Anda di halaman 1dari 24

TUGAS:BAHASA INDONESIA

RANGKUMAN BAB 1, 2, DAN 3

OLEH:

WA ODE DIAN YUNIAR

C1F120046

UNIV.HALUOLEO KENDARI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN PERPUSTAKAAN DAN ILMU INFORMASI

2020/2021
BAB I

BAHASA DAN HAKIKATNYA

A.Konsep Bahasa

Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Interaksi
terasa sangat penting pada saat manusia membutuhkan eksistensinya untuk diakui. Kegiatan
ini membutuhkan alat, sarana atau media, yaitu Bahasa. Sejak saat itulah Bahasa menjadi
alat, sarana atau media.

Bahasa yang dalam Bahasa inggrisnya disebut language berasal dari Bahasa latin yang
berarti “lidah”. Secara universal pengertian Bahasa adalah suatu bentuk ungkapan yang
bentuk dasarnya ujaran. Bahasa merupakan alat komunikasi yang mengandung beberapa sifat
yakni, sistematis, mana suka, ujaran, manusiawi dan komunikatif. Disebut sistematis karena
Bahasa diatur oleh sistem. Setiap Bahasa mengandung dua sistem, yaitu sistem bunyi dan
sistem makna. Bunyi merupakan sesuatu yang bersifat fisik yang dapat ditangkap oleh panca
indera kita.

Bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat terdiri atas dua
unsur utama yakni bentuk (unsur ujaran) dan makna (isi). Bagian ini terdiri atas dua unsur
yaitu unsur segmental dan unsur suprasegmental. Unsur segmental secara hirarki dan segmen
yang paling besar sampai segmen yang paling kecil yaitu wacana, kalimat, frase, morfem,
dan fonem.

Unsur suprasegmentasi terdiri atas intonasi. Unsur-unsur intonasi adalah: tekanan (keras,
lembut ujaran ) nada (tinggi rendah ujaran), durasi (Panjang pendek waktu pengucapan),
perhentian (yang membatasi arus ujaran). Makna adalah isi yang terkandung dalam bentuk-
bentuk diatas, makna pun dibagi berdasarkan hierarki yaitu: makna morfemis (makna
imbuhan), makna leksikal (makna kata), dan makna sintesis (makna frasa, klausa, kalimat).
Serta makna wacana yang disebut tema.

Secara umum, Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Fungsi khusus Bahasa
dikelompokkan oleh finochiaro (dalam oka.1994:39) menjadi 5 kelompok yaitu:

1. .Fungsi personal
Merupakan fungsi Bahasa untuk menyatakan diri. Ukurannya adalah apakah yang
disampaikan itu berasal dari dirinya atau tidak.
2. Fungsi interpersonal
Merupakan fungsi yang menyangkut hubungan antarpenutur atau antarpersona, fungsi
Bahasa yang demikian itu diarahkan untuk membina hubungan sosial. Dampak yang
menonjol adalah terciptanya hubungan antarpemakai Bahasa.
3. Fungsi direktif
Merupakan fungsi Bahasa untuk mengatur orang lain. Menurut fesold (dalam oka,
1994:37) pemakaian Bahasa direktif ini membawa resiko. Disamping penutur Bahasa
harus menyampaikan bentuk-bentuk Bahasa yang sesuai, penutur juga harus
menganalisis situasi, menginterprestasi dan memprediksi konteks sosial dan budaya
yang berlaku.
4. Fungsi referensial
Merupakan fungsi Bahasa untuk menampilkan suatu referen yang menggunakan
lambang Bahasa.
5. Fungsi imajinasi
Merupakan fungsi Bahasa untuk menciptakan sesuatu yang imajinasi.

B. Hakikat Bahasa

Bahasa memiliki sejumlah hakikat. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan pada bagian
berikut:

1.Bahasa itu adalah sebuah sistem

Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna atau berfungi. Sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain
berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun
menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan.

Sebagai sebuah sistem, Bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya
Bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistematis artinya Bahasa
itu bukan merupakan sistem tuggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan
(dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi,
tataran morfologi, tataran rintaksis, tataran ssemantik, dan tataran leksikon.
2.Bahasa itu Berwujud Lambang

Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmu
semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia.
Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: tanda (sign), lambang (simbol),
sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Lambang
bersifat arbitrer artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang
dengan yang dilambangkannya.

3.Bahasa itu berupa bunyi

Menurut kridalaksana (1983), bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari
getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara. Bunyi Bahasa
adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi Bahasa.

4.Bahasa itu bersifat arbitrer

Kata arbitrer bisa diartikan `sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka`.
Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara
lambang Bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud
oleh lambang tersebut. Ferdinand de saussere (1966: 67) dalam dikotominya membedakan
apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Significant (penanda) adalah lambang bunyi itu,
sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung significant.

Bolinger (1975: 22) mengatakan: seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang
dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu Bahasa tertentu akan dapat menebak
makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa
menebak makna sebuah kata dari Bahasa apapun (termasuk Bahasa sendiri) yang belum
pernah kita dengar, karena bunyi kita tersebut tidak memberi “saran” atau “petunjuk” apapun
untuk mengetahui maknanya.

5.Bahasa itu bermakna

Salah satu sifat hakiki dari Bahasa adalah Bahasa itu berwujud lambang, sebagai
lambang, Bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran
yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka, dapat dikatakan bahwa Bahasa itu
mempunyai makna. Karena Bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai
makna dapat disebut bukan Bahasa. [kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang]: bermakna =
Bahasa [dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybew] : tidak bermakna = bukan Bahasa.

6.Bahasa itu bersifat konvensional

Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat


arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat
konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat Bahasa itu mematuhi konvensi bahwa
lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang
berkaki empat yang biasa dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota
masyarakat Bahasa Indonesia harus mematuhinya. Kalau dipatuhinya dan digantikan dengan
lambang lain, maka komunikasi akan terlambat.

7.Bahasa itu bersifat unik

Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap Bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang
tidak dimiliki oleh Bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem
pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.

8.Bahasa itu bersifat universal

Selain bersifat unik, Bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang
dimiliki oleh setiap Bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri universal Bahasa yang paling
umum adalah bahwa Bahasa itu mempunyai bunyi Bahasa yang terdiri dari vokal dan
konsonan.

9.Bahasa itu bersifat produktif

Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur Bahasa itu terbatas, tetapi
dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan Bahasa yang
tidak terbatas meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam Bahasa itu.
Misalnya, kita ambil fonem dalam Bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. dari empat fonem
tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan Bahasa:

 /i/-/k/-/a/-/t/
 /k/-/i/-/t/-/a/
 /k/-/i/-/a/-/t/
 /k/-/a/-/i/-/t/
10.Bahasa itu bervariasi

Anggota masyarakat suatu Bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai
status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka
Bahasa yang digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi Bahasa yaitu:

1. Indiolek : ragam Bahasa yang bersifat perorangan.


2. Dialek : variasi Bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggiota masyarakat pada
suatu tempat atau suatu waktu.
3. Ragam : variasi Bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu misalnya, ragam baku
dan ragam tidak baku.

11.Bahasa itu bersifat dinamis

Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang
keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena
keterikatan dan keterkaitan Bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya
di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu berubah, maka Bahasa menjadi ikut
berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan
kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.

12.Bahasa itu manusiawi

Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang


bersifat tetap, statis, sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu Bahasa bersifat produktif
dan dinamis, maka, Bahasa bersifat manusiawi, dalam arti Bahasa itu hanya milikmanusia
dan hanya dapat digunakan oleh manusia.
BAB II

PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

A.Bahasa Indonesia

Sejarah mencatat bahwa Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu-Riau, salah satu
Bahasa daerah yang berada di wilayah sumatera. Bahasa Melayu-Riau inilah yang diangkat
oleh para pemuda pada “konggres pemoeda”, 28 oktober 1928, di solo, menjadi bangsa
Indonesia. Pengangkatan dan penamaan Bahasa melayu-Riau menjadi bangsa Indonesia oleh
para pemuda pada saat itu lebih “bersifat politis” dari pada “bersifat liguistis”. Tujuannya
ialah ingin mempersatukan para pemuda Indonesia, alih-alih disebut bangsa Indonesia.
Ketika itu, yang mengikuti “kongres pemoeda” adalah wakil-wakil pemuda Indonesia dari
jong jawa, jong sunda, jong batak, jong ambon, dan jong selebes. Jadi, secara linguistis, yang
dinamakan bangsa Indonesia saat itu sebenarnya adalah bangsa melayu. Ciri-ciri
kebahasaanya tidak berbeda dengan Bahasa melayu. Namun, untuk mewujudkan rasa
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, para pemuda Indonesia pada saat itu secara politis
“menyebutkan bangsa Melayu-Riau menjadi bangsa Indonesia. Nama Bahasa indonesialah
yang dianggap bisa memancarkan inspirasi dan semangat nasionalisme bukan nama Bahasa
melayu yang berbau kedaerahan. Ikarar berupa “soempah pemoeda” inilah yang menjadi
dasar yang kokoh bagi kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia.
Bahkan, pada perjalanan selanjutnya, Bahasa Indonesia tidak lagi sebagai Bahasa persatuan,
tetapi juga berkembang sebagai Bahasa negara, Bahasa resmi, dan Bahasa ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek).

