Anda di halaman 1dari 12

‫ والفهم الكالم‬,‫ التصور‬,‫ اإلدراك‬,‫اإلنتاج‬

( Produksi, Persepsi, dan Pemahaman ujaran)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Ilmu Lughah An-Nafsi

Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Royani, S.Ag., M.Hum

Disusun oleh kelompok 2:

1. Bal’an Nayyiron 11190120000114


2. Shabira Aulia Putri 11190120000086
3. Andini Emmylia S 11190120000106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442/2021
PENDAHULUAN

Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,
sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan
pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan
kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran
bahasa.

Berbahasa adalah proses menyampaikan makna oleh penutur kepada pendengar melalui
satu atau serangkaian ujaran. Suatu proses berbahasa dikatakan berjalan baik apabila makna
yang dikirimkan penutur dapat diresapi oleh pendengar persis seperti yang dimaksudkan oleh
penutur. Sebaliknya, suatu proses berbahasa dikatakan tidak berjalan dengan baik apabila
makna yang dikirim penutur diresapi atau dipahami pendengar tidak sesuai dengan yang
dimaksudkan oleh penutur. Ketidaksesuaian ini bisa disebabkan oleh faktor penutur yang
kurang pandai dalam memproduksi ujaran, bisa juga disebabkan oleh faktor pendengar yang
kurang mampu meresapi ujaran tersebut.

Proses pengujaran adalah sebuah perwujudan dari proses artikulasi dan kemudian
terkonsep dalam otak manusia secara sempurna. Selanjutnya hal tersebut diwujudkan dalam
bentuk bunyi yang akan dimengerti oleh interlokutor tertentu (Darjowidjojo, 2005:49).
Terkadang manusia tidak menyadari bahwa ujaran yang diwujudkan dalam bentuk bunyi
yang melewati udara itu ternyata sebuah proses yang kompleks. Pada dasarnya ujaran adalah
suara murni (tuturan) langsung dari sosok yang berbicara, ujaran dapat berupa kata, kalimat,
atau gagasan yang keluar dari mulut manusia yang mempunyai arti. Dengan adanya ujaran ini
akan muncul makna sintaksis, semantik dan pragmantik.
PEMBAHASAN

1. Produksi Ujaran
A. Pengertian Produksi Ujaran
Produksi ujaran adalah cara manusia dalam mengemukakan gagasannya.
Menurut Herman dalam Saputra dan Kuntarto (2018) produksi ujaran adalah
bagaimana manusia merencanakan pengungkapan bahasa secara lisan maupun
tulisan atau produksi ujaran merupakan perencanaan pengungkapan bahasa
secara lisan maupun tulisan. Berdasarkan kapasitasnya setiap orang memiliki
karakteristik masing-masing dalam hal produksi ujaran, karakteristik tersebut
dapat berupa pilihan kata, kompleksitas, dan gaya bahasa. Kapasitas berbahasa
tersebut dipengaruhi oleh kemampuan berfikir, keadaan mental, pendidikan,
maupun pengalaman yang telah dialami oleh orang tersebut.
B. Proses Produksi Ujaran
Secara umum langkah dalam memproduksi ujaran seperti yang
dikemukakan oleh Dardjowidjojo (2012:117) dapat dibagi menjadi empat
tingkat: (1) tingkat pesan, dimana pesan yang akan disampaikan diproses, (2)
tingkat fungsional, dimana bentuk leksikal dipilih kemudian diberi peran dan
fungsi sintaktik, (3) tingkat posisional, dimana konstituen dibentuk dan
afiksasi dilakukan, (4) tingkat fiologi, dimana struktur fonologi ujaran itu
diwujudkan. Selanjutnya, proses produksi ujaran diawali oleh tindakan
perencanaan dan pelaksanaan, pada tindak perencanaan hal-hal yang diolah
adalah wacana, kalimat, dan konstituen, kemudian pada tindak pelaksanaan
hal-hal yang diolah adalah program artikulasi dan artikulasi.
1) Pada tingkat pesan, pembicara mengumpulkan nosi-nosi dari makna
yang ingin disampaikan.
2) Pada tingkat fungsional, yang diproses ada dua hal. Pertama, memilih
bentuk leksikal yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan dan
informasi gramatikal untuk masing-masing yang telah dikenal. Proses
kedua pada tingkat fungsional adalah proses memberikan fungsi pada
kata yang telah dipilih. Proses dalam hal ini menyangkut hubungan
sintaktik gramatikal atau fungsi gramatikal.
3) Pada tingkat pemprosesan posisional, diurutkan bentuk leksikal untuk
ujaran yang akan dikeluarkan, pengurutan ini bukan berdasarkan pada
jejeran yang linear tetapi pada kesatuan makna hierarkis.
4) Setelah pengurutan selesai, diproseslah afikasi yang relevan. Hasil dari
pemprosesan posisional ini dikirim ke tingkat fonologi untuk
diwujudkan dalam bentuk bunyi.

Saat memproduksi ujaran, seseorang akan mulai merencanakan yang


berkaitan dengan topik yang akan diujarkan, kemudian turun ke kalimat
yang akan dipakai, dan diturunkan ke konstituen yang akan dipilih. Setelah
itu, barulah dia masuk ke pelaksanaan dari yang akan diujarkan. Hal ini
mencakup rencana artikulasi dan bagaimana mengartikulasikannya.

2. Persepsi Ujaran
A. Pengertian Persepsi Ujaran
Persepsi ujaran adalah peristiwa ketika telinga menangkap sebuah bunyi
yang dapat berupa bunyi lepas, kata, atau kalimat ( Su’udi, 2011:19).
Ketidakmampuan menangkap bunyi yang didengar bisa disebabkan oleh
berbagai faktor, yang pertama bisa disebabkan oleh ketidaksempurnaan organ
dengar dan yang kedua dapat berasal dari materi yang didengar,
ketidaksempurnaan persepsi bunyi antara lain disebabkan oleh kecepatan
bunyi yang didengar, khususnya kalau berupa kalimat. Menurut Dardjowidjojo
(2005:49) persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah untuk
dilakukan oleh manusia karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal yang
meluncur tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata yang
lain.
Ketika seseorang berbicara atau bernyanyi, indera pendengaran kita
mampu membedakan ciri bunyi yang satu dengan yang lainnya. Indera
pendengaran mampu menangkap dan memahami rangkaian bunyi vokal dan
konsonan yang membentuk sebuah tuturan, cepat-lambat tuturan, dan nada
tuturan yang dihasilkan oleh seorang penutur. Berdasarkan uraian diatas,
persepsi terhadap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara dikelompokan
menjadi dua, yakni:
1) Persepsi terhadap bunyi yang berupa satuan struktural, yaitu berupa
vokal dan konsonan.
2) Persepsi terhadap bunyi yang berupa cepat-lambat, yaitu kelantangan,
tekanan, dan nada.
B. Proses Tahapan Persepsi Ujaran
Menurut clark dalam Dardjowidjojo ( 2008: 49) pada dasarnya ada tiga
tahap dalam pemrosesan persepsi bunyi, yaitu sebagai berikut:
1) Tahap Auditori
Pada tahap ini manusia menerima ujaran sepotong demi sepotong,
ujaran ini kemudian ditanggapi dari segi fitur akuistiknya. Konsep-
konsep seperti titik artikulasi, cara artikulasi, fitur distingfir, dan VOT
sangat bermanfaat disini karena ihwal inilah yang memisahkan satu
bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam ujaran ini disimpan
dalam memori auditori kita.
2) Tahap Fonetik
Bunyi-bunyi itu kemudian diidentifikasi. Dalam proses mental
dapat dilihat, misalnya apakah bunyi tersebut [+konsonantal], [+vois],
[+nasal], dst. Begitu pula lingkungan bunyi itu, apakah bunyi tadi
diikuti oleh vokal atau konsonan. Kalau ada vokal, vokal macam apa
misal, vokal depan, vokal belakang, vokal tinggi, vokal rendah dsb.
Kemudian VOT-nya juga diperhatikan karena VOT inilah yang akan
menentukan kapan getaran pada pita suara itu terjadi.
3) Tahap Fonologis
Pada tahap ini mental menerapkan aturan fonologis pada deretan
bunyi yang didengar untuk menentukan apakah bunyi-buyi tadi sudah
mengikuti aturan fonotaktik yang ada pada bahasa kita. Untuk bahasa
