Anda di halaman 1dari 24

ANALISIS WACANA

Disusun Oleh :
Aprilia Rizki Arifah (K1218008)
Aula Fitriani (K1218010)
Ervika Swadiyana (K1218025)
Naufal Allam Gumelar (K1218050)
Puji Rahayu (K1218054)
Yusfika Andrani(K1218078)
Pengertian  Analisis  Wacana 
 Wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau
tuturan. wacana berkaitan erat dengan pembahasan
keterampilan berbahasa terutama keterampilan berbahasa
yang bersifat produktif , yaitu berbicara dan menulis. Baik
wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.

Analisis wacana adalah analisis tentang bahasa yang


digunakan. Prakmatik merupakan pendekatan yang dapat
digunakan dalam menganalisis wacana. Fungsi dari analisis
wacana itu sendiri yakni agar kita mengerti apa maksud yang
ingin disampaikan oleh seseorang
Unsur – Unsur Wacana
Unsur-unsur wacana ada dua yaitu internal dan eksternal
a. Unsur internal
Unsur internal suatu wacana terdiri atas satuan kata dan
kalimat. Satuan kata adalah kata yang berposisi sebagai kalimat
atau yang dikenal dengan sebutan ‘kalimat satu kata’.
 Kata dan kalimat
Dalam konteks analisis wacana kata atau kalimat yang berposisi
sebagai wacana disyaratkan memiliki kelengkapan makna
informasi dan konteks tuturan yang jelas dan mendukung.
Sementara berdasarkan aspek semantisnya, kalimat memiliki
makna sebagai serangkaian kata yang menyatakan pikiran dan
gagasan yang lengkap logis (Gie dan Widyamartaya,1983:92).
Contoh kalimat :
Dia memang pintar
Berdasarkan kaidah sintaksis dan semantik, kalimat diatas
memang benar tata bahasanya dan maknanya jelas. Akan tetapi
berdasarkan kaidah wacana, kalimat tersebut belum lengkap
makna dan informasinya. Akan ada pertanyaan, siapakah yang
dimaksud dengan dia, siapa pula yang mengucapkan pertanyataan
tersebut. Sebab pada dasarnya kalimat itu diucapkan karena ada
kondisi yang melatar belakanginya. Jadi ada unsur lain yang
melingkupi.
 Teks dan konteks
Dalam konteks ini, teks dapat disamakan dengan naskah, yaitu
semacam bahan tulisan yang berisi materi tertentu, seperti naskah
materi kuliah, pidato, atau lainnya. Jadi perbedaan kedua istilah itu
semata-mata terletak pada segi (jalur) pemakaiannya saja.
Sebenarnya, teks adalah esensi wujud bahasa. Dengan kata
lain, teks direalisasi (diucapkan) dalam bentuk ‘wacana’.
Mengenai hal ini, van Dijk (dalam PWJ Nababan, 1984:64)
mengatakan bahwa teks lebih bersifat konseptual. Dari
sinilah kemudian berkembang pemahaman mengenai teks
lisan dan teks tulis.
Berkaitan degan teks, didapati pula istilah konteks (co-text),
yaitu teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki
hubungan dengan teks lainnya teks yang satu memiliki
hubungan dengan teks lainnya.
b. Unsur eksternal
Unsur eksternal adalah sesuatu yang menjadi bagian wacana,
namun tidak tampak secara eksplisit. Kehadirannya berfungsi
sebagai pelengkap keutuhan wacana.
Implikatur
Dalam lingkup analsisi wacana, implikatur berarti sesuatu yang
terlibat atau menjadi bahan pembicaraan. Secara struktural,
implikatur berfungsi sebagai jembatan /rantai yang menghubungkan
antara “yang diucapkan “ dengan “yang diimpikasikan”
Lebih jauh , PWJ. Nababan (1984: 28) menyatakan bahwa
implikatur berkaitan erat dengan konvensi kebermaknaan yang
terjadi di dalam proses komunikasi. Konsep itu kemudian dipahami
untuk menerangkan perbedaan antara hal yang diucapkan dengan
hal yang diimplikasikan. Jika Dalam suatu komunikasi,salah satu
tidak paham dalam hal pembicaraan tersebut maka sering
dinyatakan , “sebenarnya , apa implikasi ucapan anda tadi?”
Grice (1975:44) menyatakan ada 2 macam
implikatur yaitu implikatur konvensional dan
implikatur percakapan. Contoh :
1. Muhammad Ali adalah petarung yang indah.
2. Lestari putri Solo , jadi ia luwes.
Kata petarung pada kalimat satu dipastikan benar,
karena secara umum orang mengetahui bahwa
Muhammad Ali adalah petarung legendaris.
Demikian juga implikasi umum yang dapat diambil
antara putri Solo dengan luwes. Selama ini,
putri Solo selalu mendapat predikat sebagai
kota kebudayaan yang penuh dengan kehalusan
dan keluwesan putri-putrinya. Implikasi yang
muncul adalah, bahwa perempuan atau wanita
Solo umumnya dikenal luwes penampilannya.
Sementara itu, implikatur percakapan memiliki makna dan
pengertian yan lebih bervariasi. Pasalnya, pemahaman terhadap
hal “yang dimaksudkan” sangat bergantung kepada konteks
terjadinya percakapan.
Dalam suatu dialog (percakapan), sering terjadi seorang penutur
tidak mengutarakan maksudnya secara langsung. Hal yang hendak
diucapkan justru ‘disembunyikan’, diucapkan secara tidak langsung
atau yang diucpakan sama sekali berbeda. Contoh :
1.Ibu :Ani, adikmu belum makan.
Ani : Ya, Bu. Lauknya apa ?
2.Guru : Kelasnya panas sekali, ya
Murid : Jendelanya dibuka ya, Pak ?
Percakapan antara Ibu dengan Ani pada mengandung makna
‘perintah menyuapi’. Dalam tuturan itu, tidak ada sama sekali
bentuk kalimat perintah. Tuturan yang diucapkan ibu hanyalah
pemberitahuan bahwa ‘adik belum makan’. Namun karena Ani
tahu maksud darii ibu, ia menjawab siap untuk melaksanakan
perintah ibunya tersebut.
Juga pada contoh 2, yaitu perintah guru untuk melakukan sesuatu agar
panas di kelas berkurang. Murid yang paham akan segera membuka
jendela.

