Anda di halaman 1dari 5

Nama: Tami Putri Wardani

Kelas: XI IPS 2

Tugas: Bhs. Indonesia

DEMONSTRASI MASSA MEI 1998

Unjuk rasa atau demonstrasi adalah sebuah gerakan protes yang di lakukan sekumpulan
orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya di lakukan untuk menyatakan pendapat kelompok
tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula di lakukan
sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Demonstrasi sangat
sering terjadi di Indonesia, salah satunya adalah Demonstrasi pada Mei 1998. Demonstrasi ini
lebih sering disebut dengan Kerusuhan Mei 98.Kerusuhan ini di latar belakangi oleh keruntuhan
ekonomi krisis finansial Asia 1997, adanya kritik terhadap pemerintahan orde baru yang saat itu
dipimpin oleh Presiden Soeharto dan juga dipicu oleh tragedi Trisakti yang hingga sampai saat
ini masih dikenang yang mengakibatkan empat mahasiswa Universitas Trisakti terbunuh pada
unjuk rasa 12 Mei 1998. Selain itu, kerusuhan ini juga menimbulkan tindak penindasan terhadap
etnis-Tionghoa.Berdasarkan hasil analisis dari Sri Palupi, seorang koordinator investigasi dan
pendataan Tim Relawan, sentimen anti-Tionghoa yang sudah lama berlangsung dimanfaatkan
memicu kerusuhan yang disebabkan oleh kritis ekonomi yang meresahkan.Beberapa jenderal
yang tidak memiliki hubungan dengan perekonomian, memprovokasi masyarakat dengan
mengatakan bahwa etnis-Tionghoa lah penyebab krisis moneter ini. Hal itu dikarenakan, orang
Tionghoa lah yang melarikan uang rakyat ke luar negeri, sengaja menimbun sembako sehingga
rakyat Indonesia sengsara dan kelaparan, dan sebagainya.

Penyebab utama dari kerusuhan Mei 98 adalah krisis finansial Asia, Krisis keuangan
yang melanda hampir seluruh Asia Timur pada Juli 1997, tentunya mengakibatkan kekacauan
dan kepanikan yang dirasakan negara-negara ASEAN. Indonesia adalah salah satu dari tiga
negara yang terkena dampak krisis yang paling parah.Terjadinya penurunan rupiah terhadap
dolar mengakibatkan berbagai perusahaan yang meminjam dolar harus membayar biaya yang
lebih besar dan juga para pemberi pinjaman menarik kredit secara besar-besaran sehingga terjadi
penyusutan kredit dan kebangkrutan.Inflasi rupiah yang diperparah dengan banyaknya
masyarakat yang menukarkan rupiah dengan dolar AS, ditambah kepanikan masyarakat terkait
tingginya kenaikan harga bahan makanan, menimbulkan aksi protes terhadap pemerintahan orde
baru. Kritikan dan aksi unjuk rasa pun mulai bermunculan dan kian memanas.Kerusuhan ini
diawali di Medan, Sumatera Utara pada 2 mei 1998. Pada saat itu, para mahasiswa melakukan
aksi unjuk rasa yang berujung anarkis.Kemudian, pada 4 mei 1998, sekelompok pemuda
melakukan aksi pembakaran di beberapa titik di kota Medan. Adanya sentimen anti-polisi juga
menimbulkan kebencian massa terhadap polisi sehingga berbagai infrastruktur dan fasilitas
aparat keamanan dirusak dan dihancurkan.

