Anda di halaman 1dari 14

GUIDING WORLD JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING

Volume 06, Nomor 01


Mei 2023
E-ISSN: 2614-3585

DOI: 1033627

ANALISIS PERSEPSI UJARAN DALAM SUDUT PANDANG PSIKOLOGI BAHASA

SPEECH PERCEPTION ANALYSIS IN THE VIEW OF LANGUAGE PSYCHOLOGY

Irham1, Arifuddin2, Sulistia Indah3


STKIP Bima
Email: irham.husain68@gmail.com

Abstrak: Berbahasa itu adalah proses menyampaikan makna oleh


penutur kepada pendengar melalui satu atau serangkaian
ujaran. Ujaran adalah suara murni (tuturan), langsung
dari sosok yang berbicara. Jadi ujaran dapat berupa kata,
kalimat, atau gagasan, yang keluar dari mulut manusia
yang mempunyai arti. Proses pengujaran adalah sebuah
perwujudan dari proses artikulasi dan kemudian
terkonsep dalam otak manusia secara sempurna. Persepsi
ujaran adalah proses di mana sebuah ujaran ditafsirkan.
Persepsi ujaran melibatkan tiga proses yang meliputi,
pendengaran, penafsiran dan pemahaman terhadap
semua suara yang dihasilkan oleh penutur. Kombinasi
fitur-fitur tersebut (secara runtut) adalah fungsi utama
persepsi ujaran. Persepsi ujaran menggabungkan tidak
hanya fonologi dan fonetik dari tuturan yang akan
dirasakan, tetapi juga aspek sintakmatik dan semantik
dari pesan lisan tersebut. Dalam artikel ini akan
diuraikan mengenai analisis persepsi terhadap ujaran
dalam sudut pandang psikologi bahasa; bagaimana proses
atau tahapan dari suatu persepsi terhadap suatu ujaran
itu terjadi, apa saja faktor yang mempengaruhi sebuah
persepsi ujaran itu terbentuk, beberapa model persepsi
ujaran, dan persepsi ujaran dalam sudut pandang
psikologi bahasa.
Kata Kunci: Analisis, Persepsi Ujaran,Psikologi Bahasa

Abstract: Language is the process of conveying meaning by speakers


to listeners through one or a series of utterances. Speech
is pure sound (speech), directly from the person who is
speaking. So utterances can be words, sentences, or
ideas, which come out of human mouths that have
meaning. The process of utterance is a manifestation of
the process of articulation and is then perfectly
conceptualized in the human brain. Speech perception is
the process by which an utterance is interpreted.

89
Perception of speech involves three processes which
include, hearing, interpretation and understanding of all
sounds produced by speakers. The combination of these
features (coherently) is the main function of speech
perception. Speech perception incorporates not only the
phonology and phonetics of the speech to be perceived,
but also the syntactic and semantic aspects of the spoken
message. In this article, we will describe the analysis of
perceptions of utterances from the perspective of
language psychology; how the process or stages of a
perception of an utterance occurs, what are the factors
that influence a perception of speech to be formed,
several models of speech perception, and speech
perception from the perspective of language psychology.

Keywords: Analysis, Perception of Speech, Psychology of


Language

PENDAHULUAN
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah
menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam
segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak
disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah bahasa itu,
maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang kegiatan tempat bahasa
itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah alat untuk menyampaikan isi pikiran,
bahasa adalah alat untuk berinteraksi, bahasa adalah alat untuk mengekspresikan diri, dan
bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan, semuanya dapat diterima.
Berbahasa itu adalah proses menyampaikan makna oleh penutur kepada pendengar
melalui satu atau serangkaian ujaran. Satu proses berbahasa dikatakan berjalan baik
apabila makna yang dikirmkan penutur dapat di resepsi oleh pendengar persis seperti yang
di maksudkan oleh si penutur. Sebaliknya, suatu proses berbahasa dikatakan tidak berjalan
dengan baik apabila makna yang dikirim penutur diresepsi atau dipahami pendengar tidak
sesuai dengan yang dikehendaki penutur. Ketidaksesuaian ini bisa disebabkan oleh faktor
penutur yang kurang pandai dalam memproduksi ujaran, bisa juga disebabkan oleh faktor
pendengar yang kurang mampu meresepsi ujaran itu, atau bisa juga akibat faktor
lingkungan sewaktu ujaran itu ditransfer dari mulut penutur ke dalam telinga pendengar.

90
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
Secara awam manusia menggunakan kata ‘mendengar’ atau ‘mendengarkan’.
Artinya organ dengar kita menangkap berbagai bunyi yang prosesnya, kemudahannya, atau
kesulitannya tidak banyak kita sadari. Bunyi yang tertangkap pun beragam, ada yang
bermakna, ada yang tidak bermakna, ada yang tertangka secara utuh dan ada yang hanya
sebagian atau utuh tetapi mengalami distorsi. Menangkap suatu ujaran bukanlah suatu
proses yang sederhana. Manusia harus memulai dengan proses bagaimana mencerna bunyi-
bunyi itu sebelum dapat memahaminya sebagai ujaran.
Proses pengujaran adalah sebuah perwujudan dari proses artikulasi dan kemudian
terkonsep dalam otak manusia secara sempurna. Selanjutnya hal tersebut diwujudkan
dalam bentuk bunyi yang akan dimengerti oleh interlokutor tertentu (Darjowidjojo,
2005:49). Terkadang manusia tidak menyadari bahwa ujaran yang diwujudkan dalam
bentuk bunyi yang melewati udara itu ternyata sebuah proses yang kompleks. Pada
dasarnya ujaran adalah suara murni (tuturan), langsung dari sosok yang berbicara. Jadi
ujaran dapat berupa kata, kalimat, atau gagasan, yang keluar dari mulut manusia yang
mempunyai arti. Adanya ujaran ini akan muncul makna sintaksis, semantik dan pragmatik.
Persepsi ujaran menurut Gleason (1998:108) adalah proses di mana sebuah ujaran
ditafsirkan. Persepsi ujaran melibatkan tiga proses yang meliputi, pendengaran, penafsiran
dan pemahaman terhadap semua suara yang dihasilkan oleh penutur. Kombinasi fitur-fitur
tersebut (secara runtut) adalah fungsi utama persepsi ujaran. Persepsi ujaran
menggabungkan tidak hanya fonologi dan fonetik dari tuturan yang akan dirasakan, tetapi
juga aspek sintakmatik dan semantik dari pesan lisan tersebut. Dalam artikel ini akan
diuraikan mengenai persepsi terhadap ujaran dalam konteks psikolinguistik, Dalam
linguistik, bunyi-bunyi vokal dan konsonan yang kita dengar disebut bunyi segmental. Bunyi
bahasa yang berupa cepat-lambat, kelantangan, tekanan, dan nada disebut bunyi
suprasegmental atau prosodi. Perhatikan tiga ujaran berikut : a) Bukan angka, b) Buka
nangka c) Bukan nangka. Meskipun ketiga ujaran ini berbeda maknanya satu dari yang lain
dalam pengucapannya ketiga bentuk ujaran ini bisa sama [bukanahka].
Model Persepsi Ujaran
Berbagai model telah dikembangkan untuk membantu memahami komponen ujaran.
Ada model yang berfokus pada produksi atau persepsi berbicara semata-mata, dan ada
model lain yang menggabungkan kedua produksi ujaran dan persepsi secara bersamaan.
Beberapa model pertama dibuat dalam kurun waktu sampai sekitar pertengahan 1900-an,
dan model tersebut terus-menerus dikembangkan hingga saat ini.

91
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
Masalah utama dalam menentukan model persepsi ujaran adalah menentukan model
persepsi yang tepat dari sebuah proses persepsi ujaran. Hal tersbut dapat terjadi melalui
dua cara, yaitu: top-down process atau bottom-up process (Field, 2003). Pada pemrosesan
top-down, pendengar merasakan seluruh kata, kemudian memecahnya menjadi komponen-
komponen kecil untuk menentukan maknanya, sedangkan dalam proses bottom-up,
pendengar merasakan sebuah kata pertama, dan kemudian menyusun kumpulan kata
secara bersama-sama untuk membentuk dan menentukan makna. Ketika merancang model
persepsi ujaran, kedua proses tersebut perlu diperhitungkan. Beberapa model persepsi
ujaran berdasarkan tahun diusulkannya teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.
a. Motor Theory of Speech Perception (Model Teori Motor)
Model ini dikembangkan pada tahun 1967 oleh Liberman dkk. Prinsip dasar dari model
ini terletak pada produksi suara di saluran vokal pembicara. Teori ini menyatakan bahwa
pendengar mampu merasakan gerakan fonetik pembicara sementara si pembicara itu
berbicara. Sikap fonetik, dalam model ini, adalah representasi dari penyempitan saluran
vokal pembicara sambil menghasilkan bunyi ujaran. Setiap gerakan fonetik diproduksi unik
di saluran vokal. Tempat yang berbeda dari gerakan memproduksi memungkinkan
pembicara untuk menghasilkan fonem penting bagi pendengar untuk melihat.
Dalam teori ini Goldstone (1994) menyatakan bahwa ada dua hal, yang perlu
diperhatikan yaitu trading relations dan coarticulation. Trading relations adalah konsep
yang menyatakan bahwa tidak setiap gerakan fonetik dapat diterjemahkan secara langsung
dan didefinisikan dalam istilah akustik. Ini berarti bahwa harus ada langkah lain untuk
menafsirkan gerakan vokal. Sedangkan konsep coarticulation adalah bahwa ada variasi di
daerah artikulasi gerakan vokal yang dihasilkan oleh penutur. Gerakan yang sama mungkin
dapat diproduksi di lebih dari satu tempat. Fonem yang dipahami oleh pendengar
berdasarkan pada kemampuan si pendengar itu untuk mengidentifikasi semua variasi
ujaran.
Dalam Model Teori Motor ini menurut Goldstone (1994) akan ditemukan proses
categorical perception (persepsi kategoris). Persepsi kategoris adalah konsep bahwa fonem
ujaran dapat dibagi secara kategoris setelah mereka fonem-fonem tersebut diproduksi.
Ujaran terdiri dari tempat artikulasi dan waktu onset suara. Beberapa gerakan vokal hanya
dapat terjadi dari satu jenis artikulasi. Gerakan lainnya memiliki berbagai coarticulation.
Ini berarti bahwa suara yang sama dapat diproduksi di satu tempat di saluran vokal, atau
dapat dihasilkan dari beberapa tempat yang berbeda di saluran vokal. Kemampuan untuk

92
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
menentukan di mana suara tertentu diproduksi akan membantu dalam menentukan suara
(jenis fonem) setelah diproduksi. Gerakan vokal yang berbeda menghasilkan onset suara
pada waktu yang berbeda, tergantung pada apa suara yang dihasilkan . Sebagai contoh,
/b/ memiliki onset suara yang berbeda dari /p/ namun keduanya diproduksi di tempat
yang sama di saluran vokal. Membuat perbedaan antara artikulasi dan onset suara
memungkinkan gerakan pengelompokan (pembuatan kategori) yang ditentukan berdasarkan
cara suara-suara tersebut diproduksi.
b. Analysis-by-Synthesis Model (Model Analisis dengan Sintesis)
Dardjowidjojo (2005:53) menyebutnya dengan Model Analisis dengan Sintesis. Model
ini menyatakan bahwa pendengar mempunyai sistem produksi yang dapat mensintesiskan
bunyi sesuai dengan mekanisme yang ada padanya (Stevens 1960, dan Stevens dan Halle
1967, dalam Gleason dan Ratner 1998). Sebagai contoh bila penutur bahasa Indonesia
mendengar deretan bunyi /pola/ maka mula-mula dianalisislah ujaran itu dari segi fitur
distingtifnya, kemudian disintesiskanlah ujaran itu untuk memunculkan bentuk-bentuk
yang mirip dengan bentuk itu (/mula/, /pula/, /kola/, /pola/) sampai akhirnya ditemukan
deretan yang persis sama, yakni /pola/. Baru pada saat inilah deretan tadi dipersepsikan
dengan benar.
c. Fuzzy Logic Model of Perception (FLMP)
Massaro (1987) dan Werker (1991) menyatakan bahwa Fuzzy Logic Model of
Perception (FLMP) adalah sebuah temuan baru karena Model Teori Motor dinilai lemah.
Menurut Massaro persepsi kategoris (categorical perception) bukanlah suatu tanda bahwa
kita memiliki modus khusus dalam otak kita berkaitan dengan mengelompokkan fonem. Hal
ini dikarenakan persepsi ujaran sebenarnya terbentuk melalui dari tiga proses: evaluasi
fitur, integrasi fitur, dan kesimpulan (Djarjowidjojo, 2005).
Dalam model ini dikenal adanya bentuk prototipe tentang semua nilai ideal yang ada
pada suatu kata, termasuk fitur-fitur distingtifnya (pembedanya). Informasi dari semua
fitur yang masuk dievaluasi, diintegrasi dan kemudian dicocokkan dengan deskripsi dari
prototipe yang ada pada memori kita. Setelah dicocokkan lalu diambil kesimpulan apakah
masukan tadi cocok dengan yang terdapat pada prototipe.
Jika kita mendengar bunyi /ba/ maka kita mengkaitkannya denngan suku kata ideal
untuk suku ini, yakni semua fitur yang ada pada konsonan /b/ maupun pada vokal /a/.
Evaluasi ini lalu diintegrasikan dan kemudian diambil kesimpulan bahwa suku kata /ba/
yang kita dengar sama (atau tidak sama) dengan suku kata dari prototipe kita.

93
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
Model ini dinamakan fuzzy (kabur) karena bunyi suku kata atau kata yang kita dengar
tidak mungkin persis 100 persen sama dengan prototipe kita. Orang yang sedang
mengunyah sesuatu sambil mengatakan /baraɳ/ pasti tidak persis sama dengan yang
diucapkan oleh orang yang tidak sedang mengunyah apa-apa.
d. Cohort Model
Model ini diusulkan pada tahun 1980-an oleh Marslen-Wilson, Model Cohort adalah
representasi untuk pengambilan leksikal. Aitchison (1987) menyatakan bahwa leksikon
individu adalah kamus mental seseorang. Menurut sebuah studi, rata-rata individu memiliki
leksikon sekitar 45.000 sampai 60.000 kata Premis dari Model Cohort adalah bahwa
pendengar memetakan kata-kata baru dengan kosakata yang sudah ada dalam kamus
mentalnya. Setiap bagian dari tuturan dapat dipecah menjadi beberapa segmen. Semakin
banyak segmen yang didengar, ia bisa menghilangkan kata-kata dari kamus mereka yang
tidak berpola sama.
Marslen-Wilson dan Welsh (1978) dalam Gleason dan Ratner (1998) secara umum
menjelaskan Model Cohort dalam sebuah tahap dimana informasi mengenai fonetik dan
akustik bunyi-bunyi pada kata yang kita dengar memicu ingatan kita untuk memunculkan
kata-kata lain yang mirip dengan kata tadi.
Bila kita mendengar kata /prihatin/ maka semua kata yang mulai dengan /p/ akan
teraktifkan: pahala, pujaan, priyayi,prakata,dsb. Kata-kata yang termunculkan itulah yang
disebut cohort. Kemudian kata-kata yang tidak mirip dengan target (pahala,pujaan) akan
tersingkirkan. Lalu kata /priyayi/ dan /prakata/ akan ikut disingkirkan aren fonem
selanjutnya adalah /h/ dan persis cocok dengan yang diterima.
e. TRACE Model
Model ini ditemukan oleh James McCleland & Jeffrey Elman (McClelland dan Elman,
1986). Teori ini menyatakan bahwa ada beberapa masalah yang dialami pendengar ketika
mendengar suatu bunyi, (Su’udi, 2011:24): 1) bunyi yang didengar tidak benar-benar
terpisah, tetapi agak tumpang tindih, 2) pelafalan bunyi dipengaruhi oleh lingkungannya
yaitu bunyi sebelum atau sesudah bunyi tersebut, 3) beragamnya pelafalan suatu bunyi
yang disebabkan aksen individual, kedaerahan, atau kebisingan lingkungan tempat ujaran
didengar. Salah satu atau beberapa hal tersebut membuat awal bunyi sebuah kata didengar
semua kata yang berinisial sama dengan kata tersebut akan teraktifan dalam ingatan, kata
tersebut kemudian bersaing untuk dimaknai seiring dengan terdengarnya bunyi yang

94
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
menyusul, akhirnya makna yang dimaksud akan tertangkap setelah seluruh kata terdengar,
atinya persaingan selesai.
Persepsi bunyi atau urutan bunyi menurut teori ini mengalami proses sebagai berikut:
1) ketika awal bunyi, misalnya sebuah kata, didengar, semua kata yang berinisial sama
dengan kata tersebut akan teraktifkan dalam ingatan, 2) kata tersebut bersaing untuk
dimaknai seiring dengan terdengarnya bunyi yang menyusul, 3) akhirnya makna yang
dimaksud akan tertangkap setelah seluruh kata terdengar, artinya persaingan selesai.
Model TRACE bekerja dalam dua arah. Dalam TRACE, baik kata-kata atau fonem
dapat ditangkap dari pesan lisan (tuturan). Dengan segmentasi suara individu, fonem dapat
ditentukan dari kata yang diucapkan. Kemudian dengan menggabungkan fonem, kata-kata
dapat dibuat dan dirasakan oleh pendengar.
f. Exemplar Theory
Menurut Goldinger (1996), premis utama Examplar Theory (Teori Contoh-Contoh
Leksikon) sangat mirip dengan Model Cohort. Examplar Theory didasarkan pada hubungan
antara memori dan pengalaman sebelumnya dengan kata-kata. Teori ini bertujuan untuk
menjelaskan cara pada saat pendengar bisa mengingat episode akustik. Sebuah episode
akustik adalah sebuah pengalaman terhadap kata-kata yang diucapkan. Rincian kata
didengar dan diingat secara spesifik oleh pendengar. Jika kata tersebut akrab bagi
pendengar. Pendengar mungkin dapat mengenali kata-kata dengan lebih baik, jika
sebelumnya ia mendengar kata tersebut secara berulang-ulang dari pembicara yang sama
dan dengan kecepatan bicara yang sama.
Teori ini meyakini bahwa setiap kata meninggalkan jejak yang unik pada memori
pendengar dan jejak ini membantu pendengar dalam mengingat kata-kata . Ketika kata-
kata baru masuk memori, jejak dari kata-kata baru dicocokkan kemudian dicari ada
tidaknya kesamaan (Goldinger, 1998). Semakin banyak pengalaman perbaikan leksikal yang
diperoleh serta kata-kata baru yang dipelajari atau didengar, maka stabilitas memori
seseorang akan semakin meningkat. Goldinger (1998) menjelaskan plastisitas leksikal
dalam The Ganong Effect yaitu bahwa jejak memori dunia nyata jauh lebih mudah dilihat
daripada memori kata omong kosong. Kata (dalam Bahasa Inggris) Soot, Boot, Root akan
lebih mudah untuk diingat karena kesamaan dalam memori pendengar daripada kata
Snoyb, Bnoyb, dan Rnoyb karena kata-kata tersebut tidak serupa dalam memori
pendengar, sehingga akan sulit untuk diingat.

