Anda di halaman 1dari 12

Pengertian Makna dan Teori Referensial, Konseptual dan Behavioral

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Dilalah

Dosen Pengampu:

Ustadz Dr. H. Fathur Rohim, M. Ag

Disusun oleh :

Chumaidatul Achnafiyah (A91219079)

Hikmatul Fadhilah (A71219049)

Regina ade Sandra (A91219113)

BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wata‟ala Telah
melimpahkan Rahmat, Taufik, serta Hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah tentang “Pengertian Makna dan Teori Referensial,
Konseptual dan Behavioral”. Tak lupa Shalawat serta salam tetap kami curahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi Wasallam yang Telah membawa kita dari
alam kegelapan menuju alam terang benderang yakni agama Islam.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak sekali kekurangan ataupun
kesalahan yang belum kami ketahui. Karena dalam penyusunannya pun tidak terlepas dari
hambatan dan rintangan.

Oleh karena itu kami ucapkan terimakasih kepada bapak dosen, yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
saya tekuni. Kami ucapkan terimakasih juga kepada penulis yang bukunya telah kami jadikan
referensi sebagai pelengkap makalah ini. Kami mengharapkan kritik dan saran atas kesalahan
dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini guna perbaikan dalam pembuatan makalah kami
yang selanjutnya.

Surabaya, 02 Oktober 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi.
Tanpa komunikasi apakah manusia dapat bersosialisasi, dan apaka manusia layak disebut
makhluk sosial, sebagai sarana komunikasi maka segala yang berkaitan dengan
komunikasi tidak terlepas dari bahasa. Sebagai unsur yang dinamik, bahasa senantiasa
dikaji dan dianalisis dengan menggunakan berbagai pendekatan. Diantara pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan makna. Bagaimana pengguna bahasa memperoleh
makna dan memahami makna dari sebuah bahasa.

Semantik adalah salah satu subdisiplin linguistik yang mengkaji sistem makna,
dan objek yang dijadikan sebagai kajian utama adalah makna. Makna yang dijadikan
kajian dalam semantik ini dikaji dalam banyak segi, terutama teori dan aliran yang berada
dalam linguistik tersebut. Teori yang mendasari dan dalam lingkungan mana semantik di
bahas membawa kita kepengenalan teori-teori pendekatan semantik yang mengkaji
makna. Di antaranya adalah teori referensial, teori behavioral, dan teori kontekstual.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori referensial atau an
nazhariyyah al isyariyyah dan teori behavioral atau an nazhariyyah al sulukiyyah.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan teori an nazhariyyah al isyariyyah?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan teori an nazariyyah at tashawwuriyyah?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan an nazhariyyah al sulukiyyah?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa itu teori an nazhariyyah al isyariyyah.
1.3.2 Untuk mengetahui apa itu teori an nazhariyyah al sulukiyyah.
1.3.3 Untuk mengetahui apa itu teori an nazariyyah at tashawwuriyyah.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Makna

Jika kita ditanya mengenai makna sebuah kata biasanya kita jawab dengan kata pula.
Misalnya, kalau ditanya apa makna kata tirta maka akan dijawab makna kata tirta adalah air.
Kalau kebetulan kita sudah mengerti kata air maka persoalan sudah selesai, dan kita sudah
mengerti apa makna kata tirta. Sering juga kalau makna kata yang ditanyakan tidak bisa
dijelaskan dengan sebuah kata, akan dijelaskan dengan sebuah definisi yang sederhana.

Contoh, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan Poerwadarminta, kata kucing
diberi makna binatang, sebangsa harimau kecil. Kata harimau diberi makna binatang buas,
sebangsa kucing besar. Dari kedua makna yang diberikan terhadap kata kucing dan kata harimau
maka bagi orang yang belum mengenal makna kata harimau dan kucing, kedua definisi itu tetap
tidak bisa membantu menjelaskan. Sekiranya, Anda sendiri tentu telah tahu makna kata kucing
dan harimau karena masih merupakan kata umum.
Dari uraian di atas tampak jelas kalau kita menerangkan makna kata dengan
menggunakan kata lain belum tentu makna kata yang ditanyakan menjadi jelas. Begitu pula
apabila dijelaskan dengan memberikan definisinya, sebab tidak mustahil kata-kata yang
digunakan dalam definisi itu juga belum dipahami. Selain itu, ada masalah lain bahwa sebuah
kata yang digunakan dalam konteks kalimat yang berbeda mempunyai makna yang tidak sama.
Perhatikan makna kata mengambil pada kalimat-kalimat berikut.
1. Semester ini saya belum mengambil mata kuliah Psikologi.
2. Saya akan mengambil gambar peristiwa bersejarah itu.
Anda tentu memahami bahwa kata mengambil pada kedua kalimat itu memiliki makna yang
tidak sama. Pada kalimat (l) kata mengambil bermakna “mengikuti", sedangkan pada kalimat (2)
bermakna "membuat/memotret". Begitulah bahwa kata yang sama atau kalimat yang sama bila
digunakan pada situasi atau konteks yang berbeda akan memiliki makna yang berbeda (Chaer,
1990).