Sebelum perang dunia kedua, Bahasa Indonesia tidak dihargai dengan sepantasnya
walaupun dunia pergerakan politik semakin banyak memakai Bahasa Indonesia. Dunia ilmu
pengetahuan dan dunia Pendidikan belum lagi menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik.
Kalua ingin memperbaiki nasib, bukan Bahasa Indonesia yang digunakan, melainkan Bahasa
belanda sebagai Bahasa kaum penjajah. Bahasa pengantar untuk ilmu pengetahuan adalah
Bahasa belanda. Apabila seseorang ingin dihormati dan disegani dalam pergaulan, ia harus
bisa menguasai Bahasa belanda dengan baik. Bahasa belanda benar-benar bisa menentukan
status pemakainya. Akibatnya, pemakai Bahasa Indonesia merasa apatis atau masa bodoh
melihat kekangan-kekangan yang hebat terhadap Bahasa Indonesia ketika itu. Seolah-olah
Bahasa Indonesia tidak akan mampu menjadi Bahasa ilmu pengetahuan. Kaum penjajah
ketika itu memang mengiginkan seperti itu sehingga pemakai Bahasa Indonesia merasa diri
tidak berguna mempelajari dan menguasai Bahasa Indonesia. Orang Indonesia ketika itu
merasa lebih terpelajar dan terhormat apabila menguasai Bahasa belanda dengan baik. Orang
Indonesia tidak merasa malu apabila tidak menguasai Bahasa Indonesia dengan baik, tetapi
akan merasa ada yang kurang apabila tidak menguasai Bahasa belanda dengan baik.
Akibatnya, tidak banyak orang Indonesia yang mau mempelajari Bahasa Indonesia dengan
serius dan cukup menguasai Bahasa Indonesia alakadarnya untuk komunikasi umum.
Akibatnya, banyak pula orang Indonesia yang tidak mahir berbahasa Indonesia, tetapi
menguasai dan sangat mahir berbahasa belanda.

Pada zaman pendudukaan jepang Bahasa belanda dilarang pemakainya dan harus diganti
dengan Bahasa Indonesia. Ketika itu, sebagian orang masi meragukan kemampuan Bahasa
Indonesia menjadi Bahasa ilmu pengetahuan, termasuk kaum cendekiawannya. Tetapi,
karena dipaksa oleh pemerintah pendudukan cepang dan didorong oleh pemuda-pemuda
Indonesia orang-orang Indonesia terpaksa menggunakan Bahasa Indonesia untuk setiap ranah
pembicaraan. Bahasa Indonesia mulai popular dan mulai diperhatikan para pemakainya
dengan baik sesudah itu terbuktilah bahwa Bahasa Indonesia tidak kurang mutunya dibanding
dengan Bahasa-bahasa asing lainnya. Bahasa Indonesia terus dipakai pemiliknya dengan
teratur dan lebih luas.

B.Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia

1. kedudukan d`n Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Kami poetra dan poetri Indonesia

Mengakoeh bertoempah darah satoe

Tanah air indooesia

Kami poetra dan poetri Indonesia

Mendjoendjoeng Bahasa persatuan,

Bahasa Indonesia.

Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca : sosiologi) adalah
butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuatu yang luar biasa. Dikatakan demikian,
sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang
sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda
kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai
kebulatan tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.

Apakah ada bedanya Bahasa Melayu pada tanggal 27 oktober 1928 dan Bahasa Indonesia
pada tanggal 28 oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas
tidak ada. Jadi, kerangkanya sama, yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya. Sebelum
sumpah pemuda, semangat dan jiwa Bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan atau jiwa
Melayu. Akan tetapi, setelah sumpah pemuda semangat dan jiwa Bahasa Melayu sudah
bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, Bahasa Melayu yang berjiwa semangat
baru diganti dengan nama Bahasa Indonesia.

“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25-28 februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai
Bahasa nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut:

a. Lambang kebanggaan nasional,


b. Lambang identitas nasional,
c. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan
bahasanya, dan
d. Alat perhubungan antarbudaya antardaerah.

Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam
kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan Bahasa Indonesia, bangsa Indonesia
merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi
dijajah oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan
menggunakan Bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih
tercermin dalam Bahasa daerah masing-masing kedudukan dan fungsi Bahasa daerah masi
tegar dan tidak bergoyah sedikitpun bahkan, Bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya
khazanah Bahasa Indonesia. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang
berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan
(disingkat : ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya. Akhirnya,
apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat peningkatkan
pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan pembangunan akan
cepat tercapai.
2.Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi

Secara resmi adanya Bahasa Indonesia dimulai sejak sumpah pemuda 28 Oktober 1928 ini
tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari
Bahasa Melayu dikatakan demikian, sebab pada waktu itu Bahasa melayu masih juga
digunakan dalam lapangan atau ranah pemakain yang berbeda. Bahasa melayu digunakan
sebagai Bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan hindia belanda sedangkan Bahasa
Indonesia digunakan diluar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang
mendambakan persatuan Indonesia dan yang mengiginkan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian Bahasa yang sama tubuhnya, tetapi
berbeda jiwanya : jiwa kolonial dan jiwa nasional.

Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu Bahasa sebagai Bahasa
negara apabila:

1. Bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara untuk,
2. Secara geografis, Bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan
3. Bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu.

