PERSEPSI UJARAN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh:
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses persepsi terhadap ujaran berlangsung?
C. Tujuan
Suatu kegiatan tanpa tujuan itu suatu hal yang sia-sia, adapun tujuan utama dalam
penyusunan makalah ini adalah:
1. Agar dapat menganalisa proses persepsi terhadap ujaran berlangsung.
BAB II
PEMBAHASAN
Persepsi ujaran ternyata bukan sesuatu yang baru, hal tersebut telah terjadi
sejak zaman dahulu dan telah diamati oleh para ahli hingga menemukan sesuatu yang
dapat diamati dan dipelajari oleh orang lain. Para ahli mengemukakan bagaimana
proses perkembangan persepsi ujaran itu terjadi melalui berbagai penelitian yang
akhirnya timbul teori sebagai berikut:
1. Teori Motor
Teori pertama perkembangan persepsi ujaran ialah teori yang dalam bahasa
Inggris disebut motor theory of speech perception yang menyatakan bahwa setiap
individu atau manusia mempersepsi bunyi yang didengar dengan memakai acuan
dalam menilainya seperti saat dia memproduksi bunyi itu. Penentuan bunyi
tersebut didasarkan pada persepsi si pendengar yang seolah olah membayangkan
bagaimana bunyi itu dibuat dan seandainya ia sendiri yang mengujarkannya.
Dengan demikian ia akan menilai bunyi tersebut dan secara psikologis ia akan
menilai dan membuat persepsi sesuai dengan pandangannya.
2. Analisis Sintesis
Teori perkembangan persepsi ujaran yang kedua adalah tiap individu atau
manusia memiliki ujaran yang berbeda-beda tergantung pada berbagai faktor yang
terjadi pada waktu tersebut seperti keadaan kesehatan, keadaan sesaat seperti
sedang dalam perasaan sedih aau senang, dan keadaan alat sekitar yang lain seperti
merokok atau tidak dan sebagainya yang dapat berpengaruh pada perasaan dan
emosi.
Disamping kecepatan, bunyi bunyi dalam suatu ujaran juga tidak dapat
diucapkan secara utuh tetapi sepertinya lebur dengan bunyi yang lain. Kita sebagai
pendengar diharapkan dapat memilah-milah mana ikut yang sama. Kalimat Inggris Ed
had etidet itu bila diujarkan secara wajar akan kedengaran aneh dan lucu,
/edhaededitidit/, tetapi penutur asli tetap saja dapat mempersepsikan dengan benar.
Suara seorang wanita, seorang pria, dan seorang anak juga berbeda-beda. Getaran pita
suara untuk wanita berkisar antara 200-300 per detik, sedangkan untuk pria hanya
sekitar 100. Karena itu, suara seorang pria kedengaran lebih berat, Suara anak lebih
tinggi dari pada suara wanita karena getaran pita suaranya bisa mencapai 400 per
detik. Perbedaan-perbedaan ini tentu saja memunculkan bunyi yang berbeda-beda,
meskipun kata yang diucapkan itu sama. Kata “tidur” yang diucapkan oleh seorang
wanita, pria, dan anak tidak akan berbunyi sama. Namun, kita sebagai pendengar
dapat mempersepsikannya sebagai kata yang sama.
C. Signal Ujaran
Signal / إش ارةadalah tanda yang disengaja, yang dibuat oleh pemberi sinyal
agar si penerima sinyal melakukan sesuatu. Jadi sinyal ini boleh dikatakan bersifat
imperative / امر قطعي. Misalnya letusan pistol dalam lomba lari. Letusan pistol yang
ditembakkan dengan sengaja merupakan sinyal atau isyarat bagi para pelari yang ikut
berlomba untuk melakukan tindakan lari. Contoh lain seperti dalam lampu lalu lintas.
Sedangkan ujaran adalah suara murni (tuturan), langsung, dari sosok yang berbicara.
Jadi ujaran itu adalah sesuatu baik berupa kata, kalimat, gagasan, yang keluar dari
mulut manusia yang mempunyai arti. Dengan adanya ujaran ini maka munculah
makna sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Bahasa merupakan salah satu perilaku dari kemampuan manusia, sama dengan
kemampuan dan perilaku untuk berfikir, bercakap-cakap, bersuara, ataupun bersiul.
Berbahasa ini merupakan kegiatan dan proses memahami menggunakan isyarat
komunikasi yang disebut bahasa. Berbahasa merupakan gabungan berurutan antara
dua proses yaitu proses proses produktif dan reseptif. Proses produktif berlangsung
pada diri pembicara yang menghasilkan kode-kode bahasa yang bermakna dan
berguna. Sedangkan proses reseptif berlangsung pada diri pendengar yang menerima
kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna yang disampaikan oleh pembicara
melalui alat-alat artikulasi dan diterima melalui alat-alat pendengaran. Proses
produksi disebut enkode sedangkan proses penerimaan, perekaman, dan pemahaman
disebut dekode.
Adapun sistem-sistem tersebut memiliki hubungan yang erat antara yang satu
dengan yang lainnya. Sistem-sistem tersebut diantaranya adalah: Pertama: The
speech recognizer atau pengenalan bunyi-bunyi berfungsi mengenal bunyi-bunyi yang
diucapkan sistem manusia sebagai bahasa tertentu, langkah pertama dalam proses
mengerti pembicaraan orang adalah mengenal atau mendeteksi adanya kesatuan
fonologi yang berupa fonem-fonem dari sinyal-sinyal bicara (Acoustical Speech
Signal) yang kita tangkap. Kedua: system panser (analisis kalimat) yang berfungsi
untuk menganalisa struktur kalimat. Ia mendeteksi bagaimana hasil kerjasama antara
tiga sistem dalam central processing unit yaitu speech recognizer, system konsepsi,
dan leksikon. Ketiga: sistem konseptual (the conceptual system) merupakan inti
dalam penggunaan bahasa oleh manusia, karena proses berpikir yang mendasari
tingkah laku manusia terdapat dalam sistem konseptual tersebut. System ini dapat
dijelaskan dengan konsep jaringan (Conceptual Network) yang menyangkut dua hal
penting yaitu pengertian pengertian atau konsep-konsep dan alat-alat operasional
untuk konsep-konsep tersebut. Keempat: system generator kalimat (The Sentence
Generators), system ini berfungsi untuk mentransferkan struktur konseptual ke dalam
bahasa ucapan. Kelima: yaitu sistem articulator yang berfungsi untuk mengucapkan
kata-kata atau menyampaikan susunan yang dibentuk oleh generator kalimat.
Keenam: system leksikon yang berfungsi untuk membantu mengerti arti dari suatu
pengertian yang ingin kita ucapkan yang meliputi informasi-informasi seperti
informasi tentang fonologi, sintaksis, semantic, dan pengejaan kata.
Persepsi terhadap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara dikelompokan
menjadi dua, yakni: 1) Persepsi terhadap bunyi yang berupa satuan struktural, yaitu
vokal dan konsonan. 2) Persepsi terhadap bunyi yang berupa cepat-lambat,
kelantangan, tekanan, dan nada.
Dalam linguistik, bunyi-bunyi vokal dan konsonan yang kita dengar disebut
bunyi segmental. Bunyi bahasa yang berupa cepat-lambat, kelantangan, tekanan, dan
nada disebut bunyi suprasegmental atau prosodi. Perhatikan tiga ujaran berikut :
a) Bukan angka, b) Buka nangka c) Bukan nangka.
Meskipun ketiga ujaran ini berbeda maknanya satu dari yang lain, dalam
pengucapannya ketiga bentuk ujaran ini bisa sama [bukanangka]. Di samping itu,
suatu bunyi juga tidak diucapkan secara persis sama tiap kali bunyi itu muncul.
Bagaimana suatu bunyi diucapkan dipengaruhi oleh lingkungan dimana bunyi itu
berada. Bunyi [b] pada kata buru, misalnya, tidak persis sama dengan bunyi [b] pada
kata biru. Pada kata buru bunyi /b/ dipengaruhi oleh bunyi /u/ yang mengikutnya
sehingga sedikit banyak ada unsur pembundaran bibir dalam pembuatan bunyi ini.
Sebaliknya, bunyi yang sama ini akan diucapkan dengan bibir yang melebar pada
kata biru karena bunyi /i/ merupakan bunyi vokal depan dengan bibir melebar.
Namun demikian, manusia tetap saja dapat mempersepsi bunyi-bunyi bahasanya
dengan baik.
F. Model-Model Persepsi Ujaran
Persepsi ujaran adalah peristiwa ketika telinga menangkap sebuah bunyi yang
dapat berupa bunyi lepas, kata, atau kalimat (Su’udi, 2011:19). Kalau orang tidak
dapat mendengar bunyi dengan jelas, tentu saja orang tidak menangkap maknanya,
lebih-lebih kalau bunyi itu berupa kalimat dan orang itu belum menguasai bahasa
yang digunakan dalam kalimat tersebut. Ketidakmampuan menangkap bunyi yang
didengar bisa disebabkan oleh berbagai sebab, yaitu yang disebabkan oleh
ketidaksempurnaan organ dengar dan kedua yang berasal dari materi yang didengar.
BAB III
KESIMPULAN
C. Signal Ujaran
Ujaran adalah suara murni (tuturan), langsung dari orang yang berbicara.
Sehingga, dengan kata lain ujaran merupakan kata, kalimat, atau gagasan yang keluar
dari mulut manusia yang mempunyai arti. Proses dalam pengujaran tersebut adalah
suatu perwujudan dari proses artikulasi yang kemudian terkonsep dalam otak manusia
secara sempurna.
Persepsi ujaran adalah proses dimana sebuah ujaran ditafsirkan. Persepsi ujaran
melibatkan 3 proses di dalamnya, yaitu: pendengaran, penafsiran, dan pemahaman
terhadap semua suara yang dihasilkan oleh penutur. Kombinasi fitur-fitur tersebut
adalah fungsi utama dalam persepsi ujaran. Sedemikan itu, di dalam persepsi ujaran
tidak hanya menggabungkan aspek fonologi dan fonetik saja, melainkan aspek
sintakmatik dan semantik dari pesan lisan tersebut.
Suatu proses berbahasa dapat dikatakan berjalan baik, apabila makna yang
dikirimkan penutur dapat diresepsi atau dipahami oleh pendengar persis seperti yang
dimaksudkan oleh penutur. Sebaliknya, jika suatu proses berbahasa tidak berjalan
dengan baik maka makna yang dikirim oleh penutur asli diresepsi atau dipahami
pendengar tidak sesuai dengan yang dikehendaki penutur. Ketidaksesuaian ini bisa
disebabkan oleh faktor penutur yang kurang pandai dalam memproduksi ujaran, bisa
juga disebabkan oleh faktor pendengar yang kurang mampu meresepsi ujaran tersebut,
atau bisa juga disebabkan oleh faktor lingkungan saat ujaran tersebut ditransfer dari
mulut ke mulut penutur ke dalam telinga pendengar. Sehingga signal ujaran yang di
dengar tidak berjalan dengan baik.
Secara awam, manusia menggunakan kata “mendengar” atau “mendengarkan”,
artinya organ dengar kita menangkap berbagai bunyi yang secara tidak langsung
prosesnya, kemudahannya, atau kesulitannya tidak banyak kita sadari. Bunyi yang
tertangkap pun beragam, ada yang mengandung makna dan adapula yang tidak
mengandung makna, ada yang tertangkap secara utuh dan adapula yang hanya sebagian
saja atau utuh tetapi mengalami distorsi. Menangkap signal ujaran bukanlah suatu
proses yang sederhana, dikarenakan manusia harus memulai dengan bagaiamana proses
mencerna bunyi-bunyi tersebut sebelum dapat dipahami sebagai bentuk dari ujaran.
Proses pengujaran adalah sebuah perwujudan dari proses artikulasi yang
kemudian terkonsep dalam otak secara sempurna. Selanjutnya proses tersebut
diwujudkan dalam bentuk bunyi yang akan dipahami oleh interlokutor tertentu
(Darjowidjojo, 2005:49). Terkadang tanpa disadari manusia melakukan proses ujaran
diwujudkan dalam bentuk bunyi yang melewati udara itu ternyata sebuah proses yang
kompleks. Pada dasarnya ujaran adalah suara murni (tuturan) langsung dari sosok yang
berbicara. Jadi ujaran dapat berupa kata, kalimat, atau gagasan yang keluar dari mulut
manusia yang memiliki makna. Adapun dengan adanya ujaran terebut maka akan
muncul makna sintaksis, semantik, dan pragmatik.
b. Tahap Fonetik
Kemudian VOT nya juga diperhatikan, karena VOT inilah yang akan
menentukan kapan getaran pada pita suara itu terjadi. Segmen-segmen bunyi
ini kemudian kita simpan di memori fonetik. Perbedaan antara memori auditori
dengan memori fonetik yaitu pada memori auditori semua variasi alofonik
yang ada pada bunyi tersebut kita simpan, sedangkan pada memori fonetik
hanya fitur-fitur yang sifatnya fonemik saja. Misalnya, bila kita mendengar
bunyi [b] dari kata buntu maka yang kita simpan pada memori auditori bukan
fonem /b/ dan bukan hanya titik artikulasi, cara artikulasi, dan fitur-fitur
distingtifnya saja, akan tetapi pengaruh bunyi /u/ juga yang mengikutinya.
Dengan demikian maka [b] ini sedikit banyak diikuti oleh bundaran bibir (lip -
rounding).
Pada memori fonetik, hal-hal seperti ini tidak diperlukan kembali karena
begitu kita tangkap bunyi itu sebagai bunyi /b/ maka detailnya sudah tidak
signifikan kembali. Artinya, apakah /b/ tersebut diikuti oleh bundaran bibir
atau tidak, tetap saja bunyi itu adalah bunyi /b/. Analisis mental yang lain
adalah untuk melihat bagaimana bunyi-bunyi itu diurutkan sesuai karena
urutan bunyi inilah yang menentukan kata tersebut masuk ke dalam jenis apa.
Bunyi /a/,/k/, dan/n/ dapat mementuk kata yang berbeda bila urutannya pun
berbeda. Bila /k/ di dengar terlebih dahulu, kemudian /a/ dan /n/ makan akan
terdengar bunyi /kan/; bila /n/ terlebih dahulu maka yang terdengar adalah
bunyi /nak/.
c. Tahap Fonologis
Pada tahap ini mental kita menerapkan aturan fonologis pada deretan
bunyi yang telah di dengar untuk menentukan apakah bunyi-bunyi tadi telah
mengikuti aturan fonotaktik yang terdapat pada bahasa kita. Untuk bahasa
Inggris, bunyi /h/ tidak mungkin memulai suatu suku kata. Oleh karena itu,
penutur bahasa Inggris tidak menggabungkannya dengan vokal.
Sedemikian itu, jika ada urutan bunyi dengan bunyi berikutnya, tentunya
bunyi tersebut akan menempatkan bunyi sesuai dengan bunyi di mukanya
(depannya), bukan di belakangnya. Sehingga deretan bunyi /b/, /ə/, /h/, /i/
dan /s/ pasti akan dipersepsi sebagai beng dan is, tidak mungkin be dan ngis.
Orang Indonesia yang mendengar deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak
mustahil akan mempersepsikannya sebagai /mb/ karena fonotaktik dalam
bahasa memungkinkan urutan seperti pada kata mbak dan mbok, meskipun
keduanya sama-sama pinjaman dari bahasa Jawa. Sebaliknya, penutur bahasa
Inggris pasti akan memisahkan kedua bunyi ini ke dalam dua suku kata yang
berbeda.
Adapun kombinasi bunyi yang tidak dimungkinkan oleh aturan
fonotaktik bahasa tersebut pasti akan ditolak. Kombinasi /kt/, /fp/, atau /pk/
tidak mungkin memulai suatu suku sehingga kalau terdapat deretan bunyi
/anaktuhgal/ tidak mungkin akan dipersepsi sebagai /ana/ dan /ktuhgal/ secara
mental dengan melalui proses yang sama. Kemudian bunyi /k/, dan seterusnya.
Sehingga akhir semua bunyi yang terdapat dalam ujaran tersebut dapat
teranalisis dengan baik. Jadi, hal yang membedakan antara bukan nangka,
bukan angka, dan buka nangka adalah jeda (juncture) yang terdapat antara satu
kata dengan kata lainnya.