Stevenson berpendapat bahwa jika seseorang menafsirkan makna sebuah lambang berarti
ia memikirkan sebagaimana mestinya tentang lambang tersebut, yakni suatu keinginan untuk
menghasilkan jawaban tertentu dengan kondisi-kondisi tertentu pula. Dengan mengetahui makna
kata, baik pembicara, pendengar, penulis, maupun pembaca yang menggunakan, mendengar atau
membaca lambang-lambang berdasarkan sistem bahasa tertentu, percaya tentang apa yang
dibicarakan, didengar atau dibaca (Shipley, 1962).
Bisa saja, orang melihat kamus jika ia ingin mengetahui makna suatu kata, namun dalam
kehidupan sehari-hari orang tidak selamanya membuka kamus. Karena kegiatan komunikasi
yang alamiah, tidak membutuhkan kamus sebagai referensi maknanya. Mengapa demikian?
Karena sebagai pemilik bahasa, ia sudah mengalami proses memahami bahasa sejak ia
menggunakan bahasa tersebut. Biasanya orang membuka kamus jika tidak dimengerti makna
dari suatu kata. Pemilik atau pengguna bahasa sudah memiliki kompetensi kata, makna kata,
urutan kata, dan kaidah bahasa pendukungnya. Semua itu sudah ada di dalam otaknya yang
sewaktu-waktu muncul kalau diperlukan. Pengetahuan tentang bahasa seperti ini disebut
kompetensi (competence). Menurut Chomsky, kompetensi merupakan suatu potensi yang tidak
terbatas, sedang penampilan (performance) terbatas pada faktor-faktor fisik dan temporal
(Chomsky, 1965).

2.2 Pendekatan dalam Memahami Makna


Makna bahasa selalu berhubungan dengan tiga hal, yaitu lafadz, struktur, dan
konteks. Karena itu dalam ilmu dilalah terdapat beberapa teori tentang makna, yaitu
sebagai berkut ;

2.2. 1 Teori Referensial (‫)النظرية اإلشارية‬

Al-Nazhariyah al-Isyariyah atau lebih dikenal dengan Teori Referensial,


merupakan salah satu jenis teori makna yang mengenali atau mengidentifikasi makna
suatu ungkapan dengan apa yang diacunya atau dengan hubungan acuan tersebut. Acuan
atau reference bisa jadi berupa benda, peristiwa, proses, atau kenyataan. Referen adalah
sesuatu yang ditunjukkan oleh lambang. Teori referensial akan menghasilkan makna
referensial, makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan
acuan.(Umar 1998)

Teori referensial dikembangkan pertama sekali oleh ‫( أوجذن‬Odgen) dan ‫ريتشاردز‬


(Richard), dalam buku mereka yang terkenal dengan judul The Meaning of Meaning.
Mereka menjelaskan proses terbentuknya makna melalui segitiga berikut: Referent tidak
dapat ditentukan batasannya, contohnya kata „pena‟ yang mengacu kepada pena itu atau
ini dan bukan mengacu pada pena yang ditentukan. Atau bahkan mengacu pada tingkatan
dan jenis-jenis pena. Contoh lainnya adalah kata „kepala‟ yang diartikan „bagian atas
tubuh‟ yang kemudian dapat diartikan sebagai pemimpin.

Oleh sebab itu di dalam teori referensial harus dikembangkan ke dua arah sebagai
berikut :
Segitiga tersebut menggambarkan bahwa pikiran sebagai unsur yang mengadakan
signifikasi sehingga menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan langsung dengan
acuan atau rujukan. Adapun simbol merupakan wujud terhadap alam nyata. Tetapi tidak ada
hubungan antara antara simbol dan rujukan yang ada di alam nyata. Misalnya ujaran kata seperti
Masjid Nabawi, ini memiliki makna ujar yang merujuk kepada suatu tempat yang berada di
tanah haram, sebuah masjid yang dibangun oleh nabi dan para sahabatnya di Madinah. Dengan
kata lain fungsi bahasa menurut teori ini adalah sebagai wakil realits yang menyertai proses
berpikir manusia secara individual.

