Anda di halaman 1dari 24

FONOLOGI, MORFOLOGI DAN SINTAKSIS

MAKALAH
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang
untuk Memenuhi Tugas yang Dibina Oleh

Dosen : Dra.Ratna Trieka Agustina, S.Pd, M.Pd


Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Disusun Oleh :
Della Aulya Wardany 190151602673
Larasita 190151602423
Salsabilla Syadza Athallah Handoko 190151602663

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Atas segala rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Fonologi,
Morfologi dan Sintaksis. Salawat serta salam semoga tercurahkan pula atas keluarga,
sahabat dan seluruh umat NYA yang taat terhadap ajarannya sampai akhir zaman.

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah semester ganjil tahun 2019. Dalam pembuatan makalah ini kami sangat
banyak memperoleh bantuan berupa bimbingan, saran-saran serta petunjuk tentang
segala hal yang berhubungan dengan pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca,
harapan dari kami semoga makalah yang memuat pengalaman dan pengetahuan yang
didapatkan selama mempelajari materi Fonologi, Morfologi dan Sintaksis ini bisa
berguna.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi kami
sebagai mahasiswa/mahasiswi baru di Universitas Negeri Malang Tahun 2019 dan
khususnya para pembaca pada umumnya.

Malang, 01 September 2019

Tim Penulis,

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................................... 2
BAB II....................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 3
A. Fonologi .................................................................................................................... 3
B. Fonem-fonem Bahasa Indonesia ............................................................................... 5
C. Morfologi .................................................................................................................. 7
D. Morfem-morfem Bahasa Indonesia ........................................................................ 13
E. Sintaksis .................................................................................................................. 15
F. Kalimat Efektif........................................................................................................ 17
G. Paragraf Deduktif dan Induktif ................................................................................ 19
BAB III ................................................................................................................................... 20
PENUTUP .......................................................................................................................... 20
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 20
B. Saran ....................................................................................................................... 20
DAFTAR RUJUKAN ............................................................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kalau kita perhatikan dengan baik, dalam kehidupan sehari-hari masih banyak
masyarakat yang memakai bahasa Indonesia tetapi tuturan atau ucapan daerahnya
terbawa ke dalam tuturan bahasa Indonesia. Tidak sedikit seseorang yang
berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan lafal atau intonasi Jawa, Batak,
Bugis, Sunda dan lain sebagainya. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar
bangsa Indonesia memposisikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
Sedangkan bahasa pertamanya adalah Bahasa daerah masing-masing. Bahasa
Indonesia hanya digunakan dalam komunikasi tertentu, seperti dalam kegiatan-
kegiatan resmi.

Selain itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar,


istilah yang dikenal dan lazim digunakan guru adalah istilah “huruf” walaupun
yang dimaksud adalah “fonem”. Mengingat keduanya merupakan istilah yang
berbeda, untuk efektifnya pembelajaran, tentu perlu diadakan penyesuaian dalam
segi penerapannya.