Bahasa-bahasa yang terdapat di Malasyia, Singapura, Filipina, dan India tidak mempunyai
ketiga faktor di atas, terutama faktor yang nomor 3. Masyarakat multilingual yang terdapat di
negara itu saling ingin mencalonkan Bahasa daerahnya sebagai Bahasa negara. Mereka saling
menolak untuk menerima Bahasa daerah lain sebagai Bahasa resmi kenegaraan. Tidak
demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketiga faktor di atas sudah dimiliki Bahasa
Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan tidak hanya itu, sebelumnya Bahasa Indonesia sudah
menjalankan tugasnya sebagai Bahasa nasional, Bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan
demikian, hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan
persoalan oleh sebab itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.

Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di


Jakarta pada tanggal 25 s.d 28 Februari 1975 di kemukakan bahwa di dalam kedudukannya
sebagai Bahasa negara, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

a. Bahasa resmi kenegaraan,


b. Bahasa pengantar resmi di Lembaga-lembaga Pendidikan,
c. Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
d. Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern.

Sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, Bahasa


Indonesia terasa sekali manfaatnya kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal
dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat
disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarat Indonesia dengan Bahasa lain selain
Bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari mengajarkan menari bali kepada orang
jawa, sunda, dan bugis dengan Bahasa bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam
penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakainya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku popular,
majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan Bahasa
Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal balik dengan fungsinya sebagai
Bahasa ilmu yang dirintis lewat Lembaga-lembaga Pendidikan khususnya di perguruan
tinggi.

C. Perbedaan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia


Sebagai Bahasa Negara/Resmi

1. Perbedaan dari segi ujudnya

Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri sosial dalam rangka peringatan
Hari hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri muda usaha wanita dalam
rangka peringatan hari ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang
semacam ini.

“sodara-sodara! Ini hari adalah hari bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau, bukan?
Kalau kagak tau yang kebacut gitu aja”.

Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca
surat-surat dinas , dokumen-dokumen resmi dan peraturan-peraturan pemerintah.

Disisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah
atau yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti `kepingin`, `paling`
`banter` `kesusu`, dan `mblayu`? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan
komunikasi, kita tidak akan menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti oleh
lawan bicara kita sebagaimana contoh di atas kita juga tidak akan menggunakan struktur-
struktur kalimat yang membuat mereka kurang memahami maksudnya.
Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedaan ujud antara Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada
contoh di atas dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional, sebagaimana yang pernah
juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan seseorang lain daerah atau lain suku?
Perbedaan secara khusus memang ada misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini
disebabkan oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan
kosakata tertentu yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan
administrasi. Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan
tetapi, secara umum terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan Bahasa yang berciri
baku. Dalam lapangan dan situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur kata
`kasih tahu` (untuk memberitahukan), `bikin bersih` (untuk membersihkan), `dia orang`
(untuk mereka), `dia punya harga` (untuk harganya), dan kata `situ` (untuk saudara, anda,
dan sebagainya), `kenapa` (untuk mengapa), `bilang` (untuk mengatakan), `nggak` (untuk
tidak), `gini` (untuk begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.

2.Perbedaan dari Proses Terbentuknya

Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan
Bahasa Indonesia, sebagai Bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat didalam
uraian pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat ditelaah hal
berikut.

Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional dan kedudukan Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra
Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutik untuk mewujudkan
suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh” benar-benar diresapi
oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran
yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah
sarana komunikasi yang disebut Bahasa. Dengan pertimbangan kesejahteraan dan kondisi
Bahasa Indonesia yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai Bahasa nasional.

Berbeda halnya dengan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa negara/resmi.


Terbentuknya Bahasa Indonesia sebagai Bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh
kondisi Bahasa Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakaiannya ke
hampir seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di
samping itu, pada saat itu Bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakaianya sebagai
Bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai Bahasa
negara/resmi, seluruh pemakai Bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk
Indonesia itu menerimanya dengan suara bulat.

Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan Bahasa Indonesia tersebut


dilator belakangi oleh proses pembentukan yang berbeda.

3.Perbedaan dari segi Fungsinya

Apabila kita menggunakan Bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu, terdapat kaitan
apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita berkewajiban moral
menggunakan Bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas pertanyaan itulah
yang membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakain fungsi-fungsi Bahasa
Indonesia baik dalam kedudukannya sebagai Bahasa nasional maupun sebagai Bahasa
negara/resmi.

Kita menggunakan Bahasa negara/resmi dipakai sebagai alat penghubung antarsuku,


misalnya karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air Indonesia
sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap di wilayah
Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab moral
untuk menggunakan Bahasa idonesia sebagai fungsi tersebut.

Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwae keturunan cina, tetapi
karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai ketua Lembaga
Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotanya
berkewajiban moral untuk menggunakan Bahasa Indonesia. Tidak peduli apakah semua
pengikutnya keturunan cina yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.

