OLEH:
C1F120046
UNIV.HALUOLEO KENDARI
2020/2021
BAB I
A.Konsep Bahasa
Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Interaksi
terasa sangat penting pada saat manusia membutuhkan eksistensinya untuk diakui. Kegiatan
ini membutuhkan alat, sarana atau media, yaitu Bahasa. Sejak saat itulah Bahasa menjadi
alat, sarana atau media.
Bahasa yang dalam Bahasa inggrisnya disebut language berasal dari Bahasa latin yang
berarti “lidah”. Secara universal pengertian Bahasa adalah suatu bentuk ungkapan yang
bentuk dasarnya ujaran. Bahasa merupakan alat komunikasi yang mengandung beberapa sifat
yakni, sistematis, mana suka, ujaran, manusiawi dan komunikatif. Disebut sistematis karena
Bahasa diatur oleh sistem. Setiap Bahasa mengandung dua sistem, yaitu sistem bunyi dan
sistem makna. Bunyi merupakan sesuatu yang bersifat fisik yang dapat ditangkap oleh panca
indera kita.
Bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat terdiri atas dua
unsur utama yakni bentuk (unsur ujaran) dan makna (isi). Bagian ini terdiri atas dua unsur
yaitu unsur segmental dan unsur suprasegmental. Unsur segmental secara hirarki dan segmen
yang paling besar sampai segmen yang paling kecil yaitu wacana, kalimat, frase, morfem,
dan fonem.
Unsur suprasegmentasi terdiri atas intonasi. Unsur-unsur intonasi adalah: tekanan (keras,
lembut ujaran ) nada (tinggi rendah ujaran), durasi (Panjang pendek waktu pengucapan),
perhentian (yang membatasi arus ujaran). Makna adalah isi yang terkandung dalam bentuk-
bentuk diatas, makna pun dibagi berdasarkan hierarki yaitu: makna morfemis (makna
imbuhan), makna leksikal (makna kata), dan makna sintesis (makna frasa, klausa, kalimat).
Serta makna wacana yang disebut tema.
Secara umum, Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Fungsi khusus Bahasa
dikelompokkan oleh finochiaro (dalam oka.1994:39) menjadi 5 kelompok yaitu:
1. .Fungsi personal
Merupakan fungsi Bahasa untuk menyatakan diri. Ukurannya adalah apakah yang
disampaikan itu berasal dari dirinya atau tidak.
2. Fungsi interpersonal
Merupakan fungsi yang menyangkut hubungan antarpenutur atau antarpersona, fungsi
Bahasa yang demikian itu diarahkan untuk membina hubungan sosial. Dampak yang
menonjol adalah terciptanya hubungan antarpemakai Bahasa.
3. Fungsi direktif
Merupakan fungsi Bahasa untuk mengatur orang lain. Menurut fesold (dalam oka,
1994:37) pemakaian Bahasa direktif ini membawa resiko. Disamping penutur Bahasa
harus menyampaikan bentuk-bentuk Bahasa yang sesuai, penutur juga harus
menganalisis situasi, menginterprestasi dan memprediksi konteks sosial dan budaya
yang berlaku.
4. Fungsi referensial
Merupakan fungsi Bahasa untuk menampilkan suatu referen yang menggunakan
lambang Bahasa.
5. Fungsi imajinasi
Merupakan fungsi Bahasa untuk menciptakan sesuatu yang imajinasi.
B. Hakikat Bahasa
Bahasa memiliki sejumlah hakikat. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan pada bagian
berikut:
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna atau berfungi. Sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain
berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun
menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan.
Sebagai sebuah sistem, Bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya
Bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistematis artinya Bahasa
itu bukan merupakan sistem tuggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan
(dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi,
tataran morfologi, tataran rintaksis, tataran ssemantik, dan tataran leksikon.
2.Bahasa itu Berwujud Lambang
Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmu
semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia.
Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: tanda (sign), lambang (simbol),
sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Lambang
bersifat arbitrer artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang
dengan yang dilambangkannya.