Inggris, bunyi /h/ tidak mungkin memulai suatu suku kata. Karena itu,
penutur Inggris pasti tidak akan menggabungkannya dengan vokal.
C. Model Persepsi Ujaran
Untuk menjelaskan bunyi bahasa dipersepsi dan terbentuk pemahaman,
beberapa ahli psikolinguistik mengemukakan model-model teoritis, yaitu
sebagai berikut:
1) Model teori motor
Model teori motor atau theory of speech perception digunakan
oleh Alvin Liberman, dan kawan-kawan. Model teori ini menjelaskan
bahwa manusia mempersepsi ujaran dengan menggunakan acuan
ketika ia memproduksi ujaran seperti diketahui bahwa dalam tuturan
sebuah bunyi dipengaruhi oleh bunyi-bunyi lainnya.
Sebagai contoh bunyi (s) dipersepsi sebagai fonem yang sama
pada kata saku dan suka, penentuan status suatu bunyi berpatokan pada
bagaimana penutur memproduksi suatu bunyi dengan membayangkan
pengartikulasian bunyi tersebut ketika ia sendiri mengujarkannya.
2) Model analisis dengan sintesis
Model analisis dengan sintesis ( analysis by synthesis) model ini
dikembangkan oleh Steven dan Halle, model ini menyatakan bahwa
pendengar mempunyai sistem produksi yang dapat mensistesiskan
bunyi sesuai dengan mekanisme yang ada padanya. Ketika seseorang
mendengar deretan bunyi mula-mula ia menganalisis setiap segmen
bunyi tersebut dengan mengidentifikasi ciri distingtifnya. Setelah itu,
ia mensistesiskan bunyi-bunyi tersebut, kemudian hasil sintesis ia akan
memunculkan bentuk-bentuk mirip. Terakhir ia membandingkan
bentuk-bentuk mirip tersebut dengan ujaran yang baru saja ia dengar.
Jika ujaran yang disintesiskan cocok, maka terbentuklah persepsi yang
tepat.
3) Model Cohort
Model ini dikembangkan oleh Marslen-Wilson dan Welsh (1978
dalam Dardjowidjojo, 2005:53). Model ini awalnya digunakan untuk
pengenalan kata, tetapi kemudian digunakan pula untuk pengenalan
prosodi. Menurut model ini, persepsi ujaran melalui dua tahap, tahap
pertama adalah tahap fonetik, pada tahap ini misalnya kita mendengar
sebuah kata /baju/, kata baju yang kita dengar akan mengaktifkan kata-
kata lain yang mirip dengan ingatan kita, misalnya bara, batik, bata,
dll. Tahap selanjutnya kata-kata tersebut mengalami proses eliminasi
karena pendengar mencocokkan fitur bunyi kata yang ia dengar dengan
ingatan yang ia miliki.
4) Model Jejak
Model jejak ( Trace Model) model ini dikembangkan oleh Elman
dan Mclelland (1986) dengan inspirasi dari model Cohort. Model ini
beranalogikan pada model jaringan saraf yang terdiri atas simpul-
simpul ( nodes) yang satu sama lain terhubung. Hubungan antar simpul
pada tataran yang berbeda bersifat saling dorong, tetapi hubungan
simpul dalam tataran sama bersifat saling tahan.
5) Fuzzy logical model
Model ini dikembangkan oleh Dominif Massaro. Menurut model
ini pendengar dilengkapi oleh seperangkat prototipe yang tersimpan
dalam memorinya, prototipe adalah yang memiliki karakteristik ideal.
Model ini menyatakan bahwa persepsi ujaran terdiri atas proses
evaluasi fitur, integrasi fitur dan kesimpulan.

