Anda di halaman 1dari 32

JENIS MAKNA KATA

DISUSUN

Oleh :

Kelompok : 7

1. Angga Prasetiyo
2. Ernita Putri
3. Nurul Afni
4. Nurul Putri Nadila
5. Yeyen Agustin

Dosen : Juni Ahyar, S.Pd., M.Pd

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LHOKSEUMAWE

2015
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah bahasa
Indonesia tentang makna kata.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah mata kuliah Bahasa Indonesia ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

lhouksemawe, oktober 2015

Penyusun

I
DAFTAR ISI

kata pengantar ............................................................................................ i


Daftar isi ..................................................................................................... ii
Bab I pendahuluan ....................................................................................... 1
A. Latar belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan penulisan .................................................................................... 1
D. Manfaat penulisan................................................................................... 1

Bab II Pembahasan ………………………………………………………… 2

2.1. Hakikat Makna....................................................................................... 2

2.2 Jenis Makna ............................................................................................

Bab III Penutup ……………...........................................................................


A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran .....................................................................................................
Daftar pustaka ............................................................................................

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelajaran Bahasa Indonesia sangat penting dikuasai dalam seluruh tingkatan


pendidikan termasuk di perguruan tinggi. Tujuan dari adanya pelajaran ini adalah agar para
rakyat khususnya para pelajar dapat terampil berbahasa Indonesia yang meliputi terampil
menyimak, berbahasa, membaca dan menulis. Agar dapat mencapapi tujuan itu, kosa kata
yang cukup sangatlah dibutuhkan. Selain mempunyai banyak kosakata, makna kata – kata
tersebut juga harus dikuasai untuk lebih memperkaya kosa kata yang dimiliki. Oleh karena
itu, makalah ini dibuat untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan para pembaca
mengenai makna kata.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja hakikat makna ?


2. Apa saja jenis makna ?
3. Apa saja relasi makna ?
4. Apa saja perubahan makna ?
5. Apa saja medan makna dan komponen makna ?

C. Tujuan penulisan
Menambah dan memperdalam pengetahuan kita tentang jenis-jenis makna dalam
Bahasa Indonesia yang semula kita hanya mengetahui secara mendasar saja.

D. Manfaat penulisan
1. Agar kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan jenis-jenis makna kata dan
sebagainya.
2. Agar kita dapat mengetahui perbedaan-perbedaannya.
3. Agar kita dapat mengetahui contoh-contohnya dan bisa mengidentifikasi apabila kita
menemukan suatu kalimat dalam suatu bacaan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Makna

Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang makna.
Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan
bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut
selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda,
2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :

1. maksud pembicara;

2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau
kelompok manusia;

3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran
dan semua hal yang ditunjukkannya, dan

4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).

Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah
’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut
de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu

(1)yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris: signified)

(2)yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier).

Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari
sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-
bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap
tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah
unsur dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu
referen yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual).

2
Sebuah kata, misalnya buku, terdiri atas unsur lambang bunyi yaitu [b-u-k-u] dan konsep atau
citra mental benda-benda (objek) yang dinamakan buku. Menurut Ogden dan Richards
(1923), dalam karya klasik tentang “teori semantik segi tiga” , kaitan antara lambang, citra
mental atau konsep, dan referen atau objek.

Dalam analisis semantik juga harus disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya maka, analisis suatu bahasa hanya
berlaku untuk bahasa itu saja, tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain.
Umpamanya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup
dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa Inggris separan dengan fish.

Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ‘ikan’ atau ‘fish’, melainkan juga
berarti daging yang digunakan sebagai lauk.

Di dalam penggunaannya dalam penuturan yang nyata makna kata atau leksem seringkali,
dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari
acuannya. Contohya : Dasar buaya ibunya sendiri ditipunya. Oeh karena itu, banyak pakar
mengatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah
berada dalam konteks kalimatnya.

Satu hal lagi yang harus diingat mengenai makna ini, karena bahasa itu bersifat arbiter, maka
hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbiter.

2.2 Jenis Makna

Jenis makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan
jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal, makna gramatikal dan kontekstual.
Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna
referensial dan nonreferensial. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata dapat
dibedakan adanya makna konotatif dan denotatif. Berdasarkan ketepatan maknanya dapat
dibedakan adanya makna istilah dan makna makna kata. Ada juga makna konseptual dan
asosiatif, makna Idiom dan Peribahasa, makna konotatif, makna stilistika, makna afektif,
makna kolokatif, makna generik, makna spesifik, dan makna tematikal.

3
2.2.1 Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kentekstual

Makna leksikal (leksical meaning, sematic meaning, external meaning) adalah makna
kata yang berdiri sendiri baik dalam bentuk dasar maupun dalambentuk kompleks (turunan)
dan makna yang ada tetap seperti apa yang dapat kita lihat dalam kamus.Contoh:

rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia

makan : mengunyah dan menelan sesuatu

Makna grmatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat digabungkannya sebuah
kata dalam suatu kalimat. Makna gramatikal dapat pula timbul sebagai akibat dari proses
gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Contoh:

berumah : mempunyai rumah

rumah-rumah : banyak rumah

rumah makan : rumah tempat makan

rumah ayah : rumah milik ayah

Makna kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dengan situasi.
Makna kontekstual disebut juga makna struktural karena proses dan satuan gramatikal itu
selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan. Contoh :

Ranbut di kepala nenek sudah putih.

Pak Harjo adalah seorang kepala sekolah.

Pada kepala surat terdapat alamat dan nomor telponnya.

Beras kepala harganya lebih mahal

Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan
penggunaan bahasa itu. Sebagi contoh lagi pada kalimat tiga kali empat berapa ? . Kalau
ditanyakan pada anak SMP maka jawabnya pasti dua belas tapi lain lagi jika ditanyakan pada
ukang foto maka akan dijawab lima ratus atau dengan jawaban yang lain.
2.2.2 Makna Referensial dan Nonreferensial

Referen menurut Palmer ( dalam Mansoer Pateda, 2001: 125) adalah hubungan antara unsur-
unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik.
Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen
adalah sesuatu yangditunjuk oleh suatu lambang. Makna referensial mengisyaratkan tentang
makna yamg langsung menunjuk pada sesuatu, baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa
maupun proses.