95
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
g. Neurocomputational Model
Model ini diusulkan oleh Kroger dkk (2009). Mereka berpendapat bahwa model
persepsi ujaran didasarkan pada fakta-fakta neurofisiologis dan neuropsikologi. Mereka
mensimulasikan jalur saraf mana saja di berbagai wilayah otak yang terlibat dalam proses
pengujaran terutama ketika ujaran tersebut diproduksi dan dirasakan. Dengan
menggunakan model ini, area otak dalam pengetahuan ujaran diperoleh dengan cara
melatih jaringan saraf untuk mendeteksi suara di daerah kortikal dan sub-kortikal otak.
Melalui penelitian mereka, Kroger dan rekan menentukan bahwa model
neurocomputational memiliki kemampuan embedding di daerah-daerah otak fitur penting
dalam proses produksi ujaran dan persepsi untuk mencapai pemahaman ujaran.
Model ini berbeda dengan model yang dibahas sebelumnya dalam kaitannya dengan
persepsi ujaran. Hickok & Poeppel (2000) mengembangkan model ini untuk menunjukkan
bahwa persepsi ujaran tidak hanya melibatkan persepsi bahasa lisan, akan tetapi juga
sangat bergantung pada produksi bahasa juga. Model ini sangat mencerminkan temuan
Liberman dan rekan dalam pekerjaan mereka pada Teori Motor. Kedua model ini
menunjukkan bahwa persepsi ujaran adalah produk dari kedua produksi ujaran dan
bagaimana ujaran diterima. Huang, dkk (2001) menunjukkan bahwa ada beberapa daerah
mirip dalam otak yang diaktifkan untuk memproduksi dan mempersepsi bahasa sekaligus.
Model neurocomputational adalah salah satu dari beberapa model yang memetakan jalur
kerja di otak dalam memproduksi ujaran. Neurocomputational merupakan model
pengolahan ujaran yang kompleks yang terdiri dari bagian kognitif, motorik dan sensoris.
Bagian kognitif atau linguistik terdiri dari aktivasi saraf atau generasi representasi
fonemik pada sisi produksi ujaran serta aktivasi saraf di sisi persepsi ujaran. Bagian
motorik dimulai dengan representasi fonem ujaran , mengaktifkan rencana motorik dan
berakhir dengan artikulasi komponen ujaran tertentu. Bagian sensoris dimulai dengan
sinyal akustik ujaran (sinyal suara akustik), menghasilkan representasi pendengaran untuk
sinyal itu dan mengaktifkan representasi fonemik untuk komponen ujaran.
Pendekatan terkemuka dalam neurocomputational adalah model DIVA dikembangkan
oleh Frank H. Guenther dan kelompoknya di Universitas Boston (en.wikipedia.org). Model
tersebut memperhitungkan berbagai macam data fonetis dan gambaran sistem saraf tapi
bersifat spekulatif.

96
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
h. Dual Stream Model
Dual Stream Model, diusulkan oleh Hickok dan Poeppel ( 2007). Model ini dinamakan
dual stream karena dinyatakan bahwa terdapat dua jaringan saraf fungsional berbeda
dalam proses ujaran dan informasi bahasa. Salah satu jaringan saraf terutama berkaitan
dengan informasi sensorik dan fonologi berkaitan dengan konseptual dan semantik.
Jaringan lainnya beroperasi dengan informasi sensorik dan fonologi berkaitan dengan
motorik dan sistem artikulasi . Dalam Dual Stream Model ada beberapa aspek yang
diperhatikan yaitu; kunci dari ujaran, produksi dan persepsi. Belahan kiri otak manusia
berurusan dengan informasi, tetapi sebagai Hickok & Poeppel (2007) menemukan bahwa
belahan otak kiri ini juga mampu mewakili informasi akustik sama mudahnya seperti
belahan kanan. Dengan demikian teori Dual Stream Model dikatakan unik dan masuk akal
sebagai model untuk persepsi ujaran.
Dual stream model harus diasumsikan dengan benar, yaitu bahwa kita menerima 1)
representasi sensorik /fonologis baik dengan sistem konseptual maupun sistem motorik,
dan 2) bahwa sistem konseptual dan sistem motor-ujaran bukanlah hal yang sama, maka
berarti harus ada dua aliran pengolahan . Pengolahan pertama menuju ke sistem
konseptual, yang lain mengarah ke sistem motorik

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.


Penelitian ini mendeskripsikan persepsi ujaran. Tujuan penggunaan pendekatan penelitian
ini adalah untuk mengungkap secara deskriptif fenomena suatu persepsi terhadap suatu
ujaran itu terjadi dalam konteks sudut pandang psikologi bahasa. Penelitian ini berlokasi di
wilayah Kota Bima. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa masih
dijumpai adanya persepsi terhadap suatu ujaran itu terjadi.

Metode pengumpulan data melalui teknik observasi dan perekaman serta teknik
simak dan catat. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik padan.
Teknik padan menurut Sudaryanto, dkk. (1990:21-22) adalah cara menganalisis data yang
berupa isi tuturan manusia yang menggunakan referen bahasa; alat penentunya
menggunakan teknik pilah unsur penentu atau teknik PUP. Teknik ini bersifat mental yang
dimiliki penelitinya yakni sesuai dengan jenis penentu yang akan dibagi-bagi menjadi
berbagai unsur dengan daya pilah referen. Dengan demikian, untuk menganalisis tuturan

97
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
manusia dalam berbagai aspek dilihat dari perbedaan referen atau sosok teracu yang
dideskripsikan dalam suatu ujaran yang terjadi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Persepsi ujaran adalah peristiwa ketika telinga menangkap sebuah bunyi yang
dapat berupa bunyi lepas, kata, atau kalimat (Su’udi, 2011:19). Kalau orang tidak dapat
mendengar bunyi dengan jelas, tentu saja orang tidak menangkap maknanya, lebih-lebih
kalu bunyi itu berupa kalimat dan orang itu belum menguasai bahasa yang digunakan dalam
kalimat tersebut. Ketidakmampuan menangkap bunyi yang didengar bisa disebabkan oleh
berbagai sebab, yaitu yang disebabkan oleh ketidaksempurnaan organ dengar dan kedua
yang berasal dari materi yang didengar. Ketidaksempurnaan persepsi bunyi antara lain
disebabkan oleh kecepatan bunyi yang didengar, khususnya kalau berupa kalimat. Menurut
Dardjowidjojo (2005:49) persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah
dilakukan oleh manusia karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal yang meluncur
tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata yang lain.
Ujaran adalah suara murni (tuturan), langsung, dari sosok yang berbicara.Jadi
ujaran itu adalah sesuatu baik berupa kata,kalimat,gagasan, yang keluar dari mulut
manusia yang mempunyai arti. Dengan adanya ujaran ini maka akan muncullah makna
sintaksis,semantik,dan pragmatik. Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur
dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi
lingkungan mereka.
Persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan oleh
manusia karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada batas
waktu yang jelas antara satu kata dengan kata yang lain. Ketika seseorang berbicara atau
bernyanyi, indera pendengaran kita mampu membedakan ciri bunyi yang satu dengan yang
lainnya. Indera pendengaran mampu menangkap dan memahami rangkaian bunyi vokal dan
konsonan yang membentuk sebuah tuturan, cepat-lambat tuturan, dan nada tuturan yang
dihasilkan oleh seorang penutur.
Berdasarkan uraian di atas, persepsi terhadap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh
alat bicara dikelompokan menjadi dua, yakni:
1) Persepsi terhadap bunyi yang berupa satuan struktural, yaitu vokal dan
konsonan.