Presuposisi
Istilah preuposissi adalah turunan dari bahasa Inggris presupposition,
yang berarti ‘perkiraan, persangkaan’ (PWJ Nababan, 1984:47). Gottlob
Frege (dalam PWJ Nababan, 1984:48)mengemukakan bahwa semua
pernyataan memiliki pranggapan, yaitu rujukan atau referensi dasar.
Rujukan inilah yang menyebabkan suatu ungkapan wacana dapat
diterima atau dimengerti oleh pasangan bicara, yang pada gilirannya
komunikasi tersebut akan dapat berlangsung dengan lancar.
Rujukan inilah yang dianggap sebagai praanggapan, yaitu anggapan
dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan stuasi berbahasa
yang membuat bentuk bahasa menjadi bermakna bagi
pendengar/pembaca.
Contoh :
1.Kuliah Analisis Wacana diberikan di semester IV
Pranggapan untuk pernyataan itu adalah : pertama ada
kuliah Analisis Wacana, dan kedua ada semester V. Bila
kalimat tersebut dinegatifkan, akan berubah sebagai
berikut
2.Kuliah Analisis Wacana tidak diberikan di semester VI
Pranggpan untuk pernyataan itu adalah : ada kuliah
Analisis Wacana dan ada semester VI.
Referensi
Secara tradisional, referensi adalah hubungan antara kata dengan
benda (orang, tumbuhan dan sesuatu lainnya) yang dirujuknya.
Referensi merupakan suatu perilaku pembicara/penulis. Jadi, yang
menentukan referensi suatu tuturan adalah pihak pembicara sendiri,
sebab hanya pihak pembicara yang paling mengetahui hal yang
diujarkan dengan hal nyang dirujuk oleh ujarannya.