Dari segitiga di atas dapat dipahami bahwa, makna tersebut muncul karena melalui
beberapa tahap:
1) ‫انشئ انخارجي – انمشار إنيه‬
yaitu rujukan, objek atau hal baik berupa peristiwa maupun fakta yang berada di
dalam dunia pengalaman manusia. Misalnya: benda kursi, meja, menangis, tertawa,
terjatuh dan sebagainya.
2) ‫انفكرة – انمرجع – انمذنول‬
yaitu konsep atau makna yang ada di dalam pikiran manusia ketika melihat benda
atau rujukan tersebut.
3) ‫ االسم‬- ‫انرمس – انكهمة‬
yaitu nama, kata, atau lambang bahasa yang merupakan unsur (struktur)
linguistik, yang diberikan kepada suatu rujukan.

Pandangan yang hampir sama dikemukakan oleh Shabri Ibrahim Said dalam
bukunya yang menjelaskan segitiga makna sebagaimana dimaksud oleh Odgen dan
Ricard, menurutnya: yang dimaksud dengan ‫ انرمس‬adalah unsur-unsur bahasa yang berupa
kata, kalimat dan sebagainya. ‫ انفكرة أو اإلشارة‬adalah sesuatu yang tergambar di dalam
pikiran manusia saat melihat kepada ‫ اوشار إنيه‬yaitu sesuatu yang tampak dalam dunia
sebagai rujukan atau referensi (Bathir 1995)

 Menurut teori referensial, makna dari suatu kata adalah isyarat. Dalam hal ini
terdapat dua pendapat, yaitu :
a. Pendapat yang mengatakan bahwa makna suatu kata adalah apa yang
diisyaratkan oleh kata itu.
Sehingga kajian tentang makna menurut pendapat yang pertama berarti cukup
dengan mengkaji dua sisi dari segitiga tersebut, yaitu sisi simbol dan sisi
sesuatu yang diisyaratkan.
b. Pendapat yang mengatakan bahwa makna suatu kata adalah hubungan antara
ungkapan dan yang diisyaratkan oleh ungkapan tersebut.
Sehingga kajian tentang makna menurut pendapat yang kedua mengharuskan
mengkaji ketiga sisi segitiga tersebut, karena untuk sampai kepada sesuatu
yang diisyaratkan itu melalui pikiran atau gambaran yang ada pada
otak.(Umar 1998)

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa, sebuah kata atau leksem disebut bermakna
referensial kalau ada referensinya, kata-kata seperti ‫( تقرة‬sapi), ‫( أحمر‬merah) dan ‫( صورة‬gambar)
adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata.
Dan sebaliknya kata-kata seperti ‫( و‬dan), ‫( أو‬atau), ‫( ل‬karena) dan sebagainya adalah kata-kata
yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referensinya dalam dunia
nyata.

 Jenis-Jenis Referensi (Rujukan)


Para ahli teori ini mengatakan bahwa sesuatu kata yang diisyaratkan atau yang
menjadi (rujukan) tidaklah harus sesuatu yang dapat disentuh, yang dapat diamati
objeknya, yang nyata, tetapi lebih dalam dari itu, bahwa rujukan itu dapat berupa:
- Benda (Objek)
Rujukan berupa benda yang nyata, yang dapat disentuh dan diamati. Contohnya:
kata (‫ )مىضذة‬meja, ‫ فصم‬,‫ كوب‬,‫كرسي‬, dll.

- Keadaan (Kualitas)
Rujukan yang bisa diamati tetapi tidak bisa disentuh. Contohnya: ‫( أزرق‬warna biru)

- Perbuatan (Aksi)
Rujukan yang berupa perbuatan dan merupakan sesuatu yang tidak dapat disentuh tapi
dapat diamati. Contohnya: ‫( قتم‬pembunuhan). Kata pembunuhan merupakan suatu aksi atau
perbuatan, dimana ia tidak dapat disentuh tapi dapat diamati, ‫ كتة‬,‫ فتح‬,‫ قرأة‬dan lain sebagainya.

- Abstrak
Rujukan yang tidak bisa disentuh, tetapi bisa diamati dari gejala-gejala yang nampak.
Contohnya: kata ‫( انشجاعة‬berani). Kata ‫( انشجاعة‬berani) tidak dapat disentuh, tapi ia bisa diamati
dari gejala yang nampak bahwa seseorang tersebut memiliki sifat pemberani.