98
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
2) Persepsi terhadap bunyi yang berupa cepat-lambat, kelantangan, tekanan, dan
nada.
Ada tiga tahap dalam pemrosesan persepsi bunyi, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Auditori
Pada tahap ini manusia menerima ujaran sepotong demi sepotong. Ujaran ini
kemudian ditanggapi dari segi fitur akustiknya. Konsep-konsep seperti titik artikulasi,
cara artikulasi, fitur distingtif, dan VOT (Voice Onset Time: waktu antara lepasnya
udara untuk pengucapan suatu konsonan dengan getaran pita suara untuk bunyi vokal
yang mengikutinya) sangat bermanfaat di sini karena ihwal seperti inilah yang
memisahkan satu bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam ujaran itu kita simpan
dalam memori auditori kita.
2. Tahap Fonetik
Bunyi-bunyi itu kemudian kita identifikasi. Dalam proses mental kita, kita lihat,
misalnya apakah bunyi tersebut [+konsonantal], [+vois], [+nasal], dst. Begitu pula
lingkungan bunyi itu : apakah bunyi tadi diikuti oleh vokal atau oleh konsonan. Kalau
oleh vokal, vokal macam apa – vokal depan, vokal belakang, vokal tinggi, vokal rendah,
dsb. Seandainya ujaran itu adalah Bukan nangka , maka mental kita menganalisis bunyi
/b/ terlebih dahulu dan menentukan bunyi apa yang kita dengar itu dengan
memperhatikan hal-hal seperti titik artikulasi, cara artikulasi, dan fitur distingtifnya.
Pada memori fonetik, hal-hal seperti ini sudah tidak diperlukan lagi karena begitu
kita tangkap bunyi itu sebagai bunyi /b/ maka detailnya sudah tidak signifikan lagi.
Artinya, apakah /b/ itu diikuti oleh bundaran bibir atau tidak, tetap saja bunyi itu
adalah bunyi /b/. Analisis mental yang lain adalah untuk melihat bagaimana bunyi-bunyi
itu diurutkan karena urutan bunyi inilah yang nantinya menentukan kata itu kata apa.
Bunyi /a/, /k/, dan /n/ bisa membentuk kata yang berbeda bila urutannya berbeda.
Bila /k/ didengar terlebih dahulu, kemudian /a/ dan /n/ maka akan terdengarlah bunyi
/kan/; bila /n/ yang lebih dahulu, maka terdengarlah bunyi /nak/.
3. Tahap Fonologis
Pada tahap ini mental kita menerapkan aturan fonologis pada deretan bunyi yang
kita dengar untuk menetukan apakah bunyi-bunyi tadi sudah mengikuti aturan
fonotaktik yang pada bahasa kita. Untuk bahasa Inggris, bunyi /h/ tidak mungkin
memulai suatu suku kata. Karena itu, penutur bahasa Inggris pasti tidak akan
menggabungkannya dengan vokal.

99
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
Berbagai model telah dikembangkan untuk membantu memahami komponen
ujaran. Ada model yang berfokus pada produksi atau persepsi berbicara semata-mata,
dan ada model lain yang menggabungkan kedua produksi ujaran dan persepsi secara
bersamaan.
Masalah utama dalam menentukan model persepsi ujaran adalah menentukan
model persepsi yang tepat dari sebuah proses persepsi ujaran. Hal tersbut dapat terjadi
melalui dua cara, yaitu: top-down process atau bottom-up process. Pada pemrosesan
top-down, pendengar merasakan seluruh kata, kemudian memecahnya menjadi
komponen-komponen kecil untuk menentukan maknanya, sedangkan dalam proses
bottom-up, pendengar merasakan sebuah kata pertama, dan kemudian menyusun
kumpulan kata secara bersama-sama untuk membentuk dan menentukan makna.
Di atas telah digambarkan bagaimana manusia memproses ujaran yang kita dengar
secara satu per satu. Akan tetapi, dalam kenyataannya bunyi itu tidak diujarkan secara
terlepas dari bunyi yang lain. Bunyi selalu diujarkan secara berurutan dengan bunyi yang
lain sehingga bunyi-bunyi itu membentuk semacam deretan bunyi. Lafal bunyi yang
diujarkan secara berurutan dengan bunyi yang lain tidak sama dengan lafal bunyi itu bila
dilafalkan secara sendiri-sendiri. Bunyi /p/ yang diujarkan sebelum bunyi /i/ (seperti kata
pikir) akan berbeda dengan bunyi /p/ yang diujarkan sebelum bunyi /u/ (seperti pada kata
pukat). Pada rentetan yang pertama, bunyi /p/ ini akan terpengaruh oleh bunyi /i/
sehngga ucapan untuk /p/ sedikit banyak sudah diwarnai oleh bunyi /i/, yakni, kedua bibir
sudah mulai melebar pada saat bunyi /p/ diucapkan. Sebaliknya, bunyi /p/ pada /pu/
diucapkan dengan kedua bibir bundarkan, bukan dilebarkan seperti pada /pi/.
Namun demikian, sebagai pendengar kita tetap saja dapat menentukan bahwa
kedua bunyi /p/ yang secara fonetik berbeda merupakan satu bunyi yang secara fonemik
sama. Karena itulah maka betapa pun berbedanya lafal suatu bunyi, pendengar akan tetap
menganggapnya sama apabila perbedaan itu merupakan akibat dari adanya bunyi lain yang
mempengaruhinya. Dengan kata lain, alofon-alofon suatu bunyi akan tetap dianggap
sebagai satu fonem yang sama.
Persepsi terhadap suatu bunyi dalam deretan bunyi bisa pula dipengaruhi oleh
kecepatan ujaran. Suatu bunyi yang diucapkan dengan bunyi-bunyi yang lain secara cepat
akan sedikit banyak berubah lafalnya. Akan tetapi, sebagai pendengar kita tetap saja
dapat memilah-milihnya dan akhirnya menentukannya. Pengetahuan kita sebagai penutur
bahasa membantu kita dalam proses persepsi.