3. Pemahaman Ujaran
A. Pengertian Pemahaman Ujaran
Bagaimana manusia dapat memahami kata ,frasa , klausa , kalimat atau
wacana yang mereka dengar. Dengan kata lain,bagaimana komprehensi dapat
terbentuk ? untuk membahas persoalan berikut perlu untuk memahami terlebih
dahulu macam serta definisi berikut.
Dari sudut pandang psikolinguistik, ada dua macam kemperhensi ( Clark
dan Clark 1977). Pertama, komprehensi yang berkaitan dengan pemahaman
atas ujaran yang kita dengar. Kedua, komprehensi yang berkaitan dengan
tindakan yang perlu dilakukan setelah pemahaman itu terjadi.
Untuk macam yang pertama, komprehensi dapat didefinisiskan sebagai
suatu proses mental dimana pendengar mempresepsi bunyi yang dikeluarkan
oleh seorang pembicara dan memakai bunyi-bunyi itu untuk membentuk suatu
interpretasi tentang apa yang dia perkirakan dimaksud oleh pembicara. Secara
mudah dapat dikatakan bahwa komprehensi adalah pembentukan makna dari
bunyi.
Setelah pemahaman atas ujaran terjadi, pendengar menetukan apakah ada
Tindakan yang perlua dilakukan sesuai denga napa yang dia fahami. Prose
mental ini dinamakan pelaksanaan kalimat( utilization of sentences).
B. Struktur batin dan struktur lahir
Dalam banyak hal makna suatu ujaran dapat di fahami dari urutan kata
yang terdapat pada ujaran tersebut, atau ciri-ciri tertentu masing-masing kata
yang dipakai. Seperti pada contoh:

1. Lelaki tua itu masih dapat bermain tenis

Dapat difahami cukup dari urutan kata-kata yang terdengar atau terlihat
oleh kita. Siapa pun yang mendengar kalimat ini akan memberikan interpretasi
makna yang sama, yakni, adanya seorang lelaki, lelaki itu tua, dia dari dulu
samapai sekarang bermain sesuatu, dan sesuatu itu adalah tenis.
Pada kasus yang lain, tidak mustahil bahwa suatu kalimat yang tampaknya
sederhana ternyta memiliki makna yang rumit. Dalam kalimat (2), misalnya,

2. Lelaki dan wanita tua itu masih dapat bermain tenis


Kita tidak yakin apakah lelaki itu juga tua seperti si wanita atau hanya
wanitanya sajalah yang tua sedangkan lelakinya tidak. Interpretasi ini muncul
karena adjektiva tua dapat berfungsi sebagai pewatas hanya pada nomina
wanita saja atau pada frasa lelaki dan wanita.

Dari contoh-contoh diatas tampak bahwa makna suatu kalimat ternyata


tidak hanya ditentukan oleh wujud permukaan yang kita dengar atau lihat saja
tetapi bahkan terutama oleh representasi yang mendasarinya. Dengan kata
lain, suatu kalimat tidak hanya memiliki struktur lahir tetapi juga memiliki
struktur batin. Perbedaan antara struktur lahir dengan struktur batin ini sangat
penting untuk pemahaman kalimat karena proses mental yang dilalui oleh
manusia dalam menaggapi kalimat-kalimat seperti ini berbeda dengan kalimat-
kalimat yang tidak ambigu. Meskipun konsep struktur batin vs struktur lahir
kini sudah tidak diikuti lagi oleh penggagasnya Chomsky(1996), dalam
jaitannya dengan dengan komperhensi ujaran keduakonsep ini rasanya masih
sangat bermanfaat. seseorang dapat memahami apa yang terkandungdlam
kalimat itu, bukan hanya terlihat atau terdengar dari kalimat tersebut.
C. Proposisi
Proporsi terdiri dari dua bagian:
1) Argumen yakni ikhwal-ikhwal yang dibicarakan.
2) Predikasi yakni pernyataan yang dibuat mengenai argumen.
Ada beberapa macam proporsisi:
Kalimat Unit verbal Nomina
Sulaeman menyanyi Menyanyi Sulaiman
Santi sakit Sakit Santi
Sari sedang menulis tesis Sedang menulis Sari, tesis
Salma memberi saya kado Memberi Salma , saya, kado

Contoh : Menyanyi berarti mempredikati kegiatan menyanyi oleh Sulaeman.