Dilihat dari acuannya, referensi dapat dibedakan menjadi dua


bagian, yaitu referensi eksofora, situsional (exophora) dan referensi
endofora, tekstual (Endhopora). Referensi endofora dapat dipilah lagi
menjadi dua jenis, yaitu referensi anafora (Anaphora) dan referensi
katafora (cataphora) (Halliday dalam Hamid Hasan, 1993: 30).
Contoh :
1. Itu rumah
Kata itu menunjuk pada sesuatu, yaitu rumah. Rumah yang
dimaksud, “tempatnya”, tidak terdapat dalam teks, melainkan berada
di luar teks. Jadi, referensi eksofora itu mengaitkan langsung antara
teks dengan sesuatu yang ditunjuk di luar teks tersebut.
2.Nadhir menulis buku. Dia memang produktif.
Kata dia pada kalimat kedua mengacu pada Nadhir, yaitu nama yang
telah disebut sebelumnya (pada kalimat pertama). Pola pengacuan
masih merujuk pada sesuatu/seseorang yang berada dalam teks.
3.Buku pewayangan sangat terkenal. Ramayana.
Kata buku pada kalimat pertama mengacu pada anteseden yang
disebut sesudahnya, yaitu Ramayana. Penunjukan itu sekaligus
menjadi jawabannya.
4.Samada biasa menulis cerpen, cerbung, dan novel
Sebenarnya, sebelum cerbung dan novel, terdapat
subyek dan predikat (Samada menulis) yang
menyertainya. Akan tetapi karena topiknya masih sama
dengan yang disebut sebelumnya, maka hal itu tidak
diulangi lagi.
5.Pranowo terpilih menjadi lurah di Karangjati. Dia
dikenal dekat dengan warganya. Desa itu memang
membutuhkan pemimpin yang merakyat.
Bentuk dia pada kalimat kedua mengacu pada
topik/subyek orang yang bernama Pranowo, sedangkan
desa itu menunjuk pada Desa Karangjati.
Inferensi
Dalam bidang wacana, istilah inferensi berarti suatu proses yang
harus dilakukan pembaca untuk memahami makna yang secara
harfiah tidak terdapat di dalam wacana yang diungkapkan oleh
pembicara/penulis (Anton M. Moeliono, 1998). Pembaca harus
mampu mengambil kesimpulan sendiri, meskipun makna itu tidak
terungkap secara eksplisit.
Contoh :
1. 01 : Wah, sudah masuk kota. Kita cari gudeg.
02 : Langsung ke Parangtritis saja!
Kota yang dimaksud dalam percakapan tersebut adalah
Yogyakarta. Penjelasan itu dipastikan benar, karena secara kultural
Yogyakarta dikenal sebagai kota gudeg. Lebi jelas lagi, jawaban 02
menekankan lokasi wisata Parangtritis yang memang berada di
Yogyakarta.
Proses inferensi inilah yang harus dilakukan oleh pendengar atau
pemabaca untuk mendapatkan kesimpulan yang jelas.  
Konteks wacana
Wacana adalah wujud atau bentuk yang bersifat komunikatif,
interpretatif, dan konstekstual. Artinya, pemakaian bahasa
ini selalu diandaikan terjadi secara dialogis, sehingga perlu
adanya kemampuan menginterpretasikan, dan memahami
konteks terjadinya wacana. Pemahaman terhadap konteks
wacana, diperlukan dalam proses menganalisis wacana
secara utuh.
Konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi.
Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya
suatu pembicara/dialog. Segala sesuatu yang berhubungan
dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud,
maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang
melatarbelakangi peristiwa tuturan itu.
Manfaat Analisis Wacana
Selain bermanfaat dalam memahami suatu bahasa tentu
analisis wacana juga sangat bermanfaat dalam proses
belajar bahasa dan perilaku kebahasaan. Analisis
bahasa juga dapat meningkatkan pemerolehan
kompetensi komunikatif.
Dalam mempelajari analisis wacana juga membuat kita
dapat mengetahui bagaimana pesan di organisasikan
dan dipahami. Selain itu, juga membuat kita dapat
mengetahui berbagai variasi yang digunakan para
komunikator untuk menyampaikan tujunannya melalui
wacana yang disampaikan.
Menurut teori interaksional dan masukan yang dikemukakan
Ellis (1986:138-142), analisia wacana percakapan sangat
diperlukan untuk mengetahui bagaimana anak-anak
memeroleh bahasa. Dengan analisis wacana, dapat diketahui
cara mereka berinteraksi sehingga dapat diperoleh data
