Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahasa dinyatakan sebagai sistem bunyi yang arbitrer
yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri.
Bahasa juga dijabarkan oleh beberapa ahli seperti Harimurti Kridalaksana yang menyatakan
bahwa bahasa adalah sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk komunikasu oleh
kelompok manusia. Lalu Finoechiaro yang menyatakan bahwa bahasa adalah simbol vokal yang
arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang
mempelajari sistem kebudayaan itu, berkomunikasi atau berinteraksi.
Aspek Bahasa….
Ada beberapa aspek dalam bahasa yaitu aspek fisik dan aspek sosial
Aspek Fisik Bahasa : Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa bahasa merupakan Basaha
merupakan suatu bentuk alat komunikasi manusia yangberupa lambang bunyi melalui alat ucap,
dimana setiap suara yang dikeluarkannya memiliki arti. Maka yang dimaksud aspek fifik bahasa
pada dasrnya mencakup tiga aspek. Pertama, bagaimana bunyi itu dihasilkan (aspek produksi).
Kedua, Bagaimana ciri – ciri bunyi bahasa yang diujarkan (aspek akustis). Ketiga, bagaimana
bunyi bahasa itu dipahami melalui indra pendengaran (aspek persepsi bunyi bahasa).
Untuk menghasilkan bunyi bahasa yang benar diperlukan alat bicara yang normal, keterampilan
dan kemampuan organ alat bicara dalam melakukan artikulasi, serta kemampuan mengatur
pernapasan. Perubahan proses produksi bunyi menghasilkan perubahan kualitas bunyi (aspek
produksi). Sebagai akibat proses artikulasi yang berbeda pada bahasa – bahasa di dunia ini, bunyi
– bunyi bahasa yang dihasilkan berbagai bahasa itu pun berbeda (aspek akustis). Indra
pendengaran mampu menangkap dan memahami rangkaian bunyi vokal dan konsonan yang
membentuk sebuah tuturan, cepat lambat tuturan, dan nada tuturan yang dihasilkan oleh seorang
penutur(aspek presepsi bunyi suara).
Aspek Sosial Bahasa : Bahasa mempunyai variasi dan memiliki ragam. Di dalam lingkungan
masyarakat, ada bahasa yang digunakan dan memperlihatkan ciri keakraban atau keintiman.
Bahasa yang ditandai bentuk dan pilihan kata akrab seperti gue, loe, bete. Berikut termasuk ke
dalam ragam intim. Ragam berikutnya dikenal sebagai ragam konsultatif, yang merupakan
ragam bahasa yang digunakan pada saat guru mengajar di kelas. Cirinya berbeda dengan ragam
formal atau resmi. Ragam lain adalah bahasa yang ditandai ujaran – ujaran baku dan beku
sebagaimana yang terdengar dalam acara ritual dan seremonial.
ASPEK KOGNITIF BAHASA
Bahasa merupakan sistem tanda bunyi yang dipergunakan oleh para anggota kelompok
masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Ketika
berkomunikasi, manusia memproduksi ujaran lisan atau tulisan; orang yang diajak
berkomunikasi akan mendengar dan atau melihat apa yang hendak dikomunikasikan dan
berusaha memahami apa yang dibicarakan. Dalam proses pemahaman, manusia juga akan
mengingat apa yang diujarkan atau dituliskan. Semua proses tersebut disebut Proses Kognitif.
Proses kognitif adalah proses untuk memperoleh pengetahuan di dalam kehidupan yang
diperoleh melalui pengalaman. Proses kognitif melibatkan berbagai panca indra, dan hasil proses
kognitif disebut kognisi.
Pada abad yang silam terdapat dua aliran filsafat yang saling bertentangan dan yang
sangat memengaruhi perkembangan linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran
empirisme yang erat kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian
terhadap data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur-unsur
pembentukannya sampai yang terkecil. Aliran yang kedua adalah rasionalisme yang cenderung
mengkaji prinsip-prinsip akal yang bersifat batin dan faktor bakat atau pembawaan yang
bertanggung jawab mengatur perilaku manusia. Aliran ini mengkaji akal sebagai suatu kesatuan
yang utuh dan menganggap batin atau akal ini sebagai faktor yang penting untuk diteliti guna
memahami perilaku manusia.
Pada awal abad ke-20, Ferdinand de Saussure (1858-1913), pakar linguistik
berkebangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa sebenarnya bahasa itu (linguistik) dan
bagaimana keadaan bahasa itu di dalam otak (psikologi). Dia menegaskan objek kajian linguistik
adalah langue, sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin mengkaji
bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan psikologi harus digunakan. Hal
ini dikatakannya karena beranggapan segala sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya
bersifat psikologis.
Bloomfield, seorang linguis dari Amerika Serikat dipengaruhi oleh dua buah aliran
psikologi yang bertentangan dalam menganalisis bahasa. Pada mulanya ia sangat dipengaruhi
oleh psikologi mentalisme dan kemudian beralih pada psikologi behaviorisme. Karena pengaruh
mentalisme, Bloomfield berpendapat bahwa bahasa itu merupakan ekspresi pengalaman yang
lahir karena tekanan emosi yang sangat kuat. Sejak tahun 1925, Bloomfield meninggalkan
mentalisme dan mulai menggunakan behaviorisme dan menerapkannya ke dalam teori bahasanya
yang sekarang terkenal dengan nama linguistik struktural atau linguistik taksonomi.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Linguistik atau Ilmu Bahasa, memiliki cabang-
cabang ilmu seperti Linguistik Mikro dan Linguistik Makro. Linguistik Mikro adalah cabang
ilmu bahasa yang memelajari bahasa dari dalamnya, dengan perkataan lain, memelajari struktur
bahasa itu sendiri. Sedangkan Linguistik Makro adalah cabang ilmu bahasa yang memelajari
bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, termasuk di dalamnya bidang
interdisipliner dan bidang terapan. Beberapa cabang Linguistik Mikro antara lain adalah
Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Semantik. Linguistik mikro lebih membahas tentang tujuan
dan apa yang melatarbelakangi penciptaan bahasa, serta fungsinya. Sedangkan Linguistik makro
meliputi Psikolinguistik, Sosiolinguistik, Linguistik Komputational, dan sebagainya, karena
Linguistik Makro lebih mengkaitkan ilmu bahasa dengan aspek-aspek yang ada di luar ilmu
kebahasaan. Dalam kesempatan ini, saya akan menjelaskan tentang salah satu cabang ilmu
bahasa makro, yaitu Psikolinguitik. Berdasarkan pengalaman kita, kita tahu bahwa salah satu
cara untuk menjelaskan makna sebuah kata adalah dengan melalui pendekatan etimologis.
Artinya, sebuah kata itu dicari etimologinya dan dapat baru dipahami maknanya. Kata
psikolinguistik pun dapat dijelaskan dengan pendekatan semacam itu. Secara etimologis kata
Psikolinguistik berasal dari dua kata, yakni psikologi dan linguistik yang sebenarnya merupakan
dua disiplin ilmu yang berbeda, yang masing-masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan
metode yang berlainan.
Namun, keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek
materinya saja yang berbeda. Linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya juga berbeda.
Sementara itu, secara etimologis Psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos.
Kata psyce berarti “jiwa, roh, atau sukma”, sedangkan kata logos berarti “ilmu”. Jadi psikologi,
secara harfiahnya berarti “ilmu jiwa”, atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa. Pada
mulanya, kerja sama antar dua disiplin itu disebut linguistic psychology dan ada juga yang
menyebutnya psychology of language. Kemudian sebagai hasil kerja sama yang lebih baik, lebih
terarah, dan lebih sistematis di antara kedua ilmu itu, lahirlah satu disiplin ilmu baru yang
disebut Psikolinguistik, sebagai ilmu antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah
psikolinguistik itu sendiri baru lahir tahun 1954, yakni tahun terbitnya buku Psycholinguistics : A
Survey of Theory an Research Problems yang disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A.
Sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik merupakan ilmu yang menguraikan proses-proses psikologis yang terjadi
apabila seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu
berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia. Psikolinguistik
mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan
kalimat- kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan
berbahasa itu diperoleh manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964; Slama Cazahu, 1973). Secara
teoretis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari teori yang bisa diterima secara linguistik
dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya.
Kerjasama antara psikologi dan linguistik tampaknya belum cukup untuk dapat
menerangkan hakikat bahasa, seperti tercermin dalam definisi-definisi tersebut di atas. Berikut
adalah beberapa subdisiplin ilmu dalam psikolinguistik. Subdisiplin dalam Psikolinguistik,
meliputi psikolinguistik teoretis, psikolinguistik perkembangan, psikolinguistik sosial,
psikolinguistik pendidikan, psikolinguistik eksperimental, neuropsikolinguistik, dan
psikolinguistik terapan.
Psikolinguistik teoretis, adalah cabang psikolinguistik yang membicarakan tentang hal-
hal yang berkaitan dengan teori bahasa, misalnya tentang hakikat bahasa, ciri bahasa manusia,
teori kompetensi dan performansi atau teori langue dan parole, dan sebagainya. Psikolinguistik
perkembangan, membicarakan tentang pemerolehan bahasa, misalnya peranti pemerolehan
bahasa dan periode kritis pemerolehan bahasa. Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan
fonologi, proses pemerolehan semantik, proses pemerolehan sintaksis secara berjenjang,
bertahap, dan terpadu. Psikolinguistik sosial, membicarakan tentang aspek-aspek sosial bahasa,
misalnya sikap bahasa, akulturasi bahasa, jarak sosial dan pendidikan. Bagi suatu masyarakat
bahasa, bahasa bukan hanya merupakan suatu gejala dan identitas sosial saja, tetapi juga
merupakan suatu ikatan batin dan nurani yang sukar ditinggalkan. Psikolinguistik pendidikan,
membicarakan tentang aspek pendidikan secara umum di sekolah, terutama mengenai peranan
bahasa dalam pengajaran bahasa pada umumnya.
Psikolinguistik eksperimental, membicarakan tentang eksperimen eksperimen dalam
semua bidang yang melibatkan bahasa dan perilaku bahasa. Neuropsikolinguistik, membicarakan
tentang hubungan bahasa dengan otak manusia. Para pakar neurologi telah berhasil menganalisis
struktur biologis otak, serta telah memberi nama pada bagian-bagian struktur otak itu.
Psikolinguistik terapan, membicarakan tentang penerapan temuan-temuan subdisiplin
psikolinguistik. Yang termasuk dalam subdisiplin ini adalah psikologi, linguistik, pertuturan dan
pemahaman, pemelajaran bahasa.
Pemelajaran bahasa merupakan sebuah proses. Pada hal ini, berarti bahwa dalam
pemelajaran bahasa terdapat rangkaian perilaku yang menyebabkan terjadinya berbagai
perubahan, yaitu penggantian secara bertahap sebuah kondisi dengan kondisi dengan kondisi lain
yang mengarah pada keadaan akhir yang diharapkan. Kegiatan pemelajaran bahasa akan berjalan
dengan baik, jika dilandasi oleh metode-metode pendukung yang efisien. Psikolinguistik telah
bermanfaat dalam menjalankan pemelajaran keterampilan berbahasa dan mencerahkan hubungan
bahasa dengan proses mental pada saat proses resepsi dan produksi bahasa terjadi. Proses resepsi
meliputi aktifitas menyimak dan membaca. Manfaat berbagai temuan studi psikolinguistik
terhadap pemelajaran keterampilan berbahasa, dikemukakan pada kegiatan belajar. Berikut
adalah beberapa teori pemelajaran bahasa dalam psikologi.
Teori Stimulus-Respons. Teori ini memiliki dasar pandangan bahwa perilaku berbahasa,
bermula dengan adanya stimulus yang segera menimbulkan respons. Teori ini bermula dari hasil
eksperimen Ivan P. Pavlov, seorang ahli fisiologi Rusia, terhadap seekor anjing percobaannya.
Teori-Teori Kognitif. Teori ini pada awal kelahirannya dimulai dengan penggabungan teori S-R
dan teori Gestalt yang dilakukan oleh Tolman dan kawan-kawan. Maksud dari teori ini adalah
pengkajian bagaimana caranya persepsi memengaruhi perilaku dan bagaimana caranya
pengalaman memngaruhi persepsi. Dengan kata lain, teori kognitif mengkaji proses-proses akal
atau mental yang berlaku pada waktu proses pemelajaran berlangsung.
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
seorang anak ketika memeroleh bahasa pertamanya atau bahasa-ibunya. Pemelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak memelajari bahasa kedua,
setelah dia memeroleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa
pertama, sedangkan pemelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Menurut Chomsky,
pemerolehan bahasa pertama seorang anak terdiri dari tiga buah pemerolehan bahasa, yakni
pemerolehan fonologi, pemerolehan sintaksis, dan pemerolehan semantik.
Pemerolehan fonologi didukung oleh beberapa teori seperti Teori Struktural Universal,
Teori Generatif Universal, Teori Proses Fonologi Ilmiah, Teori Prosodi-Akustik, serta Teori
Kontras dan Proses. Teori Struktural Universal, dikemukakan oleh Jakobson. Pada intinya teori
ini mencoba menjelaskan pemerolehan fonologi berdasarkan struktur-struktur universal
linguistik, yaitu hukum-hukum struktural yang mengatur setiap perubahan bunyi.
Teori Generatif Universal, diperkenalkan oleh Jakobson tetapi dikembangkan lagi oleh
Moskowitz dengan cara menerapkan unsur-unsur fonologi generatif yang diperkenalkan oleh
Chomsky dan Halle. Menurut teori ini adalah penemuan konsep dan pembentukan hipotesis
berupa rumus-rumus yang dibentuk oleh anak berdasarkan Data Linguistik Utama, yaitu kata-
kata dan kalimat-kalimat yang didengarnya sehari-hari. Teori Proses Fonologi Ilmiah,
diperkenalkan oleh David Stampe. Menurut teori ini, proses fonologi anak bersifat nurani yang
harus mengalami penindasan, pembatasan, dan pengaturan yang sesuai dengan penuranian
representasi fonemik orang dewasa.
Teori Prosodi-Akustik, diperkenalkan oleh Waterson. Berdasarkan teori ini, pemerolehan
bahasa adalah satu proses sosial sehingga kajiannya lebih tepat dilakukan di rumah dalam
konteks sosial yang sebenarnya daripada pengkajian data-data eksperimen, lebih-lebih untuk
mengetahui pemerolehan fonologi. Teori Kontras dan Proses, diperkenalkan oleh Ingram.
Berdasarkan teori ini, anak memeroleh sistem fonologi orang dewasa dengan cara menciptakan
strukturnya sendiri dan kemudian mengubah struktur tersebut jika pengetahuan mengenai sistem
orang dewasa semakin baik.
Pemerolehan sintaksis didukung oleh beberapa teori seperti Teori Tata Bahasa Pivot,
Teori Hubungan Tata Bahasa Nurani, Teori Hubungan Tata Bahasa dan Informasi Situasi, Teori
Kumulatif Kompleks, dan Teori Pendekatan Semantik. Teori Tata Bahasa Pivot, diperkenalkan
oleh Braene, Bellugi, Brown dan Fraser, serta Miller dan Ervin. Menurut teori ini, ucapan dua
kata-kata anak terdiri dari dua jenis kata menurut posisi dan frekuensi munculnya kata-kata itu
dalam kalimat. Kedua kata tersebut kemudian dikenal dengan nama kelas pivot dan kelas
terbuka. Pada umumnya kelas pivot terdiri dari kata-kata fungsi, sedangkan yang termasuk kelas
terbuka terdiri dari kata-kata isi atau kata-kata penuh berupa nomina dan verba.
Teori Hubungan Tata Bahasa Nurani, diperkenalkan oleh Chomsky. Berdasarkan teori
ini, hubungan tata bahasa tertentu seperti Subjek, Predikat, Objek, adalah bersifat universal dan
dimiliki oleh semua bahasa. Berdasarkan teori tersebut, Mc Neil berpendapat bahwa
pengetahuan anak mengenai hubungan tata bahasa universal adalah bersifat nurani, karena
memengaruhi pemerolehan sintaksis anak sejak tahap awalnya. Teori Hubungan Tata Bahasa
dan Informasi Situasi, diperkenalkan oleh Bloom. Menurut teori ini, hubungan tata bahasa tanpa
merujuk pada informasi situasi, belum mencukupi untuk menganalisis ucapan atau bahasa anak.
Maka diperlukan sebuah situasi untuk dapat menganalisisnya.
Teori Kumulatif Kompleks, dikemukakan oleh Brown. Berdasarkan teori ini, urutan
pemerolehan sintaksis oleh anak ditentukan oleh kumulatif kompleks semantik morfem dan
kumulatif kompleks tata bahasa yang sedang diperoleh itu. Jadi, tidak sama sekali ditentukan
oleh frekuensi munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan orang dewasa. Teori
Pendekatan Semantik, diperkenalkan oleh Greenfield dan Smith. Akan tetapi lebih dulu
diperkenalkan oleh Bloom. Berdasarkan teori ini, pendekatan semantik menemukan struktur
ucapan berdasarkan hubungan-hubungan semantik.
Pemerolehan semantik didukung oleh beberapa teori seperti Teori Hipotesis Fitur
Semantik, Teori Hipotesis Hubungan-Hubungan Gramatikal, Teori Hipotesis Generalisasi, serta
Teori Hipotesis Primitif-Primitif Universal. Teori Hipotesis Fitur Semantik. Menurut beberapa
ahli psikolinguistik perkembangan, anak memeroleh makna suatu kata dengan cara menguasai
fitur-fitur semantik sampai benar-benar menguasainya. Teori ini memandang bahwa fitur-fitur
makna yang digunakananak dianggap sama dengan fitur makna orang dewasa.
Teori Hipotesis Hubungan-Hubungan Gramatikal, diperkenalkan oleh Mc Neil. Menurut
teori ini, pada waktu dilahirkan seorang anak telah dilengkapi dengan hubungan-hubungan
gramatikal dalam yang nurani. Secara horizontal, pada mulanya anak hanya memiliki beberapa
fitur semantik untuk setiap butir leksikal terhadap penguasaan bahasanya. Teori Hipotesis
Generalisasi, diperkenalkan oleh Anglin. Menurut teori ini, perkembangan semantik anak
mengikuti satu proses generalisasi, yakni kemampuan anak melihat hubungan-hubungan
semantik antara nama-nama benda mulai dari yang kongkret sampai yang abstrak. Teori
Hipotesis Primitif-Primitif Universal, diperkenalkan oleh Postal, lalu dikembangkan oleh
Bierwisch. Menurut teori ini, menyatakan bahwa primitif-primitif semantik atau komponen-
komponen semantik mewakili kategori yang sudah ada sejak awal yang digunakan oleh manusia
untuk menggolongkan struktur benda-benda yang diamati manusia.
Perkembangan atau pertumbuhan sel otak manusia berlangsung dengan sangat cepat,
sejak bayi hingga akhir masa remaja. Otak terbagi atas dua hemisfer, yakni hemisfer kanan dan
hemisfer kiri. Hemisfer kiri memang dominan untuk fungsi bicara bahasa, tetapi tanpa hemisfer
kanan, maka pembicaraan seseorang akan menjadi monoton, tak ada prosodi, tak ada lagu
kalimat, tanpa menampakkan adanya emosi, dan tanpa disertai isyarat-isyarat bahasa. Ada
beberapa teori yang mendukung proses pembicaraan bahasa, seperti Teori Laterisasi dan
Lokalisasi. Teori Lateralisasi menyatakan bahwa pusat-pusat bahasa berada pada hemisfer kiri.
Sedangkan Teori Lokalisasi menyatakan bahwa pusat-pusat bahasa berada di daerah kedua
hemisfer. Selain itu, dilihat dari jenis kelamin. Otak wanita dengan otak pria terdapat beberapa
perbedaan. Otak wanita lebih maju dibandingkan otak pria, karena otak wanita lebih seimbang,
tajam, awet dan selektif.
Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya, tentu dapat berbahasa dengan baik.
Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu memunyai
kesulitan dalam berbahasa, baik produktif maupun reseptif. Secara medis, gangguan berbahasa
terdiri atas gangguan berbicara, gangguan multifaktorial, dan psikogenik. Gangguan berbicara
disebabkan karena kelainan paru-paru, lidah, bahkan pita suara. Gangguan multifaktorial
disebabkan karena penyakit seperti kerusakan otak, artikulasi yang rusak, bahkan karena sering
membisu. Sedangkan gangguan psikogenik disebabkan karena manja, latah, kemayu dan gagap.
Selain gangguan medis, masih ada gangguan berbahasa, berpikir, serta lingkungan. Gangguan
berbahasa disebabkan karena ketidakseimbangan antara hemisfer kanan dan hemisfer kiri.
Kemudian gangguan berpikir disebabkan karena gangguan otak seperti pikun, sisofrenik dan
depresif. Sedangkan gangguan lingkungan disebabkan karena kurang sosialisasi antar sesama.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiana, Leo Idra & Sodiq, Syamsul. 2003. Psikolinguistik. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
Suherlan & Rosidin, Odien. 2004. Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya : Pengantar
Memahami Linguistik. Serang : FKIP Untirta Serang.