100
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
Faktor lain yang membantu kita dalam mempersepsi suatu ujaran adalah
pengetahuan kita tentang sintaksis maupun semantik bahasa kita. Suatu bunyi yang terucap
dengan tidak jelas dapat diterka dari wujud kalimat di mana bunyi itu terdapat. Bila dalam
mengucapkan kalimat Dia sedang sakit kita terbatuk persis pada saat kita akan
mengucapkan kata sakit, sehingga kata ini kedengaran seperti /keakit/, pendengar kita
akan dapat menerka bahwa kata yang terbatukkan itu adalah sakit dari konteks di mana
kata itu dipakai atau dari perkiraan makna yang dimaksud oleh pembicara.

Berdasarkan gambaran ini dapatlah dikatakan bahwa pengaruh konteks (dalam hal ini
psikologi bahasa/psikolinguistik) dalam persepsi ujaran sangatlah besar. Dari sintaksisnya
kita tahu bahwa urutan pronomina, kala progsesif, dan adjektiva adalah urutan yang
benar. Dari semantiknya terdapat pula kecocokan antara ketiga kata ini. Dari konteksnya
ketiga kata ini mmemberikan makna yang layak.

PENUTUP
Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan, ada tiga hal yang dapat
disimpulkan, yaitu:
1. Proses atau tahapan dari suatu persepsi terhadap suatu ujaran itu terjadi bahwa
persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan oleh
manusia karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada
batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata yang lain. Persepsi ujaran juga
ternyata tidaklah sesederhana yang kita pikirkan, di dalamnya terdapat proses atau
tahapan bagaimana suatu persepsi terhadap suatu ujaran itu terjadi. Melalui tahapan-
tahapan tersebut kita sebagai pendengar dapat menafsirkan bunyi yang diujarkan oleh
penutur dan memahaminya secara tepat dan sesuai dengan maksud si penutur.
2. Faktor yang mempengaruhi sebuah persepsi ujaran itu terbentuk bahwa persepsi
terhadap suatu bunyi dalam deretan bunyi bisa pula dipengaruhi oleh kecepatan ujaran.
Suatu bunyi yang diucapkan dengan bunyi-bunyi yang lain secara cepat akan sedikit
banyak berubah lafalnya. Akan tetapi, sebagai pendengar kita tetap saja dapat
memilah-milihnya dan akhirnya menentukannya. Pengetahuan kita sebagai penutur
bahasa membantu kita dalam proses persepsi.
3. Model persepsi ujaran dalam konteks psikolinguistik bahwa persepsi ujaran mempunyai
beberapa model, di mana pada masing-masing model terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi bagaimana sebuah persepsi ujaran itu terbentuk seperti keadaan
101
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa
lingkungan, keadaan psikologis si penutur, dan juga kemampuan bahasa si pendengar
atau yang memberikan persepsi. Masalah utama dalam menentukan model persepsi
ujaran adalah menentukan model persepsi yang tepat dari sebuah proses persepsi
ujaran. Hal tersbut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu: top-down process atau
bottom-up process. Pada pemrosesan top-down, pendengar merasakan seluruh kata,
kemudian memecahnya menjadi komponen-komponen kecil untuk menentukan
maknanya, sedangkan dalam proses bottom-up, pendengar merasakan sebuah kata
pertama, dan kemudian menyusun kumpulan kata secara bersama-sama untuk
membentuk dan menentukan makna.
4. Faktor lain yang membantu kita dalam mempersepsi suatu ujaran adalah pengetahuan
kita tentang sintaksis maupun semantik bahasa kita. Suatu bunyi yang terucap dengan
tidak jelas dapat diterka dari wujud kalimat di mana bunyi itu terdapat.

DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.


Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

DIVA model: a model of speech production, focussing on feedback control processes,


developed by Frank H. Guenther and his group at Boston University, MA, USA. The
term "DIVA" refers to "Directions Into Velocities of Articulators" (en.wikipedia.org
diunduh pada tanggal 9 November 2014)

Field, John. 2003. Psycholinguistics. USA: Routledge.

Gleason, Jean. Berko dan Nan Bernstein Rartner, eds. 1998. Edisi Kedua. Psycholinguistics.
New York: Harcourt Brace College Publishers.

Sudaryanto, dkk. 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.

Su’udi, Astini. 2011. Pengantar Psikolinguistik bagi Pembelajar Bahasa Perancis. Semarang:
Widya Karya.

http://en.wikiversity.org/wiki/Psycholinguistics/Models_of_Speech_Perception#Models_of
_Speech_Perception/

102
Irham, Arifuddin, Sulistia Indah Jurnal Guiding World
Analisis Persepsi Ujaran dalam Sudut Pandang Vol. 06 No. 01. Mei 2023: Hal 89-102
Psikologi Bahasa

Anda mungkin juga menyukai