Jadi seseorang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku.


Karena dia berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia, sedangkan
seseorang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa resmi, karena dia sebagai
warga negara Indonesia yang menjalankan tugas-tugas `pembangunan` Indonesia.
BAB III

BAHASA INDONESIA DAN RAGAMNYA

1. Penting atau Tidaknya Bahasa Indonesia


Sebuah Bahasa penting atau tidak penting dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu
jumlah penutur, luas daerah penyebarannya, dan terpakainya Bahasa itu dalam saran
ilmu, sastra, dan budaya.
2. Dipandang dari Jumlah Penutur
Ada dua Bahasa di Indonesia, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa daerah. Bahasa
Indonesia lahir sebagai Bahasa kedua bagi sebagian besar warga bangsa Indonesia.
Yang pertama kali muncul dari diri seseorang adalah Bahasa daerah (Bahasa ibu).
Bahasa Indonesia baru dikenal anak-anak setelah mereka sampai pada usia sekolah
(Taman Kanak-kanak).
Berdasarkan keterangan diatas, penutur Bahasa Indonesia yang mempergunakan
Bahasa Indonesia sebagai “Bahasa ibu” tidak besar jumlahnya. Mereka hanya terbatas
pada orang-orang yang lahir dari orang tua yang mempunyai latar belakang Bahasa
daerah yang berbeda, sebagai orang yang lahir di kota-kota besar, dan orang yang
mempunyai latar belakang Bahasa Melayu (Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa
Melayu). Dengan demikian, kalau kita memandang Bahasa Indonesia itu tidak penting
akan tetapi pandangan tidak tertuju pada masalah “Bahasa ibu”. Jumlah penutur yang
dimaksud adalah jumlah penutur yang memberlakukan Bahasa Indonesia sebagai
“Bahasa kedua”. Data ini akan membuktikan bahwa penutur Bahasa Indonesia adalah
250 juta orang (2014) ditambah dengan penutur-penutur yang berada di luar
Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa Bahasa Indonesia amat penting kedudukannya
dikalagan masyarakat.
3. Dipandang dari Luas Penyebarannya
Penyebaran suatu Bahasa tentu ada hubungannya dengan penutur Bahasa itu. Oleh
sebab itu, tersebarnya suatu Bahasa tidak dapat dilepaskan dari segi penutur. Penutur
Bahasa Indonesia yang berjumlah 250 juta lebih itu tersebar luas, yaitu dari Sabang
sampai Merauke. Daerah ini masih harus ditambah dengan (di samping Malaysia dan
Brunei) daerah-daerah lain, seperti Australia, Belanda, Rusia, dan jepang. Luas
penyebaran ini dapat dilihat pula pada beberapa universitas diluar negeri yang
membuka jurusan Bahasa Indonesia sebagai salah satu jurusan. Keadaan daerah
penyebarannya ini akan membuktikan bahwa Bahasa Indonesia amat penting
kedudukannya di antara Bahasa-bahasa dunia.
4. Dipandang dari Dipakainya sebagai Sarana Ilmu, Budaya dan Susastra
Tentang susastra, Bahasa Tolaki atau Muna kaya dengan macam dan jenis
susatranya walaupun hanya susatra lisan. Susastra Tolaki atau Muna telah
memasyarakat ke segenap pelosok daerah Tolaki atau Muna. Dengan demikian,
Bahasa tolaki atau muna telah dipakai sebagai sarana dalam susastra.
Tentang budaya, Bahasa tolaki atau muna belum mampu memecahkannya. Jika
hendek menulis, surat, orang-orang tolaki atau muna memakai Bahasa Indonesia,
bukan Bahasa tolaki atau muna. Hal ini membuktikan bahwa Bahasa tolaki atau
Bahasa muna belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana ilmu.
Ketiga hal sarana di atas sarana ilmu pengetahuan, budaya, dan susastra telah
dijalankan oleh Bahasa Indonesia dengan sangat sempurnah dan baik. Hal ini
membuktikan bahwa Bahasa Indonesia adalah Bahasa yang penting.
5. Ragam Lisan dan Ragam Tulisan
Ragam Bahasa ini pada pokoknya dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu ragam lisan
dan ragam tulis. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi
ragam tulis. Kedua raga mini berbeda, perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. Ragam tulisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada
didepan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman
berbicara berada di depan
b. Di dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan
objek tidak selalu dinyatakan, unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan.
Hal ini disebabkan oleh Bahasa yabg digunakan itu dapat dibantu oleh gerak,
mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi.
Contoh:
Orang yang belanja di pasar.
“Bu, berapa cabenya?”
“TIga puluh”
“bisa kurang?”
“Dua lima saja, Nak”
Ragam tulis perlu lebih lengkap dari pada ragam lisan fungsi. Fungsi gramatikal
harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan
pembicara. Kelengkapan ragam tulis menghendaki agar orang yang diajak bicara
mengerti isi tulisan itu. Contoh ragam tulis ialah tulisan-tulisan dalam buku,
majalah, dan surat kabar.
c. Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Apa yang
dibicarakan secara lisan didalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan
berlaku untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang
diskusi susastra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar
ruangan itu. Ragam lisan terikat oleh situasi, kondisi, ruang, dan waktu. Suatu
tulisan dalam sebuah buku yang ditulis oleh orang yang berada di Amerika atau
Inggris. Sebuah buku yang ditulis pada tahun 1985 akan dapat dipahami dan
dibaca oleh orang yang hidup tahun 2000 dan seterusnya. Hal ini dimungkinkan
oleh kelengkapan unsur-unsur dari ragam tuis.
Contoh ragam tulis lainnya.
Seorang direktur berkata kepada sekretarisnya.
“Kenapa dia, San.”
“Tahu, Tuan, miring kali.”
Kalau kita tidak berada dalam suasana itu, jelas kita tidak mengerti apa yang
diperbincangkannya itu.
d. Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan Panjang pendeknya suara,
sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf
miring.
Berikut ini dapat kita bandingkan wujud Bahasa Indonesia ragam lisan dan
ragam tulis. Perbandingan ini didasarkan atas perbedaan, penggunaan bentuk
kata, kosakata, dan struktur kalimat.
6. Ragam Lisan
a. Penggunaan Bentuk Kata
1) Kendaraan yang ditumpanginya nabrak pohon mahoni
2) Bila tidak sanggup, tak perlu lanjutkan pekerjaan itu
3) Fotokopi ijazah harus dilegalisir duluoleh pemimpin akademi.
b. Penggunaan Kosa Kata
1) Saya sudah kasih tahu mereka tentang hal itu.
2) Mereka lagi bikin denah buat pameran entar.
3) Pekerjaan itu agak macet disebabkan karena keterlambatan dana yang
diterimanya.
c. Penggunaan Struktur Kalimat
1) Rencana ini saya sudah sampaikan kepada direktur
2) Dalam “Asah Terampil”ini dihadiri juga oleh Gubernur Daerah Istimewah
Aceh
3) Karena terlalu banyak saran berbeda-beda sehingga ia makin bingung untuk
menyelesaikan pekerjaan itu.
7. Ragam Tulis
a. Penggunaan bentuk kata
1) Kendaraan yang ditumpaginya menabrak pohon mahoni.
2) Apabila tidak sanggup, engkau tidak perlu melanjutkan pekerjaan itu.
3) Foto kopi ijazah harus dilegalisir oleh pimpinan akademi
b. Penggunaan Kosakata
1) Saya sudah memberi tahu mereka tentang hal itu
2) Mereka saling membuat denah untuk pameran nanti
c. Penggunaan Struktur Kalimat
1) Rencana ini sudah saya sampaikan kepada Direktur
2) “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh gubernur Daerah Istimewah Aceh
8. Ragam Baku Dan Ragam Tidak Baku
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar
warga masyarakat pemakainya sebagai Bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan
norma Bahasa dalam penggunaanya. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak
dilembagakan dan ditandi oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
Ragam baku itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a) Kemampuan Dinamis
Mantap artinya sesuai dengan kaidah Bahasa, kalau kata rasa dibubuhi
awalam pe akan berbentuk kata perasa. Kata raba dibubuhi pe akan terbentuk
kata perab. Oleh karena itu, menurut kemantapan Bahasa, kata rajin dibubuhi
pe akan akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada
sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk lepas
tangan, lepas pantai dan lepas landas merupakan contoh kemantapan kaidah
Bahasa baku.
Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki
adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang
yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya
disebut langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
b) Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat
resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini
memungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan Bahasa yang lebih
banyak melalui jalur Pendidikan formal (sekolah).
Disamping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa
yang ada dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat
memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca.
contoh kalimat yang tidak cendekia adalah sebagai berikut:
Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual
Frasa rumah yang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu
rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian, kalimat
itu tidak memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendekia, kalimat
tersebut harus diperbaiki sebagai berikit:
1) Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual
2) Rumah milik sang jutawan aneh akan dijual
c) Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan Bahasa
ialah proses penyeragaman Bahasa. Dengan kata lain, pembakuan Bahasa
adalah pencarian titik-titik keseragaman. Pelayanan kapal terbang dianjurkan
untuk memakai istilah pramugara dan pramugari. Andaikata ada orang yang
mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward atau stewardes
sampai dengan saat ini tidak disepakati untuk dipakai. Yang timbul dalam
masyarakat ialah pramugara atau pramugari.
9. Ragam Baku Tulis Dan Ragam Baku Lisan
Dalam kehidupan berbahasa, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulis,
ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu, muncul ragam baku tulis dan
ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam
buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah dilakukan dengan menerbitkan masalah
ejaan Bahasa Indonesia yang tercantum dalam buku pedoman umum. Ejaan Bahasa
Indonesia yang disempurnakan. Demikian pula, pengadaan pedoman umum
pembentukan istilah dan Pengadaan Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pula
usaha kearah itu.
Bagaimana dengan masalah ragam baku lisan? Ukuran dan nilai ragam baku lisan
ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan.
Seseorang dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraanya tidak
terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.
10. Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Baik ragam lisan maupun ragam tulis Bahasa Indonesia ditandai pula oleh adanya
ragam sosial yaitu raga Bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas
kesepakatan Bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat.
Ragam Bahasa yang digunakan dalam keluarga atau persahabatan dua orang yang
akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri. Selain itu, ragam sosial tidak jarang
dihubungkan dengan tinggi atau rendahnya status kemasyarakatan lingkungan sosial
yang bersangkutan. Dalam hal ini, ragam baku nasional dapat pula berfungsi sebagai
ragam sosial yang tinggi, sedangkan ragam baku daerah atau ragam sosial yang lain
merupakan ragam sosial dengan niali kemasyarakatan yang rendah.
Ragam fungsional yang kadang-kadang disebut juga ragam professional adalah
ragam Bahasa yang dikaitkan dengan profesi, Lembaga, lingkungan kerja, atau
kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan dengan keresmian
keadaan penggunaannya dalam kenyataan, ragam fungsional menjelma sebagai
Bahasa negara dan Bahasa teknis keprofesian, seperti Bahasa dalam lingkungan
keilmuan/teknologi, kedokteran, dan keagamaan. Perhatikan contoh-contoh berikut:
a. Ragam keilmuan/Teknologi
komputer adalah mesin pengolah informasi. Berjuta-juta fakta dan bagian yang
berbeda dapat disimpan dalam komputer dan dapat dicari kembali apabila
diperlukan. Komputer dapat juga mengerjakan perhitungan yang rumit dengan
kecepatan yang luar biasa. Hanya dalam waktu beberapa detik komputer dapat
melaksanakan pekerjaan yang kalau dikerjakan oleh tenaga manusia akan
memakan waktu berminggu-minggu.
Di jantung komputer terkecil (yang disebut mikrokomputer) terdapat sebuah
komponen berukuran tidak lebih besar daripada kuku jari kelingking.
Sebenarnya, mikroprosesor itu sendiri adalah komputer dan dapat dibangun
menjadi berbgai jenis mesin.
b. Ragam Kedokteran
Kita mengenal dua macam diabetes yaitu diabetes inspidus dan diabetes
melitus. Diabetes inspidus disebabkan oleh kekurangan hormon antidiuretik
(antidiuretic hormone-ADH) diproduksi oleh kelenjar pituitaria yang berada
didasar otak sehingga kita mengelurkan urine terus atau kencing saja. Pada
diabetes melitus yang kurang adalah hormon insulin yang dihasilakan oleh
kelenjar pankreas yang berada dibawah hati. Dengan kurangnya zat insulin ini,
metabolisme gula terganggu sehingga sebagian tidak bisa diubah menjadi bahan
yang bisa dibakar untuk menghasilakan tenaga atas perubahan tersebut tidak
sempurna.
c. Ragam Keagamaan
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang yaitu orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka menguranginya.
Tidaklah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan pada suatu hari yang besar yaitu hari ketika manusia berdiri
menghadap tuhan semesta alam.
11. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Pengertian benar pada suatu kata atau suatu kalimat adalah pandangan yang
diarahkan dari segi kaidah Bahasa. Sebuah kalimat atau sebuah pembentukan kata
dianggap benar apabila bentuk itu mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Di bawah
ini akan dipaparkan sebuah contoh.
Kuda makan rumput.
Kalimat tersebut benar karena memenuhi kaidah sebuah kalimat secara struktur
yaitu ada subjek (kuda), ada predikat (makan), dan objek (rumput). Kalimat ini juga
memenuhi kaidah sebuah kalimat dari segi makna yaitu mendukung sebuah
informasi, yang dapat dimengerti oleh pembaca. Lain halnya dengan kalimat di
bahah ini.
Rumput makan kuda
Kalimat tersebut, benar menurut strukturnya karena ada subjek (rumput), ada
predikat (makan), ada objek (kuda), akan tetapi dari segi makna. Kalimat ini tidak
benar karena tidak mendukung makna yang baik. Sebuah bentuk kata dikatakan
benar kalau memperlihatkan proses pembentukan yang benar menurut kaidah yang
berlaku. Kata aktifitas tidak benar penulisannya karena pemunculan kata itu tidak
mengikuti kaidah penyerapan yang telah ditentukan. Pembentukan penyerapan yang
benar ialah aktivitas karena diserap dari kata activity kata persuratan kabar dan
pertanggungan jawab tidak benar karena tidak mengikuti kaidah yang berlaku. Yang
benar menurut kaidah ialah kata persuratkabaran dan pertanggungjawaban.
Pengertian “baik” pada suatu kata (bentukan) atau kalimat adalah pandangan
yang diarahkan dari pilihan kata (diksi). Dalam suatu pertemuan kita dapat memakai
kata yg sesuai dengan pertemuan itu, sehingga kata-kata yang keluar atau dituliskan
itu tidak akan menimbulkan nilai rasa yang tidak pada tempatnya. Pemilihan kata
yang akan dipergunakan dalam suatu untaian kalimat sangat berpengaruh terhadap
makna kalimat yang dipaparkan itu. Pada suatu ketika menggunakan kata
memerintahkan, meminta bantuan, memercayakan, dan sebagainya. Sebagai
simpulan, yang dimaksud dengan Bahasa yang benar adalah Bahasa yang
mengandung kaidah yang benar, sedangkan yang dimaksud dengan Bahasa yang baik
adalah Bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan
pemakainnya.
Soal Latihan 6:

