DISUSUN OLEH :
1951041021
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Konsep dan Batasan Semantik Bahasa Indonesia...................................................3
B. Objek Kajian Semantik..........................................................................................4
C. Hubungan Semantik dengan Ilmu Lain..................................................................4
D. Pendekatan Semantik dan Aspek-Aspek Semantik................................................5
E. Jenis dan Perubahan Makna...................................................................................7
F. Relasi Makna........................................................................................................11
G. Analisis Komponen Makna Semantik..................................................................13
H. Kategori Makna....................................................................................................14
I. Leksikon dan Perkembangan Leksikon................................................................15
J. Idiom dan Ragam Idiom.......................................................................................16
K. Eufemisme dan Disfemia.....................................................................................18
BAB III............................................................................................................................20
PENUTUP.......................................................................................................................20
A. Kesimpulan..........................................................................................................20
B. Saran....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa adalah alat berkomunikasi yang digunakan oleh setiap makhluk hidup.
Bahasa juga merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti
atau makna pada setiap kata yang di ucapkan. Semantik merupakan salah satu
cabang ilmu dalam studi linguistik yang membicarakan makna yaitu makna
kata dan kalimat. Hal ni berarti bahasa sangat penting bagi manusia. Bahasa
sebagai alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada
setiap perkataan yang diucapkan juga sebagai suatu unsur yang dinamik, yakni
bahasa selalu di analisi dan dikaji dengan menggunakan berbagai pendekatan.
Salah satunya adalah pendekatan semantik.
Semantik adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu
kebahasaan yang mengkaji makna. Semantik juga merupakan salah satu
cabang kajian gagasan yang kemudian diangkat oleh disiplin ilmu linguistik
sebagai salah satu dari komponen bahasa yang utama selain sintaksis,
morfologi dan fonologi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1
1. Apakah yang dimaksud dengan konsep dan batasan semantik bahasa
Indonesia?
2. Apa sajakah objek kajian semantik?
3. Bagaimana hubungan semantik dengan imu lain?
4. Bagaimana pndekatan semantik dan aspek-aspek semantik?
5. Apa sajakah jenis dan perubahan makna?
6. Apakah yang dimaksud dengan relasi makna?
7. Apakah yang dimaksud dengan analisis komponen makna semantik?
8. Apa yang dimaksud dengan kategori semantik?
9. Apakah yang dimaksud leksikon dan perkembangan leksikon?
10. Apakah yang dimaksud idiom dan ragam idiom?
11. Apakah yang dimaksud dengan eufemisme dan disfemia?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan makalah ini yaitu untuk mengetahui :
1. Konsep dan batasan semantik.
2. Objek kajian semantik.
3. Hubungan semantik dengan ilmu lain.
4. Pendekatan semantik.
5. Jenis-jenis dan perubahan makna.
6. Relasi makna.
7. Analisis komponen makna.
8. Kategori semantik.
9. Leksikon dan perkembangan leksikon.
10. Idiom dan ragam idiom.
11. Eufemisme dan disfemia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sedangkan batasan cakupan dari semantik adalah makna atau arti yang
berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal (Abdul 1990).
Objek kajian semantik adalah makna atau arti suatu bahasa. Leech,
(1983:8-10) menjelaskan “objek kajian semantik adalah makna satuan
bahasa yang tidak dihubungkan dengan konteks tuturan. Semantik
mengkaji tanda bahasa dengan konsep serta acuan baik secara leksikal
maupun gramatikal” (Pateda 1986).
Kajian semantik pada tataran fonologi berupa analisis fonem sebagai
pembeda makna dalam kontras minimal. Kajian semantik dalam tataran
morfologi berupa makna leksem dan kata. Kajian semantik dalam tataran
sintaksis berupa makna satuan bahasa berupa frasa, klausa, dan kalimat.
Kajian semantik tataran wacana berupa makna paragraf atau makna sebuah
teks. Leech (1983/1993: 8—10) “makna yang terbentuk akibat satu satuan
bahasa dihubungkan dengan konteks non linguistik, yaitu situasi tutur dan
nilai-nilai budaya tertentu merupakan objek kajian pragmatik”. Wijana
(1996: 2—3) dan Purwo (1990: 16) menyatakan “makna yang di telaah
semantik yang bebas konteks, sedangkan makna yang dikaji dalam
pragmatik adalah makna yang terikat konteks”(Pateda 1986).
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa semantik itu merupakan
subsistem atau bagian bahasa yang mengkaji makna satuan bahasa yang
tidak disertai dengan konteks nonlinguistics.
4
1. Hubungan Semantik dengan Ilmu Linguistik
Semantik dan ilmu linguistik memiiki hubungan erat karena ketika
berkomunikasi dengan orang lain tentu kita memiliki makna yang ingin
disampaikan. Jadi, pemaknaan itu penting dalam berbahasa karena jika
berbahasa tanpa memahami makna sama saja dengan berbicara tanpa arah
dan tujuan yang jelas.
Terdapat 3 bagian hubungan semantik dengan ilmu linguistik yaitu :
1) Fonologi, merupakan ilmu yang mempelajari tentang bunyi bahasa yang
dapat membedakan makna. Contoh perbedaan bunyi bahasa yang
membedakan makna yaitu : kata apel yang bermakna buah dengan kata
apel yang bermakna upacara.
2) Morfologi, merupakan ilmu tentang morfem (kata) yang akan memiiki
makna berbeda didalam kamus jika katanya ditambahkan. Contoh : -kaki-
kaki meja-kaki gunung.
3) Sintaksis, merupakan kalimat yang digunakan setiap manusia yang
berbicara. Kalimat ini memiliki makna, contohnya : April memakan bakso
tadi siang.
2. Hubungan Semantik dengan Filsafat
Filsafat berkaitan erat dengan semantik karena masalah makna tertentu
dapat dijelaskan secara filosofis (misalnya makna ungkapan dan pribahasa).
3. Hubungan Semantik dengan Antropologi
Antropologi mempunyai hubungan yang erat dengan semantik, karena
analisis makna dalam linguistik (bahasa) dapat menyajikan klasifikasi
budaya pemakai bahasa (sosiolinguistik) secara praktis.
4. Hubungan Semantik dengan Psikologi
Psikologi berhubungan erat dengan semantik, karena psikologi
memanfaatkan gejala kejiwaan yang ditampilkan manusia secara verbal
ataupun nonverbal.
5. Hubungan Semantik dengan Sosiologi
5
Sosiologi mempunyai kepentingan erat dengan semantik, karena
ungkapan atau ekspresi tertentu dapat menandai kelompok sosial atau
identitas sosial tertentu.
6
dengan kata “karena” Untuk itu dicoba dengan tes (khusus kata sebab dan
karena) :
Ia sakit sebab mandi hujan.
Ia sakit karena mandi hujan.
Terlihat bahwa kata “sebab” maupun kata “karena” dapat digunakan dalam kedua
kalimat ini.
Selain dua pendekatan tersebut, pendekatan makna dapat dilihat pula dari
hubungan-hubungan fungsi yang berbeda di dalam bahasa. Pada umumnya orang
membedakan pendekatan ekstensional dan pendekatan intensional. Yang
dimaksud dengan pendekatan ekstensional ialah pendekatan yang memusatkan
perhatian pada struktur-struktur konseptual yang berhubungan dengan unit-unit
utama (bandingkan dengan pendekatan analitik). Pendekatan ekstensional boleh
saja merujuk pada keseluruhan, kejadian, abstraksi atau reaksi pembicara terhadap
satuan-satuan. Misalnya kita melihat kendaraan bertabrakan, maka dengan cepat
kita berkata “ada kecelakaan.” Analisis kita segera berhubungan dengan (i) pola-
pola yang hadir bersama-sama, (ii) substitusi, binatang – kucing; dan (iii) lawan
kata. Pada peristiwa tabrakan tadi, kita mengetahui bahwa kejadian seperti itu
namanya tabrakan. Dengan kata lain kita mengerti makna kata tabrakan,
bertabrakan. Sebaliknya, pendekatan intensional memusatkan perhatian pada
struktur-struktur konseptual yang berhubungan dengan unit linguistik tertentu dan
meramalkan bagaimana unit-unit tersebut dapat digunakan di dalam usaha
memaknakan acuan tertentu. Pendekatan intensional di dasarkan pada prosedur
mengontraskan dan membandingkan. Pada mental image terjadi proses
pembayangan. Proses pembayangan itu dapat terwujud bayangan terhadap wujud
konkretnya, sifat, besar, warna, tinggi, panjang (Pateda 1986).
1. Jenis-Jenis Makna
a) Referensial dan Non Referensial
7
Referensial adalah kata-kata yang memiliki rujukan. Sedangkan, non
referensial adalah kata-kata yang tidak memiliki rujukan (Chaer dan
Muliastuti 2014).
Contoh:
Referensial: kata meja bermakna referensial karena memiliki referen, yaitu
sejenis perabot rumah tangga yang disebut meja (Pateda 1986, 110).
Non-referensial: kata karena tidak mempunyai referen sebab kata “karena”
termasuk kata yang bermakna nonreferensial (Pateda 1986, 110).
b) Denotatif dan Konotatif
Denotatif adalah kata yang memilliki makna yang sebenarnya. Sedangkan,
konotatif adalah kata yang memiliki makna rasa baik positif maupun negatif.
Contoh:
Denotatif : kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna
yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
Konotatif: kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti
’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif.
c) Kata dan Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya
makna kata akan jelas jika“kata” itu sudah berada di dalam konteks
kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, “istilah”
mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan,
meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa
“istilah” itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah
hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu (Chaer
1995). Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh
berikut :
Tangannya luka kena pecahan kaca
Lengannya luka kena pecahan kaca
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim
atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu
memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan
8
sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan
sampai ke pangkal bahu.
d) Konseptual dan Asosiatif
Konseptual adalah makna yanng dimiliki oleh sebuah kata yang
terlepas dari konteks asosiasi. Sedangkan, asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata
itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa (J. D. Parera 1991).
Contoh:
Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang
biasa dikendarai’.
Kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
e) Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”diramalkan”
dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara
gramatikal. Sedangkan, peribahasa memiliki makna yang masih dapat
ditelusuri atau dilacak dari makna unsur- unsurnya karena adanya
”asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa (Pateda
1986).
Contoh:
Bentuk membanting tulang dengan makna ’bekerja keras’, meja hijau dengan
makna ’pengadilan’.
Peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna ’dikatakan ihwal dua
orang yang tidak pernah akur’.
2. Perubahan Makna
a) Perluasan Makna (generalisasi)
Perluasan makna ialah perubahan makna dari yang lebih khusus atau
sempit ke yang lebih umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut lebih
luas daripada makna lama.
Contoh:
Makna Lama Makna Baru
Bapak (orang tua laki-laki) Bapak (semua orang laki-laki yang
9
lebih tua atau berkedudukan lebih
tinggi)
Saudara (anak yang sekandung) Saudara (orang yang sama umur/
derajat)
b) Penyempitan Makna (Spesialisasi)
Penyempitan makna ialah perubahan makna dari yang lebih umum/
luas ke yang lebih khusus/ sempit. Cakupan baru/ sekarang lebih sempit
daripada makna lama (semula).
Contoh:
Makna Lama Makna Baru
Sarjana : cendikiawan Sarjana : lulusan perguruan tinggi
Pendeta : orang yang berilmu Pendeta : guru Kristen
c) Peninggian Makna (ameliorasi)
Peninggian makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna
yang baru dirasakan lebih tingg/ hormat/ halus/ baik nilainya daripada
makna lama.
Contoh:
Makna Lama Makna Baru
Buruh Pekerja Pabrik/Karyawan
Bunting Hamil
d) Penurunan Makna (Peyorasi)
Penurunan makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna
baru dirasakan lebih rendah/ kurang baik/ kurang menyenangkan nilainya
daripada makna lama.
Contoh:
10
Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat
antara makna lama dan makna baru.
Contoh:
Makna Lama Makna Baru
Amplop (sampul surat) Amplop (uang sogok)
Bunga (bagian dari tumbuhan) Bunga (gadis cantik)
Mencatut (mencabut dengan catut) Mencatut (menarik keuntungan)
f) Pertukaran (sinestesia)
Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua
indera yang berbeda dari indera penglihatan ke indera pendengar, dari
indera perasa ke indera pendengar, dan sebagainya (Pateda 1986).
Contoh:
Suaranya terang sekali (pendengaran - penglihatan)
Rupanya manis (penglihat - perasa)
Namanya harum (pendengar - pencium)
F. Relasi Makna
11
yang berbeda. Contoh : bang arti sebutan saudara laki-laki dan bank arti
tempat penyimpanan dan pengkreditan uang. dan homografi yaitu kata
yang memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda Contoh: apel
arti buah dan apel arti rapat, pertemuan. Homofoni dilihat dari segi
“bunyi” (homo=sama, fon=bunyi), sedangkan homografi dilihat dari segi
“tulisan, ejaan” (homo=sama, grafo=tulisan) (Abdul 1990).
4. Hiponimi Dan Hipernimi
Hiponimi dalam pasangan kata adalah hubungan kata antara yang lebih
kecil (secara ekstensional) dan kata yang lebih besar (secara ekstensional
pula). Contohnya : merah merupakan hiponimi dari warna, dan ikan
hipernimi dari tongkol, gabus, lele, teri. Jika relasi antara dua buah kata
yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim bersifat dua arah, maka
relasi anatar dua buah kata yang berhiponim ini adalah searah.
5. Polisemi
Polisemi adalah relasi makna suatu kata yang memiliki makna lebih
dari satu atau kata yang memiliki makna yang berbeda-beda tetapi masih
dalam satu aluran arti. Dalam kasus polisemi ini, biasanya makna pertama
(yang didaftarkan kamus) adalah makna leksikal, makna denotatif dan
makna konseptualnya. Yang lainnya adalah makna yang dikembangkan
berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan
ujaran itu. Oleh karena itu, makna pada polisemi masih berkaitan satu
sama lain (Pateda 1986).
Contoh:
Rambut di kepala nenek sudah putih.( Kepala yang berarti bagian tubuh yang
bagian atas)
Pak Harjo adalah seorang kepala sekolah.( Kepala yang menyatakan
pimpinan)
6. Ambiguitas
Ambiguitas adalah gejala yang terjadi akibat kegandaan makna akibat
tafsiran gramatikal yang berbeda. Tergantung jeda dalam kalimat.
12
Umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena bahasa tulis unsur
suprasegmentalnya tidak dapat digambarkan secara akurat.
Contoh: Buku sejarah baru. Dapat diartikan (1) buku sejarah yang baru. Dapat
juga bermakna (2) buku tentang sejarah baru.
7. Redundansi
Makna redudansi diartikan sebagai kata yang berlebih-lebihan
pemakaian unsur segmental dalam satu bentuk ujaran. Secara semantik
masalah redudansi sebetulnya tidak ada, sebab salah satu prinsip dasar
semantik adalah bila bentuk berbeda maka makna pun akan berbeda.
Contoh : Hamid menggenakan topi berwarna ungu, tidak akan berbeda
maknanya dengan Hamid bertopi ungu.
8. Meronimi
Meronimi adalah bentuk ujaran yang maknanya merupakan bagian
atau komponen dari bentuk ujaran yang lain. Contohnya pintu, jendela,
dan atap adalah meronimi dari rumah.
9. Makna Asosiatif
Makna asosiasi adalah makna kata yang berkenaan dengan adanya
hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Contohnya
kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian, kata merah
berasosiasi berani.
Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah
komponen yang disebut komponen makna, yang membentuk keseluruhan
makna kata itu. Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri, atau
13
disebutkan satu per satu. Berdasarkan pengertian-pengertian yang
dimilikinya.
Analisis komponen makna ini dapat dimanfaatkan untuk mencari
perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim; untuk membut prediksi
makna-makna gramatikal afikasi, reduplikasi, dan komposisi dalam bahasa
Indonesia; dan digunakan untuk meramalkan makna gramatikal, dapat
juga kita lihat pada proses redupliakasi dan komposisi.
Contoh:
Komponen makna Ayah Ibu
1. Manusia + +
2. Dewasa + +
3. Jantan + -
4. Betina - +
14
komponensial ini berdasarkan kepada kepercayaan bahwa makna kata
dapat dipecah-pecah menjadi elemen-elemen makna yang merupakan ciri
makna yang bersangkutan. Elemen-elemen itu disebut komponen makna,
oleh karena itu analisis ini disebut analisis komponensial (Kentjono, 1990:
82).
Analisis ini dapat dipergunakan untuk mendeskripsikan tata hubungan
antar butir leksikal dalam sebuah medan makna atau mendeskripsikan
sistem dan struktur medan leksikal (Wedhawati (1999) dalam Ainin dan
Asrori, 2008: 110). Oleh karena itu cara ini lebih tepat dipakai untuk
memerikan makna leksikon. Makna suatu leksikon dapat diungkap bila
unsur-unsur pemberi makna bisa diungkapkan.
Kentjono (1990: 83) memberikan contoh komponen makna yang
disusun dan digambarkan dengan diagram seperti berikut.
Dewasa = kawin
Manusia = anak-anak belumkawin
Bernyawa = hewan
Benda = tidak bernyawa
H. Kategori Makna
15
merugi, lokatif, keadaan, keadaan pengalaman, keadaan benefaktif, dan keadaan
lokatif;
3. Kategori adjektifal atau kata sifat (bahasa latin:adjektivum) merupakan kelas
kata yang ”tugasnya” mengubah kata benda atau kata ganti, memiliki delapan tipe
(Chaer 2007).
16
Misalnya : Andi merayakan hari Pendidikan Nasional dengan
mengikuti upacara di sekolahnya.
5. Pertukaran Tanggapan Indera (Sinestesia)
Pengalihan dari indera rasa ke indera dengar. Misalnya: Gadis
itu sedap dipandang mata.
6. Perbedaan Tanggapan
Contoh kata bunting mempunyai nilai rasa lebih rendah daripada kata
hamil.
7. Adanya Penyingkatan
Kata puskesmas digunakan untuk menyingkat “Pusat
Kesehatan Masyarakat”.
8. Pengembangan Istilah
Contoh: apel, mulanya bermakna ‘upacara’, tapi sekarang ada
pengembangan istilah dikalangan remaja,apel yang berarti ‘kunjungan
ketempat pacar’(Pateda 1986).
Idiom atau ungkapan adalah konstruksi unsur bahasa yang saling memilih,
masing-masing unsurnya mempunyai makna yang ada karena bersama yang lain.
Makna yang terdapat dalam idiom disebut makna idiomatis, yakni makna yang
tidak bisa diterangkan secara logis atau gramatikal dengan bertumpu pada makna
kata-kata yang menjadi unsurnya.
Terdapat beberapa jenis dalam idiom, diantaranya ialah sebagai
berikut:
1. Jenis Idiom Berdasarkan Makna Unsur Pembentukannya
Berdasarkan pentingnya unsur-unsur pembentukannya, bisa dibagi menjadi
berbagai jenis, yakni:
a. Idiom Penuh
Idiom penuh merupakan adanya sebuah bentuk ekspresi, artinya tidak
tercermin dalam komponen. Contohnya: Darah biru berarti bangsawan
atau orang istana.
17
b. Idiom Sebagian
Idiom Sebagian merupakan sebuah bentuk ekspresi, artinya masih
tercermin dalam makna komponennya. Contohnya : Kabar Angin berarti
rumor.
2. Jenis idiom berdasarkan pemilihan kata
Berdasarkan pilihan kata, idiom dapat dibagi menjadi beberapa
bagian, termasuk:
a. Idiom dengan Bagian Tubuh
Merupakan sebuah ungkapan yang telah diekspresikan oleh deskripsi
bagian tubuh. Contohnya : Darah daging berarti anak kandung.
b. Idiom dengan Kata Indera
Merupakan sebuah bekspresi yang ekspresinya dibandingkan dengan
makna kata. Contohnya :Kerendahan hati berarti seseorang yang tidak
sombong.
c. Idiom dengan Nama Benda Alam
Merupakan sejenis idiom yang wahyunya disamakan dengan benda-
benda alami di lingkungan. Contohnya : Pengaturan bulan berarti
seseorang yang sangat beruntung.
d. Idiom Dengan Bagian Tumbuhan
Adalah sebuah idiom yang ekspresinya dibandingkan dengan bagian-
bagian tanaman. Contohnya : Kembang desa berarti gadis berwajah cantik.
e. Idiom Dengan Nama Binatang
Adalah adanya sebuah ekspresi yang ekspresinya dibandingkan dengan
binatang. Contohnya : Daya badak berarti orang dengan energi yang kuat.
f. Ucapan dengan angka
Adalah sejenis idiom yang ekspresinya dibandingkan dengan angka.
Contohnya : Kami sangat setuju bersama.
g. Idiom Dengan Warna
Suatu jenis wahyu disamakan dengan beberapa warna. Contohnya :
Wajah merah berarti orang yang merasa malu.
18
K. Eufemisme dan Disfemia
1. Eufemisme
Menurut KBBI edisi III 2001, eufemisme merupakan ungkapan yang lebih
halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, dianggap dapat
merugikan atau tidak menyenangkan. Eufemisme digunakan sebagai ungkapan
yang dapat menggantikan sesuatu yang dianggap tidak berkenan, untuk
menghindari rasa malu, menghindari kata yang dapat membuat orang lain
tersinggung. Sehingga dalam berkomunikasi dapat memberi kesan sopan dan
dapat menghindari ungkapan yang tidak menyenangkan (Setiawan 2012).
Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu "eu" (bagus) dan
"phemoo" (berbicara). Eufemisme berarti berbicara dengan ungkapan yang
baik dan sopan.
Contoh :
Dimana kamar kecilnya? (lebih sopan dibanding "tempat kencing")
Akan dilakukan penyesuaian harga bahan bakar. (lebih halus dibanding
"kenaikan harga")
2. Disfemia
Disfemia merupakan pengasaran, yaitu kebalikan dari penghalusan
(Chaer, 1995: 145). Disfemia merupakan usaha untuk mengganti kata-kata
yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya
kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam
situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan, misalnya
kata mencaplok digunakan untuk menyatakan makna ‘mengambil dengan
begitu saja’, seperti dalam kalimat dengan seenaknya Israel mencaplok
wilayah Mesir, kata beringas dipakai untuk menyatakan makna ‘garang
dan liar’, seperti dalam kalimat sewaktu terjadi kerusuhan di Solo
beberapa tahun lalu, ia juga terjun ke lapangan menghadapi ribuan massa
yang beringas, dan menjarah. Banyak juga kata yang sebenarnya bernilai
kasar yang sengaja digunakan untuk lebih memberikan tekanan tetapi
tanpa terasa kekasarannya. Kata menggondol yang biasa digunakan untuk
19
binatang, misalnya dalam kalimat Anjing menggondol tulang. Kata-kata
yang maknanya memiliki komponen semantis yang negatif dapat
digunakan penutur untuk menyerang orang lain, oleh karena itu, Wijana
(1999: 63) mengungkapkan bahwa disfemia merupakan penggunaan
bentuk-bentuk kebahasaan yang memiliki nilai rasa tidak sopan atau yang
ditabukan. Berdasarkan definisi yang diberikan para ahli di atas dapat
disimpulkan, bahwa disfemia merupakan usaha penggunaan bentuk-
bentuk kebahasaan yang mempunyai nilai rasa kasar, tidak sopan atau
yang ditabukan.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau
makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Semantik merupakan salah satu
cabang ilmu yang dipelajari dalam studi linguistik. Dalam semantik kita
mengenal yang disebut klasifikasi makna, relasi makna, perubahan makna,
analisis makna dan makna pemakaian bahasa. Semantik adalah subdisipin
linguistik yang membicarakan makna yaitu makna kata dan makna kalimat.
Dalam studi bahasa (linguistika), semantik sangat diperlukan guna
mempermudah telaah unsur-unsur bahasa yang dijadikan objek kajian. Seperti
yang telah dijelaskan, Semantik adalah ilmu tentang makna, suatu cabang dari
ilmu bahasa (linguistika). Maka, guna memperoleh dasar dalam penelitian
bahasa, seorang linguis harus menguasai semantik agar tidak terjadi kesalahan
dalam proses penelitian bahasa yang ia lakukan, mengingat begitu banyaknya
variasi makna dalam satu atau dua kata.
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Chaer. 1990. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, Jakarta.
Setiawan, Ebta. 2012. “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online.” KBBI.
iii