A. Pengertian Bahasa
1. Bahasa merupakan sebuah sistem, artinya bahasa susunan kata-kata yang teratur dan jika
kehilangan salah satu unsur akan merubah atau merancukan sebuah arti dalam kalimat.
2. Bahasa merupakan sistem tanda, artinya sudah ada kesepakatan atau konvensi bahwa
sebuah bahasa dapat mewakili suatu hal atau peristiwa yang dipahami bersama dalam
satu.
3. Bahasa merupakan sistem bunyi karena dasar dari bahasa adalah bunyi dan tulisan
merupakan aspek atau alternatif kedua yang tidak kalah pentingnya.
4. Bahasa merupakan konvensi atau kesepakatan dari pengguna suatu bahasa.
5. Bahasa itu produktif, artinya bahasa intensitas penggunanya sangat tinggi dan vital.
6. Bahasa itu unik setiap bahasa mempunyi sistem yang berbeda dan beragam penamaan
dan penggunaannya.
7. Bahasa merupakan identitas suatu kelompok sosial yang menggambarkan ciri budaya.
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling
sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita
kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan
mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang
Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti
berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau
bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa, bagi kepentingan yang
lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-
bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan
bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat
manipulatif.
Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja,
bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi
bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus
mengetahui fungsi-fungsi bahasa. Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang
digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri,
sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi
sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial
(Keraf, 1997: 3).
Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi
sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga
mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
Berikut ini merupakan beberapa fungsi dari bahasa :
1. Untuk menyatakan ekspresi diri
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala
sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan
kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
- Agar menarik perhatian orang lain terhadap kita
- Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.
Sebenarnya semua fungsi bahasa sebagai yang dikemukakan di atas tidak terpisah satu
sama lain dalam kenyataan sehari-hari. Sehingga untuk menetapkan dimana yang satu mulai dan
di mana yang lain berakhir sangatlah sulit. Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagai
berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri. Dalam buaian seorang bayi sudah
dapat menyatakan dirinya sendiri, ia menangis bila lapar atau haus. Ketika mulai belajar
berbahasa, ia memerlukan kata-kata untuk menyatakan lapar, haus dan sebagainya. Hal itu
berlangsung terus hingga seorang menjadi dewasa. Keadaan hatinya, suka-dukanya, semuanya
coba diungkapkan dengan bahasa agar tekanan-tekanan jiwanya dapat tersalur. Kata-kata seperti,
aduh, hai, wahai, dan sebagainya. Menceritakan pada kita kenyataan ini.
D. Kesimpulan
Melihat fungsi-fungsi bahasa sebagai dikemukakan di atas, terutama fungsi sebagai alat
komunikasi dan kontrol sosial, maka maksud utama dari buku ini ialah berusaha untuk
memberikan dasar-dasar guna memperoleh kemahiran berbahasa, baik dalam penggunaan bahasa
secara lisan secara tertulis, agar mereka yang mendengar atau diajak bicara, dengan mudah dapat
memahami apa yang dimaksudkan.
Kemahiran berbahasa bertujuan melancarkan komunikasi yang jelas dan teratur dengan
semua anggota masyarakat. Ia memungkinkan terpeliharanya tata sosial, adat istiadat, kebiasaan
dan sebagainya, melalui pengkhususan dari fungsi komunikatif tadi. Jadi yang paling utama dari
kemahiran berbahasa adalah pemakaian bahasa secara baik untuk kepentingan tiap individu
dalam masyarakat, untuk kebaikan umat manusia sendiri.
Tetapi sejarah juga mencatat kenyataan-kenyataan yang sama sekali tidak diharapkan
umat manusia. Sejarah memperlihatkan pula bahwa kemahiran bahasa yang dimiliki seseorang
dapat disalah-gunakan untuk menghancurkan umat manusia dan kebudayaannya. Ini bukan
menjadi tujuan kita. Sebab itu pemakai bahasa tidak saja harus memiliki kemahiran sebagai yang
dimaksud, tetapi juga harus memiliki moral yang tinggi, sehingga dapat menjadi batu timbangan
dalam mengadakan kontrol sosial terhadap anggota-anggota masyarakat, terutama bila pembicara
menduduki suatu tempat yang penting dalam masyarakat atau memegang tampuk pimpinan suatu
masyarakat.