Anda tulislah kembali naskah berikut dengan memperhatikan huruf kapital, garis
bawah, dan penulisan kata sesuai dengan kaidah Ejaan yang Disempurnakan yang
berlaku!
Bulu tangkis yang mendapt rekomendasi dari badan eksekutif ioc akhirnya resmi
menjadi cabang olahraga ke 24 yang dipertandingkan dalam olimpiade 1992.
Keputusan ini dibuat dalam siding paripurna ke 90 komite olimpiade internasional
(ioc) diberlin imur rabu malam.
Sidang juga mengankat dua anggota badan eksekutif ta\mbahan sehingga menjadi
II, yakni sheen liang dari cina dan marcodler dari swiss. Ini merupakan tambahan
kekuatan bagi cina yang kembali menjadi anggota ioc tahun 1979.
Kabar baik:
Keputusan ico ini disambut baik oleh manajer pemasaran (federasi bulutangkis
internasuonal), ciro ciniglo dari London”kami suda lama agar bulu tangkis masuk
olimpiade, keputusan ini merupakan kabar baik bagi Indonesia, cina dua Negara
raksasa dalam cabang ini, “ujarnya. Dia juga melihat, keputusan ini dirasakan pula
manfaatnya oleh Negara-negara bulutangkis dieropa seperti inggris Denmark
Dijakarta, sekjen koni pusat mf siregar mengangap hal ini tantangan bagi
Indonesia, dan untuk menghadapinya kita harus mempersiapkan diri dari jauh hari.
Karena pemain-pemain yang sekarang menjadi bintang tidak bakal lagi 7 tahun
mendatang Mf siregar yang baru saja diumumkan ioc mendapat gold award itu,
mengatakan kita harus dapat melakukan pembinaan yang baik untuk mencari bibit-
bibit baru.
Dari sidang ioc itu juga didapat keterangan, kemungkinan hanya ikut serta32
pemain putra dan 16 pemain putrid diolimpiade 1992 nanti