Oleh karena itu, untuk mencapai suatu ukuran lafal atau fonem baku dalam
bahasa Indonesia, sudah seharusnya lafal-lafal atau intonasi khas daerah itu
dikurangi jika mungkin diusahakan dihilangkan. Sebagai seorang guru,
pemahaman struktur fonologi, morfologi dan sintaksis bahasa Indonesia selain
dapat menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar
dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan
berbahasa siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas ditemukan beberapa permasalahan,
diantaranya:
1. Apakah yang dimaksud dengan fonologi?
2. Bagaimana membedakan ilmu-ilmu bahasa yang tercakup dalam fonologi?
3. Bagaimana mengidentifikasi fonem-fonem bahasa Indonesia?
4. Apakah yang dimaksud dengan morfologi?
5. Bagaimana mengidentifikasi morfem-morfem bahasa Indonesia?
6. Apakah yang dimaksud dengan sintaksis?
7. Bagaimana membedakan frasa, klausa dan kalimat?
8. Apa itu kalimat efektif?
9. Apakah yang dimaksud dengan paragraph deduktif dan induktif?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk menjelaskan pengertian fonologi.
2. Untuk membedakan ilmu-ilmu bahasa yang tercakup dalam fonologi.
3. Untuk mengidentifikasi fonem-fonem bahasa Indonesia.
4. Untuk menjelaskan pengertian morfologi.
5. Untuk mengidentifikasi morfem-morfem bahasa Indonesia.
6. Untuk menjelaskan pengertian sintaksis.
7. Untuk membedakan frasa, klausa dan kalimat.
8. Untuk mengidentifikasi kalimat efektif
9. Untuk menjelaskan makna paragraph deduktif dan induktif.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fonologi
1. Pengertian Fonologi
Fonologi berkonsentrasi pada persoalan bunyi, karena seperti yang
sudah kita ketahui bahwa material bahasa adalah bunyi-bunyi ujar. Secara
definisi, fonologi diartikan oleh Soeparno (2002: 79) sebagai subdisiplin
linguistik yang mempelajari bunyi bahasa yang tanpa menghiraukan arti
maupun yang tidak. Kemudian, dalam fonologi dibagi menjadi dua jenis,
yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik ialah ilmu bahasa yang mempelajari
bunyi bahasa tanpa menghiraukan arti, sedangkan fonemik ialah ilmu
bahasa yang mempelajari bunyi bahasa yang membedakan arti. Dari kedua
jenis fonologi tersebut, dapat disimpulkan bahwa fonologi memiliki dua
cabang kajian, yaitu fonetik dan fonemik.

2. Ilmu-Ilmu yang Tercakup dalam Fonologi


Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian yakni fonetik dan
fonemik.
a) Fonetik
Menurut Samsuri (1994), fonetik adalah studi tentang bunyi-
bunyi ujar. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1997), fonetik diartikan sebagai bidang linguistik tentang
pengucapan (penghasilan) bunyi ujar atau fonetik adalah sistem
bunyi suatu bahasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa
yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu
dihasilkan. Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi
bahasa itu, menjadi tiga jenis fonetik, yaitu:
1) Fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik
fisiologi, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat
bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa
serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
2) Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa
fisis atau fenomena alam (bunyi-bunyi itu diselidiki
frekuensi getaranya, aplitudonya, dan intensitasnya).
3) Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme
penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dari ketiga
jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia
lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah
yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi
bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan
fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan
fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia
lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan
dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau
diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan
bidang fisika, dan fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.

b) Fonemik
Menurut Soeparno (2002: 86), fonemik khusus mempelajari
bunyi-bunyi bahasa yang membedakan arti saja. Bunyi bahasa yang
membedakan arti itu disebut fonem. Maka dengan kata lain bahwa
fonemik mempelajari fonem-fonem dan segala realisasi dan
variasinya. Objek kajian dari fonemik adalah fonem. Secara umum,
fonem dibagi menjadi dua macam, yaitu fonem segmental dan
fonem suprasegmental. Fonem segmental adalah fonem yang

4
memiliki tempat di dalam urutan atau deretan sintagmatik.
Sedangkan, fonem suprasegmental adalah fonem yang tidak
memiliki tempat di dalam urutan sintagmatik.
1) Fonem segmental terdiri dari vokal dan konsonan, selain itu
terdapat diftong dan klaster. Diftong didefinisikan
Kridalaksana (2001: 43) sebagai bunyi bahasa yang pada
waktu pengucapannya ditandai oleh perubahan gerak lidah
dan perubahan tamber satu kali, dan yang berfungsi sebagai
inti dari suku kata, misal /ay/ pada kata lambai /lambay/.
Sedangkan klaster adalah gugus konsonan dalam batas
silabel (suku kata). Berdasarkan posisinya dalam suku kata
ada dua macam klaster, yaitu kalster inisial dan klaster final.
Contoh dari klaster inisial, yakni /drama/ dan /tradisi/,
sedangkan contoh pada klaster final, yaitu /film/ dan
/modern/.
2) Fonem suprasegmental tidak memiliki tempat di dalam
struktur. Kehadirannya hanya “membonceng” pada fonem
segmental atau struktur lain. Fonem suprasegmental ini
terdiri dari tiga macam, yaitu tekanan, nada, dan tempo.
Lebih lanjut, menurut Soeparno (2002: 88), dalam bahasa
Indonesia ketiga macam fonem suprasegmental tersebut
tidak membedakan arti, akan tetapi jika bergabung bersama
akan membentuk suatu intonasi.

