti di situ saja. Ketika mulai diproduksi untuk penayangan perdana di tv. Kemampuan
Dika yang minim pun diuji. Bagaimana pun untuk menjadi sutradara harus bisa memecahkan masalah di
lapangan. Seperti saat hujan tiba-tiba turun, skenario kadang kala harus berubah dan menyesuaikan
keadaannya.
“Di balik masalah yang pasti selalu ada ketika shooting,
gue senang menyelesaikannya. Terus terang gue bangga
dengan apa yang gue lakukan di Miko.” (Hal. 160)

Lebih Seram Dari Jurit Malam


Jika mengingat bab-bab sebelumnya, Dika memang kurang beruntung dalam percintaan. Entah, diputusin,
ditinggalkan pacar –karena mantannya lebih memilih laki-laki lain, atau naksir tapi tidak kesampaian untuk
mengungkapkannya. Tapi dalam bab ini berbeda. Karena dia justeru yang ditaksir Lina, adik juniornya di
PMR.
‘Aku lagi naksir cowok cuek, Kak,’ kata dia.
‘Terus?’
‘Gimana, sih, caranya ngedeketin cowok cuek?’
‘Siapa cowoknya? Anak PMR? Senior?’ tanya gue.
‘Ada, deh, Ka. Tapi kalau kakak mau tau, iya, anak PMR’. (Hal. 182)
Sebagai anak baru di eksul PMR, Lina harus menjalani pelantikan bersama angkatan baru lainnya.
Kegiatannya berlangsung malam hari di Bumi Perkemahan Cibubur. Sudah menjadi agenda rutin disetiap
proses pelantikaan anak baru akan dikerjai habis-habisan. Begitu pun yang pernah di alami Dika waktu
pertama mengikut proses pelantikannya.
Jadi, ini tak beda seperti ajang balas dendam untuk mengerjai anak-anak baru. Terutama Nikolas –teman
seangkatan Dika– yang amat mengebu-gebu untuk melancarkan aksinya (balas dendam, red). Obrolan
antara Lina dan Dika tetap berlanjut di suasana malam yang mencekam.
‘Kakak inget botolku yang aku dulu bilang isinya malaikat? Botol itu udah ilang. Kak, jaket itu pengganti.
Kakak jadi semacam malaikat buat aku.’
‘Bukannya botol itu untuk ngusir hantu? Gue jadi kayak pengusir hantu, dong,’
Lina tertawa. ‘Maksudnya bukan gitu, sih, kak. Tapi kakak ngerti, kan?’
‘Ngerti apa?’ tanya gue.
‘Gak jadi, deh’ kata Lina. (Hal. 184)
Jaket yang Lina pakai saat malam pelantikan hilang. Dia sedih dan kecewa. Baginya, jaket tersebut
memiliki kenangan tersendiri bersama Dika. Di mana pada momen saat Dika memegang jaketnya.
‘Kenapa, Kak?’ tanya Lina.
Gue menggenggam jaket Lina. ‘Nikolas, lo jangan nakutin kita, deh, soalnya –‘
‘POCONGGGGGG!’ teriak Nikolas. (Hal. 180)
Iyah, padahal Lina sudah beberapa kali mencoba memberikan tanda-tanda kesukaannya pada Dika.
Patah Hati Terhebat
‘Each time I look at you I’m light as a cloud,
and feeling like some in love….’ (Hal. 197)
Tak peduli bagaimana cinta itu berakhir, setiap kegagal cinta pasti meninggalkan hati yang luka. Dalam
bab ini menghadirkan kisah patah hati yang akan membuat dada kita sesak. Kisah itu diperoleh dari cerita
cinta Trisna, teman Dika yang sangat fanatik pada buku-buku dan film Harry Potter. Sehingga pada saat
mengetahui kepala sekolah sihir Hogwart itu mati, ia pun merasa patah hati.
‘Dombledore. Gara-gara dia mati, gue patah hati.’ (Hal. 188)
‘Kalau patah hati terbesar lo gara-gara manusia, pernah? Maksud gue cowok yang hidup. Bukan karakter
fiktif, rekaan kayak Dombledore. (Hal. 189)
Pertanyaan Dika tidak lantas dijawab begitu saja. Namun, semenjak mendapatkan pertanyaan tersebut,
memori kenangan bersama Ruben kembali hadir dalam pikirannya. Gimana perjuangan dia belajar tak kenal
waktu, berusaha kerasa untuk lolos juga di tes penjaringan UGM. Mengingat Ruben sendiri sudah lebih