Sedangkan sakit pada santi mempredikati keadaan sakit si Santi. Juga pada
Sari sedang menulis mempredikati kegiatan menulis tesis oleh Sari.
Contoh lain:
Preman tua itu mecuri sepeda saya
Terdapat proporsi-proporsi berikut:
a. Seseorang mencuri sepeda
b. Seseorang itu adalah preman
c. Preman itu tua
d. Sepeda itu sepeda saya
e. Kala yang menyatakan masa lalu (meskipun ini tidak terwujud tetapi
terasakan dalam kalimat.
Pengertian mengenai proporsi ini penting untuk komprehensi karena yang
kita fahami dari suatu kalimat sebenarnya adalah proporsi-proporsi itu-
kenyataan bahwa ada orang, orang itu preman, preman itu orang tua, orang itu
mencuri sepeda, sepeda yang dicuri adalah sepeda milik saya,dsb. Pada saat
kita mendengar kata preman muncullah dalam benak kita fitur-fitur semantik
[+manusia], [+jantan], [perilaku negatif], dan sebagainya. Kata tua
menambahkan fitur [+berumur lanjut], dan kata itu menambahkan lagi fitur
[definit] (dan bukan[+generik]). Pengurutan kata preman, lalu itu, dan
kemudian tua!) membentuk suatu hierarki proporsi pada tataran frasa yang
menyatakan bahwa lelaki tersebut adalah preman yang berumur lanjut, dan
orang ini adalah orang yang telah telah kita ketahui identitasnya.
Proses ini berjalan lebih lanjut: ada sebuah sepeda dan sepeda itu
kepunyaan saya; orang itu melakukan perbuatan, yakni perbuatan mencuri,
dan seterusnya sehingga kalimat (7) akhirnya dapat dipahami dengan benar.
Yang sering terjadi pada manusia adalah bahwa begitu suatu proposisi kalimat
dipahami, kata-kata yang mewakilinya menjadi tidak penting lagi. Kita bahkan
sering lupa kata-kata apa persisnya yang dipakai oleh penutur tadi. Hal ini
terbukti dengan kenyataan bahwa kalau kita harus menyatakan proposisi
tersebut, belum tentu kita akan memakai kata-kata dan urutan yang sama.
D. Strategi dalam memahami ujaran
Dalam memahami ujaran, kita juga dibantu oleh faktor-faktor sintaktik.
Kalimat terdiri dari konstituen. Konstituen ini juga memiliki struktur tertentu.
Struktur konstituen inilah yang membantu kita memahami ujaran. Dengan kata
lain, kita menggunakan strategi sintaktik untuk membantu kita memahami
suatu ujaran. Strategi-strategi ini antara lain adalah:
1) Setelah kita mengidentifikasi kata pertama dari suatu konstituen yang
kita dengar, proses mental kita akan mulai mencari kata lain yang
selaras dengan kata pertama dalam konstituen tersebut. Seandainya
kata pertama yang kita dengar adalah orang, maka kita mencari kata
lain yang secara sintaktis bisa berkolokasi dengan kata ini. Kata-kata
ini bisa tua, besar, bodoh, atau itu. Proses seperti ini terjadi karena kita
sebagai penutur asli bahasa Indonesia secara intuitif tahu bahwa kata
seperti orang hampir selalu diikuti oleh sesuatu yang lain untuk bisa
menjadi suatu konstituen. Karena itu, kita mengharapkan adanya kata
lain yang menyusul.
2) Setelah mendengar kata yang pertama dalam suatu konstituen,
perhatikan apakah kata berikutnya mengakhiri kontruksi itu.
Seandainya setelah kata orang muncullah kata yang, maka kita
berkesimpulan bahwa kontruksi orang yang tidak mungkin membentuk
sutu konstituen. Karena itu, benak kita masih mengharapkan adanya
kata atau kata.
3) Setelah kita mendengar suatu verba, carilah macam serta jumlah
argumen yang selaras dengan verba tersebut. Jika verba yang kita
dengar adalah, misalnya verba memukul, maka kita pasti
mengaharapkan adanya suatu argumen, yakni, benda atau makhluk
yang dipukul. Jadi setelah kita mendengar ungkapan:
“Dia memukul…”
Pastilah kita mengharapkan sebuah nomina seperti pencuri atau meja
karena tidak mungkin ada suatu kalimat yang berakhir pada verba
seperti ungkapan di atas. Tidak mustahil bahwa yang muncul bukanlah
nomina, tetapi penggolong seperti sebuah atau seorang. Bila seorang
muncul sesudah memukul maka kita masih mengharapkan sebuah
nomina karena seorang dalam memukul seseorang belum merupakan