B. Fonem-fonem Bahasa Indonesia


1. Pengertian Fonem
Santoso (2004) menyatakan bahwa fonem adalah setiap bunyi ujaran
dalam satu bahasa mempunyai fungsi membedakan arti. Bunyi ujaran yang
membedakan arti ini disebut fonem. Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena

5
belum mengandung arti. Tidak berbeda dengan pendapat tadi, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1997) tertulis bahwa yang dimaksud fonem adalah
satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang bersifat
fungsional, artinya satuan memiliki fungsi untuk membedakan makna.
Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti.

2. Jenis-jenis Fonem
Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem, yang terdiri atas:
a) fonem vokal 6 buah(a, i. u, e, ∂, dan o)
b) fonem diftong 3 buah,
c) fonem konsonan 23 buah (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, η, s, h, r, l, w,
dan z).
1) Fonem vocal
Fonem vokal yang dihasilkan tergantung dari beberapa hal:
• Posisi bibir (bentuk bibir ketika mengucapkan
sesuatu bunyi).
• Tinggi rendahnya lidah (posisi ujung dan belakang
lidah ketika mengucapkan bunyi.
• Maju-mundurnya lidah (jarak yang terjadi antara
lidah dan lengkung kaki gigi).
2) Fonem diftong
Diftong dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)
dinyatakan sebagai vokal yang berubah kualitasnya. Dalam
sistem tulisan, diftong dilambangkan oleh dua huruf vokal.
Kedua huruf vokal itu tidak dapat dipisahkan. Bunyi /aw/
pada kata pulau adalah diftong, sehingga <au> pada suku

6
kata –lau tidak dapat dipisahkanmenjadi la-u seperti pada
kata mau.
3) Fonem Konsonan
Konsonan adalah bunyi bahasa yang ketika dihasilkan
mengalam hambatan-hambatan pada daerah artikulasi
tertentu.

C. Morfologi
1. Pengertian Morfologi
Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang
mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan
bentuk kata terhadap golongan kata dan arti kata, atau dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun
fungsi semantik.
Berdasarkan distribusinya, morfem dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas maksudnya
morfem yang dapat berdiri sendiri, atau dengan kata lain morfem bebas ini
sudah dapat disebut dengan kata. Misalnya, buku, lemari, meja, botol, dll.
Sedangkan, morfem terikat maksudnya morfem yang tidak dapat berdiri
sendiri. Kehadirannya selalu diikuti dengan morfem yang lain. Misalnya,
meN-, peN-, di-, ter-, -an, dll. Dalam bentuk bebas (morfem bebas), biasanya
memiliki arti leksikal, sedangkan bentuk terikat biasanya tidak memiliki arti
leksikal, namun memiliki arti gramatikal.
Ada juga bentuk terikat yang memiliki arti leksikal. Bentuk bebas yang
yang tidak memiliki arti leksikal disebut dengan partikel. Bentuk terikat
yang memiliki arti leksikal disebut dengan klitik.

2. Proses Morfologi

7
Proses morfologis merupakan proses pembentukan kata, dari bentuk
dasar yang merupakan input menjadi bentuk-bentuk lain yang merupakan
output. Proses morfologi dibagi menjadi tiga yaitu:
a) Proses Afiks adalah pembubuhan afiks pada sesuatu satuan, baik
satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk
membentuk kata.
1) Prefiks, yaitu afiks yang diletakkan di muka (depan) bentuk
dasar. Contoh: me-, di-, ber-, ke-, ter-, pe-, per-, seb)
2) Infiks, yaitu afiks yang diletakkan di dalam (tengah) bentuk
dasar. Contoh: -el-, -em-, -er-, dan -inc)
3) Sufiks, yaitu afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar.
Contoh: -an, -kan, -i
4) Simulfiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri
segmental yang dileburkan pada dasar. Dalam bahasa
Indonesia, simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi dari
fonem pertama suatu bentuk dasar, dan fungsinya ialah
membentuk verba atau memverbalkan nomina, ajektiva atau
kelas kata lain. Contoh berikut terdapat pada bahasa
Indonesia nonstandar: kopi – ngopi, soto-nyoto, sate –nyate,
kabut –ngebut.
5) Konfiks, yaitu afiks yang terdiri dari dua unsur, satu di muka
bentuk dasar dan satu di belakang bentuk dasar dan
berfungsi sebagai satu morfem terbagi. Konfiks haru
dibedakan dari kombinasi konfiks. Konfiks adalah satu
morfem dengan satu makna gramatikal. Dalam bahasa
Indonesia, contoh konfiks adalah ke-an, pe-an, per-an, dan,
ber-an.
6) Superfiks atau suprafiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan
dengan ciri-ciri suprasegmental atau afiks yang