awal diterima di sana.
‘Kalau gue gak masuk UGM gue mungkin bahkan kehilangan
love of my life. Gue ngerasa bakal nysel seumur hihup.’ (Hal. 198)
Sayangnya, ketika kerja kerasnya membuahkan hasil dan ia juga diterima di UGM. Kabar mengejutkan
justeru datang di waktu yang tidak tepat.
‘Gue hanya mundur satu langkah ke belakang,
dan gue blackout. Semua hitam. Gue gak ngelihat apa-apa lagi.
Saking sedihnya, gue pingsan.’ (Hal. 203)
Kabar apa yang sebenarnya ia dengar?, dan kenyataan apa yang ia harus terima?. Yang seakan membuat
kerja kerasnya untuk diterima di UGM –agar ia bisa tetap berada di dekat Ruben– sekarang sia-sia saja.
Bahkan ia dibuat trauma dalam berbacaran.
Aku Ketemu Orang Lain
Dika tidak selalu menjalin hubungan pacaran jarak dekat. Seperti hubungan dia bersama pacarnya –yang
tidak sekalipun disebut namanya (meski semua tokoh dalam bukunya menggunakan nama
samaran)– dalam bab ini. Keputusan Dika untuk menimbah ilmu di negeri Kanguru (Adelaide University)
membuat mereka merasakan hubungan jarak jauh. Mereka berdua awalnya sama-sama pesimis.
‘Kamu emang percaya kita bakal bisa LDR?’ tanya dia.
‘Yah,’ kata gue, menelan semua ragu yang sebenarnya terasa di dada.’ (Hal. 215)
Setidaknya pada dua tahun pertama keraguan mereka tidak terbukti. Namun, seiring dengan waktu yang
semakin berlalu, hubungan mereka mulai merenggang. Mulai dari durasi telfonan yang semakin berkurang,
chattingan yang tidak lagi mereka lakukan. Entah, kesibukan keduanya menghadapi tugas masing-masing,
atau mereka yang tidak saling memeliharanya
“Long distance relationship bukanlah sesuatu yang gue inginkan.
Buat gue saat iut, esensi sebuah hubungan adalah dengan
adanya keberadaan orang yang kita sayang di samping kita.” (Hal. 220)
Dika memang memiliki keraguan lebih besar dibandingkan pacaranya. Sikapnya pun terkesan lebih cuek,
acuh dan itu berbedah jauh dengan pacarnya yang lebih khawatir hubungannya berakhir. Namu, jika kalian
beranggapan pacarnya akan patah hati?, kalian salah. Apa yang sebenarnya terjadi?, kenapa Dika yang
justeru mengalami kekecewaan tuk sekian kalinya?.
Hampir separuh cerita dalam bab ini, juga banyak menghadirkan cerita Dika selama dalam pesawat bersama
Zafran –laki-laki yang baru dikenalnya dalam penerbangan ke Adelaide. Karena dia duduk tepat di sebelah
Dika. Obrolan yang tak kalah menarik untuk disimak (baca: ditertawai).
Koala Kumal

(Foto kanan diambil dari blognya Raditya Dika


dan sebelah kiri, dari bukunya di halaman 245)
“Gue jadi teringat satu foto di situs Huffington Post. Ada seekor koala yang tinggal di New South Wales,
Austalia. Koala itu bermigrasi dari hutan tempat tinggalnya. Beberapa bulan kemudian, ia kembali ke hutan
tempat dia tinggal. Namun, ternyata selama dia pergi, hutan yang pernah menjadi rumahnya ditebang,
diratakan dengan tanah oleh para penebang liar. Si koala kebingungan kenapa tempat tinggalnya tidak
seperti dulu. Ia hanya bisa diam, tanpa bisa berbuat apa pun. Seorang relawan alam mengambil foto koala
itu. Jadilah foto seekor koala kumal duduk sendirian. Memandangi sesuatu yang dulu sangat diakrabinya
dan sekarang tidak lagi dikenalinya.” (Hal. 246)
“Gue tidak mau seperti seekor koala kumal
yang pulang ke tempat yang dulu nyaman untuknya,
menyadari bahwa tempat itu telah berubah,
tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.” (Hal. 246)
***

Anda mungkin juga menyukai