tentang keseringan penggunaan bahasa dan fungsinya dalam
pemakaian. Selain itu, analisis wacana juga dapat diketahui
strategi pembelajar dalam melakukan percakapan. Strategi itu
merupakan bagian dari kompetensi komunikatif yang cukup
penting (Canale dalam Rani, 1992).
Hatch and Long (1980:1) telah menegaskan bahwa analisis
wacana tidak hanya penting untuk memahami hakikat bahasa,
namun juga untuk memahami proses belajar bahasa dan
perilaku bahasa. Proses belajar bahasa berkaitan erat dengan
proses pemerolehan kompetensi komunikatif.
Kedudukan Wacana dalam Tata Bahasa
Pada mulanya, kata wacana dalam bahasa
indonesia digunakan untuk mengacu pada
bahan bacaan, percakapaan, dan tuturan. Di
dalam struktur kebahasaan, kedudukan wacana
berada pada posisi paling besar dan paling
tinggi (Harimurti Kridalaksana, 1983:334).
Hal ini dikarenakan wacana sebagai satuan
gramatikal dan juga objek kajian linguistik yang
mengandung unsur kebahasaan yang
diperlukan dalam segala bentuk komunikasi.
Kajian wacana akan selalu berkaitan dengan
unsur-unsur kebahasaan yang berada
dibawahnya, seperti fonem, morfem, kata, frasa,
klausa, atau kalimat. Berdasarkan penjelasan
diatas, wacana memiliki ruang lingkup yang
sangat luas.
Wacana tidak hanya diartikan sebagai sebuah teks
ataupun simbol tertentu, melainkan tuturan pun
dapat dikatakan sebagai sebuah wacana dengan
syarat ada penerima pesan, pesan, dan pemberi
pesan. Di samping itu, kajian wacana juga
menganalisis makna dan konteks pemakaiannya.
Wacana Tabel tersebut
menunjukkan bahwa
semakin ke atas, satuan
Kalimat kebahasaan akan semakin
besar (melebar). Artinya,
satuan kebahsaan yang
Klausa ada dibawah akan
tercakup dan menjadi
Kata bagian dari satuan bahasa
yang berada diatasnya.
Demikian seterusnya,
Morfem hingga mencapai unit
‘wacana’ sebagai satuan
Fonem kebahasaan yang paling
besar.
KESIMPULAN
1.Secara  etimologi  istilah  wacana  berasal  dari  bahasa 
Sansekerta  wac/wak/uak  yang memiliki arti  “berkata ‟ atau 
“berucap‟ .  Kemudian kata  tersebut mengalami perubahan
menjadi wacana. Kata  “ana‟  yang berada di  belakang 
adalah  bentuk  sufiks   (akhiran)  yang  bermakna 
“membendakan‟ (nominalisasi).  Dengan  demikian,  kata 
wacana bisa  diartikan sebagai perkataan atau tuturan.
2. Unsur-unsur wacana ada dua yaitu internal dan eksternal.
Unsur internal suatu wacana terdiri atas satuan kata dan
kalimat. Satuan kata adalah kata yang berposisi sebagai
kalimat atau yang dikenal dengan sebutan ‘kalimat satu kata’.
Unsur eksternal adalah sesuatu yang menjadi bagian wacana,
namun tidak tampak secara eksplisit. Kehadirannya berfungsi
sebagai pelengkap keutuhan wacana.
3. Menurut teori interaksional dan masukan yang dikemukakan
Ellis (1986:138-142), analisia wacana percakapan sangat
diperlukan untuk mengetahui bagaimana anak-anak memeroleh
bahasa. Dengan analisis wacana, dapat diketahui cara mereka
berinteraksi sehingga dapat diperoleh data tentang keseringan
penggunaan bahasa dan fungsinya dalam pemakaian. Selain itu,
analisis wacana juga dapat diketahui strategi pembelajar dalam
melakukan percakapan. Strategi itu merupakan bagian dari
kompetensi komunikatif yang cukup penting (Canale dalam Rani,
1992).
4. Di dalam struktur kebahasaan, kedudukan wacana berada pada
posisi paling besar dan paling tinggi (Harimurti Kridalaksana,
1983:334).Hal ini dikarenakan wacana sebagai satuan gramatikal
dan juga objek kajian linguistik yang mengandung unsur
kebahasaan yang diperlukan dalam segala bentuk komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
H.P,Achmad, Abdullah,Alek. 2013.Linguistik
Umum. Jakarta:Penerbit Erlangga.
Rani, Abdul dkk. 2004. Analisis Wacana :
Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian.
Malang: Banyumedia Publishing.
 
SEKIAN
DAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai