LECTURER:
Prof. Dr. Mansur Akil. M.Pd.
NAME : IKRAR
CLASS :C
SEMESTER : 2
ID NUMBER : 161050102069
GRADUATE PROGRAM
2017
0
1
What is Psycholinguistics?
Istilah Psikolinguistik berasal dari dua kata, yakni Psikologi dan Linguistik.
Seperti kita ketahui kedua kata tersebut masing-masing merujuk pada nama
sebuah disiplin ilmu. Secara umum, Psikologi sering didefinisikan sebagai ilmu
yang mempelajari perilaku manusia dengan cara mengkaji hakikat stimulus,
hakikat respon, dan hakikat proses-proses pikiran sebelum stimulus atau respon
itu terjadi. Pakar psikologi sekarang ini cenderung menganggap psikologi sebagai
ilmu yang mengkaji proses berpikir manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan mengkaji proses berpikir itu ialah untuk
memahami, menjelaskan, dan meramalkan perilaku manusia.
Linguistik secara umum dan luas merupakan satu ilmu yang mengkaji
bahasa (Bloomfield, 1928:1). Bahasa dalam konteks linguistik dipandang sebagai
sebuah sistem bunyi yang arbriter, konvensional, dan dipergunakan oleh manusia
sebagai sarana komunikasi. Hal ini berarti bahwa linguistik secara umum tidak
mengaitkan bahasa dengan fenomena lain. Bahasa dipandang sebagai bahasa yang
memiliki struktur yang khas dan unik. Munculnya ilmu yang bernama
psikolinguistik tidak luput dari perkembangan kajian linguistik
1
psikolinguistik sebagai studi tentang bahasa dan pikiran. Psikolinguistik
merupakan bidang studi yang menghubungkan psikologi dengan linguistik.
Tujuan utama seorang psikolinguis ialah menemukan struktur dan proses yang
melandasi kemampuan manusia untuk berbicara dan memahami bahasa.
Psikolinguis tidak tertarik pada interaksi bahasa di antara para penutur bahasa.
Yang mereka kerjakan terutama ialah menggali apa yang terjadi ketika individu
yang berbahasa.
2
1. Proses menangkap pesan ujaran orang lain, atau proses bagaimana otak
bekerja pada wkatu seseorang memahami bahasa orang lain.
2. Proses menghasilkan ujaran yang ditujukan kepada orang lain, atau
proses bagaimana otak bekerja pada waktu seseorang mengungkapkan
gagasannya dengan bahasa.
3. Proses memperoleh bahasa secara bertahap pada diri sendiri.
3
perlulah kiranya objek kajian psikolinguistik itu dibatasi secara jujur.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Simanjuntak di atas disederhanakan
lagi oleh Aitchison menjadi tiga pertanyaan saja. Menurut Aitchison (1984) ada
tiga hal sebenarnya yang menarik perhatian psikolinguistik.
1. Masalah pemerolehan
Apakah manusia memperoleh bahasa karena dia dilahirkan dengan
dilengkapi pengetahuan khusus tentang kebahasaan? Atau mereka dapat
belajar bahasa karena mereka adalah binatang yang sangat pintar sehingga
mampu memecahkan berbagai macam masalah?
Linguis lebih tertarik pada butir c daripada butir (a) dan (b). Apa yang
perlu diketahui seseorang psikolinguis ialah sebagai berikut: benarkah
mengasumsikan bahwa tipe tata bahasa yang disampaikan oleh linguis
sesungguhnya mencerminkan pengetahuan individual yang terinternalisasikan
tentang bahasanya? Bagaimanakah pengetahuan itu digunakan ketika
seseorang menghasilkan tuturan (enkode) atau memahami tuturan (dekode)?
4
Dengan mengasumsikan bahwa penggunaan bahasa tidak berbeda dengan
pengetahuan bahasa, apakah sesungguhnya yang terjadi ketika seseorang itu
menghasilkan tuturan (berenkode) atau memahami tuturan (berdekode)?
a. Komunikasi binatang
b. Bahasa anak- anak
c. Bahasa orang dewasa yang normal
d. Tuturan disfasik (orang yang terganggu tuturannya).
Lebih jauh lagi, ketika kita berbicara tentang tata bahasa seseorang yang
terinternalisasikan itu, istilah tata bahasa digunakan dalam pengertian yang lebih
luas daripada makna tata bahasa yang kita temukan dalam berbagai buku ajar. Tata
bahasa itu mengacu pada keseluruhan pengetahuan bahasa seseorang. Tata bahasa
tidak hanya menyangkut masalah tata kalimat, tetapi juga fonologi dan semantic.
5
Karena sintaksis itu merupakan dasar yang paling penting, maka kajian utama
psikolinguistik ini akan banyak bertumpu pada kaidah sintaktik. Secara teoretis,
tujuan utama psikolinguistik ialah mencari satu teori bahasa yang tepat dan
unggul dari segi linguistik dan psikologi yang mampu menerangkan hakikat
bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba
menerangkan hakikat struktur bahasa dan bagaimana struktur ini diperoleh dan
digunakan pada waktu bertutur dan memahami kalimat-kalimat (ujaran-ujaran).
Secara praktis, psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah-masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan, penyakit
bertutur seperti afasia, gagap dan sebagainya, komunikasi, pikiran manusia,
dialek-dialek, pijinisasi, dan kreolisasi, dan masalah-masalah sosial lain yang
menyangkut bahasa seperti bahasa dan pendidikan, bahasa, dan pembangunan
bangsa.
6
2
What are the main topics (coverage) of
Psycholinguistics?
A. Pemerolehan Bahasa
Pada hakikatnya pemerolehan bahasa berakar pada proses dan cara manusia
mempelajari bahasa. Kajian Psikolinguistik lebih banyak pada tataran bagaimana
seorang anak memperoleh bahasa, baik bahasa pertama (B1) maupun bahasa
kedua (B2).
7
yang diperkuat oleh orang-orang dewasa sekelilingnya, karena bunyi-bunyi itu
yang dipakai berkomunikasi, sedang bunyi-bunyi yang tidak berguna karena
tidak dipakai oleh orang-orang dewasa akan dilupakan atau dibuang dari
ingatan anak itu.
Namun menurut Chomsky, bila anak harus belajar hanya dengan sekedar
membiasakan saja, paling tidak diperlukan waktu tiga puluh tahun untuk
mampu menguasai 1000 kata saja. Kata Chomsky teori behaviorisme tidak
dapat menjelaskan fenomena belajar bahasa; teori ini tidak dapat menjelaskan
mengapa anak berhasil membuat kalimat-kalimat yang tidak pernah mereka
dengar, atau melahirkan kata-kata baru atau susunan kalimat baru yang tidak
pernah diucapkan oleh orang tuanya. Menurut Chomsky, setiap anak mampu
menggunakan suatu bahasa karena adanya pengetahuan bawaan (preexistent
knowledge) yang telah diprogram secara genetik dalam otak kita. Pengetahuan
ini disebut L.A.D. atau Language Acquisition Device (Rakhmat, 1986 : 283).
Memang bahasa di dunia ini berbeda-beda tetapi mempunyai kesamaan
dalam struktur pokok yang mendasarinya, istilah yang dipakai oleh Chomsky
untuk ini adalah linguistik universal. Karena kemampuan inilah anak-anak
bisa mengenal hubungan diantara bentuk-bentuk bahasa ibunya dengan
bentuk-bentuk yang terdapat dalam tata bahasa struktur dalam yang sudah
terdapat pada kepalanya yang menyebabkan anak secara alamiah
mengucapkan kalimat-kalimat yang sesuai dengan peraturan bahasa mereka.
Begitu pula yang dikatakan Soblin, bahwa seorang anak lahir dengan
seperangkat prosedur dan aturan bahasa; namun ia tidak menganggap bahwa
yang dibawa lahir itu pengetahuan seperangkat kategori linguistik yang
semesta atau yang biasa disebut linguistik universal ; prosedur-prosedur dan
aturan-aturan bahasa yang dibawa lahir itulah yang memungkinkan seorang
anak untuk mengolah data linguistik, dan yang menjadi faktor penentu
perolehan bahasa ialah perkembangan umum kognitif dan mental anak (Utari
Subyakto, 1988 : 90).
Dengan bertambahnya kemampuan kognitif anak, ia mulai mampu
melepaskan diri dari situasi sekarang dan tempat ini dan mampu memikirkan
8
dirinya berada dalam waktu dan di tempat lain, kemajuan ini memungkinkan
anak untuk mengungkapkan makna-makna baru secara bertahap.
Yang menjadi bukti adanya kemampuan dasar berbahasa ialah dengan
ditemukannya daerah Broca dan Wernicke pada otak manusia. Rakhmat (1986
: 284) menjelaskan bahwa daerah Broca mengatur sintaksis, sehingga
gangguan atau kerusakan pada daerah ini menyebabkan orang berbicara
terpatah-patah dengan susunan kata yang tidak teratur, sedangkan kerusakan di
daerah Wernicke menyebabkan orang berbicara lancar tetapi tidak mempunyai
arti.
Dengan keterangan ini menjelaskan bahwa otak manusia itu tidaklah polos
seperti kertas yang kosong, tetapi lebih tepatnya merupakan organ yang telah
dilengkapi dengan program-program baca kemampuan-kemampuan bawaan
untuk kemudian bagaimana kemampuan ini akan ditambah atau
dikembangkan melalui proses belajar.
Di Philadelphia pernah diadakan penelitian tentang anak-anak bisu yang
tidak diajari bahasa isyarat, dan ditemukan ketika anak-anak itu berusia 3 atau
4 tahun mereka telah membuat bahasa isyarat tersendiri. Mereka dapat
membedakan subyek, predikat dan objek; dengan penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa dalam otak anak sudah tersedia prinsip-prinsip berbahasa
yang bukan merupakan hasil belajar.
2. Pemerolehan Bahasa Kedua
Pada masa kanak-kanak bisa dikatakan memperoleh bahasa, sebab anak-
anak mendapatkan kemampuan berbahasa itu tanpa sadar bahwa mereka
sedang menghimpun kaidah pemakaian bahasa sambil berkomunikasi dengan
lingkungannya (Soenardjie, 1989 : 131). Kebanyakkan orang di dunia ini tidak
hanya menggunakan satu bahasa saja dalam hidupnya, tidak mustahil ketika
kanak-kanak pun sudah terbiasa dengan lebih dari satu bahasa; misalkan
ketika di rumah dan di luar rumah, orang tuanya menggunakan bahasa yang
berbeda. Meskipun ketika kanak-kanak sudah mendapatkan dua bahasa,
misalnya; bahasa Indonesia dan bahasa daerah, tapi tetap saja keduanya
dianggap sebagai bahasa pertamanya (Subyakto, 1988 : 65). Orang yang
seperti ini bisa dikatakan sebagai dwibahasawan yang alamiah.
9
Mengenai istilah yang digunakan untuk pemeroleh bahasa pertama, jika
mendapat satu bahasa disebut ekabahasawan (monolingual), kalau yang
diperolehnya dua bahasa baik secara bersamaan ataupun berurutan anak itu
disebut dwibahasawan (bilingual). Kalau yang diperolehnya labih dari dua
bahasa secara berurutan anak itu disebut gandabahasawan (multilingual).
Jika pemerolehan bahasa pertama itu dilakukan tanpa kesadaran, maka
pemerolehan bahasa kedua itu dilakukan dengan kesadaran untuk
mempelajarinya (Soenardjie, 1989 : 131). Karena dengan kesadaran inilah,
maka secara teknik pemerolehan bahasa kedua itu bisa disebut kebelajaran
bahasa ke dua.
Menurut hipotesis kognitivisme, seorang dewasa yang memperoleh bahasa
ke dua juga mengalami proses yang sama seperti seorang anak, kecuali bahwa
orang dewasa itu tidak mengalami tahap mengoceh, tahap dua tiga kata, dan
sebagainya; tetapi mulai dengan menghubungkan bentuk dan fungsi bahasa;
dan bahwa ia belajar mengungkapkan konsep-konsep baru dengan
menggunakan bentuk-bentuk yang lama (Subyakto, 1988 : 92). Pemerolehan
bahasa kedua ditinjau dari cara mendapatkannya, dapat dibagi menjadi dua
bagian; pertama, yang disebut dengan perolehan bahasa kedua terpimpin,
yaitu, bahasa didapatkan melalui pengajaran secara formal. Kedua, perolehan
bahasa kedua secara alamiah, yaitu bahasa kedua didapat karena komunikasi
sehari-hari; secara bebas dari pengajaran atau pimpinan guru. Perolehan
seperti ini tidak ada keseragaman dalam caranya.
10
Perkembangan prasekolah ini dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian,
yaitu : (1) perkembangan pralinguistik; (2) tahap satu kata dan (3) ujaran
kombinasi permulaan.
b. Perkembangan Pralinguistik
Kecenderungan yang terjadi dalam pandangan orang bahwa
perkembangan bahasa itu dimulai ketika seorang anak mengucapkan kata
pertamanya. Padahal fakta membuktikan bahwa perkembangan bahasa
atau komunikasi seorang anak dimulai dari sejak lahir. Kenyataan ini
setidaknya didukung oleh dua fakta yang menunjang teori pembawaan
lahir, yaitu: (1) kehadiran pada waktu lahir, struktur-struktur yang
diadaptasi dengan baik bagi bahasa (walaupun pada mulanya tidak
digunakan untuk berbahasa); dan (2) kehadiran perilaku-perilaku sosial
umum dan juga kemampuan-kemampuan khusus bahasa pada beberapa
bulan pertama kehidupan (Tarigan, 1988 : 14) Mengutip dari Trevanthen
(1977) bahwa pada usia dua bulan sang anak memberikan responsi yang
berbeda-beda terhadap orang dan objek. Ini menunjukkan bahwa sejak
lahir bayi sudah diperlengkapi kemampuan untuk berinteraksi sosial.
Sering terjadi perilaku ibu dan anak memperlihatkan pola alternasi atau
perselang-selingan, sejenis sinkroni yang melibatkan kedua belah pihak.
Pada pasangan ibu dan anak cenderung terjadi pertukaran giliran dalam
vokalisasi. Jika ibu lebih banyak diam maka anak yang lebih banyak
bersuara. Demikian pula sebaliknya. Namun tumpang tindih bisa terjadi,
dalam artian anak dan ibu sama-sama bersuara; ketika keduanya tertawa,
sang ibu menegur anaknya yang sedang bersuara, atau ketika anak
terganggu dan pembicaraan ibu yang menenangkan, demikan penjelasan
yang disampaikan Schaffer. Menurut Tarigan (1988), selama tahun
pertama anak mengembangkan sejumlah konsep dan kemampuan yang
merupakan prasyarat penting bagi ekspresi linguistik.
11
Pada tahap satu kata ini bukan berarti si anak hanya mampu
mengatakan satu kali atau satu bentuk kata saja tidak dengan bentuk kata
yang lain. Namun ia bisa saja mengucapkan kata yang berbeda dalam
kesempatan yang lain. Dan satu kata yang dimaksudkan disini ialah jika si
anak hanya mampu mengucapkan satu kata-satu kata saja dalam sebuah
kesempatan.
Pada tahap ini dikenal pula sebagai tahap satu kata satu frase, kira-kira
pada usia satu tahun seorang anak telah mengucapkan satu kata yang sama
dengan satu frase atau kalimat, contoh : Mam (Saya minta makan); Pa
(Saya mau papa di sini), Ma (Saya mau mama di sini). Dalam tahap ini
diperkirakan bahwa kata-kata yang diucapkan mempunyai tiga fungsi,
yaitu : (a) kata itu dihubungkan dengan perilakunya sendiri, atau suatu
keinginan untuk suatu perilaku; (b) untuk mengungkapkan perasaan dan
(c)untuk memberi nama kepada sesuatu benda (Subyakto,1988: 71). Yang
paling menarik dan mengesankan bahwa dalam tahap ini seorang anak
mampu mengekspresikan begitu banyak dengan kata yang begitu sedikit
(Tarigan, 1988 : 16).
12
mengandung isi penting (Tarigan,1988 : 18). Contoh : Nani rumah [Nani
di rumah], mama Bandung [mama ke bandung], dia pergi [dia sudah
pergi]. Untuk memahami bahasa anak pada masa ini perlu memahami
konteks dalam menginterpretasikan makna ucapan anak-anak. Tanpa
memperhatikan situasi, kita akan mudah salah mengartikan maksud
ucapan anak-anak.
13
sintaksis juga ke taraf yang lebih kecil, fonologi. (2) Pemakaian bahasa,
peningkatan kemampuan menggunakan bahasa secara lebih efektif
melayani aneka fungsi dalam situasi-situasi komunikasi yang beraneka
ragam; dan (3) Kesadaran metalinguistik, pertumbuhan kemampuan untuk
memikirkan, mempertimbangkan, dan berbicara mengenai bahasa sebagai
sandi atau kode formal.
B. Produksi Bahasa
Secara etimologis kata language production terdiri dari dua kata yaitu
language yang secara leksikal (Kamus Bahasa Inggris) berarti bahasa(Echols
dan Shadily, 1988: 348) sedangkan bahasa dalam Kamus Bahasa Indonesia
mengandung arti,
Sarana komunikasi untuk berbicara agar kita dapat saling mengerti apa yang
kita maksudkan; sistem lambang bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat-alat
ucap) yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer) dan konvensional yang
dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran;
perkataan-perkataan yang dipakai oleh suatu bangsa (suku bangsa, negara,
daerah, dsb.); percakapan (perkataan) yang baik; sopan santun; tingkah laku
yang baik (Santoso dan Priyanto, 1995: 35).
Adapun production sudah menjadi bahasa kita dengan beda penulisan yaitu
produksi yang dalam Kamus Ilmiah berarti hal yang menghasilkan barang-
barang pembuatan; penghasilan; apa yang dihasilkan (diperbuat) (Partanto dan Al
Barry, 1994: 626). Namun mengenai pengertian produksi bahasa secara
terminologi ada beberapa varian definisi seperti:
(a) Sebagaimana Suherman (2005: 14) dalam bukunya bahwa produksi bahasa
ialah bagaimanakah kita merencanakan pengungkapan bahasa secara lisan
maupun tulisan (masalah produksi / the production of vocal sounds).
(b) Sedangkan yang dikemukakan oleh Sri Utari Subyakto adalah kemampuan
seseorang untuk mengungkapkan pikiran sendiri melalui alat vokal
maupun melalui tulisan (1988: 52).
(c) Kemudian Samsunuwiyati Marat dalam bukunya mengungkapkannya
dengan bagaimana manusia dapat menyampaikan pikiran dengan kata-
kata (produksi bahasa) (2005: 35).
14
(d) Levelt (1989) mengatakan events from intention to articulation (2007:
79) yang artinya adalah (proses) berlangsungnya maksud menjadi
artikulasi dengan menggambarkannya sebagai berikut:
Concept Formulation Articulation Monitoring
15
ialah apa yang dilisankan, disebutkan juga bahwa linguistik melihat bahasa itu
adalah bahasa lisan, bahasa yang diucapkan, bukan yang dituliskan, bagi linguistik
bahasa lisan adalah primer, sedangkan bahasa tulis sekunder. Bahasa lisan lebih
dahulu dari bahasa tulis (Chaer, 2003: 82).
4. Bahasa Tulisan
Ada yang mengatakan bahwa bahasa itu bukan tulisan, tulisan hanyalah
gambaran dari ujaran (ucapan). Tulisan adalah kurang lebih satu usaha yang
kurang mantap untuk secara grafis (tulisan) melukiskan ujaran dengan simbul-
simbul yang dipilih dan tersusun secara mana suka saja atau arbitrer (Alwasilah,
1983: 18). Jika kita mengacu pada pendapat Jurgen Ruesch dia mengklasifikasikan
isyarat non verbal menjadi tiga bagian yaitu, Pertama, bahasa tanda (sign
language) seperti acungan jempol untuk numpang mobil secara gratis dan bahasa
isyarat tuna rungu; kedua, bahasa tindakan (action language), semua gerakan
tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya,
berjalan; dan ketiga, bahasa objek (object language), pertunjukan benda, pakaian,
dan lambang nonverbal bersifat publik lainnya seperti ukuran ruangan, bendera,
gambar (lukisan), musik (misalnya marching band), dan sebagainya, baik
disengaja ataupun tidak (Mulyana, 2005: 317). Maka kita bisa berkesimpulan
bahwa bahasa tulisan adalah bahasa nonverbal karena pada hakekatnya tulisan itu
merupakan gambar yang disengaja.
5. Bahasa Tubuh ( Body Language )
Salah satu bahasa non verbal adalah bahasa tubuh atau body language,
sebagaimana yang dikutip Mulyana (2005: 317) bahwa Samovar dan Porter
menjelaskan, Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics),
suatu istilah yang diciptakan seorang perintis studi bahasa non verbal, Ray L. Bird
whistell. Setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan
mata), tangan, kepala, kaki dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan
sebagai isyarat simbolik. Karena kita hidup, semua anggota badan kita senantiasa
bergerak. Lebih dari dua abad yang lalu Blaise Pascal menulis bahwa tabiat kita
adalah bergerak; istirahat sempurna adalah kematian. Yang termasuk bahasa tubuh
ini seperti isyarat tangan, gerakan kepala, postur tubuh dan posisi kaki, juga
ekspresi wajah dan tatapan mata. Bahasa tubuh bisa kita simpulkan juga sebagai
16
bahasa isyarat (tuna rungu) karena menggunakan gerak anggota tubuh juga namun
secara alamiah dan tidak hanya digunakan oleh penderita tuna rungu. Untuk lebih
jelasnya kita akan menjelaskan bahasa isyarat pada pembahasan selanjutnya.
6. Bahasa Isyarat
Komunikasi tanpa kata-kata ialah bahasa non verbal seperti halnya bahasa
isyarat. Bahasa isyarat ini pun disebut kinesika (kinesics) juga karena
menggunakan gerak tubuh. Bahasa isyarat itu memiliki variasi, salah satu variasi
bahasa isyarat adalah emblem. Emblem merupakan tindakan sengaja untuk
membuat bahasa isyarat yang memiliki padanan pesan dalam bahasa verbal.
Makna emblem biasanya sudah diketahui secara konvensional dalam budaya
tertentu. Emblem sering digunakan untuk menggantikan bahasa verbal apabila
bahasa verbal tidak bisa disampaikan karena factor-faktor tertentu (Cahyono,
1995: 332). Kesimpulannya bahwa perbedaan antara bahasa tubuh dan bahasa
isyarat adalah bahasa isyarat mempunyai variasi emblem (tindakan sengaja) tidak
alamiah.
C. Language Comprehension
Dalam kebanyakan hal makna suatu ujaran dapat dipahami dari urutan kata
yang terdapat pada ujaran tersebut, atau dari ciri-ciri tertentu masing-masing kata
yang dipakai. Kalimat seperti; Lelaki tua itu masih dapat bermain tenis, dapat
dipahami cukup dari urutan kata-kata yang terdengar atau terlihat oleh kita. Siapa
pun yang mendengar kalimat ini akan memberikan interpretasi makna yang sama,
yakni, adanya seorang lelaki, lelaki itu tua, dia dari dulu sampai sekarang bermain
sesuatu, dan sesuatu itu adalah tenis.
Pada kasus yang lain, tidak mustahil bahwa suatu kalimat yang tampaknya
sederhana ternyata memiliki makna yang rumit. Dalam kalimat (2), misalnya,
Lelaki dan wanita tua itu masih dapat bermain tenis, Kita tidak yakin apakah
lelaki itu juga tua seperti si wanita atau hanya wanitanya sajalah yang tua
sedangkan lelakinya tidak. Interpretasi ini muncul karena adjektiva tua dapat
berfungsi sebagai pewatas hanya pada nomina wanita saja atau pada frasa lelaki
dan wanita.
17
Dari contoh-contoh diatas tampak bahwa makna suatu kalimat ternyata tidak
hanya ditentukan oleh wujud permukaan yang kita dengar atau lihat saja tetapi
bahkan terutama oleh representasi yang mendasarinya. Dengan kata lain, suatu
kalimat tidak hanya memiliki struktur lahir tetapi juga memiliki struktur batin.
Perbedaan antara struktur lahir dengan struktur batin ini sangat penting
untuk pemahaman kalimat karena proses mental yang dilalui oleh manusia dalam
menaggapi kalimat-kalimat seperti ini berbeda dengan kalimat-kalimat yang tidak
ambigu. Meskipun konsep struktur batin vs struktur lahir kini sudah tidak diikuti
lagi oleh penggagasnya. (Chomsky 1996), dalam kaitannya dengan komprehensi
ujaran kedua konsep ini rasanya masih sangat bermanfaat. Seseorang dapat
memahami suatu kalimat hanya bila dia memahami apa yang terkandung dalam
kalimat itu, bukan hanya terlihat atau terdengar dari kalimat tersebut.
1. Strategi memahami ujaran
Dalam memahami suatu ujaran, ada tiga faktor yang ikut membantu kita,
Pertama, faktor yang berkaitan dengan pengetahuan dunia. Sebagai anggota
masyarakat, manusia telah hidup bersama dengan alam sekitar. Alam sekitar
ini memberikan pengetahuan-pengetahuan tentang kehidupan didunia.
Sebagian dari pengetahuan ini bersifat universal sedangkan sebagian yang lain
khusus mengenai masyarakat dimana kita tinggal. Pengetahuan umum bahwa
gajah berbadan besar membuat adanya anggapan bahwa gajah yang berukuran
seperti kambing adalah gajah kecil. Sebaliknya, anggapan bahwa semut
berbadan kecil menjudge bahwa semut yang panjangnya 2cm adalah semut
yang berbadan besar, dan sebagainya. Dengan demikian, ungkapan gajah kecil
dan semut besar harus dipahami dalam konteks tentang pengetahuan dunia.
Tidak jarang pula pengetahuan dunia ini merupakan satu-satunya faktor
yang membantu kita memahami isi suatu ujaran. Contoh;
a. He bought a pair of horse shoes
b. He bought a pair of alligator shoes
Dapat dipahami bahwa horse shoes pastilah sepatu yang dipakai oleh kuda
sedangkan alligator shoes adalah sepatu yang dibuat dari kulit buaya.
Pemahaman yang seperti ini semata-mata berdasarkan pengetahuan tentang
18
dunia dimana kita hidup, yakni bahwa didunia kita ini kuda memang banyak
yang memakai sepatu dan tidak ada buaya yang memakai sepatu. Kulit buaya
memang banyak yang dipakai untuk membuat sepatu dan tidak ada sepatu yang
dibuat dari kulit kuda.
Disamping pengetahuan tentang dunia, faktor-faktor sintaktik.juga berperan
dalam memahami ujaran. Seperti kalimat yang terdiri dari konstituen.
Konstituen ini juga memiliki struktur tertentu. Struktur tertentu ini yang
membantu kita dalam memahami ujaran. Dengan kata lain kita memakai
strategi-strategi sintatik untuk memahami suatu ujaran.
2. Ambiguitas
Untuk beberapa kasus, terkadang terdapat beberapa kalimat yang bermakna
lebih dari satu yang umumnya disebut sebagai kalimat yang ambigu atau taksa.
Dari segi pemrosesan untuk pemahaman, kalimat yang ambigu memerlukan
waktu yang lebih lama untuk diproses. Hal ini terjadi karena pendengaran
menerka makna tertentu tetapi terkaan dia salah, sehingga dia harus mundur
lagi untuk memproses ulang seluruh interpretasi dia. Contohnya, dalam
kalimat:
Muhammad alis punch was so powerful.
Dapat diterka bahwa yang dimaksud punch adalah pukulan muhammad ali
karena dari pengetahuan dunia kita tahu bahwa muhammad ali adalah seorang
mantan petinju tingkat dunia. Akan tetapi, begitu pembicara menambahkan
kata-kata baru sehingga seluruh kalimatnya berbunyi
Muhammad alis punch was so powerful
That every one at the party got drunk
Dengan ini menegaskan bahwa dugaan awal sebelumnya adalah keliru.
Ternyata kata punch bukan merujuk pada pukulan tetapi pada macam minuman
yang disuguhkan pada waktu pesta.
a. Macam-macam ambiguitas
Dilihat dari segi unsur leksikal dan struktur kalimatnya, ambiguitas
dapat dibagi menjadi dua macam:
1) Ambiguitas leksikal
2) Ambiguitas dramatikal
19
Sesuai dengan namanya ambiguitas leksikal adalah macam ambiguitas
yang penyebabnya adalah bentuk leksikal yang dipakai dalam kalimat.
Contoh: ini bisa (makna kalimat tersebut : Kita tidak tahu makna kata bisa
disini berarti racun atau sinonim dari kata dapat).
Ambiguitas gramatikal adalah macam ambiguitas yang penyebabnya
adalah bentuk struktur kalimat yang dipakai.
Contoh : Pengusaha wanita itu kaya (adalah ambigu karena pengusaha
wanita bisa berarti penguasaha yang berjenis kelamin wanita atau pengusaha
yang mendagangkan wanita)
b. Teori pemrosesan kalimat ambigu
Pada dasarnya ada dua macam teori mengenai pemrosesan kalimat yang
bermakna ganda. Teori pertama di namakan garden path theory (GPT).
Menurut teori frazier tahun 1987 ini,orang membangun makna berdasarkan
pengetahuan sintatik ada dua prinsipel dalam teori ini : 1) minimal
attachment principle (MAP) dan 2) late closure principle (LCP) . Pada MAP
orang menempelkan ( attach) tiap kata yang didengar pada struktur kalimat
yang ada pada bahasa tersebut jadi,seandainya kita baru saja mendengar we
dan kemudian mendengar kata knew maka kita menempelkan knew ini pada
we sehingga terbentuklah FN-V we knew karena kita ketahui bahwa suatu
FN umumnya diikuti oleh FV. Kemudian kita mendengar kata tommy yang
tentunya kita tempelkan pada we knew karna suatu verba diikuti oleh suatu
FN yang terjadi pada proses ini adalah bahwa kita menempelkan kata demi
kata secara minimal,artinya menempelkan pada kata yang terdekat
sebelumnya.
Pada LCP kita menempelkan kata-kata yng masuk bila memang
strukturnya memungkinkan . karena kata well memang dimungkinkan untuk
tidak menekan pada we knew tommy, kita dapat menempelkan kata itudan
tidak ada makna yang berubah kecuali tambahan mengenai seberapa jauh
kita mengenal tommy. Dengan demikian maka kita pahami kalimat tersebut
sebagai We knew tommy well. Akan tetapi,kata terakhir yang masuk bisa
juga bukan well tetapi escaped sehingga terbentuklah kalimat We knew
tommy escaped.
20
Dengan masuknya kata escape maka seluruh interpretasi sebelumnya
ternyata menjadi keliru. Tommy tidak lagi menjadi komplomen dari verba
knew tetapi merupakan subjek dari anak kalimat tommy escaped.
Teori yang lain adalah constrainsatis faction theory. Menurut teori ini,
orang sejak semula memiliki pengetahuan tentang kegandaan makna suatu
kata karena pada tiap kata yang didengar akan diberikan fitur-fiturnya.
Sapir dan Whorf mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa yang emiliki
kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama. Mereka
menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran.
21
d. Linguistic Determinism, yang menyatakan bahwa struktur bahasa
mempengaruhi cara individu mempersepsi dan menalar dunia perseptual.
Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan
struktur yang sudah ada dalam bahasa.
22
menggunakan bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sensori pula
(Rakhmat, 1999).
23
dua pilihan yang ekstrem. Gembira-sedih, tersanjung-marah, atau sehat-
sakit. Padahal realitas tidaklah demikian. Hidup tidak terpisah menjadi
kutub ekstrim negatif dan ekstrim positif. Realitas sangat kaya sekali
dengan warna-warna emosi.
3
Who are considered Psycholinguists and what are their concerns?
Bahasa sebagai objek studi ternyata menarik minat berbagai pakar dari
berbagai disiplin ilmu. Banyak pakar psikologi yang tertarik untuk mempelajari
bahasa secara mendalam. Namun, sebaliknya banyak pakar linguistik yang juga
harus belajar psikologi agar pemahamannya tentang bahasa sebagai objek
24
kajiannya semakin menjadi baik. Hal itu tidak mengherankan karena bahasa
memang dapat menjadi kajian psikologi dan jelas dapat menjadi kajian linguistik.
Oleh sebab itu, pakar dari kedua disiplin itu kemudian bersama-sama menjadikan
bahasa sebagai objek studinya.
Sejak zaman Panini dan Socrates (Simanjuntak, 1987) kajian bahasa dan
berbahasa banyak dilakukan oleh sarjana yang berminat dalam bidang ini. Pada
masa lampau ada dua aliran yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan
psikologi dan linguistik. Aliran yang pertama adalah aliran empirisme (filsafat
postivistik) yang erat berhubungan dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme
cenderung mengkaji bagian-bagian yang membentuk suatu benda sampai ke
bagian-bagiannya yang paling kecil dan mendasarkan kajiannya pada
faktor-faktor luar yang langsung dapat diamati. Aliran ini sering disebut sebagai
kajian yang bersifat atomistik dan sering dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
25
menentukan pandangan masyarakat penuturnya. Pandangan Von Humboldt itu
sangat dipengaruhi oleh aliran rasionalisme yang menganggap bahasa bukan
sebagai satu bahan yang siap untuk dipotong-potong dan diklasifikasikan seperti
anggapan aliran empirisme. Tetapi, bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
mempunyai prinsip sendiri dan bahasa manusia merupakan variasi dari satu tema
tertentu.
Pada awal abad 20, Ferdinand de Saussure (1964) seorang ahli linguistik
bangsa Swis telah berusaha menjelaskan apa sebenarnya bahasa itu dan
bagaimana keadaan bahasa itu di dalam otak (psikologi). Dia memperkenalkan
konsep penting yang disebutnya sebagai langue (bahasa), parole (bertutur) dan
langage (ucapan). De Saussure menegaskan bahwa objek kajian linguistik adalah
langue, sedangkan parole adalah objek kajian psikologi. Hal itu berarti bahwa
apabila kita ingin mengkaji bahasa secara tuntas dan cermat, selayaknya kita
menggabungkan kedua disiplin ilmu itu karena pada dasarnya segala sesuatu yang
ada pada bahasa itu bersifat psikologis.
Pada awal abad ke-20, Bloomfield, seorang linguis dari Amerika Serikat
dipengaruhi oleh dua buah aliran psikologi yang bertentangan dalam menganalisis
bahasa. Pada mulanya, ia sangat dipengaruhi oleh psikologi mentalisme dan
kemudian beralih pada psikologi behaviorisme. Karena pengaruh mentalisme,
Bloomfield berpendapat bahwa bahasa itu merupakan ekspresi pengalaman yang
lahir karena tekanan emosi yang yang sangat kuat. Karena tekanan emosi yang
kuat itu, misaInya, munculnya kalimat seruan.
26
Misalnya:
Copet, copet!
Awas, minggir!
Misalnya:
Mengapa rakyat Indonesia telah berubah menjadi rakyat yang mudah marah?
27
dibandingkan dengan satu kebiasaan tingkah laku, seperti halnya bila kita
mengangkat topi.
28
keadaan batin, konsep-konsep, perasaan-perasaan kepada orang lain. Menurut
Wundt satu kalimat merupakan satu kejadian pikiran yang mengejawantah secara
serentak. Jika kita perhatikan maka terdapat keselarasan antara teori evolusi
Darwin dengan teori mentalisme bahasa Wundt itu.
29
itu muncul dan terwujud dalam bentuk imaji-imaji, bagaimana gerakan ucapan itu
dipicu oleh ide itu dan akhirnya bagaimana pendengar atau pembaca
menerjemahkan kata-kata yang didengarnya atau kata-kata yang dilihatnya ke
dalam pikirannya sendiri. Tampaklah dalam pola pikir Meader itu terdapat
keselarasan antara tujuan psikologi mental dengan tujuan linguistik seperti yang
dikembangkan oleh Chomsky.
30
sebagai wujud perilaku apabila seseorang itu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan sosialnya. Sebagai suatu bentuk perilaku, bahasa itu memiliki ciri-ciri
biologis, fisiologis, dan sosial. Sebagai alat ekspresi, bahasa itu memiliki tenaga
mentalitas. Weiss merupakan seorang tokoh yang merintis jalan ke arah lahirnya
disiplin Psikolinguistik. Dialah yang telah berjasa mengubah pikiran Bloomfield
dari penganut mentalisme menjadi penganut behaviorisme dan menjadikan
Linguistik Amerika pada tahun 50-an berbau behaviorisme. Menurut Weiss, tugas
seorang psikolinguis sebagai peneliti yang terlatih dalam dua disiplin ilmu, yakni
psikologi dan linguistik, adalah sebagai berikut.
31
Caroll, seorang ahli psikologi Amerika Serikat yang sekarang merupakan
salah satu tokoh psikolinguistik modern telah mencoba mengintegrasikan
fakta-fakta yang ditemukan oleh linguistik murni seperti unit ucapan, keteraturan,
kadar kejadian dengan teori psikologi pada tahun 40-an. Kemudian ia
mengembangkan teori simbolik, yakni teori yang mengatakan bahwa respon
kebahasaan harus lebih dulu memainkan peranan dalam keadaan isyarat sehingga
sesuatu menjelaskan sesuatu yang lain dengan perantaraan. Keadaan isyarat itu
haruslah sedemikian rupa sehingga organisme dengan sengaja bermaksud agar
organisme lain memberikan respon kepada isyarat itu sebagai satu isyarat. Dengan
demikian, respon itu haruslah sesuatu yang dapat dilahirkan baik secara langsung
maupun tidak langsung oleh mekanisme-mekanisme.
Para ahli linguistik dan psikologi yang dibicarakan di atas telah mencoba
merintis hubungan atau kerja sama antara psikologi dan linguistik. Sebenarnya
kerja sama yang benar-benar terjadi antara ahli psikologi dan linguistik itu telah
terjadi sejak tahun 1860, yaitu ketika Heyman Steinhal, seorang ahli psikologi
bertukar menjadi ahli linguistik dan Moritz Lazarus seorang ahli linguistik
bertukar menjadi ahli psikologi. Mereka berdua menerbitkan jurnal yang khusus
memperbincangkan psikologi bahasa dari sudut psikologi dan linguistik. Steinhal
mengatakan bahwa ilmu psikologi tidaklah mungkin hidup tanpa ilmu bahasa.
Pada tahun 1901, di Eropa, Albert Thumb seorang ahli linguisstik telah
bekerja sama dengan seorang ahli psikologi Karl Marbe untuk menerbitkan buku
yang kemudian dianggap sebagai buku psikolinguistik pertama yang diterbitkan,
tentang penyelidikan eksperimental mengenai dasar-dasar psikologi pembentukan
analogi pertuturan. Kedua sarjana itu menggunakan kaidah-kaidah psikologi
eksperimental untuk meneliti hipotesis-hipotesis linguistik. Hal itu menunjukkan
kukuhnya disiplin psikolinguistik. Salah satu hipotesis yang mereka teliti
kebenarannya adalah keadaan satu rangsangan kata yang cenderung berhubungan
dengan satu kata lain apabila kedua-duanya termasuk ke dalam kategori yang
sama; kata benda berhubungan dengan kata benda yang lain; kata sifat
berhubungan dengan kata sifat yang lain. Di Amerika Serikat usaha ke arah kerja
32
sama secara langsung antara, ahli linguistik dan ahli psikologi dirintis oleh Social
Science Researcb Council yang menganjurkan diadakannya seminar antara ahli
psikologi dan linguistik secara bersama-sama. Osgood (ahli psikologi), Sebeok
(ahli linguistik) dan Caroll (ahli psikologi) mengadakan seminar bersama-sama.
Hasil dari seminar tersebut adalah terbitnya buku Psikolinguistik yang berjudul
Psycholinguistic, a survey of theory and research problems pada tahun 1954 yang
disunting olch Osgood dan Sebeok. Meskipun demikian, nama disiplin baru
Psikolinguistik itu muncul bukan karena seminar itu, karena sebenarnya Pronko
pada tahun 1946 telah memberikan ulasan tentang Psikolinguistik dengan
teknik-teknik penyelidikannya.
Teori Osgood yang disebut sebagai teori mediasi itu telah dikritik
habis-habisan oleh Skinner yang menuduhnya sebagai pakar yang mencoba
mempertahankan mentalisme yang sebelumnya telah disingkirkan oleh
behaviorisme. Osgood merasakan kekuatan teorinya itu dengan dukungan
Lenneberg, yang merupakan produk pertama mahasiswa yang digodok dalam
kajian Psikolinguistik. Lenneberg berpenclapat bahwa manusia memiliki
kecenderungan biologis yang khusus untuk memperoleh bahasa yang tidak
dimiliki oleh hewan. Alasan Lenneberg untuk membuktikan hal tersebut adalah
sebagai berikut:
33
1. terdapatnya pusat-pusat yang khas dalam otak manusia;
2. perkembangan bahasa yang sama bagi semua bayi;
3. kesukaran yang dialami untuk menghambat pertumbuhan bahasa pada
manusia;
4. bahasa tidak mungkin diajarkan kepada makhluk lain;
5. bahasa itu memiliki kesemestaan bahasa (language universal).
Periode 1
Periode 2
Selama tahun 60-an dan awal tahun 70-an pandangan mentalistik kognitivis dari
transformasionalis seperti Chomsky mendominasi semua aspek Psikolinguistik.
34
Periode 3
Periode 4
Periode 5
Pada tahun-tahun terakhir diusulkan model integratif yang terdiri atas komponen
behavioral dan kognitif serta ciri kepribadian.
35
4
What are the contributions of psycholinguistics to LT
and LL?
36
Bahkan kurikulum (pembelajaran bahasa) sendiri tidak lepas dari ranah
Psikolinguistik. Menurut Dubin dan Olshtain yang dikutip oleh Djunaidi (1987 :
54) , kurikulum berisi deskripsi secara luas mengenai tujuan tujuan umum
dengan menunjukan filsafat pendidikan dan budaya secara keseluruhan yang
diterapkan untuk berbagai bidang studi, dalam hubungan ini, disertai landasan
teori tentang bahasa dan belajar bahas.
37
bukan hanya faktor guru dan materi pembelajaran bahasa yang harus diperhatikan,
siswa pun sebagai subjek didik harus diperhatikan demi keberhasilan
pembelajaran. Materi bahasa bisa dipahami melalui Linguistik sebagaimana
dikemukakan oleh Yudibrata, Andoyo Sastromiharjo, dan Kholid A. Harras
(1997/1998: 2) bahwa linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, biasanya
menghasilkan teori-teori bahasa; tidak demikian halnya dengan siswa sebagai
pembelajar bahasa. Siswa sebagai organisme dengan segala prilakunya termasuk
proses yang terjadi dalam diri siswa ketika belajar bahasa tidak bisa dipahami oleh
linguistik, tetapi hanya bisa dipahami melalui ilmu lain yang berkaitan dengannya,
yaitu Psikologi. Atas dasar hal tersebut muncullah disiplin ilmu yang baru yang
disebut Psikolinguistik atau disebut juga dengan istilah Psikologi Bahasa.
Siswa adalah subjek dalam pembelajaran. Karena itu, dalam hal ini siswa
dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah
psikologi, baik kognitif, afektif,maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan
bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif
(berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi. Dalam sebuah penelitian
yang dilakukan Garnham(Nababan, 1992: 60-61) terhadap aktivitas berbicara
ditemukan berbagai berbicara yang menyimpang (kurang benar)dengan
pengklaifikasian kesalahan sebagai berikut. Menurut Garnham penyebab
kesalahan yang dilakukan oleh pembicara di antaranya adalah kesaratan beban
(overloading), yaitu perasaan waswas (menghadapi ujian atau pertemuan dengan
orang yang ditakuti) atau karena penutur kurang menguasai materi, terpengaruh
oleh perasaan afektif, kesukaran melafal kata-kata, dan kurang menguasai topik.
Dari penyebab kesalahan-kesalahan tadi, dapat kita klasifikasikan
berdasarkan ranah Psikologi. Penyebab kesalahan berupa perasaan waswas
berkaitan dengan ranah afektif. Penyebab kesalahan berupa kurang menguasai
materi atau topik berkaitan dengan ranah kognitif, dan penyebab kesalahan berupa
kesukaran melafalkan kata berkaitan dengan ranah psikomotor. Contoh-contoh
kesalahan dan penyebab kesalahan yang telah dijelaskan tadi menunjukkan bahwa
peran psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa sangat penting. Tujuan umum
pembelajaran bahasa, yaitu siswa mampu menggunakan bahasa dengan baik dan
38
benar, baik dalam berbahasa lisan ataupun berbahasa tulis. Agar siswa dapat
berbahasa dengan baik dan benar diperlukan pengetahuan akan kaidah-kaidah
bahasa. Kaidah-kaidah bahasa dipelajari dalam linguistik. Untuk dapat
menggunakan bahasa secara lancar dan komunikastif siswa tidak hanya cukup
memahami kaidah bahasa, tetapi diperlukan kesiapan kognitif (penguasaan kaidah
bahasa dan materi yang akan disampaikan), afektif (tenang, yakin, percaya diri,
mampu mengeliminasi rasa cemas, ragu-ragu, waswas, dan sebagainya), serta
psikomotor (lafal yang fasih, keterampilan memilih kata, frasa, klausa, dan
kalimat). Dengan demikian, jelaslah bahwa betapa penting peranan
Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa.
39
5
What psycholinguistic issues can be researched in relation to LT
and LL?
Bahasa merupakan ciri khas manusia dan hal itu merupakan hal yang
kompleks dan merupakan obyek studi bagi kegiatan ilmu yang bermacam-macam
sesuai dengan pandangan ilmuwan yang mempelajarinya. Bagi ahli filsafat,
bahasa mungkin merupakan alat untuk berfikir, bagi ahli logika mungkin suatu
kalkulus, bagi ahli ilmu jiwa mungkin jendela yang kabur untuk dapat ditembus
guna melihat proses berfikir dan ahli untuk bahasa suatu sistem lambang yang
arbitrer. Namun bagi ahli yang mendalami studi terapan tentu memiliki fokus
kajian yang menghasilkan faedah bagi pengajaran dan pembelajaran bahasa.
40
bergembira. Namun perlu diketahui bahwa titik berat psikolinguistik adalah
bahasa, dan bukan gejala jiwa. Itulah sebabnya dalam batasan-batasan
psikolinguistik yang telah dikemukakan selalu ditonjolkan proses bahasa yang
terjadi pada otak (mind), baik proses yang terjadi di otak pembicara maupun
proses yang terjadi pada otak pendengar.
41