Anda di halaman 1dari 16

Azkia Muharom

Albantani

PROSES BERBAHASA PRODUKTIF DAN RESEPTIF

A. Pendahuluan
Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi.
Berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi. Dalam
linguistik bahasa sebagai objek kajiannya, sedangkan berbahasa adalah objek
kajian ilmu psikologi.
Para pakar linguistik mendefenisikan bahasa adalah satu sistem
lambang bunyi yang bersifat arbiter, kemudian defenisi tersebut ditambah dengan
yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri.

B. Proses Berbahasa
Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat
verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa sendiri adalah
proses menyampaikan informasi dalam berkomunikasi itu. Proses berbahasa
adalah proses mental yang terjadi pada waktu kita berbicara ataupun proses
mental yang menjadi dasar pada waktu kita mendengar, mengerti, dan mengingat
dapat diterangkan dengan suatu sistem kognitif yang ada pada manusia.
Manusia mempunyai suatu sistem penggunaan bahasa dan psikologi
bahasa yang mempelajari cara kerja dari sistem ini. Sistem ini dapat menerangkan
misalnya, bagaimana manusia dapat menyampaikan pikiran dengan kata-kata
(produksi bahasa) dan bagaimana manusia mengerti isi pikiran atau makna dari
suatu kalimat yang diucapkan atau ditulis (persepsi bahasa).
Ada dua aspek dalam keterampilan atau kemampuan berbahasa, yakni
keterampilan berbahasa reseptif dan keterampilan berbahasa produktif.
Keterampilan berbahasa reseptif adalah terampil atau mampu menerjemahkan
kembali kode-kode bahasa menjadi sebuah makna dalam komunikasi baik lisan
maupun tertulis. Sedangkan keterampilan berbahasa produktif adalah terampil

1
atau mampu membuat kode-kode kebahasaan yang bermakna dalam komunikasi
1
baik lisan maupun tertulis.
Berbahasa merupakan gabungan berurutan antara dua proses dari
aspek-aspek tersebut. Pertama, proses produktif artinya proses yang berlangsung
pada diri pembicara yang menghasilkan kode-kode bahasa yang bermakna dan
berguna. Kedua, proses reseptif artinya proses yang berlangsung pada diri
pendengar yang menerima kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna yang
disampaikan oleh pembicara melalui alat-alat artikulasi dan diterima melalui alat-
alat pendengar.
Proses rancangan berbahasa produktif dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yakni:
1) enkode semantik, yaitu proses penyusunan ide, gagasan, atau konsep.
2) enkode gramatikal, yaitu penyusunan konsep atau ide dalam bentuk satuan
gramatikal.
3) enkode fonologi, yaitu penyusunan bunyi dari kode tersebut yang
2
kemudian dilontarkan kepada lawan bicara dengan pemahaman.
Proses rancangan bahasa produktif dimulai dengan enkode semantik
yakni proses penyusunan konsep, ide, atau pengertian. Kemudian dilanjutkan
dengan proses dekode gramatikal yakni pemahaman bunyi itu sebagai satuan
gramatikal. Selanjutnya diteruskan enkode fonologi yakni penyusunan unsur
bunyi dari kode itu. Proses enkode ini terjadi pada otak pembicara.
Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi yakni penerimaan
unsur-unsur bunyi melalui telinga pendengar. Kemudian dilanjutkan dengan
proses dekode gramatikal yakni pemahaman bunyi itu sebagai satuan gramatikal.
Lalu diakhiri dengan dekode semantik yakni pemahaman akan konsep-konsep

1
Inerna, Cakupan Materi Bahasa Indonesia,
http://inerna.wordpress.com/2012/
09/20/bahasa-indonesia/, diunduh pada hari Kamis, 3 Oktober 2013 pukul 21.00
WIB.
2
Misbah, Bahasa dan Berbahasa,
http://lightsz.blogspot.com/2012/05/bahasa-dan- berbahasa.html, diunduh
pada hari Kamis, 3 Oktober 2013 pukul 21.00 WIB.
atau ide-ide yang dibawa oleh kode-kode tersebut. Proses dekode ini terjadi pada
otak pendengar.
Dari proses enkode dan decode ini terjadilah proses transmisi, proses
transmisi adalah proses pemindahan atau pengiriman kode-kode yang terdiri atas
ujaran manusia yang disebut bahasa. Proses ini terjadi antara mulut pembicara
sampai ke telinga pendengar. Proses enkode dan dekode ini terangkum dalam
3
proses komunikasi.
Pembicara Enkode Enkode
Enkode Gramatik Fonologi
Semantik al

SKEMA PROSES BERBAHASA Transmisi


ANTARA PEMBICARA DAN PENDENGAR Pesan

Pendeng Dekod Dekode Dekode


ar e Gramatik Fonologi
Semant al
ik

Dr. Ahmad Sayuti Anshari Nasution, MA dalam bukunya menerangkan


apabila dua orang berkomunikasi dengan bahasa lisan maka peristiwa yang pertama
terjadi adalah peristiwa kejiwaan yang terjadi di otak pembicara. Dia memikirkan apa
4
yang harus dikomunikasikan kepada lawan bicaranya.
Setelah menemukan materi yang akan dikomunikasikan maka dia mulai
menentukan jenis kode yang akan digunakan, apabila pilihan jatuh pada kode bunyi
maka dia mulai merumuskan kode-kode bunyi untuk materi tersebut. Peristiwa ini terjadi
di otak pembicara.
Setelah kode bunyi dirumuskan, peristiwa berikutnya yang akan terjadi
adalah peristiwa penuturan bunyi demi bunyi yang terjadi dengan pengeluaran udara dari

3
Moch. Agus Setiawan, Bahasa dan Berbahasa,
http://bocahsastra.wordpress.com/
2012/05/02/ bahasa-dan-berbahasa/, diunduh pada hari Senin, 7 Oktober 2013
pukul 09.30 WIB.
4
Ahmad Sayuti Anshari Nasution, Bunyi Bahasa: Ilm al-Ashwat
al-Arabiyah, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 10.
paru-paru, kemudian membentuknya di pita suara dan memfinalisasinya di makhraj.
Peristiwa ini terjadi lewat organ bicara manusia.
Bunyi-bunyi bahasa yang sudah diproduksi oleh organ bicara si pembicara
itu langsung menyatu dengan udara atau benda pengantar bunyi lainnya (seperti air dan
metal) dan berpindah ke semua penjuru. Peristiwa ini terjadi lewat alam.
Bunyi yang sudah menyatu dengan udara atau benda pengantar bunyi
tersebut terpantul di telinga pendengar, lalu segera dikirim ke otak. Peristiwa ini terjadi di
telinga pendengar.
Setelah pesan sampai ke otak pendengar, pesan tersebut ditafsirkan,
kemudian seterusnya dirumuskan pula materi jawaban yang akan disampaikan. Peristiwa
ini terjadi di otak pendengar.
Dengan demikian, terdapat lima peristiwa dalam satu proses komunikasi
bahan lisan, seperti:
1. Peristiwa Kejiwaan Pembicara
2. Peristiwa Penuturan Bunyi
3. Peristiwa Perpindahan Bunyi
4. Peristiwa Penerimaan Bunyi
5. Peristiwa Kejiwaan Pendengar

Gambar Proses Komunikasi Lisan

C. Aspek Keterampilan Berbahasa Reseptif


Aspek keterampilan berbahasa reseptif meliputi mendengarkan/menyimak dan
membaca.
1) Mendengarkan/Menyimak
Menyimak merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk
reseptif lisan. Menyimak dapat diartikan sebagai aktivitas penggunaan alat
pendengaran secara sengaja yang bertujuan untuk memperoleh pesan atau makna
dari apa yang disimak.
Mendengarkan/menyimak dapat terjadi dalam 2 situasi yang berbeda,
yaitu secara interaktif dan non-interaktif. Mendengarkan/menyimak secara
interaktif terjadi dalam percakapan tatap muka melalui telepon/sejenisnya dimana
komunikasi terjadi secara bergantian antara penutur yang satu dengan penutur
yang lainnya (2 orang/lebih) yang melakukan aktivitas mendengarkan dan
berbicara sehingga memiliki kesempatan bertanya guna mendapatkan penjelasan,
meminta lawan bicara mengulang apa yang telah diucapkan/meminta penutur
untuk melambatkan tempo bicaranya.
Mendengarkan/menyimak secara non-interaktif berlangsung tanpa ada
penutur yang berhadapan langsung dengan penuturnya. Situasi ini memiliki
kelemahan yaitu tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak dapat
meminta pembicara mengulangi apa yang diucapkannya, dan tidak dapat meminta
pembicaraan diperlambat.

5
Gambar Proses Auditory Phonetics

5
.45 . ) : 1998(
2) Membaca
Membaca adalah keterampilan reseptif bahasa tulis yang bertujuan untuk
memahami isi bacaan dan maksud penulisnya (Mulyati, 2008). Membaca
merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk reseptif tulis.
Keterampilan membaca merupakan modal dasar yang sangat krusial untuk
menunjang keberhasilan belajar siswa. Kurang terampilnya siswa dalam membaca
dapat menyebabkan terhambatnya siswa untuk mempelajari bidang studi lain.
Membaca dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu membaca permulaan dan
membaca lanjut. Membaca permulaan adalah tahap awal dalam belajar membaca
yang difokuskan kepada mengenal simbol-simbol atau tanda-tanda yang berkaitan
dengan huruf-huruf, sehingga menjadi pondasi agar dapat melanjutkan ke tahap
membaca lanjut (Dalwadi, 2002). Sedangkan membaca lanjut adalah anak tidak
sekedar mengenal simbol atau tanda-tanda tapi sudah mulai mempergunakannya
untuk membaca kata atau kalimat sehingga anak memahami apa yang dibacanya
(Amin, 1995).
Pada tahap membaca permulaan anak lebih diarahkan kepada membaca
huruf atau kata (Shodiq, 1996). Tahap membaca permulaan dilakukan pada masa
peka yaitu usia enam atau tujuh tahun bagi anak normal dan sembilan tahun bagi
anak tunagrahita. Tahap membaca permulaan merupakan saat kritis dan strategis
dikembangkannya kemampuan membaca tanpa teks yaitu membaca dengan cara
menceritakan gambar situasional yang tersedia.

D. Aspek Keterampilan Berbahasa Produktif


1) Berbicara
Berbicara merupakan keterampilan berbahasa lisan yang bersifat
produktif. Jenis situasi dalam berbicara meliputi: 1) sistuasi interaktif, missalnya
percakapan secara tatap muka dan berbicara lewat telepon yang memungkinkan
adanya aktivitas pergantian antara berbica ra dan mendengarkan; 2) situasi semi-
interaktif, misalnya sitiuasi berpidato dihadapan umum secara langsung. Audiens
memang tidak dapat melakuka interupsi terhadap pembicara, namun pembicara
dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka; dan
3) situasi non-interaktif, misalnya berpidato lewat radio/TV. Audiens sama sekali
tidak bisa melakukan komunikasi secara langsung dengan narasumber karena
berada dalam dua dimensi media yang berbeda.
2) Menulis
Menulis merupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa yang bersifat
produktif. Kemampuan ini biasanya hadir setelah seseorang diidentifikasi mampu
menguasai tiga kemampuan berbahasa lainnya. Kemampuan membaca seseorang
biasanya sangat berpengaruh terhadap tingkat kemampuan menulis seseorang.
Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk
kegiatan produktif tulis. Menulis dapat diartikan sebagai kegiatan mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk tulis. Keterampilan menulis juga
memegang peranan penting bagi keberhasilan belajar siswa.
Fenomena-fenomena di atas biasa kita sebut dengan fenomena
psikolinguistik yang terjadi pada setiap manusia, yakni fenomena berbahasa yang
terjadi sebelum diucapkan/ diproduksi dan berproses di dalam diri manusia.
Selanjutnya akan dibahas fenomena sosiolingistik, yakni fenomena berbahasa
yang terjadi setelah diucapkan/ diproduksi dan berproses di luar diri manusia.

E. Faktor-faktor yang Mengefektifkan Proses Berbahasa


Proses berbahasa adalah bagaimana sang pembicara menyampaikan pesan
kepada penerimanya, sehingga dapat dapat menciptakan suatu persamaan makna
antara pembicara dengan penerimanya. Proses berbahasa ini bertujuan untuk
menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada
umumnya). Yang terpenting dalam berbahasa efektif adalah bagaimana kode
bahasa yang diterima oleh penerima proses berbahasa harus sama dengan kode
bahasa yang dikirim oleh pembicara. Ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi keefektifan proses berbahasa. Faktor-faktor ini terdapat pada
6
setiap unsur komunikasi seperti: komunikator, pesan, medium dan resipiens.

6
Ferras Satrio, Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Proses Komunikasi, http://ferrasdraft.blogspot.com/2012/03/faktor-faktor-
yang-mempengaruhi-proses.html,
diunduh pada hari Sabtu, 4 Januari 2013 Pukul 09.35 WIB.
1. Pada Pembicara
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses berbahasa adalah:
a) Pengetahuan tentang berbahasa dan keterampilan berkomunikasi.
Yang dimaksudkan adalah penguasaan komunikasi dan keterampiIan
mempergunakan bahasa; keterampilan mempergunakan media komunikasi
untuk mempermudah proses pengertian pada resipiens; kemampuan untuk
mengenal dan menganalisis situasi pendengar sehingga dapat memberikan
sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Di samping itu jenis
hubungan antara komunikator dan resipiens dapat juga mempengaruhi
efektivitas proses komunikasi.
b) Sikap komunikator
Sikap komunikator seperti agresif (menyerang) atau cepat membela diri,
sikap yang mantap dan meyakinkan; sikap rendah hati, rela mendengar dan
menerima anjuran dapat memberi dampak yang besar dalam proses
komunikasi retoris.
c) Pengetahuan umum
Demi efektivitas dalam komunikasi retoris, komunikator sebaiknya
memiliki pengetahuan umum yang luas, karena dengan begitu dia dapat
mengenal dan menyelami situasi pendengar dan dapat mengerti mereka
secara lebih baik. Dia harus mengetahui dan menguasai bahan yang
dibeberkan secara mendalam, teliti dan tepat. Dia juga hendaknya
mengetahui dan mengerti hal-hal praktis dari kehidupan harian para
pendengarnya, supaya dapat menyampaikan sesuatu yang mampu
menggugah hati mereka.
d) Sistem sosial
Setiap komunikator berada dan hidup di dalam sistem masyarakat tertentu.
Posisi, pangkat atau jahatan yang dimiliki komunikator di dalam
masyarakat sangat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris
(misalnya: sebagai pemimpin atau bawahan; sebagai orang yang
berpengaruh atau tidak).
e) Sistem kebudayaan
Di samping sistem sosial, sistem kebudayaan yang dimiliki seorang
komunikator juga dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris.
Tingkah laku, tata adab dan pandangan hidup yang diwarisinya dari suatu
kebudayaan tertentu akan juga mempengaruhi efektivitas dalam proses
komunikasi retoris dengan manusia lain.

2. FAKTOR-FAKTOR PADA RESIPIENS


Faktor-faktor ini pada umurnnya sama dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi komunikator.
a) Pengetahuan tentang komunikasi dan keterampilan berkomunikasi
Supaya dapat terjadi komunikasi, resipiens harus menguasai Bahasa yang
dipergunakan. Keduanya hanya dapat saling berkomunikasi dan saling
mengerti apabila mereka mempergunakan perbendaharaan kata yang sama
dan yang dimengerti oleh kedua belah pihak. Komunikasi tidak akan
terjadi apabila bahasa yang dipergunakan oleh komunikator tidak
dimengerti oleh resipiens. Dalam hubungan dengan hal ini, perlu
diperhatikan bahwa pendengar mempunyai cara mendengar dan mengerti
sendiri, yang dapat berbeda dari apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh
komunikator.
b) Sikap resipiens
Faktor ini juga ikut menentukan efektivitas komunikasi retoris. Sikap-
sikap positif seperti terbuka, senang, tertarik dan simpatik akan memberi
pengaruh positif dalam proses komunikasi; Sebaliknya sikap-sikap negatif
seperti tertutup, jengkel, tidak simpatik terhadap komunikator akan
mendatangkan pengaruh negatif.
c) Sistem sosial dan kebudayaan
Sistem sosial dan kebudayaan tertentu dapat menghasilkan sifat dan
karakter khusus pada resipiens. Orang dapat bersifat patuh, rendah hati.
suka mendengar, tidak banyak bicara atau tidak berani menantang. Di lain
pihak orang bisa menjadi kritis, suka memhantah dan tidak mudah tunduk
kepada pimpinan. Juga cara menyampaikan sesuatu tidak sama di antara
masyarakat yang satu dengan yang lain. Sebab itu komunikator harus
memperhatikan segala faktor ini. apabila dia mau mengharapkan efek yang
besar dalam proses komunikasi dengan para pendengarnya.

3. FAKTOR-FAKTOR PADA PESAN DAN MEDIUM


a) Antara komunikator dan resipiens ada pesan dan medium.
Kedua faktor ini perlu diperhatikan oleh komunikator secara
khusus dalam proses komunikasi retoris.
Elemen-elemen Pesan Komunikator menerjemahkan pesan dengan
mempergunakan medium. Dalam proses ini, komunikator harus
memperhatikan elemen-elemen yang membentuk pesan, supaya
komunikasi dapat membawa efek yang besar. Elemen-elemen itu berupa
kata-kata dan kalimat, pikiran atau ide yang dibeberkan, alat peraga yang
dipakai untuk mengkonkretisasi pesan, suara, tekanan suara, artikulasi,
mimik dan gerak-gerak untuk memperjelas pesan yang disampaikan.
b) Struktur Pesan
Struktur pesan yang ingin disampaikan juga dapat mempengaruhi
efektivitas proses komunikasi retoris. Yang perlu diperhatikan adalah
susunan organis di mana elemen-elemen itu dikedepankan untuk
mengungkapkan pesan. Pada prinsipnya struktur atau susunan pesan harus
jelas dan mudah dimengerti.
c) Isi Pesan
Isi pesan yang di ungkapkan lewat medium harus disesuaikan dengan
situasi resipiens. Isi pesan seharusnya mudah ditangkap, tidak boleh terlalu
sulit, karena dapat membingungkan resipiens. Sebaiknya isi pesan dibatasi
pada satu atau dua pokok pikiran yang diuraikan secara jelas, terinci dan
tepat sasaran.
d) Proses Pembeberan
Yang dimaksudkan adalah cara membawakan dan mengemukakan pesan
dari komunikator. Ada tiga kemungkinan yang dapat dipilih, yaitu
10
membawakan secara bebas, tanpa teks, terikat pada teks, atau setengah
bebas. Ketiga kemungkinan ini membawa efek yang berbeda dalam proses
komunikasi. Tentang hal ini akan dibicarakan lebih lanjut.

F. Faktor-faktor yang Menghambat Proses Berbahasa


Faktor-faktor yang menjadi penghambat keefektifan proses berbahasa, di
7
antaranya adalah sebagai berikut:
1) Budaya
Bagi yang sudah sering merantau dan sudah sering kali hidup di
daerah yang berbeda-beda, faktor budaya yang berbeda dapat menjadi
masalah tersendiri dalam usaha beradaptasi dalam lingkungan. The
Cultural Shock, keterkejutan budaya sering terjadi kepada pendatang
di suatu kelompok baru.
Bila tak mampu mengatur irama proses berbahasa dengan
lingkungan baru, maka stres dan depresi selama berhari-hari dapat
terjadi. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencari informasi
sebanyak-banyaknya tentang budaya di lingkungan baru tersebut.
Selain banyak mencoba berkomunikasi dengan penduduk lokal dan
mempelajari bahasanya, kita juga diperkenankan membaca koran lokal
guna mengetahui budaya wilayah tersebut.
2) Latar Belakang Pendidikan
Faktor penghambat proses berbahasa lainnya adalah latar belakang
pendidikan. Pengetahuan yang berbeda dapat menciptakan information
gap yang terlalu jauh. Yang mempunyai pengetahuan lebih, bisa
menjadi guru atau penyampai ilmu baru.
Tapi bila selalu memberi, maka suatu saat akan terjadi kejenuhan
dan yang memberi informasi merasa hanya seperti sumur yang selalu

7
Anne Ahira, Faktor Penghambat Komunikasi Efektif,
www.anneahira.com, diunduh pada hari Sabtu, 4 Januari 2014 Pukul 09.52
WIB.
memberi air. Apalagi bila si pemberi ilmu merasa tidak mendapatkan
ilmu baru. Kesombongan bisa saja datang kepada pemberi ilmu.

3) Usia
Beda generasi, beda zaman dan beda pengalaman. Faktor
penghambat ini sering terjadi di dalam keluarga. Tidak adanya saling
pengertian akan membuat setiap anggota keluarga memilih diam atau
sibuk dengan urusannya masing-masing. Beda pengalaman hidup akan
membuat yang lebih tua merasa lebih berpengalaman dan yang muda
merasa yang tua tidak mengerti dan ketinggalan zaman.
4) Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan mempunyai benteng pertahanan yang
berbeda dalam berbahasa. Laki-laki merasa sangat sulit memahami
perempuan dan perempuan merasa sangat sulit memahami laki-laki.
Tidak jarang debat kusir terjadi di antara suami dan istri hanya karena
istri tidak membangunkan suami.
Cara pikir yang menggunakan sudut pandang berbeda membuat
emosi keduanya mudah sekali tersulut. Bila emosi sudah tersulut,
maka masalah akan berkembang ke segala lini kehidupan yang tidak
ada ujung pangkalnya.
5) Agama
Agama bisa menjadi faktor penghambat proses berbahasa yang
genting. Beda pandangan mengenai cara menyembah tuhandapat
berbuah permusuhan antar generasi selama berabad-abad. Bahkan satu
negara dengan negara lainnya dapat terjadi perang hanya karena agama
yang berbeda.
India dan Pakistan contohnya, Irak dan Iran juga begitu. Islam
Syiah dan Sunni belum juga rela untuk masing-masing kelompok
hidup dengan damai dan saling berdampingan.
6) Gangguan Teknis
Gangguan teknis terjadi jika salah satu alat yang digunakan dalam
proses berbahasa mengalami gangguan, sehingga informasi tidak
diterima dengan efektif. Di antaranya udara bising, jaringan telepon,
sinyal radio dan televisi.
7) Gangguan Semantik dan Psikologis
Gangguan semantik adalah gangguan yang disebabkan karena
kesalahan pada bahasa yang digunakan. Gangguan semantik sering
terjadi karena:
- Kata-kata yang digunakan terlalu banyak memakai bahasa jargon
bahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu.
- Bahasa yang digunakan pembicara berbeda dengan bahasa yang
digunakan oleh penerima/ pendengar.
- Struktur bahasa yang digunakan tidak sebagaimana mestinya,
sehingga membingungkan penerima/ pendengar.
- Latar belakang budaya yang menyebabkan salah persepsi terhadapt
simbol-simbol bahasa yang digunakan.
Selain rintangan semantik, juga terdapat rintangan psikologis.
Faktor ini terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan oleh
persoalan-persoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga
penerima kepada sumber, situasi berduka atau karena gangguan
kejiwaan sehingga dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak
sempurna.
8) Gangguan Fisik
Gangguan fisik ialah gangguan yang disebabkan karena kondisi
gangguan organik, yaitu tidak berfungsinya salah satu pancaindera
pada pembicara dan penerima/ pendengar.
9) Gangguan Status
Gangguan ini disebabkan karena jarak sosial di antara peserta proses
berbahasa, misalnya perbedaan status antara senior dan junior atau
atasan dan bawahan. Perbedaan seperti ini biasanya menuntut perilaku
berbahasa yang selalu memperhitungkan kondisi dan etika yang sudah
membudaya dalam masyarakat, yakni bawahan cenderung hormat pada
atasannya, atau rakyat hormat pada rajanya.
10) Gangguan Kerangka Berpikir
Gangguan ini adalah gangguan yang disebabkan adanya perbedaan
persepsi antara komunikator dan khalayak terhadap pesan yang
digunakan dalam berkomunikasi. Ini disebabkan karena latar belakang
pengalaman dan pendidikan yang berbeda.
11) Gangguan Budaya
Gangguan ini disebabkan karena adanya perbedaan norma,
kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat
dalam proses berbahasa. Di negara-negara sedang berkembang
masyarakat cenderung menerima informasi dari sumber yang banyak
memiliki kesamaan dengan dirinya, seperti bahasa, agama dan
kebiasaan-kebiasaan lainnya.
Itulah kesemua gangguan-gangguan dan faktor-faktor penghambat
keefektifan proses berbahasa dan berkomunikasi sebagai fenomena
sosiolinguistik. Kita bisa mempelajari semua faktor-faktor tersebut agar tepat
sasaran dan mendapatkan kesamaan makna dalam berbahasa dan berkomunikasi.

Anda mungkin juga menyukai