Makna referensial menurut uraian di atas dapat diartikan sebagai makna yang langsung
berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran. Dapat juga dikatakan bahwa
makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat hubungannya dengan dunia
luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan yang dapat dijelaskan melalui analisis
komponen. Contoh : kuda, merah dan gambar adalah kata referensial karena ada acuannya
dalm dunia nyata.

Seadngkan nonreerensial acuanya tidak menetap pada satu maujud. Dan kata- kata yang
termasuk dalam makna nonreferensial disebut kata-kata deiktik. Yang termasuk kata-kata
deiktik adalah kata-kata pronomina, seperti dia, saya, dan kamu ; kata-kata yang menyatakan
ruang, seperti di sini, disana, dan di situ; kata-kata yang menyatakan waktu, seperti sekarang,
besok, dan nanti; dan kata-kata penunjuk, seperti ini dan itu.

2.2.3 Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau
makna dasarnya. Contoh:

merah : warna seperti warna darah.

ular : binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.


Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa
nilai rasa atau gambar tertentu.

Contoh:

Makna dasar(denotasi) Makna tambahan(konotasi)

merah : warna …………………… berani; dilarang

ular : binatang ………………… menakutkan/ berbahaya

Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan karyawan, memang
sama, yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda. Kata buruh dan pekerja bernilai
rasa rendah/ kasar, sedangkan pegawai dan karyawan bernilai rasa tinggi.

Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi
negatif.Contoh:

Konotasi positif Konotasi negatif

suami istri laki bini

tunanetra buta

pria laki-laki.

Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya ilmiah, sedangkan kata-kata
yang bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.

2.2.4 Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan konsepnya makna yang sesuai dengan
referennya, dan makna yang bebas asosiasi atau hubungan apa pun. Makna konseptual
disebut juga makna denotatif, makna referensial, makna leksikal. Contoh : rumah memiliki
makna konseptual bangunan tempat manusia tinggal.
Makna asosiatif disebut juga makna kiasan atau pemakaian kata yang tidak sebenarnya.
Makna asosiatif adalah makna yang dimilki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan
kata dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya kata bunglonberasosiasi dengan makna orang
yang tidak berpendirian tetap.

2.2.5 Makna Kata dan Makna istilah

Pada awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal atau makna denotatif.
Namun, dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada
di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Misalnya kita belum tahu makna jatuh
sebelum kata itu berada pada konteksnya. Oleh karena itu makna kata mash bersifat umum,
kasar dan tidak jelas.

Berbeda dengan kata, istilah memiliki makna yag pasti, yang jelas, yang tidak meragukan,
meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas
konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya
digunakan pada bidang keilmuan dan kegiatan tertentu. Contoh : kata tangan dan lengan
adalah sinonim. Namun kedua kata itu berbeda dibidang kedokteran. Tangan bermakna
bagian dari pergelangan sampai ke jari tagan sedangkan lengan bermakna dari pergelangan
sampai ke pangkal bahu.

Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah, yang karena sering digunakan
lalu menjadi kosakata umum. Artinya istilah itu tidak digunakan didalam bidang
keilmuannya, tetapi telah di gunakan secara umum diluar bidangnya.

2.2.6 Makna Idiom dan Peribahasa

Makna idiomatik adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang menyimpang dari makna
konseptual dan gramatikal unsur pembentuknya. Dalam bahasa Indonesia ada dua macam
bentuk idiom yaitu (a) idiom penuh dan (b) idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang
unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna.
Contoh: membanting tulang artinya bekerja keras. Idiom sebagian adalah idiom yang di
dalamnya masih terdapat unsur yang masih memiliki makna leksikal. Contoh: koran kuning
yang artinya koran yang memuat berita sensasi. Koran masih memiliki makna leksikalnya.

Beda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari
makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan makna peribahasa.
Contoh: seperti anjing dengan kucing yang bermakna dua orag yang tidak pernah akur.
Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya kucing dan anjing itu jika
bertemu memang selalu berkelahi.

2.2.7 Makna Stilistika, Makna Afektif, Makna Kolokatif, Makna Generik, Makna Spesifik,
dan Makna Tematikal

Makna generik adalah makna konseptual yang luas, umum, yang mencakup beberapa makna
konseptual yang khusus atau sempit. Misalnya, sekolah dalam kalimat “Sekolah kami
menang.” Bukan saja mencakup gedungnya, melainkan guru-guru, siswa-siswa dan pegawai
tata usaha sekolah bersangkutan.

Makna spesifik adalah makna konseptual, khas, dan sempit. Misalnya jika berkata “ahli
bahasa”, maka yang dimaksud bukan semua ahli, melainkan seseorang yang mengahlikan
dirinya dalam bidang bahasa.

Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca
terhadap penggunaan bahasa. Oleh karena itu, makna afektif berhubungan dengan gaya
bahasa.

Makna stilistik berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek terutama
kepada pembaca. Makna stilistik lebih dirasakan di dalam sebuah karya sastra. Sebuah karya
sastra akan mendapat tempat tersendiri bagi kita karena kata yang digunakan mengandung
makna stalistika. Makna stalistika lebih banyak ditampilkan melalui gaya bahasa.

Makna kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di
dalam lingkungan yang sama. Misalnya kata ikan, gurami, sayur, tomat tentunya kata-kata
tersebut akan muncul di lingkungan dapur. Ada tiga keterbatasan kata jika dihubungkan
dengan makna kolokatif, yaitu (a) makna dibatasi oleh unsur yang membentuk kata atau
hubungan kata, (b) makna dibatasi oleh tingkat kecocokan kata, (c) makna dibatasi oleh
kecepatan.
Makna tematikal adalah makna yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, baik melalui
urutan kata-kata, fokus pembicaraan, maupun penekanan pembicaraan.