8
berhubungan dengan morfem suprasegmental. Afiks ini
tidak ada dalam bahasa Indonesia.
7) Kombinasi afiks, yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih
yang bergabung dengan bentuk dasar. Afiks ini bukan jenis
afiks yang khusus, dan hanya merupakan gabungan
beberapa afiks yang mempunyai bentuk dan makna
gramatikal tersendiri, muncul secara bersama pada bentuk
dasar, tetapi berasal dari proses yang berlainan. Contoh:
mempercayakan: sebuah bentuk dasar dengan kombinasi
dua afiks, satu prefiks dan satu sufiks. Dalam bahasa
Indonesia, kombinasi afiks yang lazim ialah me-kan, me-i,
memper-kan, ber-kan, ter-kan, per-kan, pe-an, dan se-nya.
b) Proses Pengulangan atau Reduplikasi
Merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan
mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik
bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks
maupun tidak.fonem konsonan 23 buah (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n,
η, s, h, r, l, w, dan z).
1) Pengulangan Seluruh adalah pengulangan seluruh bentuk
dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi
dengan pembubuhan afiks. Misalnya, buku menjadi buku-
buku, gol menjadi gol-gol, pengajuan menjadi pengajuan
pengajuan, perkataan menjadi perkataan-perkataan.
2) Pengulangan Sebagian adalah pengulangan sebagian dari
bentuk dasarnya. Dengan kata lain, bentuk dasar tidak
diulang seluruhnya. Hampir semua bentuk dasar
pengulangan golongan ini berupa bentuk kompleks.
Misalnya, membaca menjadi membaca-baca, mengemas
menjadi mengemas-ngemasi, minum menjadi minum-

9
minuman, perlahan menjadi perlahan-lahan, mancari
menjadi mencari cari. Namun, ada juga bentuk dasar
pengulangan berupa bentuk tunggal. Misalnya laki menjadi
lelaki, tamu menjadi tetamu, berapa menjadi beberapa,
pertama menjadi pertama-tama, serta segala menjadi segala-
gala. Kata pertama dan segala merupakan bentuk tunggal
karena dalam deretan morfologik tidak ada satuan terkecil
dari kedua kata tersebut.
3) Pengulangan yang Berkombinasi dengan Proses
Pembubuhan Afiks Dalam pengulangan jenis ini,
pengulangan bentuk dasar disertai dengan penambahan afiks
secara bersama-sama atau serentak dan bersama-sama pula
mendukung satu arti dan fungsi. Misalnya, kata kapal-
kapalan, merupakan hasil pengulangan bentuk dasar dengan
penambahan afiks. Bentuk dasar kata ulang itu adalah kapal,
tetapi bukan *kapalan atau kapal-kapal. Dikatakan demikian
karena kapalan tidak pernah dijumpai dalam pemakaian
sehari-hari, sedangkan kapal-kapal yang berarti “banyak
kapal‟ tidak ada kesinambungan arti dengan kapal-kapalan
yang berarti “menyerupai kapal‟. Contoh lain dari
pengulangan yang berkoombinasi dengan pembubuhan afiks
adalah lincah menjadi selincah-lincahnya, baik menjadi
sebaik-baiknya, kuning menjadi kekuning-kuningan,
berjauh menjadi berjauh-jauhan, tumbuhan menjadi
tumbuh-tumbuhan, berlarian menjadi berlari-larian,
tersenyum menjadi tersenyum-senyum, berkata menjadi
berkata-kata, ditarik menjadi ditarik-tarik, diperlambatkan
menjadi diperlambat-lambatkan, dll. Dari hasil penelitian,
ternyata pengulangan sebagian banyak terdapat dalam

10
bahasa Indonesia di samping pengulangan seluruh. Dalam
pengulangan sebagian memiliki kecenderungan untuk hanya
mengulang bentuk asalnya, yaitu bentuk yang belum
mengalami proses morfologis.
4) Pengulangan dengan Perubahan Fonem dalam jenis ini, kata
ulang yang pengulangannya termasuk jenis ini sebenarnya
sangat sedikit. Di samping kata bolak-balik, terdapat kata
kebalikan, sebaliknya, dibalik, membalik. Dari
perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata bolak-
balik dibentuk dari bentuk dasar balik yang diulang
seluruhnya dengan perubahan fonem, yaitu dari /a/ menjadi
/o/, dan /i/ menjadi /a/. Contoh lain misalnya, gerak-gerik
yang berbentuk dasar gerak setelah dibandingkan dengan
bentuk-bentuk, misalnya menggerakkan, digerakkan,
penggerakkan, bergerak, dan pergerakan. Gerak-gerik
terdapat perubahan fonem, dari fonem /a/ menjadi /i/. Pada
bentuk serba-serbi (bentuk dasar serba), terdapat perubahan
fonem, dari fonem /a/ menjadi fonem /i/. Selain contoh-
contoh tersebut yang merupakan perubahan fonem vokal,
terdapat juga perubahan fonem konsonan. Misalnya, bentuk
lauk menjadi lauk-pauk, ramah menjadi ramah tamah, sayur
menjadi sayur-mayur, serta tali menjadi tali-temali.
c) Proses Pemajemukan
Proses penggabungan kata yang terdiri dari dua kata sebagai
unsurnya. Di samping itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari
satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya. Contohnya, rumah
sakit, meja makan, kepala batu, keras hati, panjang tangan, kamar
gelap, mata pelajaran, mata kaki, daya tahan, daya juang, ruang
baca, tenaga kerja, kolam renang, jual beli, simpan pinjam, dll. Hasil

11
dari proses pemajemukan disebut dengan bentuk majemuk. Dari
penelitian Samsuri (dalam Muslich, 2010: 63), bahwa kata majemuk
bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam sembilan
kelompok. Berikut kesembilan kelompok beserta contohnya:
1) KB-KB: tuan rumah, kepala batu, mata keranjang, tanah air
2) KB-KK: roti bakar, kursi goyang, kamar tidur, ayam sabung
3) KB-KS: kursi malas, hidung belang, kepala dingin, bini
muda
4) KK-KB: tolak peluru, tusuk jarum, masuk angin, balas budi
5) KK-KK: turun minum, temu karya, pukul mundur, pulang
pergi
6) KK-KS: tertangkap basah, tahu beres, adu untung
7) KS-KB: gatal mulut, haus darah, tinggi hati, besar kepala
8) KS-KK: salah ambil, salah lihat, buruk sangka
9) KS-KS: panjang lebar, tua renta, lemah lembut, kering
kerontang
Selain hasil di atas, Muslich (2010: 63) menambahkan sebelas
kelompok kata majemuk yang masing-masing sangat terbatas, yaitu:
1) KB-KBil: langkah seribu, roda dua, nomor dua
2) KBil-KB: setengah hati, perdana menteri, empat mata
3) KBil-KBil: sekali dua „pernah tadi jarang‟
4) KKet-KB: sebelah mata „remeh‟, „enteng‟
5) KB-Kket: negeri seberang
6) KB-KK-KBil: hewan berkaki seribu
7) KB-KB-KBil: pedagang kaki lima, warga kelas satu, warga
kelas dua
8) KB-Kket-KK: apa boleh buat
9) KBil-KBil-KB: setali tiga uang
10) KB-KK-KB: senjata makan tuan

12
11) KBil-KK: sengah mati

D. Morfem-morfem Bahasa Indonesia


1. Pengertian Morfem
Morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna,
secara relatif stabil dan tidak dibagi atas bagian bermakna lebih kecil.
Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang bermakna.

2. Prinsip Mengenal Morfem


Edi Subroto (1976:40) mengemukakan tentang ciri morfem, bahwa
a) Morfem adalah satuan terkecil di dalam tingkatan morfologi yang
bisa ditemukan lewat analisis morfologi,
b) Morfem selalu merupakan satuan terkecil yang berulang-ulang
dalam pemakaian bahasa (dengan bentuk yang lebih kurang sama)
dengan arti gramatikal tertentu yang lebih kurang sama pula.

3. Wujud Morfem
Edi Subroto (1976:40) mengemukakan tentang ciri morfem, bahwa
a) Morfem berwujud fonem atau urutan fonem segmental
Misal: -i atau lebih dari satu fonem misalnya: ber-, makan, juang.
Contoh diatas, merupakan morfem-morfem bahasa Indonesia.
b) Morfem terdiri atas gabungan fonem segmental dengan
suprasegmental (prosodi)
Contoh urutan fonem /bottar/ dalam bahasa Batak Toba belum
mengandung pengertian yang penuh atau maknanya masih
meragukan. Urutan fonem tersebut akan jelas apabila ditambah oleh
tekanan pada suku pertama atau kedua, /bóttar/ atau /bottár/. Yang
pertama maknanya “darah” sedangkan yang kedua bermakna
“anggur”.

13
c) Morfem berwujud fonem-fonem prosodi (suprasegmental)
Dalam tuturan, fonem-fonem suprasegmental iniselalu bersama-
sama denganfonem segmental. Apabila ada fonem-fonem segmental
bersama-sama dengan fonem supra segmental maka pengertiannya
menjadi rangkap, yakni fonem-fonem suprasegmental menyatakan
konsep atau pengertian yang lainnya.
d) Morfem berwujud gabungan fonem suprasegmental (prosodi)
dengan kesuprasegmentalan (keprosodian)
Yakni intonasi atau kalimat. Yang lazim digunakan pada morfem ini
ialah gabungan nada dengan persendian.
e) Morfem bisa berwujud kekosongan (Tanwujud)
Yang dimaksud dengan kekosongan di sini yaitu bahwa morfem
tersebut bermanifestasikan dengan kekosongan yang biasa disebut
dengan morfen zero atau morfem tanwujud yang bisa disimbolkan
Ø.

4. Jenis Morfem
Berdasarkan kriteria tertentu, morfem dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis. Penjenisan ini dapat ditinjau dari dua segi yakni
hubungannya dan distribusinya
a) Ditinjau dari Hubungannya
Pengklasifikasian morfem dari segi hubungannya, dapat dilihat dari
hubungan struktural dan hubungan posisi.
1) Ditinjau dari Hubungan Struktur
Menurut hubungan strukturnya, morfem dapat dibedakan
menjadi tiga macam yaitu morfem bersifat aditif (tambahan)
yang bersifat replasif (penggantian), dan yang bersifat
substraktif (pengurangan)
2) Ditinjau dari Hubungan Posisi

14
Dilihat dari hubungan posisinya, morfem pun dapat dibagi
menjadi tiga macam yakni ; morfem yang bersifat urutan,
sisipan, dan simultan. Tiga jenis morfem ini akan jelas bila
diterangkan dengan memakai morfem-morfem imbuhan dan
morfem lainnya.
b) Ditinjau dari Distribusinya
Ditinjau dari distribusinya, morfem dapat dibagi menjadi dua
macam yaitu morfem bebas dan morem terikat.
1) Morfem Bebas
Morfem bebas adalah morfem yang mempunyai potensi
untuk berdiri sendiri sebagai kata dan dapat langsung
membentuk kalimat. Dengan demikian, morfem bebas
merupakan morfem yang diucapkantersendiri; seperti: gelas,
meja, pergi dan sebagainya. Morfem bebas sudah termasuk kata.
Tetapi ingat, konsep kata tidak hanya morfem bebas, kata juga
meliputi semua bentuk gabungan antara morfem terikat dengan
morfem bebas, morfem dasar dengan morfem dasar. Jadi dapat
dikatakan bahwa morfem bebas itu kata dasar.
2) Morfem Terikat
Morfem terikat yaitu morfem yang tidak dapat berdiri
sendiri dalam tuturan biasa, misalnya : di-, ke-, -i, se-, ke-an.
Disamping itu ada bentuk lain seperti juang, gurau, yang selalu
disertai oleh salah satu imbuhan baru dapat digunakan dalam
komunikasi yang wajar.

E. Sintaksis
Menurut aliran struktural, sintaksis diartikan sebagai subdisiplin linguistik yang
mengkaji tata susun frasa sampai kalimat. Terdapat tiga tataran gramatikal yang
menjadi ruang lingkup sintaksis, yaitu frasa, klausa, dan kalimat. Morfem adalah

15
satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna, secara relatif stabil dan
tidak dibagi atas bagian bermakna lebih kecil. Morfem adalah satuan bahasa
terkecil yang bermakna.
a) Frasa
Suatu konstruksi gramatikal yang secara potensial terdiri atas
dua kata atau lebih, yang merupakan unsur dari suatu klausa dan
tidak bermakna proposisi frasa merupakan satuan gramatik yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi
klausa, maksudnya selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa
seperti, S (subjek), P (predikat), O (objek), Pel (pelengkap), dan Ket
(keterangan). Frasa dibagi menjadi dua tipe konstruksi, yaitu tipe
konstruksi endosentrik dan tipe konstruksi eksosentrik.
b) Klausa
Kelompok kata, hanya saja salah satu unsur inti sebuah klausa
berfungsi sebagai predikat klausa sebagai satuan gramatik yang
terdiri dari S P, baik yang disertai O, Pel, dan Ket ataupun tidak.
Unsur inti klausa adalah S dan P, S kadang dihilangkan dalam
kalimat jawaban. S hilang dalam kalimat luas karena terjadi
penggabungan klausa. Misalnya, Sedang bermain-main (sebagai
jawaban pertanyaan Anak-anak itu sedang apa?). Kalimat Sedang
bermain-main terdiri dari satu klausa, yaitu Sedang bermain-main,
yang hanya terdiri dari P. S-nya dihilangkan karena merupakan
jawaban dari suatu pertanyaan. Secara lengkap, klausa tersebut
berbunyi Anak-anak itu sedang bermain-main.
c) Kalimat
Kalimat merupakan konstruksi sintaksis yang paling besar.
kalimat adalah satuan gramatikal yang tidak berkontribusi lagi
dengan bentuk lain. Tidak berkontribusinya dengan bentuk lain itu
ditandai dengan adanya intonasi final.

16
F. Kalimat Efektif
1. Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat yang disusun secara baku sesuai aturan yang berlaku (sesuai
Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD) dan unsur-unsurnya jelas (ada
subjek, objek, predikat dan keterangan)

2. Syarat Kalimat Efektif


a) Logis
Kalimat efektif harus bersifat logis sehingga bisa diterima oleh
logika. Contoh kalimat yang pilihan katanya tidak logis
menyebabkan tidak efektif
• Kucing Pak Dandi barusan mencuri ikan
• Siomay Ibumu habis diserbu anak SD
Jika kita rubah menjadi kalimat efektif, maka akan menjadi:
• Kucing milik Pak Dandi baru saja mencuri ikan
• Dagangan siomay milik ibumu dibeli semua oleh anak SD
b) Tidak mengandung kalimat ambigu
Penyusunan kata dalam sebuah kalimat efektif tidak boleh bermakna
ganda (ambigu) karena bisa membuat pembacanya salah faham.
Contoh:
• Kalimat ambigu: Saya sudah memahaminya meskipun
terkadang masih saja salah faham.
• Kalimat efektif: Saya belum memahaminya secara utuh atau
saya belum memahami semuanya.
c) Hemat
Kalimat efektif harus hemat dalam pemilihan katanya. Meskipun
harus hemat, tapi tidak boleh sampai merubah makna yang ingin
disampaikan. Contoh:

17
• Kalimat tidak hemat: Saya mau pergi ke pasar tapi saya harus
mampir dulu ke rumah Tami.
• Kalimat efektif: Saya akan pergi ke rumah Tami kemudian ke
pasar.
• Kalimat tidak hemat: Para santriwan dan santriwati sedang
membaca Al Qur’an.
• Kalimat efektif: Santriwan dan santriwati sedang membaca
Al Qur’an.
d) Unsur kalimatnya Padu atau koheren
Padu disini maksudnya penempatan katanya harus sesuai dengan
kalimatnya. Kalau tidak sesuai jadi kacau susunan kalimatnya.
Contoh:
• Kalimat tidak padu: Tugas rumah kerjakan oleh Adi
• Kalimat efektif: Adi mengerjakan tugas rumah atau tugas
rumah dikerjakan oleh Adi.
• Kalimat tidak padu: Roti donatnya memakan Yuni.
• Kalimat efektif: Roti donatnya dimakan Yuni atau Yuni
memakan donat.
e) Struktur kalimatnya parallel
Ini artiya kalimat efektif harus memiliki kesamaan bentuk katanya
dalam satu kalimat. Contoh:
• Struktur kalimat tidak paralel: Pak guru menjelaskan cara
penggunaan alat ini.
• Struktur kalimat paralel (efektif): Pak guru menjelaskan cara
menggunakan alat ini.
f) Bersifat tegas
Kalimat efektif hendaknya memiliki makna yang tegas artinya pokok
inti kalimatnya harus menonjol. Kalimat yang bersifat tegas ini

18
biasanya muncul dalam kalimat perintah, larangan atau anjuran.
Contoh:
• Kalimat tidak tegas: Kamu cobalah belajar agar menjadi anak
yang pandai!
• Kalimat tegas: Belajarlah agar kamu menjadi anak yang
pandai!
g) Tanda baca
Tanda baca dalam sebuah kalimat haruslah tepat, tidak boleh salah
karena dapat membuat makananya ambigu. Contoh
• Penerapan tanda baca yang salah: Adi Tono dan Rizal
merupakan tiga siswa teladan di sekolah kami.
• Penerapan tanda baca yang benar: Adi, Tono dan Rizal
merupakan tiga siswa teladan di sekolah kami.

G. Paragraf Deduktif dan Induktif


1. Paragraf Deduktif
Paragraf yang menempatkan gagasannya pada awal paragraf. Biasanya
paragraf deduktif terdiri dari sebuah pernyataan umum yang disambung
dengan penjelasan-penjelasan.

2. Paragraf Induktif
Paragraf induktif adalah melakukan penjelasan secara khusus sebelum
menarik kesimpulan umum. Bisa disimpulkan bahwa, paragraf induktif
adalah paragraf yang meletakkan gagasannya di akhir kalimat, dan
memiliki bentuk penjelasan dari khusus ke umum, kebalikan dari paragraf
deduktif.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fonologi
adalah sistem bunyi dalam bahasa Indonesia. Fonologi mencakup dua
kajian ilmu, yaitu fonetik dan fonemis. Fonologi dibagi menjadi satu
submateri, yaitu membedakan fonem bahasa Indonesia. Morfologi
merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk
pembentukan kata. Morfologi dibagi menjadi lima submateri, yaitu
afiksasi, reduplikasi, proses pemajemukan, serta mengidentifikasi proses
morfologis. Proses perulangan atau reduplikasi adalah pengulangan
bentuk, baikseluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem
maupun tidak. Sintaksis dibagi menjadi tiga submateri, yaitu frasa, klausa,
dan kalimat.

B. Saran
Sebagai seorang guru, Pemahaman struktur fonologi dan morfologi
Bahasa Indonesia perlu diperluas, karena selain dapat menjadi bekal dalam
pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-
hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa.
DAFTAR RUJUKAN
http://fajar-ivanton94.blogspot.com/2012/01/bahasa-indonesia-
majas.html
http://www.guruberbagi.net/2019/02/kaidah-struktur-bahasa-
indonesia.html
https://mushaitir03.blogspot.com/2017/10/pembelajaran-bahasa-sebagai-
ilmu.html
https://docplayer.info/30092762-Bab-i-pendahuluan-fonologi-morfologi-
sintaksis-dan-leksikal-penggunaan-kata-kata-dalam.html
http://kabar-pendidikan.blogspot.com/2011/03/hubungan-semantik-
fonologi-morfologi.html
http://ilmailyas11.blogspot.com/
http://aristhaserenade.blogspot.com/2011/01/fonologi-morfologi-dan-
sintaksis-bahasa.html

21

Anda mungkin juga menyukai