Pada 12 Mei 1998 Setelah beberapa kerusuhan di daerah, Ibukota mulai panas.
Mahasiswa berkumpul dan mulai merapatkan barisan. Mereka menggelar aksi damai di pelataran
parkir depan Gedung M (Gedung Syarif Thayeb) di Kampus Universitas Trisakti. Lalu mereka
menggelar mimbar bebas tepat di atas jalan layang. Diperkirakan sekitar 6000 orang hadir.Di
tengah hari, massa mulai panas, karena sejumlah aparat kemananan mulai berdatangan di lokasi
mimbar. Aksi pun dilanjutkan dengan long march ke jalan, mereka menuju gedung Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Tapi aksi damai terhalang aparat. Mereka lalu berdemonstrasi di
Gedung Walikota Jakarta Barat. Setelah berkali-kali dihalangi aparat, mahasiswa kembali ke
kampus dan melanjutkan orasi di sana.Namun seorang oknum tak dikenal berhasil
memprovokasi mahasiswa yang sedang menggelar aksi damai. Ia mengeluarkan kata-kata kotor
yang membuat mahasiswa berang. Oknum tersebut tak diketahui identitasnya, tapi ia berlari ke
arah aparat. Bentrok antara mahasiswa dan aparat pun tak bisa dihindari.Akhirnya, pada pukul
17.15, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat keamanan. Aparat
keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa panik dan
bercerai berai, sebagian besar berlindung di Universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus
melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke Rumah Sakit Sumber
Waras.Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brimob, Batalyon Kavaleri
9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan
Anti Huru Hara Kodam serta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air
mata, Steyr, dan SS-1.Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan
satu orang dalam keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah
menggunakan peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil
sementara diprediksi peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan
peringatan. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977 -
1998), Hafidin Royan (1976 - 1998), dan Hendriawan Sie (1975 - 1998). Mereka tewas
tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala,
tenggorokan, dan dada. Peristiwa penembakan empat mahasiswa Universitas Trisakti ini juga
digambarkan dengan detail dan akurat oleh seorang penulis sastra dan jurnalis, Anggie D.
Widowati dalam karyanya berjudul Langit Merah Jakarta.

Peristiwa tewasnya 4 mahasiswa Trisakti itu ternyata menimbulkan reaksi yang lebih luas
dari insiden Medan sebelumnya. Situasi makin genting karena kerusuhan makin
meluas.Sementara itu, terjadi penjarahan di Jakarta pada tanggal 13 Mei-14 Mei. Massa
membakar rumah dan toko yang sebagian besar dimiliki etnis Tionghoa. Media asing
memberitakan terjadi pemerkosaan terhadap anak-anak gadis Tionghoa. Kisah ini tak pernah
terungkap dengan jelas karena korban bungkam hingga hari ini.Data yang belum terverifikasi
dari AsiaWeek menyebut setidaknya 1.188 orang tewas, sekitar 468 wanita diperkosa, 40 mal dan
2.470 toko ludes dimakan api, serta tidak kurang dari 1.119 mobil dibakar atau dirusak.Situasi
makin tak jelas karena sejumlah pimpinan ABRI (sekarang TNI) tak berada di Jakarta saat
kerusuhan terjadi. Mereka berkumpul di Malang untuk menghadiri upacara pemindahan Pasukan
Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) dari Divisi I ke Divisi II Kostrad.Acara ini dihadiri oleh
Panglima ABRI saat itu, Jenderal Wiranto, KSAD Jenderal Subagyo HS, Pangkostrad Letjen
Prabowo Subianto, Danjen Kopassus Muchdi PR dan beberapa petinggi militer lainnya.

Pada 14 Mei 1998 inilah nama Prabowo muncul ke permukaan. Ia saat itu disebut sebagai
pihak yang merancang kerusuhan. Ia diberitakan menggelar pertemuan rahasia di Markas
Kostrad.Berdasar laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), pertemuan rahasia di Makostrad
terjadi selepas maghrib hari itu dihadiri oleh Adnan Buyung Nasution, Setiawan Djodi, Rendra,
dan Bambang Widjojanto. Prabowo disebut menyampaikan informasi mengenai situasi terakhir.
Tapi pertemuan itu dibantah oleh Prabowo sendiri.Pukul 19.30, Wiranto muncul di layar televisi
dan mengatakan bahwa aparat keamanan sudah berhasil mengendalikan situasi. Tetapi di
lapangan, masyarakat tak melihat aparat berjaga di jalanan.Kondisi makin tak menentu. Ribuan
warga asing pun mulai meninggalkan Jakarta yang membara dan berhias kebrutalan