 Al-Nazhariyah al-Isyariyah atau teori referensial ini telah ditentang dengan


pernyataan sebagai berikut:
1. Teori referensial hanya mengkaji tentang fenomena bahasa di luar kerangka
bahasa.
2. Teori referensial berlandaskan atas dasar kajian yang terdapat diluar bahasa
(sesuatu yang diisyaratkan). Dan agar kita dapat memberikan pengertian yang
tepat tentang suatu makna berdasarkan teori ini, oleh karena itu dibutuhkan
ilmu yang tepat pula serta mendalam tentang dunia untuk dapat mengkaji
makna secara mendalam dan tepat. Tetapi kebanyakan manusia ilmunya
sedikit sekali.
3. Teori referensial, bahasannya tidak menyertakan pembahasan mengenai kata-
kata ‫ أو‬,‫ نكه‬,‫ إنى‬,‫ ال‬dan sebagainya, serta kata-kata lain yang sejenis dengan
kata-kata ini, karena kata-kata tersebut tidak mengisyaratkan kepada sesuatu
yang ada (existing thing). Kata-kata ini memiliki makna yang dapat dipahami
oleh pendengar dan pembicara, tetapi kata-kata ini sesuatu yang
ditunjukkannya tidak mungkin diketahui dalam bentuk nyata.
4. Makna itu adalah sesuatu yang tidak sama, maka makna kata ‫ تفاحة‬tidak sama
dengan ‫( انتفاحة‬Umar 1998 ; 57)

2.2. 2 Teori Konseptual (‫) النظرية التصورية‬

Dikenal juga dengan teori ideasioal, pertama kali di cetuskan oleh John Locke,
Menurutnya penggunaan kalimat (bahasa) yang dihasilkan oleh panca indera haruslah
bertumpu pada akal pikiran atau ide, akal itulah yang menentukan maksud dari bahasa
tersebut.

Dalam (Umar 1998 : 58) teori ini terfokus pada ide atau visualisasi yang ada pada
akal penutur dan pendengar sebagai pandangan untuk menentukan makna kata, atau
ungkapan makna kata itu terdapat pada pemikiran atau bisa juga disebut ungkapan yang
berhubungan antara nama/kata dan ide/pikiran.
Menurut Prof. Dr. Moh. Matsna dalam kajian semantik arab menyebutkan Bahwa
Teori Konseptual merupakan teori semantik yang memfokusan pada pemikiran manusia
atau berprinsip pada konsepsional, disebut juga mentalisme. Sedangkan Menurut Umar
Mukhtar, Teori ideasional berfokus pada ide visualisasi yang ada pada akal penutur dan
pendengar sebagai pandangan untuk menentukan makna kata atau ungkapan yang
terdapat Pada visualisasi akal. Teori ini menitik beratkan pada pengungkapan atau ketika
memaknai sebuah ide yang lahir dari pikiran, sehingga harus ada syarat interaksi antara
penutur dan pendengar.

1. Ide atau pemikiran ini harus hadir pada akal seorang penutur
2. Penutur harus menghasilkan suatu ungkapan yang dimana publik (pendengar) menyadari
bahwa idenya itu benar-benar ada dalam akalnya pada saat berkomunikasi.
3. ungkapan itu harus menjadikan suatu ide yang sama pada akal pendengar

Dengan kata lain, teori ini adalah teori yang kajiannya berpusat pada pikiran atau ide
yang tujuannya untuk membatasi makna suatu kata atau ungkapan. Dan ditunjukan dengan
adanya hubungan antara pengguna bahasa (penutur dan pendengar) harus memilki pemahaman
dan pikiran yang sama.

 Kekurangan dari tori ideasional dalam semantik


a) Makna kata akan berubah, sementara nama objek mungkin tidak berubah
b) Imaji itu tidak visual, tak jelas sehimgga makna itu terasa hampa sama
seperti konsep (Kempson 1995:13)
c) Teori ideasional meletakan bahasa sebagai wujud gagasan, sehingga
sebagai perilaku eksterenal dan internal. Tidak dapat berperilaku umum.
d) Mengharapkan kesejajaran asosiasi fakta dari makna kata antara penutur
dengan pendengar tidak selamanya terlaksana.

2.2. 3 Teori Behavioral (‫) )النظرية السلوكية‬

An – Nadzariyyah ak-Sulukiyah adalah teori semantik yang memfokuskan


kajian makna bahasa sebagai bagian dari perilaku manusia yang merupakan
manifestasi dari adanya stimulus dan respon. Teori ini mengkaji makna dalam
pristiwa ujaran. Yang berlangsung dalam situasi tertentu.

Teori ini juga dikembangkan oleh Charles W.Morris, seorang filsuf


amerika. Menurutnya, respon yang beragam itu dapat muncul hanya karena
adanya stimulus. Artinya, makna satu kata bisa beragam, jika situasi dan kondisi
menghendaki demikian. Hal initerjadi karena didalam diri manusia terdapat
kecendrungan atau hasrat untuk memberikan reaksi terhadap simulus yang ada.
Menurut teori behavioral makna itu adalah :

a) Wakil realitas yang menyertai proses berpikir manusia secara individual


b) Sebagai media dalam mengelola pesan dan menerima informasi, serta
c) Sebagai faktor sosial yang mampu menciptakan berbagai bentuk komunikasi.

Apabila fungsi pertama menjadi pijakan awal adalah pendekatan referensial, fungsi kedua
menjadi dasar kajian pendekatan ideasional, maka fungsi ketiga adalah pusat pandang dari
pendekatan behavioral.

Kajian makna yang bertolak dari pendekatan behavioral mengkaji makna dalam peristiwa
ujaran (speech event) yang berlangsung dalam situasi tertentu (speech situation). Satuan tuturnya
atau unit terkecil yang mengandung makna penuh dari keseluruhan speech event yang
berlangsung dan speech situational disebut speech act. (Aminuddin 2003 )

Penentuan makna dalam speech act menurut Searle harus bertolak dari berbagai kondisi
dan situasi yang melatari kemunculan bahasa tersebut. Kata yang berbunyi “masuk”, dapat
dipahami “berarti di dalam garis” jika kata tersebut muncul dalam permainan bulu tangkis,
berarti “silakan ke dalam” jika kata tersebut muncul antara tamu dan tuan rumah, berarti “hadir”
bagi mahasiswa yang diabsensi dosen. Makna keseluruhan kata harus disesuaikan dengan situasi
dan kondisi serta interaksi sosial yang melatar belakangi munculnya kata tersebut.
BAB III

PENUTUP
3.1.1 Kesimpulan

Stevenson berpendapat bahwa jika seseorang menafsirkan makna sebuah lambang


berarti ia memikirkan sebagaimana mestinya tentang lambang tersebut, yakni suatu
keinginan untuk menghasilkan jawaban tertentu dengan kondisi-kondisi tertentu pula.
Dengan mengetahui makna kata, baik pembicara, pendengar, penulis, maupun pembaca
yang menggunakan, mendengar atau membaca lambang-lambang berdasarkan sistem
bahasa tertentu, percaya tentang apa yang dibicarakan, didengar atau dibaca.

Teori Referensial, merupakan salah satu jenis teori makna yang mengenali atau
mengidentifikasi makna suatu ungkapan dengan apa yang diacunya atau dengan
hubungan acuan tersebut. Acuan atau reference bisa jadi berupa benda, peristiwa, proses,
atau kenyataan. Referen adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh lambang. Teori referensial
akan menghasilkan makna referensial, makna referensial adalah makna yang
berhubungan langsung dengan acuan

Teori Ideasional lebih terfokus pada ide atau visualisasi yang ada pada akal
penutur dan pendengar sebagai pandangan untuk menentukan makna kata, atau ungkapan
makna kata itu terdapat pada pemikiran atau bisa juga disebut ungkapan yang
berhubungan antara nama/kata dan ide/pikiran. Sedangkan teori Behavioral dalam
semantik yang memfokuskan kajian makna bahasa sebagai bagian dari perilaku manusia
yang merupakan manifestasi dari adanya stimulus dan respon. Teori ini mengkaji makna
dalam pristiwa ujaran. Yang berlangsung dalam situasi tertentu.
Daftar Pustaka

Bathir, FR. 1995. “ ‟Ilmu Al-Dalalah Ithar Jadid.” (4): 84.

Umar, Ahmad Mukhtar. 1998. “Ilm Al Dilaalah.” : 300.

Amilia, F. d. (2017). SEMANTIK Konsep dan Contoh Analisis. Malang: MADANI.

Chaer, Abdul. (1990). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chomsky, N. (1965). Aspects of the Theory of Syntax. United State: The Massachusetts Institute
of Technology.

Shipley, J. T. (1962). Dictionary of world literature; Criticism, Forms, Tecnique. Paterson:


Littlefield, Adams & Co.

Syarifudin, D. (2018). Teori Referensial dalam Semantik. Bandung: Literaturku.

Tantri, A. (2021). Mengupas Teori Referensial dalam Kajian Semantik. Mijil.id.

Aminuddin , (2003). Pengantar Studi Tentang Makna . Bandung. Sinar Baru algesindo.

Anda mungkin juga menyukai