(Diikuti dari Harian Kompas 7 juni 1985)


Jawaban:

Bulu tangkis yang mendapat Rekomendasi dari Badan Eksekutif International IOC
akhirnya resmi menjadi cabang olahraga ke-24 yang dipertandingkan dalam
Olimpiade 1992. Keputusan ini dibuat dalam sidang paripurna ke-90 Komite
Olimpiade Internasional (IOC) di Berlin Timur Rabu malam.
Sidang juga mengangkat 2 anggota badan eksekutif tambahan, yakni Sheen Liang
dari Cina dan Marcodler dari Swiss. Ini merupakan tambahan kekuatan bagi Cina
yang kembali menjadi anggota IOC tahun 1979.

Keputusan IOC ini disambut baik oleh Manajer pemasaran (Federasi Bulu
Tangkis Internasuonal), Ciro Ciniglo dari London ”kami suda menunggu lama agar
bulu tangkis masuk Olimpiade, keputusan ini merupakan kabar baik bagi Indonesia,
cina 2 negara raksasa dalam cabang ini”ujarnya. Dia juga melihat, keputusan ini
dirasakan pula manfaatnya oleh negara-negara bulu tangkis di Eropa seperti inggris
Denmark
Di Jakarta, Sekjen Koni pusat Mf Siregar menganggap hal ini tantangan bagi
Indonesia, dan untuk menghadapinya kita harus mempersiapkan diri dari jauh-jauh
hari. Karena pemain-pemain yang sekarang tidak bakal lagi main karena mereka
sudah menjadi bintang di tujuh tahun yang akan datang. Mf Siregar yang baru saja
diumumkan IOC mendapat gold Award itu, mengatakan kita harus dapat melakukan
pembinaan yang baik untuk mencari bibit-bibit baru.
Dari sidang IOC itu juga didapat keterangan, kemungkinan yang ikut serta hanya
32 pemain putra dan 16 pemain putri di Olimpiade 1992 nanti.

(Diikuti dari Harian Kompas, 7 juni 1985)

Anda mungkin juga menyukai