Pada 15-19 Mei Jakarta masih mencekam,pukul 4.40 pada 15 Mei, Soeharto tiba dari
rangkaian kunjungan ke Kairo, Mesir, dan mendarat di landasan militer Halim Perdana Kusuma.
Ia dikawal 100 kendaraan bersenjata menuju kediamannya di Jalan Cendana. Soeharto segera
mendengar rencana aksi massa sejuta orang yang akan digelar pada 20 Mei.Wiranto sebagai
panglima tertinggi ABRI menyatakan dukungan penuhnya pada Soeharto. Wiranto menyarankan
Soeharto untuk membentuk kabinet baru dan melaksanakan reformasi.Sementara itu, tekad
mahasiswa makin bulat. Soeharto harus mundur. Mereka bukan hanya merencanakan aksi sejuta
massa, tapi juga pendudukan gedung MPR.Pada 19 Mei, pukul 11, Soeharto muncul di layar
televisi nasional. Ia mengatakan pemerintah akan segera menggelar Pemilu. Ia juga berjanji tidak
akan mencalonkan diri menjadi presiden lagi.Wakil Presiden Habibie menelepon Soeharto.
Habibie mengaku cemas akan karir Soeharto. Soeharto akan tamat. Soeharto menimpali Habibie,
bahwa ia akan melaksanakan Pemilu seperti yang sudah direncanakan.

Pada 20 Mei Kawasan Monumen Nasional Jakarta penuh dengan tank. Ratusan tentara
bersenjata senapan laras panjang dan tank ringan serta personel artileri melakukan patroli di
Ibukota. Istana dijaga ketat. Demonstrasi sejuta orang pun dibatalkan.Sore itu, Wiranto memberi
usulan dan opsi pada Soeharto. Pertama, dia tetap ingin menjabat sebagai panglima ABRI,
Habibie harus komitmen terhadap reformasi, dan Prabowo harus diganti. 21 Mei Pukul 9 pagi
lewat siaran televisi nasional, Soeharto mengumumkan bahwa ia mundur. Dia meminta maaf
kepada rakyat atas segala kesalahan dan kekurangan. Habibie menggantikannya sebagai presiden
RI.

Berdasarkan data yang dihimpun TGPF, tim relawan menyebutkan korban meninggal
dunia dan luka-luka 1.190 orang akibat ter/dibakar, 27 akibat senjata, dan 91 luka-luka.Data
Polda Metro, 451 orang meninggal, korban luka-luka tidak tercatat. Data Kodam Jaya, 463
meninggal termasuk aparat keamanan, 69 luka-luka. Data Pemda DKI, jumllah korban
meninggal 288 orang, dan luka-luka 101 orang Untuk kota-kota lain di luar Jakarta, variasi
angkanya sebagai berikut:

- Data Polri 30 orang meninggal dunia, luka-luka 131 orang, dan 27 orang luka bakar.

- Data Tim Relawan 33 meninggal dunia, dan 74 luka-luka.

Opini yang selama ini terbentuk adalah bahwa mereka yang meninggal akibat kesalahannya
sendiri, padahal ditemukan banyak korban menjemput ajal bukan karena kesalahan mereka
sendiri.Kerusuhan mei 1998 ini menghasilkan pengunduran diri Presiden Soeharto yang dipaksa
mundur pada 21 Mei 1998 dan dilanjutkan dengan pembentukan Kabinet Reformasi
Pembangunan di bawah pimpinan Presiden B.J.Habibie. Pada akhirnya, Tim Gabungan Pencari
Fakta ( TGPF ) yang dibentuk oleh Presiden B.J. Habibie, tidak berhasil mengusut tuntas oknum-
oknum yang terlibat kerusuhan mei 1998 ini dan terkesan ditutupi dari publik. Kerusuhan mei
1998 berakhir begitu saja tanpa ada pengambilan tindakan lebih lanjut dan hanya menjadi sejarah
kelam bagi bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai