Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEMANTIK

“MAKNA DENOTATIF, KONOTATIF DAN AFEKTIF”

(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Semantik)

Dosen Pengampu : Dodi Firmansyah, M.Pd.

Disusun oleh:

1. Suci Fatimah (2222180049)


2. Vita Lestari (2222180053)
3. Feni Wigandi (2222180054)

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah swt. karena berkat rahmat serta
karunia-Nya kita dapat menyelesaikan makalah “Makna Denotatif, Konotatif dan
Afektif” ini. Salawat serta salam semoga tercurah pada Rasulullah saw., kepada
keluarganya, kepada sahabatnya serta kepada kita selaku umatnya.

Makalah “Makna Denotatif, Konotaif fan Afektif ” ini disusun untuk


memenuhi tugas mata kuliah Semantik serta untuk menambah wawasan pembaca
konsep makna.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dody Firmansah M.Pd.


karena telah memberikan tugas ini, serta penyusun juga mengucapkan terima kasih
kepada diri kami selaku anggota kelompok karena telah bekerjasama dengan baik
dalam penyelesaian makalah “Makna Denotatif, Konotatif dan Afektif” ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN........................................................................................1

I.I Latar Belakang Masalah........................................................................................1

I.2 Rumusan Masalah.................................................................................................2

I.3 Manfaat Penulisan.................................................................................................2

I.4 Tujuan Penulisan...................................................................................................2

BAB II: PEMBAHASAN.........................................................................................3

II.1 Konsep Makna.....................................................................................................3

II.2 Makna Denotatif..................................................................................................3

II.3 Makna Konotatif..................................................................................................4

II.4 Makna Afektif.....................................................................................................6

BAB III : PENUTUPAN..........................................................................................9

III.1 Kesimpulan........................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................10

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia dalam


berinteraksi sosial. Interaksi sosial akan berjalan dengan baik ketika kita bisa
menggunakan bahasa dengan baik dan benar sesuai kaidah kebahasaan. Dengan
demikian, bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Ketika
berbahasa, manusia pada umumnya sering menggunakan makna, hal ini dilakukan
baik secara sadar maupun tidak sadar. Semantik merupakan bagian dari struktur
bahasa yang berhubungan dengan makna. Penggunaan makna dalam berbahasa
memang sangat ambigu dan paling kontroversial dalam teori tentang bahasa,
terkadang makna yang ingin disampaikan oleh pembicara berbeda dengan makna
yang ditanggapi pendengarnya.

Pernyataan-pernyataan mengenai makna membuat beberapa orang merasa


bingung dan bertanya-tanya apa maksud dari makna dan mengapa setiap kata yang
diucapkan terkadang mengandung makna tertentu. Seperti kata “Bapak” yang
memiliki makna yang sangat luas, bisa saja artinya ayah, bapak, orang yang dituakan.
Maka dari itu, mempelajari makna sangat penting dengan tujuan ketika kita berbahasa
dan menggunakan makna, kita bisa menggunakan makna tersebut sesuai dengan
kondisi dan menyesuaikan lingkungan sehingga pendengar tidak salah memaknainya.

Ketika kita berbicara, maka pasti akan memunculkan makna kata. Makna kata
merupakan bidang kajian yang dibahas dalam ilmu semantik. Berbagai jenis makna
kata dikaji dalam ilmu semantik. Makna konotatif adalah salah satu jenis makna yang
ada dalam kajian semantik. Makna konotatif merupakan makna yang bukan
sebenarnya. Makna konotatif terdapat dalam sebuah klausa, jadi pemaknaannya tidak
bisa hanya dengan satu kata melainkan beberapa kata dalam sebuah klausa atau

1
kalimat. Berbeda dengan konotativ, denotative sebagai makna yang diartikan dalam
satuan kata (hanya satu). Perbedaan antara konotatif dan denotative akan terlihat pada
contoh berikut “Ayah memberikan amplop kepada Ratna dipernikahannya” pada
contoh kalimat di atas dapat dilihat bahwa kata amplop memiliki makna kata
berbentuk putih, panjang dan biasa untuk kondangan, makna ini sebut sebagai makna
denotative. Makna konotatifnya adalah makna dari satuan kalimat tersebut, ayah
memberikan amplop (uang untuk kondangan) kepada Ratna dipernikahannya. Maka
dari itu, perlu adanya pehaman mengenai makna agar pemaknaan yang dilakukan
sesuai dengan yang diberikan.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan konsep makna?

2. Apa yang dimaksud dengan makna denotative, konotatif, dan afektif?

3. Apa saja perbedaan dari makna denotative, konotatif dan afektif?

I.3 Manfaat Penulisan

Untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai segala hal yang berkaitan


dengan makna denotative, konotatif dan afektif.

I.4 Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Semantik.

2. Untuk menambah wawasan mengenai materi makna denotative, konotatif dan


afektif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Konsep Makna

Semantik adalah salah satu ilmu yang mempelajari tentang makna. Rosidin
(2015:164-165) mengatakan bahwa semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-
tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan makna yang lain
dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Makna merupakan istilah yang
paling ambigu dan paling kontroversial dalam teori tentang bahasa. Chaer (2014:
287) mengartikan bahwa makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau
terdapat pada setiap tanda linguistik. The Meaning of Meaning, Ogeden dan Richard
(dalam Soemarsono, 2014:65) mengungkapkan bahwa ada 16 definisi berbeda
bahkan menjadi 23 jika tiap bagian dipisahkan. Misalnya, buku C.Moris (Sign,
Language, and Behavior, 1946) tentang teori tanda mengungkapkan bahwa
pernyataan-pernyataan akan makna biasanya membuang sejumlah unsur yang ada
pada sasaran gejala makna, sedangkan suatu semiotika yang bersifat teknis harus
menyajikan kata-kata yang dipertajam maknanya. Banyak unsur-unsur bahasa lain
selain kata yang mempunyai “makna” tertentu. Makna dapat diartikan sebagai
hubungan antar kata, konsep atau gagasan pada benda atau objek yang dirujuk. Maka
dari itu konsep makna perlu dipahami dengan benar agar dalam pengaplikasiannya
tidak salah.

II.2 Makna Denotatif

Makna denotatif (denotative meaning) adalah makna yang sesuai dengan apa
adanya. Pateda (2010:98), mengungkapkan bahwa makan denotatif merupakan
makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan
bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat, dengan
demikian makna denotatif memiliki sifat objektif. Makna denoatif didasarkan atas

3
penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan pada
konvensi tertentu.

Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah
kata. Makna denotatif menunjuk pada acuan tanpa ada pengaruh lainnya. Maka dari
itu, makna denotatif terbukti berisfat objektif artinya makna yang terkandung di
dalamnya dinilai secara objeknya. Misalnya pada kalimat berikut, “Santoso
memberikan uang kepada Ratih”. Pada kata uang memiliki makna yang artinya
benda, kertas atau logam yanh digunakan dalam intraksi jual beli. Maka dari itu,
dapat dilihat bahwa makna denotatif tidak memiliki hubungan dengan hal lainnya,
sehingga tidak ditafsirkan dengan kata lainnya. Kata makan memiliki makna
memasukan sesuatu ke dalam mulut dan dikunyah. Jadi, makna denotatif merupakan
makna sebenarnya, artinya makna tersebut tidak dihubungkan dengan faktor-faktor
lainnya.

II.3 Makna Konotatif

Makna konotatif (konotatif meaning) merupakan sebuah makna yang


didasarkan pada rasa. Menurut Chaer (2013: 65), sebuah kata disebut mempunyai
makna konotatif apabila kata tersebut memiliki “nilai rasa”, baik positif maupun
negatif. Jika tidak memiliki rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi
dapat juga disebut dengan konotasi nertral.

Harimurti dalam Pateda (2010:112) mengatakan bahwa makna konotatif


adalah aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang timbul atau ditimbulkan
didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbukkan pada pembicara
(penulis) dan pendengar (pembaca).

Penentuan makna konotatif dapat distinjau dari berbagai hal. Pateda (2010:
113), menyebutkan bahwa makna konotatif dapat dilihat dari 3 hal, yaitu:

4
 Makna konotatif tidak terbatas pada bahasa, tetapi juga pada sistem
komunikasi yang lain, seperti seni dan musik
 Makna konotatif tidak stabil sesuai dengan intensitas rasa yang
dimiliki pembicara, pendengar, penulis, pembaca, dan
 Makna konotatif tidak terbatas.

Sebagai contoh, dewasa ini kata perempuan dan wanita memiliki makna
denotatif yang sama yaitu manusia dewasa yang bukan laki-laki. Tetapi ketika
membicarakan makna konotatif maka kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda.
Menurut Sam (dalam Kompasiana, 2017) pada sejarahnya, kata perempuan dan
wanita memiliki arti yang berbeda. Kata wanita merupakan turunan dari bahasa
Sanskerta yang artinya betina. Sementara kata perempuan digunakan untuk
memanggil raja atau orang yang dihormati (empu) pada zaman kerajaan dahulu.
Begitupun pada saat ini, kata wanita direpresentasikan sebagai wanita yang hanya
bisa manut dan mengikuti apa kata pria, sementara kataperempuan dianggap sebagai
kata yang mencerminkan sosok kuat dan mandiri. Perbedaan arti tersebut
menyebabkan kata wanita memiliki rasa yang lebih rendah (negatif), sedangkan kata
perempuan memiliki rasa tinggi (positif).

Dalam perjalanannya, seringkali sebuah kata dapat berubah rasanya dari


negatif menjadi positif maupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan apa yang Chaer
(2013) sampaikan, bahwa seringkali sebuah kata merosoy nilai rasanyaakibat ulah
anggota masyarakat dalam menggunakan kata yang tidak sesuai dengan makna
dasarnya. Sebagai contoh penggunaan kata perempuan dan wanita juga memiliki
perubahan dalam perjalanannya. Yuliyawati (2018) memaparkan mengenai
perjalanan penggunaan istilah perempuan dan wanita di Indonesia. Pada masa
sebelum kemerdekaan, kata perempuan sudah lazim digunakan seperti pada kongres
perempuan (1928) dan menghasilkan organisasi Perserikatan Perkoempoelan
Perempoean Indonesia (PPI). Namun setelah kemerdekaan sampai orde baru,

5
penggunaan istilah perempuan mulai tergantikan menjadi kata wanita. Terbukti dari
perubahan nama PPI menjadi Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Pada masa
orde baru pun penggunaan istilah wanita pun lebih digaungkan, ada banyak
organisasi pemerintahan yang menggunakan istilah wanita dibanding perempuan.
Pemilihan kata wanita dibanding perempuan disebabkan kata wanita diturunkan dari
kata kewanitaa.. Kata kewanitaan merujuk pada ‘keputrian’ atau ‘sifat-sifat khas
wanita’. Seperti seorang putri di keraton, wanita diharapkan bersikap dan berperilaku
yang senantiasa lemah gemulai, sabar, halus, tunduk, patuh, mendukung,
mendampingi, dan menyenangkan pria. Dalam kata lain, wanita terlepas dari nuansa
makna ‘memberontak’, ‘menuntut’, ‘memimpin’, ‘menyaingi’, ‘menantang’, atau
‘melawan’. Sedangkan kata perempuan memiliki makna yang bernilai cukup tinggi
karena secara etimologis berasal dari kata empu yang berarti tuan, orang yang
mahir/berkuasa, atau kepala, hulu, atau yang paling besar. Namun, penggunaan istilah
wanita kembali mengalami perubahan pada masa setelah orde baru. Perubahan ini
didasarkan pada makna dasar wanita yang berarti wani ditata sedangkan kata
perempuan dianggap sebagai semangat juang karna berasal dari kata empu. Itu
artinya, pada perjalanannya, kedua kata tersebut memiliki perubahan rasa, hal itu
disebabkan oleh maksud dari penuturnya.

Makna konotasi juga dapat berbeda dari satu kelompok masyarakat dengan
kelompok masyarakat lain. Misalnya kata babi bagi masyarakat muslim memiliki rasa
negatif karna babi merupakan hewan yang diharamkan. Sementara bagi masyarakat
bali atau pedalaman irian kata babi tidak berkonotasi negatif.

II.4 Makna Afektif

Makna afektif (lnggris: affective meaning, Belanda: affective betekenis)


merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap
penggunaan kata atau kalimat. Oleh karena makna afektif berhubungan dengan reaksi

6
pendengar atau pembaca dalam dimensi rasa, maka dengan sendirinya makna afektif
berhubungan pula dengan gaya bahasa.

Seseorang berkata, "Datang-datanglah ke pondok buruk kami," Urutan kata


pondok buruk mengandung makna afektif, yakni merendahakn diri. Dalam makna
afektif terlihat adanya reaksi yang berhubungan dengan peraasaan pendengar atau
pembaca setelah mendengar atau membaca sesuatu. Kalau seseorang berkata,
"Monyet, pasti kita akan mereaksi kepada orang yang mengatakannya." Mengapa?
Hal itu terjadi karena kata monyet mengandung makna yang berhubungan atau
mengakibatkan perasaan tersinggung. Dengan kata lain, kata monyet memiliki makna
yang berkaitan dengan nilai rasa. Kata monyet berhubungan dengan penghinaan.

Sebaliknya, kalau ada orang berkata, "Adi, anak yang pandai dan alim itu
meninggal kemarin," kita akan segera mereaksi dengaan mengatakan, "Sayang, aduh
kasihan!" Mengapa? Hal itu terjadi karena kata pandai dan alim menyinggung
perasaan. Itu sebabnya reaksi kita berhubungan dengan kata yang berhubungan
dengan perasaan. Kadang-kadang kita berkata, "Mengapa hanya si Adi meninggal,
bukan si Dungu yang selalu mencuri mangga kita?” Rupanya, kata-kata selalu
mencuri korelasi dengan kejengkelan, dan kata jengkel itu sendiri berhubungan
dengan perasaan. Urusan kata, Adi anak yang pandai, alim, meninggal, selalu
mencuri, semuanya mengandung makna afektif. Kata-kata ini menimbulkan berbagai
perasaan pada kita.

Jadi, makna afetif berhubungan dengan perasaan yang timbul setelah


seseorang mendengar atau membaca. Disini tidak akan dibicarakan cara pemilihan
kata yang mengandung nilai efektif, karena hal itu berhubungan dengan pembahasan
tentang kosa kata, atau hubungan dengan sastra, atau berhubungan pula dengan
pragmatik. Penulisan karyasastra pandai sekali memilih kta yang mengandung makna
afektif sehingga pembaca terharu, jengkel, sedih, gembira, atau tertawa membaca

7
karangan tersebut. Tidak disadari kita akan berteriak, menangis atau tertawa ketika
sedang atau setelah membaca satu hasil karya sastra.

8
BAB III
PENUTUPAN

III.1. Kesimpulan

Makna merupakan istilah yang paling ambigu dan paling kontroversial dalam
teori tentang bahasa. The Meaning of Meaning, Ogeden dan Richard (dalam
Soemarsono, 2014:65) mengungkapkan bahwa ada 16 definisi berbeda bahkan
menjadi 23 jika tiap bagian dipisahkan.

Makna denotatif merupakan sebuah makna yang apa adanya, sementara


makna konotatif merupakan makna yang didasarkan pada rasa yang ditujukan oleh
penuturnya, sedangkan makna afektif merupakan makna yang ditangkap oleh
pendengarnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. (2013). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka


Cipta.
Pateda, Mansoer. (2010). Semantik Leksikal (Edisi Kedua). Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Ullmann, stephen. (1977). Semantics, An Introduction to the Science of Meaning.
Diterjemahkan oleh Sumarsono. 2014.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rosidin, Odien. (2015). Percikan Linguitik. Serang: Untirta Press.
Chaer, Abdul. (2014). Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta
Yuliyawati, Susi. (2018). Perempuan ayau Wanita? Perbandingan Berbasis
Korpus Tentang Leksikon Berbias Gender. Paradigma Jurnal Kajian Budaya
Vol. 8 No. 1 (2018): 53–70. Diakses melaluihttps://www
.researchgate.net/profile/SusiYuliawati/publication/326729545
PEREMPUAN_ATAU_WANITA_PERBANDINGAN_BERBASIS_KORPU
S_TENTANG_LEKSIKON_BERBIAS_GENDER/links/5c1e575a458515a4c
7f286a9/PEREMPUAN-ATAU-WANITAPERBANDINGAN-BERBASIS-
KORPUS-TENTANG-LEKSIKON-BERBIAS-GENDER.pdf. Pada 13
Oktober 2020.

Sam. 2017. Perempuan atau Wanita? Mana yang Lebih Terhormat?.


Kompasiana. Diakses melalui https://www.kompasiana.com/yuliaaanto/
5881c3d05f23bdaa06544447/perempuan-atau-wanita-mana-yang-lebih-
terhormat#:~:text=Sedangkan%20kata%20perempuan%20merupakan
%20panggilan,sedangkan%20wanita%20adalah%20sebutan%20dewasa. Pada
13 Oktober 2020

10

Anda mungkin juga menyukai