2.3.Relasi Makna

Relasi makna adalah hubugan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan
satuan bahasa lainnya. Pada dasarnya prinsip relasi makna ada empat jenis, yaitu (1) prinsip
kontiguitas, (2) prinsip kolementasi, (3) prinsip overlaping, dan (4) inklusi.

1. Prinsip kontiguitas yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa beberapa kata dapat memiliki
makna sama atau mirip. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut
sinonimi.

2.Prinsip komplementasi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna kata yang satu
berlawanan dengan makna kata yang lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi
makna yang disebut antonimi.

3.Prinsip overlaping yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa satu kata memiliki makna yang
berbeda atau kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung makna berbeda. Prinsip ini
dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut homonimi dan polisemi.

4.Prinsip inklusi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa
makna kata lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut hiponimi.

2.3.1.Sinonim

Sinonim : hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna


antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Relasi sinonim ini bersifat dua arah,
maksudnya jika ujaran A bersinomnim dengan B maka B bersinonim dengan A.Contoh :
benar = betul, sama dengan betul = benar.

Faktor ketidaksamaan dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis
adalah :

a. Faktor waktu, contoh : hulubalang dan komandan

b. Faktor tempat, contoh : saya dan beta


c. Faktor keformalan, contoh : uang dan duit

d. Faktor sosial, contoh : saya dan aku

e. Faktor bidang kegiatan, contoh : matahari dan surya

f. Faktor nuansa makna, contoh : melihat, melirik, menonton

2.3.2.Antonimi

Istilah antonimi digunakan untuk makna yang bertentangan. Tarigan (1985: 36)
mengemukakan antonimi adalah kata yang mengandung makna yang berkebalikan atau
berlawanan dengan kata lain. Verhaar (1983: 133) mengatakan: “Antonimi adalah ungkapan
(biasanya kata, tetapi dapat juga frase atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari
ungkapan alain.” Sedangkan menurut Palmer (1976: 94) antonimi sering dianggap sebgai
lawan sinonim. Secara sederhana dapat dikatakan istilah antonimi digunakan untuk
menyatakan kata-kata yang berlawanan maknanya.

Crystal (dalam Ba’dulu, 2001:25) antonimi merujuk secara kolektif kepada semua jenis
perlawanan semantis. Antonim adalah hubungan semantik dua buah satuan ujaran yang
maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan dengan ujaran yang lain.Contoh : hidup x
mati

Jenis antonim :

a. Antonim yang bersifat mutlak, contoh : diam x bergerak

b. Antonim yang bersifat relatif / bergradasi, contoh : jauh x dekat

c. Antonim yang bersifat relasional, contoh : suami x istri

d. Antonim yang bersifat hierarkial, contoh : tamtama x bintara

Menurut Hurford dan Heasly (dalam Ba’dulu, 2001: 25) pandangan tradisional tentang
antonimi yang menyatakan bahwa antonimi semata-mata merupakan perlawanan arti adalah
keliru. Pandangan ini tidak memadai, karena kata-kata mungkin berlawanan dalam artinya
secara berbeda-beda, dan beberapa kata tidak mempunyai perlawanan yang nyata. Contoh:
hot bukan lawan dari cold dengan cara yang sama dengan borrow sebagai lawan dari lend.
Demikian pula, thick bukan lawan dari thin dengan cara yang sama dengan dead sebagai
lawan dari live.

Sehubungan dengan hal yang telah dikemukakan di atas, Hurford dan Heasly (dalam Ba’dulu,
2001: 25) membagi antonim ke dalam empat jenis, yaitu:

a. Antonimi Biner, adalah predikat-predikat yang muncul berpasang-pasangan, dan di


antaranya tercakup semua kemungkinan yang relevan. Jika satu predikat dapat diaplikasikan,
maka predikat lainnya tidak dapat diaplikasikan, demikian pula sebaliknya. Contoh: tua dan
muda); panjang dan pendek. Kadang-kadang dua antonim biner yang berbeda dapat
berkombinasi dalam suatu himpunan predikat untuk menghasilkan suatu kontras empat.
Contoh: laki-laki (man), anak laki-laki), perempuan), dan gadis apabila dimasukkan ke dalam
kotak-kotak berikut:

b. Konversi (Converses), adalah jika suatu predikat memerikan suatu hubungan yang sama
apabila kedua benda atau orang itu disebutkan dalam urutan yang berlawanan, maka kedua
predikat itu merupakan konversi antara satu dengan yang lainnya. Contoh: orang tua dan anak
adalah konversi karena X adalah orang tua dari Y (urutan yang satu) memerikan situasi atau
hubungan yang sama seperti Y adalah anak X (urutan yang berlawanan).

c. Gradabel (Gradable antonyms), adalah dua predikat merupakan antonim bertingkat jika
keduanya berada pada ujung yang berlawanan dari suatu skala nilai yang berkesinambungan,
yaitu suatu skala yang bervariasi menurut konteks pemakaian.
Contoh: tua dan anak-anak

Di antara tua dan anak-anak terdapat suatu skala nilai yang berkesinambungan, yang dapat
diberikan nama-nama seperti remaja dan dewas. Apa yang disebut tua dalam suatu konteks,
misalnya: umur orang (jompo)dalam konteks lain adalah matang ( buah-buahan) sudah dapat
dipetik. Contoh lain: tinggi dan rendah; panjang dan pendek; serta pintar dan bodoh.Untuk
mengkaji antonim-antonim bertingkat ini, kita dapat mengkombinasikannya dengan kata
sangat , sangat banyak , bagaimana , atau berapa banyak.

d. Kontradiksi, adalah suatu proposisi merupakan suatu kontaradiktori dari preposisi lain jika
tidak mungkin bagi keduanya benar pada saat yang sama dan pada peristiwa yang sama pula.
Definisi ini dapat diperluas ke kalimat. Jadi, suatu kalimat yang mengungkapkan satu
proposisi adalah kontradiktori dari suatu kalimat yang mengungkapkan proposisi yang lain
jika tidak mungkin bagi kedua proposisi itu benar pada saat yang sama dan pada peristiwa
yang sama pula. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa suatu kalimat berlawanan dengan
kalimat lain jika kalimat itu menghasilkan negasi kalimat yang lainnya. Contoh: Pak Arya
pengusaha kaya kontradiksi dengan Pak Udin petani miskin.