Menurut kridalaksana (1983), bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari
getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara. Bunyi Bahasa
adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi Bahasa.
Kata arbitrer bisa diartikan `sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka`.
Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara
lambang Bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud
oleh lambang tersebut. Ferdinand de saussere (1966: 67) dalam dikotominya membedakan
apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Significant (penanda) adalah lambang bunyi itu,
sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung significant.
Bolinger (1975: 22) mengatakan: seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang
dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu Bahasa tertentu akan dapat menebak
makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa
menebak makna sebuah kata dari Bahasa apapun (termasuk Bahasa sendiri) yang belum
pernah kita dengar, karena bunyi kita tersebut tidak memberi “saran” atau “petunjuk” apapun
untuk mengetahui maknanya.
Salah satu sifat hakiki dari Bahasa adalah Bahasa itu berwujud lambang, sebagai
lambang, Bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran
yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka, dapat dikatakan bahwa Bahasa itu
mempunyai makna. Karena Bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai
makna dapat disebut bukan Bahasa. [kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang]: bermakna =
Bahasa [dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybew] : tidak bermakna = bukan Bahasa.
Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap Bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang
tidak dimiliki oleh Bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem
pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.
Selain bersifat unik, Bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang
dimiliki oleh setiap Bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri universal Bahasa yang paling
umum adalah bahwa Bahasa itu mempunyai bunyi Bahasa yang terdiri dari vokal dan
konsonan.
Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur Bahasa itu terbatas, tetapi
dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan Bahasa yang
tidak terbatas meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam Bahasa itu.
Misalnya, kita ambil fonem dalam Bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. dari empat fonem
tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan Bahasa:
/i/-/k/-/a/-/t/
/k/-/i/-/t/-/a/
/k/-/i/-/a/-/t/
/k/-/a/-/i/-/t/
10.Bahasa itu bervariasi
Anggota masyarakat suatu Bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai
status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka
Bahasa yang digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi Bahasa yaitu:
Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang
keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena
keterikatan dan keterkaitan Bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya
di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu berubah, maka Bahasa menjadi ikut
berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan
kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.
A.Bahasa Indonesia
Sejarah mencatat bahwa Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu-Riau, salah satu
Bahasa daerah yang berada di wilayah sumatera. Bahasa Melayu-Riau inilah yang diangkat
oleh para pemuda pada “konggres pemoeda”, 28 oktober 1928, di solo, menjadi bangsa
Indonesia. Pengangkatan dan penamaan Bahasa melayu-Riau menjadi bangsa Indonesia oleh
para pemuda pada saat itu lebih “bersifat politis” dari pada “bersifat liguistis”. Tujuannya
ialah ingin mempersatukan para pemuda Indonesia, alih-alih disebut bangsa Indonesia.
Ketika itu, yang mengikuti “kongres pemoeda” adalah wakil-wakil pemuda Indonesia dari
jong jawa, jong sunda, jong batak, jong ambon, dan jong selebes. Jadi, secara linguistis, yang
dinamakan bangsa Indonesia saat itu sebenarnya adalah bangsa melayu. Ciri-ciri
kebahasaanya tidak berbeda dengan Bahasa melayu. Namun, untuk mewujudkan rasa
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, para pemuda Indonesia pada saat itu secara politis
“menyebutkan bangsa Melayu-Riau menjadi bangsa Indonesia. Nama Bahasa indonesialah
yang dianggap bisa memancarkan inspirasi dan semangat nasionalisme bukan nama Bahasa
melayu yang berbau kedaerahan. Ikarar berupa “soempah pemoeda” inilah yang menjadi
dasar yang kokoh bagi kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia.
Bahkan, pada perjalanan selanjutnya, Bahasa Indonesia tidak lagi sebagai Bahasa persatuan,
tetapi juga berkembang sebagai Bahasa negara, Bahasa resmi, dan Bahasa ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek).