suatu konstituen. Akan tetapi, dalam hal ini harapan kita sudah lebih
terbatasi lagi karena seorang hanya mungkin diikuti oleh nomina yang
berfitur [+manusia].
4) Tempelkanlah tiap kata baru pada kata yang baru saja mendahuluinya.
Strategi ini berkaitan dengan kenyataan bahwa wujud kalimat memang
dalam bentuk linear sehingga kata yang mengikuti biasanya
menjelaskan kata yang mendahuluinya. Contoh: Buku sejarah
kebudayaan IndonesiaIkutilah progresi pikiran berikut: (a) Ini apa? –
buku, (b) buku apa? – buku sejarah; (c) sejarah apa? –sejarah
kebudayaan; (d) kebudayaan bangsa mana? – kebudayaan bangsa
Indonesia. Meskipun prinsip ini sangat umum, kadang-kadang kita
terkecoh.
5) Pakailah kata atau konstituen pertama dari suatu klausa untuk
mengidentifikasi fungsi dari klausa tersebut. Seandainya kata yang kita
dengar adalah jika, meskipun, atau ketika, maka pastilah akan ada
klausa induk dalam kalimat tersebut. Contoh:
 Jika kamu setuju, …
 Ketika kami di medan, …
Di samping strategi sintaktik, orang juga memakai startegi semantik
dalam memahami ujaran. Berikut adalah beberapa strategi semantik yang kita
pakai:
a. Pakailah nalar dalam memahami ujaran. Kita hidup dalam masyarakat
yang memiliki persepsi yang sama tentang banyak hal. Kita,
misalnya, pasti sama-sama memahami bahwa di dunia ini kucing
mengejar tikus, dan bukan sebaliknya. Dengan pengetahuan seperti
ini maka kalau kita diberi proposisi yang berkaitan dengan seekor
tikus, seekor kucing, dan perbuatan mengejar, pastilah kita berpikir
bahwa kalimat yang kita dengar adalah seperti:
 Kucing itu mengejar tikus
Bukan seperti:
 Tikus itu mengejar kucing
Apabila memang terdengar kalimat “tikus itu mengejar kucing”, pastilah
kita akan keheranan dan tidak mustahil akan menanyakan kepada pembicara
apa memang itu yang dia ujarkan.
b. Carilah kosntituen yang memenuhi syarat-syarat semantik tertentu.
Kalau kita dengar kata mencarikan, pastilah muncul dalam benak kita
konsep-konsep semantik yang berkaitan dengan kata ini, yakni, (a)
pasti harus ada pelaku perbuatan, (b) pasti ada obyek yang dicari, dan
(c) pasti ada orang lain yang dicarikan apapun yang dicari itu. Dengan
demikian, kalau kalimat yang kita dengar hanyalah…
 Dia sedang mencarikan anaknya
Pastilah kita masih mengharapkan adanya kelanjutan dari kalimat itu karena
verba mencarikan belum lengkap kalau hanya diikuti oleh orang yang
mendapat manfaat dalam hal ini anaknya.
Kalau yang kita dengar adalah:
 Dia sedang mencarikan pekerjaan
Maka ada dua pengertian yang kita serap: pekerjaan itu bukan untuk dia
sendiri, dan karenanya pasti ada orang lain yang sedang dia carikan pekerjaan
itu, meskipun hal ini dinyatakan secara eksplesit.
c. Apabila ada urutan kata N V N, maka N yang pertama adalah pelaku
perbuatan, kecuali tanda-tanda lain yang mengingkarinya. Dalam
kalimat
“Dia nabrak polisi”
Dia adalah pelaku perbuatan. Akan tetapi, bila verbanya telah ditandai oleh
afiks tertentu, misalnya, prefiks di-, sehingga kalimatnya menjadi
“Dia ditabrak polisi”
Kata dia tidak lagi menjadi pelaku perbuatan.
d. Bila dalam wacana kita temukan pronomina seperti mereka, atau
kami, mundurlah dan carilah antesiden untuk pronomina ini. Dalam
suatu wacana berikut:
“Waktu itu saya, Fivien, dan Amrul sedang menyusuri sungai. Tiba-tiba kami
lihat ada seekor ular yang…”
Kita temukan pronomina kami pada kalimat kedua. Pada saat kita membaca
atau mendengar kata ini, kita otomatis akan mundur akan mencari antesiden
dan pronomina ini, dan kita temukan tiga orang, yakni, saya, Fivien, dan
Amrul.
e. Informasi lama biasanya mendahului informasi baru. Dalam kita
berujar, ada informasi-informasi yang kita anggap ada pada kesadaran
si pendengar pada saat dia mendengarkan. Informasi seperti ini
dinamakan informasi lama. Setelah informasi lama dinyatakan,
barulah informasi baru diberikan.
KESIMPULAN

Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik perilaku yang
tampak maupun tidak tampak: resepsi, persepsi, pemerolehan bahasa dan pemroduksian
bahasa serta proses yang terjadi didalamnya. Produksi ujaran adalah cara manusia dalam
mengemukakan gagasannya, sedangkan persepsi ujaran adalah peristiwa ketika telinga
menangkap sebuah bunyi yang dapat berupa bunyi lepas, kata, atau kalimat.

Secara umum langkah dalam memproduksi ujaran dapat dibagi menjadi empat tingkat:
(1) tingkat pesan, dimana pesan yang akan disampaikan diproses, (2) tingkat fungsional,
dimana bentuk leksikal dipilih kemudian diberi peran dan fungsi sintaktik, (3) tingkat
posisional, dimana konstituen dibentuk dan afiksasi dilakukan, (4) tingkat fiologi, dimana
struktur fonologi ujaran itu diwujudkan. Persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang
mudah dilakukan oleh manusia karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal yang
meluncur tanpa adanya batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata yang lain.

Persepsi ujaran mempunyai beberapa model, dimana pada masing-masingmodel


terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana sebuah persepsi ujaran itu terbentuk
seperti keadaan lingkungan, keadaan psikologis si penutur, dan juga kemampuan berbahasa si
pendengar atau yang memberikan persepsi.

Dari sudut pandang psikolinguistik, ada dua macam kemperhensi. Pertama,


komprehensi yang berkaitan dengan pemahaman atas ujaran yang kita dengar. Kedua,
komprehensi yang berkaitan dengan tindakan yang perlu dilakukan setelah pemahaman itu
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2012. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.


Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Saputra, Herly Octa and Eko Kuntarto. 2018. “ Produksi Ujaran” Repository.Unja.Ac.Id.

Kuntarto, E. 2018. Psikolinguistik dan Perkembangannya. Lecture Handout: Psikolinguistik.


Program Pascasarjana Universitas Jambi, Jambi.

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.rijalakbar.id/2020/0
6/produksi-ujaran-pengertian-dan-
proses.html%3Fm%3D1&ved=2ahUKEwjP2a6RxMDvAhWbIbcAHe1WCGoQFjAHegQID
RAC&usg=AOvVaw2C7bAM_FMkjR5rwTRFCU9W

Anda mungkin juga menyukai