Selanjutnya, Verhaar (dalam Chaer, 1997: 26) membedakan antonim berdasarkan sistemnya,
yaitu:

a. Antonim antarkalimat, contoh: Dia cantik dan Dia tidak cantik.

b. Antonim antarfrase, contoh: secara teratur dan secara tidak teratur.

c. Antonim antarkata, contoh: kuat dan lemah; kencang dan lambat.

d.Antonim antarmorfem, contoh: thankful dan thankless (Inggris), yang berantonim adalah
morfem ful dan les.

Menurut Chaer (1997: 27) antonim sering juga disebut dengan istilah oposisi makna, seperti
pada uraian berikut ini:

a.Oposisi mutlak

Kata-kata yang memiliki pertentangan makna secra mutlak termasuk dalam jenis ini.
Misalnya: hidup dengan mati. Orang yang hidup sudah pasti tidak mati, sedangkan orang
yang mati pasti tidak hidup. Contoh lain diam dan gerak. Sesuatu yang diam pasti tidak
bergerak, begitu pula sebaliknya sesuatu yang bergerak pasti tidak diam.

b. Oposisi kutub

Ada kata-kata yang pertentangannya tidak mutla, tetapi berjenjang/bertingkat. Contoh: kata
kaya dengan miskin. Kaya dengan miskin tidak memiliki pertentangan yang mutlak. Orang
yang kaya kadangkala masih merasa miskin, sebaliknya orang yang miskin mungkin ada
yang merasa tidak miskin. Kata-kata yang beroposisi kutub umumnya berkelas kata adjektif.
Contoh: cantik dengan jelek, periangdengan pendiam, pintar dengan bodoh, dan sebagainya.

c. Oposisi hubungan

Oposisi hubungan ditujukan untuk kata-kata yang saling berhubungan. Kehadiran suatu kata
mengakibatkan kehadiran kata yang lain. Contoh, kata penjual ada karena adanya kata
pembeli. Kata guru bersamaan hadir dengan kata murid, jika tidak ada kata guru maka tidak
akan muncul kata murid. Kata-kata tersebut timbul secara serempak dan saling melengkapi.
Kata-kata yang beroposisi hubungan ini dapat berupa kata kerja dan kata benda. Contoh kata-
kata yang berupa kata kerja antara lain adalah: pulang-pergi, maju-mundur, belajar-mengajar,
dan sebagainya. Sedangkan contoh kata yang beroposisi hubungan berupa kata benda antara
lain adalah: guru-murid, buruh-majikan, dan pimpinan-bawahan.

d. Oposisi Hierarkial

Kata-kata yang beroposisi hierarkial adalah kata-kata yang berupa nama satuan ukuran (berat,
panjang, dan isi), satuan hitungan, penanggalan, dan jenjang kepangkatan. Kata centimeter
dan kilometer merupakan contoh kata yang beroposisi secara hierarkial karena keduanya
berada dalam deretan ukuran panajang. Begitu pula kata sersan dengan jenderal, karena
berada dalam jenjang kepangkatan.

e. Oposisi majemuk

Adalah kata-kata yang tidak hanya beroposisi dengan satu kata saja, melainkan dengan dua
buah kata atau lebih. Contoh, kata ramah dapat beroposisi dengan judes, galak, bengis, dan
kejam. Atau dapat dibuat seperti gambar dibawah ini :

duduk

tidur

berdiri >< tiarap

jongkok

bersila

f. Oposisi inversi, oposisi ini terdapat pada pasangan kata seperti beberapa – semua, mungkin
– wajib. Pengujian utama dalam menetapkan oposisi ini adalah apakah kata itu mengikuti
kaidah sinonimi yang mencakup

(a) penggantian suatu istilah dengan yang lain dan

(b) mengubah posisi suatu penyangkalan dalam kaitan dengan istilah berlawanan. Contoh:
beberapa negara tidak mempunyai pantai = tidak semua negara mempunyai pantai
Sedangkan Fromkin dan Rodman (dalam Tarigan, 1986:41) mengemukakan bahwa antonim-
antonim yang beraneka ragam itu dapat diklasifikasikan atas beberapa pasangan, yakni :

a. Antonim Komplementer

Antonim Komplementer, yaitu pasangan yang saling melengkapi. Yang satu tidaklah lengkap
atau tidak sempurna bila tidak dibarengi oleh yang satu lagi.Sebagai contoh, kata suami
berantonim dengan kata istri.

b. Antonim Gradabe

Suatu antonim disebut pasangan gradabel apabila penegatifan suatu kata tidaklah bersinonim
dengan kata yang lain. Ciri lain sejumlah pasangan gradabel ialah bahwa yang berciri atau
bertanda dan yang satu lagi tidak berciri atau tidak bertanda. Anggota pasangan yang tidak
berciri atau tidak bertanda itu biasanya dipakai dalam pertanyaan-pertanyaan yang ada
kaitannya dengan kadar atau tingkat.Sebagai contoh dalam suasana pasar, rajin x malas, berat
x ringan.

c. Antonim Relasional

Antonim relasional adalah antonim yang memperlihatkan kesimetrisan dalam makna anggota
pasangannya, karena anggota pasangan antonim itu terdapat hubungan yang erat. Sebagai
contoh, kata guru dan murid. Kalau si A adalah atasan si B, maka si B adalah bawahan si A.

d. Antonim Resiprokal

Antonim resiprokal adalah antonim yang mengandung pasangan yang berlawanan atau
bertentangan dalam makna tetapi juga secara fungsional berhubungan erat, hubungan itu
justru hubungan timbal balik.
Sebagai contoh, pasangan kata, membeli >< menjual .
2.3.3 Polisemi

Polisemi adalah relasi makna suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu atau kata yang
memiliki makna yang berbeda-beda tetapi masih dalam satu aluran arti. Dalam kasus
polisemi ini, biasanya makna pertama ( yang didaftarkan kamus) adalah makna leksikal,
makna denotatif dan makna konseptualnya. Yang lainnya adalah makna yang dikembangkan
berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh
karena itu, makna pada polisemi masih berkaitan satu sama lain.