Sebelum perang dunia kedua, Bahasa Indonesia tidak dihargai dengan sepantasnya
walaupun dunia pergerakan politik semakin banyak memakai Bahasa Indonesia. Dunia ilmu
pengetahuan dan dunia Pendidikan belum lagi menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik.
Kalua ingin memperbaiki nasib, bukan Bahasa Indonesia yang digunakan, melainkan Bahasa
belanda sebagai Bahasa kaum penjajah. Bahasa pengantar untuk ilmu pengetahuan adalah
Bahasa belanda. Apabila seseorang ingin dihormati dan disegani dalam pergaulan, ia harus
bisa menguasai Bahasa belanda dengan baik. Bahasa belanda benar-benar bisa menentukan
status pemakainya. Akibatnya, pemakai Bahasa Indonesia merasa apatis atau masa bodoh
melihat kekangan-kekangan yang hebat terhadap Bahasa Indonesia ketika itu. Seolah-olah
Bahasa Indonesia tidak akan mampu menjadi Bahasa ilmu pengetahuan. Kaum penjajah
ketika itu memang mengiginkan seperti itu sehingga pemakai Bahasa Indonesia merasa diri
tidak berguna mempelajari dan menguasai Bahasa Indonesia. Orang Indonesia ketika itu
merasa lebih terpelajar dan terhormat apabila menguasai Bahasa belanda dengan baik. Orang
Indonesia tidak merasa malu apabila tidak menguasai Bahasa Indonesia dengan baik, tetapi
akan merasa ada yang kurang apabila tidak menguasai Bahasa belanda dengan baik.
Akibatnya, tidak banyak orang Indonesia yang mau mempelajari Bahasa Indonesia dengan
serius dan cukup menguasai Bahasa Indonesia alakadarnya untuk komunikasi umum.
Akibatnya, banyak pula orang Indonesia yang tidak mahir berbahasa Indonesia, tetapi
menguasai dan sangat mahir berbahasa belanda.
Pada zaman pendudukaan jepang Bahasa belanda dilarang pemakainya dan harus diganti
dengan Bahasa Indonesia. Ketika itu, sebagian orang masi meragukan kemampuan Bahasa
Indonesia menjadi Bahasa ilmu pengetahuan, termasuk kaum cendekiawannya. Tetapi,
karena dipaksa oleh pemerintah pendudukan cepang dan didorong oleh pemuda-pemuda
Indonesia orang-orang Indonesia terpaksa menggunakan Bahasa Indonesia untuk setiap ranah
pembicaraan. Bahasa Indonesia mulai popular dan mulai diperhatikan para pemakainya
dengan baik sesudah itu terbuktilah bahwa Bahasa Indonesia tidak kurang mutunya dibanding
dengan Bahasa-bahasa asing lainnya. Bahasa Indonesia terus dipakai pemiliknya dengan
teratur dan lebih luas.
Bahasa Indonesia.
Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca : sosiologi) adalah
butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuatu yang luar biasa. Dikatakan demikian,
sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang
sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda
kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai
kebulatan tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.
Apakah ada bedanya Bahasa Melayu pada tanggal 27 oktober 1928 dan Bahasa Indonesia
pada tanggal 28 oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas
tidak ada. Jadi, kerangkanya sama, yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya. Sebelum
sumpah pemuda, semangat dan jiwa Bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan atau jiwa
Melayu. Akan tetapi, setelah sumpah pemuda semangat dan jiwa Bahasa Melayu sudah
bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, Bahasa Melayu yang berjiwa semangat
baru diganti dengan nama Bahasa Indonesia.
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25-28 februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai
Bahasa nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut:
Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam
kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan Bahasa Indonesia, bangsa Indonesia
merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi
dijajah oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan
menggunakan Bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih
tercermin dalam Bahasa daerah masing-masing kedudukan dan fungsi Bahasa daerah masi
tegar dan tidak bergoyah sedikitpun bahkan, Bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya
khazanah Bahasa Indonesia. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang
berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan
(disingkat : ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya. Akhirnya,
apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat peningkatkan
pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan pembangunan akan
cepat tercapai.
2.Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Secara resmi adanya Bahasa Indonesia dimulai sejak sumpah pemuda 28 Oktober 1928 ini
tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari
Bahasa Melayu dikatakan demikian, sebab pada waktu itu Bahasa melayu masih juga
digunakan dalam lapangan atau ranah pemakain yang berbeda. Bahasa melayu digunakan
sebagai Bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan hindia belanda sedangkan Bahasa
Indonesia digunakan diluar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang
mendambakan persatuan Indonesia dan yang mengiginkan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian Bahasa yang sama tubuhnya, tetapi
berbeda jiwanya : jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu Bahasa sebagai Bahasa
negara apabila:
1. Bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara untuk,
2. Secara geografis, Bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan
3. Bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu.
Bahasa-bahasa yang terdapat di Malasyia, Singapura, Filipina, dan India tidak mempunyai
ketiga faktor di atas, terutama faktor yang nomor 3. Masyarakat multilingual yang terdapat di
negara itu saling ingin mencalonkan Bahasa daerahnya sebagai Bahasa negara. Mereka saling
menolak untuk menerima Bahasa daerah lain sebagai Bahasa resmi kenegaraan. Tidak
demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketiga faktor di atas sudah dimiliki Bahasa
Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan tidak hanya itu, sebelumnya Bahasa Indonesia sudah
menjalankan tugasnya sebagai Bahasa nasional, Bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan
demikian, hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan
persoalan oleh sebab itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.
Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri sosial dalam rangka peringatan
Hari hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri muda usaha wanita dalam
rangka peringatan hari ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang
semacam ini.
“sodara-sodara! Ini hari adalah hari bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau, bukan?
Kalau kagak tau yang kebacut gitu aja”.
Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca
surat-surat dinas , dokumen-dokumen resmi dan peraturan-peraturan pemerintah.
Disisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah
atau yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti `kepingin`, `paling`
`banter` `kesusu`, dan `mblayu`? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan
komunikasi, kita tidak akan menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti oleh
lawan bicara kita sebagaimana contoh di atas kita juga tidak akan menggunakan struktur-
struktur kalimat yang membuat mereka kurang memahami maksudnya.
Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedaan ujud antara Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada
contoh di atas dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional, sebagaimana yang pernah
juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan seseorang lain daerah atau lain suku?
Perbedaan secara khusus memang ada misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini
disebabkan oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan
kosakata tertentu yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan
administrasi. Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan
tetapi, secara umum terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan Bahasa yang berciri
baku. Dalam lapangan dan situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur kata
`kasih tahu` (untuk memberitahukan), `bikin bersih` (untuk membersihkan), `dia orang`
(untuk mereka), `dia punya harga` (untuk harganya), dan kata `situ` (untuk saudara, anda,
dan sebagainya), `kenapa` (untuk mengapa), `bilang` (untuk mengatakan), `nggak` (untuk
tidak), `gini` (untuk begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.
Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan
Bahasa Indonesia, sebagai Bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat didalam
uraian pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat ditelaah hal
berikut.
Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional dan kedudukan Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra
Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutik untuk mewujudkan
suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh” benar-benar diresapi
oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran
yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah
sarana komunikasi yang disebut Bahasa. Dengan pertimbangan kesejahteraan dan kondisi
Bahasa Indonesia yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai Bahasa nasional.
Apabila kita menggunakan Bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu, terdapat kaitan
apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita berkewajiban moral
menggunakan Bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas pertanyaan itulah
yang membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakain fungsi-fungsi Bahasa
Indonesia baik dalam kedudukannya sebagai Bahasa nasional maupun sebagai Bahasa
negara/resmi.
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwae keturunan cina, tetapi
karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai ketua Lembaga
Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotanya
berkewajiban moral untuk menggunakan Bahasa Indonesia. Tidak peduli apakah semua
pengikutnya keturunan cina yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.
Anda tulislah kembali naskah berikut dengan memperhatikan huruf kapital, garis
bawah, dan penulisan kata sesuai dengan kaidah Ejaan yang Disempurnakan yang
berlaku!
Bulu tangkis yang mendapt rekomendasi dari badan eksekutif ioc akhirnya resmi
menjadi cabang olahraga ke 24 yang dipertandingkan dalam olimpiade 1992.
Keputusan ini dibuat dalam siding paripurna ke 90 komite olimpiade internasional
(ioc) diberlin imur rabu malam.
Sidang juga mengankat dua anggota badan eksekutif ta\mbahan sehingga menjadi
II, yakni sheen liang dari cina dan marcodler dari swiss. Ini merupakan tambahan
kekuatan bagi cina yang kembali menjadi anggota ioc tahun 1979.
Kabar baik:
Keputusan ico ini disambut baik oleh manajer pemasaran (federasi bulutangkis
internasuonal), ciro ciniglo dari London”kami suda lama agar bulu tangkis masuk
olimpiade, keputusan ini merupakan kabar baik bagi Indonesia, cina dua Negara
raksasa dalam cabang ini, “ujarnya. Dia juga melihat, keputusan ini dirasakan pula
manfaatnya oleh Negara-negara bulutangkis dieropa seperti inggris Denmark
Dijakarta, sekjen koni pusat mf siregar mengangap hal ini tantangan bagi
Indonesia, dan untuk menghadapinya kita harus mempersiapkan diri dari jauh hari.
Karena pemain-pemain yang sekarang menjadi bintang tidak bakal lagi 7 tahun
mendatang Mf siregar yang baru saja diumumkan ioc mendapat gold award itu,
mengatakan kita harus dapat melakukan pembinaan yang baik untuk mencari bibit-
bibit baru.
Dari sidang ioc itu juga didapat keterangan, kemungkinan hanya ikut serta32
pemain putra dan 16 pemain putrid diolimpiade 1992 nanti
Bulu tangkis yang mendapat Rekomendasi dari Badan Eksekutif International IOC
akhirnya resmi menjadi cabang olahraga ke-24 yang dipertandingkan dalam
Olimpiade 1992. Keputusan ini dibuat dalam sidang paripurna ke-90 Komite
Olimpiade Internasional (IOC) di Berlin Timur Rabu malam.
Sidang juga mengangkat 2 anggota badan eksekutif tambahan, yakni Sheen Liang
dari Cina dan Marcodler dari Swiss. Ini merupakan tambahan kekuatan bagi Cina
yang kembali menjadi anggota IOC tahun 1979.
Keputusan IOC ini disambut baik oleh Manajer pemasaran (Federasi Bulu
Tangkis Internasuonal), Ciro Ciniglo dari London ”kami suda menunggu lama agar
bulu tangkis masuk Olimpiade, keputusan ini merupakan kabar baik bagi Indonesia,
cina 2 negara raksasa dalam cabang ini”ujarnya. Dia juga melihat, keputusan ini
dirasakan pula manfaatnya oleh negara-negara bulu tangkis di Eropa seperti inggris
Denmark
Di Jakarta, Sekjen Koni pusat Mf Siregar menganggap hal ini tantangan bagi
Indonesia, dan untuk menghadapinya kita harus mempersiapkan diri dari jauh-jauh
hari. Karena pemain-pemain yang sekarang tidak bakal lagi main karena mereka
sudah menjadi bintang di tujuh tahun yang akan datang. Mf Siregar yang baru saja
diumumkan IOC mendapat gold Award itu, mengatakan kita harus dapat melakukan
pembinaan yang baik untuk mencari bibit-bibit baru.
Dari sidang IOC itu juga didapat keterangan, kemungkinan yang ikut serta hanya
32 pemain putra dan 16 pemain putri di Olimpiade 1992 nanti.