Contoh:

Ranbut di kepala nenek sudah putih.( Kepala yang berarti bagian tubuh yang bagian atas)

Pak Harjo adalah seorang kepala sekolah.( Kepala yang menyatakan pimpinan)

2.3.4 Homonimi

Homonim adalah dua kata kebetulan bentuk, ucapan, tulisannya sama tetapi beda makna.

Contoh :

Bisa : 1. Bisa yang berarti racun.

2. Bisa yang berarti dapat atau mampu.

Pada kasus homonimi ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan, yaitu homofon dan
homograf.Homofon adalah dua kata yang mempunyai kesamaan bunyi tanpa memperhatikan
ejaanya, dengan makna yang berbeda.

Contoh :

1.Bang : sebutan saudara laki-laki.

2. Bank : tempat penyimpanan dan pengkreditan uang.

Homograf adalah dua kata yang memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda.

Contoh :
1. Apel : buah.

2. Apél : rapat, pertemuan.

Masalah lain dari homonimi yang cukup ruwet adalah perbedaannya dengan polisemi. Ada
cara untuk menentukan homonimi dengan polisemi. Patokan pertama adalah dua buah bentuk
ujaran atau lebih yang kebetulan sama, dan maknanya tentu berbeda, sedangkan polisemi
sebuah ujaran yag memiliki makna lebih dari satu. Makna dalam polisemi meski berbeda
tetapi masih dapat dilacak secara etimologi dan semantik bahwa makna itu masih mempunyai
hubungan.

2.3.5 Hiponimi

Hiponim adalah sebuah bentuk ujaran yang mencakup dalam makna bentuk ujaran lain.Relasi
makna bersifat searah. Contoh: antara kata jeruk dengan kata buah. Disini makna kata jeruk
tercakup dalam kata buah, tetapi buah bukan hanya jeruk tapi bisa juga apel, mangga, pepaya
dan jambu.

Hipernim adalah bagian dari hiponim. Dengan kata lain jika jeruk berhiponim dengan buah,
maka buah berhipernim dengan jeruk. Ada juga yang menyebut hiponom dengan
superordinat. Sedangkan hubungan antar jeruk, apel, mangga, dan jenis buah lainnya adalah
kohiponim.

2.3.6.Ambiguiti atau Ketaksaan

Ambiguitas adalah gejala yang terjadi akibat kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal
yang berbeda. Tergantung jeda dalam kalimat.Umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena
bahasa tulis unsur suprasegmentalnya tidak dapat digambarkan secara akurat. Contoh: Buku
sejarah baru.Dapat diartikan:

1.Buku sejarah yang baru.

2.Buku tentang sejarah baru.

Ketaksaan dapat juga terjadi bukan karena tafsiran gramatikal yang berbeda tetapi karena
masalah homonimi, sedangkan konteksnya tidak jelas.

Contoh: Kami bertemu paus. Dapat ditafsirkan:

1.Ikan paus.

2.Pemimpin agama Katolik di Roma.

Ada juga ketaksaan yang terjadi dalam bahasa lisan, meskipun intonasinya tepat. Ketaksaan
dalam bahasa lisan biasanya adalah karena ketidakcermatan dalam menyusun kontruksi
beranaforis.

Contoh: Ujang dan Doni bersahabat karib. Dia sangat mencintai istrinya. Dapat ditafsirkan:

1.Ujang mencintai istri Ujang.

2.Ujang mencintai istri Doni.

3.Doni mencintai istrinya.

4.Doni mencintai istri Ujang.

Ketaksaan ini terjadi karenakata ganti dia dan nya tidak jelas mengacu pada siapa.

2.3.7.Redundansi

Redundansi adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk


ujaran.

Contoh : Hamid mengenakan topi berwarna ungu, tidak akan berbeda maknanya dengan
Hamid bertopi ungu.

Memang dalam ragam bahasa baku kita dituntut untuk menggunakan kata-kata secara efisien,
sehingga kata berlebihan, sepanjang tidak mengurangi atau mengganggu makna
( lebih tepat informasi), harus dibuang, tetapi dalam analisis semantik, setiap penggunaan
unsur segmental dianggap membawa makna masing-masing.

2.4.Perubahan Makna

Dalam perubahan makna selalu ada hubungan (asosiasi) antara makna lama dan makna baru,
tidak peduli apapun yang menyebabkan perubahan itu terjadi. Dalam beberapa hal, asosiasi
bisa begitu kuat untuk mengubah makna dengan sendirinya, sebagian lagi asosiasi itu
hanyalah suatu wahana untuk suatu perubahan yang ditentukan oleh sebab-sebab lain tetapi
bagaimanapun suatu jenis asosiasi akan selalu mengalami proses. Dalam pengertian ini
asosiasi dapat dianggap sebagai suatu syarat mutlak bagi perubahan makna

( Stephen, 2007 : 263-264 ).

Dalam sejarah ilmu semantik, teori asosiasi muncul dalam dua bentuk. Beberapa dari ahli
semantik awal mengakui suatu asosiasinisme yang sederhana, mereka mencoba menjelaskan
perubahan makna sebagai hasil asosiasi antara kata-kata yang diisolasikan (berdiri sendiri).
Pada beberapa dekade terakhir suatu pandangan yang lebih maju berdasarkan prinsip-prinsip
struktural telah meluas, perhatian telah berubah dari kata-kata tunggal menjadi satuan-satuan
yang lebih luas yaitu yang disebut “medan asosiatif” yang mencakupi kata-kata tersebut.

2.4.1 Sebab-sebab Perubahan Makna

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna suatu kata.

Diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Perkembangan dalam ilmu dan teknologi.

Dalam hal ini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang
sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai
akibat dari pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam
perkembangan teknologi. Sebagai contoh perubahan makna kata sastra dari makna tulisan
sampai pada makna karya imaginatif adalah salah satu contoh perkembangan bidang
keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna
kata sastra yang tadinya “bermakna buku yang baik isinya dan baik bahasanya” menjadi
berarti “karya yang bersifat imaginatif kreatif”.

2) Perkembangan sosial dan budaya.

Dalam perkembangan sosial dan budaya kemasyarakatan turut memengaruhi perubahan


makna. Sebagai contoh kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna seperut atau satu
kandungan. Sekarang kata saudara walaupun masih juga digunakan dalam artian tersebut tapi
juga digunakan untuk menyebut siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang
sama. Hal ini terjadi pula pada hampir semua kata atau istilah perkerabatan seperti bapak,
ibu, kakak, adik . Penyebab perubahan makna ini dimungkinkan disebabkan karena dahulu
pada zaman sebelum merdeka (dan juga beberapa tahun setelah kemerdekaan) untuk
menyebut dan menyapa orang yang lebih tinggi status sosialnya digunakan kata tuan atau
nyonya. Kemudian setelah kemerdekaan dan timbulnya kesadaran bahwa sebutan tuan atau
nyonya berbau kolonial sehingga kia menggantinya dengan sebutan bapak atau ibu.

3) Perbedaan bidang pemakaian.

Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan
pemakaian sehari-hari dapat juga dipakai dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum.
Sehingga kata-kata tersebut memiliki makna yang baru, atau makna lain disamping makna
aslinya. Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam
derivasinya seperti tampak pada frase menggarap sawah, tanah garapan dan sebagainya, kini
banyak digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna barunya yang berarti
mengerjakan seperti tampak pada frasa menggarap skripsi, menggarap naskah drama dan
lain-lain. Dari contoh yang diuraikan maka kata-kata tersebut bisa jadi mempunyai arti yang
tidak sama dengan arti dalam bidang asalnya, hanya perlu diingat bahwa makna baru kata-
kata tersebut masih ada kaitannya dengan makna asli. Kata-kata tersebut diunakan dalam
bidang lain secara metaforis atau secara perbandingan. Kesimpulannya makna kata yang
digunakan bukan dalam bidangnya itu dan makna kata yang digunakan di dalam bidang
asalnya masih berada dalam poliseminya karena makna-makna tersebut masih saling
berkaitan atau masih ada persamaan antara makna yang satu dengan makna yang lainnya.
4) Adanya Asosiasi.

Kata-kata yang digunakan diluar bidangnya seperti dibicarakan pada bagian sebelumnya
masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada idang
asalnya. Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan
dalam bidang yang lain, disini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau
peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Dalam contoh kata amplop dengan kata
uang terjadi asosiasi yaitu berkenaan dengan wadah. Kata amplop berasal dari bidang
administrasi atau surat menyurat, makna asalnya adalah sampul surat. Ke dalam amplop itu
selain biasa dimasukkan surat, biasa pula dimasukkan benda lain seperti uang. Oleh karena
itu dalam kalimat “ Berikan dia amplop biar urusanmu cepat selesai”. Dalam kalimat itu kata
amplop bermakna uang sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa-
apa melainkan berisi uang sebagai sogokan.

5) Pertukaran Tanggapan Indra.

Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indera yang satu
dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya yang seharusnya ditanggap dengan alat indera
perasa pada lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak
dalam ujaran kata-katanya cukup pedas. Contoh lain pada kata kasar yang seharusnya
ditanggap oleh alat indera peraba yaitu kulit namun bisa juga ditanggap oleh alat indera
penglihatan mata seperti pada kalimat Tingkah lakunya kasar. Pertukaran alat indera
penanggap ini biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani
sun artinya sama dan aisthetikas artinya tampak. Dalam pemakaian bahasa Indonesia secara
umum banyak sekali terjadi gejala sinestesia ini. Contoh yang lain terjadi pada beberapa frase
yaitu suaranya sedap didengar, warnanya enak dipandang, suaranya berat sekali, bentuknya
manis, kedengarannya memang nikmat dan masih banyak contoh-contoh yang lain.

6) Perbedaan Tanggapan.

Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal
yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam
masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah, kurang
menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi atau
menyenangkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini disebut dengan istilah
peyoratif sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut ameliorative. Contoh kata bini
sekarang ini dianggap peyoratif sedangkan kata istri dianggap ameliorative. Begitupun terjadi
pada kata laki dan suami, kata bang dan bung. Nilai rasa itu kemungkinan besar hanya
bersifat sinkronis. Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Perkembangan
pandangan hidup yang biasanya sejalan dengan perkembangan budaya dan kemasyarakatan
dapat memungkinkan terjadinya perubahan nilai rasa peyoratif atau amelioratifnya sebuah
kata.

7) Adanya Penyingkatan.

Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan
maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti
maksudnya. Oleh karena itu kemudian banyak orang menggunakan singkatannya saja
daripada menggunakan bentukya secara utuh. Sebagai contoh ada yang berkata “ ayahnya
meninggal” tentu maksudnya meninggal dunia tapi hanya disebutkan meninggal saja. Hal ini
terjadi pula pada kata berpulang yang maksudnya berpulang ke rahmatullah, ke perpus yang
maksudnya ke perpustakaan, ke lab yang maksudnya ke laboratarium dan sebagainya. Kalau
disimak sebenarnya dalam kasus penyingkatan kata ini bukanlah peristiwa perubahan makna
yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi adalah perubahan bentuk kata.
Kata yang semula berbentuk utuh disingkat menjadi bentuk yang lebih pendek.

8) Proses Gramatikal

Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi akan menyebabkan pula
terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan
makna sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal dan proses
tersebut telah melahirkan makna-makna gramatikal.

9) Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan
memanfaatkan kosa ata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member makna baru baik
dengan menyempitkan, meluaskan maupun memberi makna baru. Seperti pada kata papan
yang semula bermakna lempengan kayu tipis kini diangkat menjadi istilah untuk makna
perumahan, kata teras yang semula bermakna inti atau saripati kayu sekarang memiliki
makna yang baru yaitu utama atau pimpinan.

2.4.2. Jenis Perubahan Makna

Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam bahasa
Indonesia. Berikut pemaparannya :

1.Perubahan Meluas,

Yang dimaksud perubahan yang meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau
leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena berbagai
factor menjadi memiliki makna-makna yang lain. Proses perluasan makna ini dapat terjadi
dalam kurun waktu yang relative singkat tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang lama.
Dan makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan makna itu masih berada dalam
lingkup poliseminya artinya masih ada hubungannya dengan makna asalnya. Seperti pada
kata saudara yang dahulu hanya mempunyai satu makna yaitu seperut atau sekandungan
sekarang berkembang menjadi bermakna lebih dari satu. Dan mempunyai makna lain yaitu
siapa saja yang sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang kata saudara bermakna siapapun
orang tersebut dapat disebut saudara.

2.Perubahan Menyempit

Perubahan menyempit merupakan suatu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada
mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas
hanya memiliki sebuah makna saja. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai
atau cendekiawan dan sekarang kata itu hanya memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang
lulus dari perguruan tinggi. Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar
sendiri, kalau bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai sarjana.
Sebaliknya serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari
perguruan tinggi dia akan disebut sebagai sarjana.
3.Perubahan Total

Yang dimaksud perubahan total yaitu suatu makna sebuah kata yang berubah total atau
berubah sama sekali dari makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki
sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal tapi keterkaitannya ini tampaknya
sudah jauh sekali. Sebagai contoh kata seni yang mulanya bermakna air seni atau kencing
sekarang digunakan sebagai istilah untuk sebuah karya atau ciptaan yang bernilai halus
seperti seni lukis, seni tari, seni suara.

4.Penghalusan (ufemia)

Penghalusan dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya
kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih
sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata
tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata
penjara diganti dengan istilah lembaga pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah
pemutusan hubungan kerja, babu diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.

5.Pengasaran (disfemia)

Pengasaran yang dimaksud adalah suatu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus
atau bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini
biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam keadaan jengkel.
Seperti pada kata menjebloskan untuk menggantikan kata memasukkan, kata mendepak
untuk menggantikan kata mengeluarkan dan sebagainya.

2.4.3. Faktor yang Memudahkan Terjadinya Perubahan Makna

Dalam hubungannya dengan perubahan makna Ullmann (1972 :198-210) lewat Mansoer
Pateda menyebutkan beberapa factor yang memudahkan terjadinya perubahan makna, berikut
uraiannya :

1.Faktor Kebahasaan.
Perubahan makna karena factor kebahasaan berhubungan dengan fonologi, morfologi dan
sintaksis. Misalnya kata sahaya yang pada mulanya bermakna budak tetapi karena kata ini
berubah menjadi kata saya maka makna kata saya dihubungkan dengan orang pertama dan
orang tidak menghubungkan dengan kata budak sehingga maknanya pun menjadi berubah.

2.Faktor Kesejarahan.

Faktor ini dapat dirinci menjadi factor objek, faktor institusi, faktor ide, dan faktor konsep
ilmiah. Sebagai contoh factor objek, kata wanita yang sebenarnya berasal dari kata betina.
Kata betina selalu dihubungkan dengan hewan. Kata betina dalam perkembangannya menjadi
batina lalu fonem /b/ merubah menjadi /w/ sehingga menjadi wanita. Dan kata wanita ini
berpadanan dengan kata perempuan dan sekarang orang tidak lagi menghubungkan kata
wanita dengan kata hewan.

3.Faktor Sosial.

Perubahan makna yang disebabkan karena faktor sosial dihubungkan dengan perkembangan
Makna kata dalam masyarakat. Misalnya kata gerombolan yang pada mulanya bermakna
orang yang berkumpul atau kerumunan orang tapi kemudian kata ini tidak disukai lagi sebab
selalu dihubungkan dengan pemberontak atau pengacau. Sebelum tahun 1945 orang dapat
saja berkata “ Gerombolan laki-laki menuju pasar”, tetapi setelah tahun 1945 apalagi dengan
munculnya pemberontak maka kata gerombolan enggan digunakan bahkan ditakuti.

4.Faktor Psikologi.

Faktor psikologi ini dapat dirinci lagi menjadi factor emosi dan kata-kata tabu. Sebagai
contoh dari factor tabu misalnya penggunaan kata bangsat. Dahulu makna kata bangsat
dihubungkan dengan binatang yang biasa menggigit jika kita duduk di kursi rotan karena
binatang itu hidup di sela-sela anyaman rotan. Sekatang kalau orang marah lalu mengatakan,
“ Hei bangsat, kenapa hanya duduk?” maka kata bangsat disini tidak lagi diartikan sebagai
binatang kecil tapi manusia yang malas yang kelakuannya menyakitkan hati, sehingga ada
perubahan makna pada kata tersebut.

5.Pengaruh Bahasa Asing.

Perubahan bahasa yang satu dengan yang lain tidak dapat dihindarkan. Hal itu disebabkan
oleh interaksi antara sesame bangsa. Itu sebabnya pengaruh bahasa asing terhadap bahasa
Indonesia juga tidak dapat dihindarkan. Pengaruh itu misalnya berasal dari bahasa Inggris
yaitu pada kata keran yang berasal dari bahasa Inggris crank yang kemudian dalam bahasa
Indonesia bermakna keran yang artinya pancuran air ledeng yang dapat dibuka dan ditutup.
Tetapi kalimat “ Engkau masuk departemen dan dapat membuka keran untuk kemajuan
daerah kita”. Makna keran tidak lagi katup penutup tapi lebih banyak dikaitkan dengan
anggaran.

6.Karena Kebutuhan Kata yang Baru

Telah diketahui bahwa manusia berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan
tersebut perlu nama atau kata barukarena bahasa adalah alat komunikasi. Kadang-kadang
konsep baru itu belum ada lambangnya. Dengan kata lain manusia berhadapan dengan
ketiadaan kata atau istilah baru yang mendukung pemikirannya. Kebutuhan tersebut bukan
saja kata atau istilah tersebut belum ada tapi juga orang merasa bahwa perlu menciptakan
kata atau istilah baru untuk suatu konsep hasil penemuan manusia. Misalnya karena bangsa
Indonesia merasa kurang enak menggunakan kata saudara maka muncullah kata Anda. Kata
saudara pada mulanya dihubungkan dengan orang yang sedarah dengan kita tapi kini kata
saudara digunakan untuk menyebut siapa saja.

2.5 Medan Makna dan Komponen Makna

2.5.1 Medan Makna

Medan makna (semantic domain, semantik field) atau medan leksikal adalah seperangkat
unsur leksikal yagmaknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang
kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna, nama-
nama perabotan rumah tangga, yang masing-masing merupakan medan makna.

Di dalam buku Thesaurus of English Word and Phrases Classified anf Arranged so as to
Facillitate the Expression of Ideal and Assist in Literacy Composition oleh Peter Mark Roget
(1779-1868) terdaftar 1042 kelompok medan makna yang keseluruhannya terdiri dari
250.000 kata dan frase. Namun, dalam studi medan makna ini, seperti yang dilakukan Nida
(1974-1975), kata-kata biasanya dibagi atas empat kelompok. Yaitu, kelompok bendaan
(entiti), kelompok kejadian/peristiwa (event), kelompok abstrak, dan kelompok relasi.
Anggota kelompok bendaan dan peristiwa tampaknya tidak terbatas, tetapi dua kelompok
terakhir bersifat terbatas.

Berdasarkan sifat hubungan semantisnya medan makna dibedakan menjadi dua,yaitu :


kelompok medan kolokasi dan kelompok medan set. Kolokasi menunjukkan pada hubungan
sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur leksikal itu dan sifatnya linier. Conto:
cabe, bawang, terasi, garam, merica dan lada berada dalam satu kolokasi yaitu berkenaan
dengan bumbu dapur. Sedangkan set menunjukkan pada hubungan paradigmatik, karena
kata-kata yang berada dalam satu kelompok set biasanya mempunyai kelas yang sama, dan
tampaknya juga merupakan satu kesatuan.

Contoh: remaja merupakan tahap perkembangan dari kanak-kanak menjadi dewasa.

2.5.2 Komponen Makna

Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen( yang disebut
komponen makna, yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat
dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu. Berdasarkan pengertian-pengertian yang
dimilikinya.

Analisis komponen makna ini dapat dimanfaatkan untuk mencari perbedaan dari bentuk-
bentuk yang bersinonim; untuk membut prediksi makna-makna gramatikal afikasi,
reduplikasi, dan komposisi dalam bahasa Indonesia; dan digunakan untuk meramalkan makna
gramatikal, dapat juga kita lihat pada proses redupliakasi dan komposisi.

Contoh:

Komponen makna Ayah Ibu

1. Manusia + +

2. Dewasa + +

3. Jantan + -

4. Betina - +
2.5.3 Ksesuaian Semantik dengan Sintaksis

Diterima tidaknya sebuah kalimat bukan hanya masalah gramatikal, tetapi juga
masalah semantik. Contoh:

Andi memanjat pohon di belakang rumah tadi siang.

S P O ket.tempt ket.waktu

Pohon memanjat Andi di belakang rumah tadi siang.

S P O ket.tempt ket.waktu

Keduanya sama-sama kalimat, namun kalimat pertamalah yang dapat diterima karena
masuk akal berdasarkan makna.
Bab III

PENUTUP

Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasa dalam
makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan
dan kurungnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini
penulis banyak berharap kepada pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini.semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca khusus pada penulis.

Demikianlah makalah yang kami buat ini,semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan
para pembaca.kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat yang kurang jelaz,dimengerti dan lugas.karena kami hanyalah manusia biasa yang tak
luput dari kesalahan dan kami juga mengharapkan saran kritik dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.sekian penutup dari kami semoga dapat di terima di hati dan kami
ucapkan terimah kasih sebesar-besarnya.

A. KESIMPULAN

Dalam kehidupan bahasa indonesia,jenis makna kata sangat penting untuk kita
pelajari.pengetahuan tentang makna kata mempengaruhi tentang suatu kalimat.dalam makna
kata ,di pelajari pengertian jenis makna kata,relasi makna kata dan perubahan makna kata.ada
beberapa kata yang memiliki makna yang berhubungan atau memiliki relasi,seperti
sinonim,antonim,dan lain sebagainya.ada pula satu kata yang makna dulunya berbeda dari
makna sekarang,seperti spesialisasi dan lain sebagainya.

B. SARAN

Saran ini ditunjukan untuk masyarakat dan umumnya .untuk para mahasiswa dan
mahasiswi. terlebih dahulu memerhatikan kebahasan bahasa indonesia .kita harus
melestarikan bahasa indonesia sebagai bahasa nasional.perubahan yang terjadi perlu kita
cermati dengan baik agar keaslian bahasa indonesia tetap terjaga dengan baik.
Daftar pustaka

www.scribd.com/doc/82866794/Makna_kata

Ahyar,Juni.2015.Bahasa Indonesia dan penulisan Ilmiah.Lhokseumawe:CV.BieNa Edukasi.

www.wikipedia.org/w/index/Pedoman Gaya(Bagian Kata sebagai Kata).

Anda mungkin juga menyukai