Anda di halaman 1dari 16

PSIKOLINGUISTIK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilm Lughah al-‘Aam

Dosen Pengampu: Umi Kulsum, M.A

Disusun oleh:
Putri Nabila (11220210000004)
Firman Almuhtadi (11220210000007)
Moh. Irfan Hariyadi (11220210000024)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB


TAHUN 2023
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan bahasa untuk untuk
berkomunikasi. Dalam berkomunikasi, kita mampu mengungkapkan apa yang kita
pikirkan dengan mudahnya tanpa tertukar dengan definisi lain. Misalnya jika kita
melihat buku, kita bisa dengan mudah mengidentifiukasi benda tersebut sebagai buku,
bukan pensil atau penghapus. Hal tersebut mampu kita lakukan karena kita dibiasakan
untuk berkomunikasi sejak lahir ke dunia ini, dari yang hanya mengenal satu kata
kemudian terus berkembang hingga ratusan bahkan ribuan kata. Semua hal diatas
menjadi topik kajian psikolinguistik, yaitu suatu studi mengenai penggunaan bahasa
dan perolehan bahasa oleh manusia. Kajian ini menjadikan bahasa dan manusia
sebagai objek kajiannya.

2. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud Psikolinguistik?
2. Kapan Lahirnya Psikolinguistik?
3. Apa yang di maksud Subdisiplin Psikolinguistik?
4. Apa saja Ruang Lingkup Psikolinguistik?
A. PEMBAHASAN
1. Definisi Psikolinguistik
Secara etimologis istilah psikolinguistik merupakan gabungan dari dua disiplin
ilmu, yaitu psikologi dan linguistik. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan
psikologi sebagai ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun
abnormal dan pengaruhnya pada perilaku. Sedangkan linguistik adalah ilmu tentang
bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia psikolinguistik didefinisikan sebagai
ilmu tentang hubungan antara bahasa dan perilaku dan akal budi manusia.1 Istilah
psikolinguistik mulai dikenal sesudah tahun 1954. Sebelumnya ilmu ini dikenal dengan
nama linguistics psychology (psikologi linguistik) atau disebut juga dengan psychology
of language (psikologi bahasa).2 Psikolinguistik merupakan disiplin ilmu baru yang
menggabungkan pembahasan psikologi dan bahasa.
Menurut Aitchison, psikolinguistik merupakan studi tentang bahasa dan pikiran.
Harley mendefinisikannya sebagai suatu studi-studi tentang proses mental dalam
pemakaian bahasa. Simanjutak mengemukakan bahwa psikolinguistik merupakan
disiplin ilmu yang berorientasi pada penguraian proses-proses psikologis yang terjadi
apabila seseorang menghasilkan atau memahami kalimat dan bagaimana kemampuan
berbahasa itu diperoleh. Menurut Bach dan Lions psikolinguistik merupakan disiplin
ilmu yang bertitik tekan kegiatan produksi, resepsi, dan rekognisi bahasa. Chaer
menyatakan bahwa psikolinguistik merupakan disiplin ilmu yang diorientasikan untuk
menerangkan hakikat, pemerolehan, dan penggunaan struktur bahasa dan menerapkan
pengetahuan linguistik, psikologi, dan masalah sosial lain yang berkaitan dengan
bahasa.3

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik sebagai


studi tentang bahasa dan pikiran. merupakan bidang studi yang menghubungkan
psikologi dengan linguistik. Tujuan utama seorang psikolinguis ialah menemukan
struktur dan proses yang melandasi kemampuan manusia untuk berbicara dan
memahami Bahasa. Psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur Bahasa dan

1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari
https://kbbi.web.id/psikolinguistik pada pukul 08:15. tanggal 19 September 2023.
2
Suhartono, Syamsul Shodiq, Psikolinguistik, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010) Cet. Ke-1, h. 4.17.
3
Suhartono, Syamsul Shodiq, Psikolinguistik, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010) Cet. Ke-1, h. 4.16.
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur dan pada waktu
memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu.4
2. Sejarah Lahirnya Psikolinguistik
Pada awal perkembangannya, psikolinguistik bermula dari adanya pakar
linguistik yang berminat pada psikologi seperti Wilhelm von Humboldt, Ferdinand de
Saussure serta Edward Sapir dan adanya pakar psikologi yang berkecimpung dalam
linguistik seperti John Dewey, Karl Buchler, serta Wundt. Dilanjutkan dengan adanya
kerja sama antara pakar linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar-
pakar psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.5
Benih ilmu ini sebenarnya sudah tampak pada permulaan abad ke-20 tatkala
psikolog Jerman Wilhelm Wundt menyatakan bahwa bahasa dapat dijelaskan dengan
dasar prinsip-prinsip psikologis. Pada waktu itu telaah bahasa mulai mengalami
perubahan dari sifatnya yang estetik dan kultural ke suatu pendekatan yang “ilmiah.”6
Joseph F. Kess dalam bukunya yang berjudul Psycholinguistics: Psychology,
Linguistics, and the Study of Natural Language membagi perkembangan
psikolinguistik menjadi empat tahap: (a) tahap formatif, (b) tahap linguistic (c) tahap
kognitif, dan (d) tahap teori psikolinguistik.

2.1 Tahap Formatif


Pada pertengahan abad ke dua-puluh John W. Gardner, seorang psikolog dari
Carnegie Corporation, Amerika, mulai menggagas hibridasi (penggabungan) kedua
ilmu ini. Ide ini kemudian dikembangkan oleh psikolog lain, John B. Caroll, yang pada
tahun 1951 menyelenggarakan seminar di Universitas Cornell untuk merintis
keterkaitan antara kedua ilmu ini. Pertemuan itu dilanjutkan pada tahun 1953 di
Universitas Indiana. Hasil pertemuan ini membuat gema yang begitu kuat di antara para
ahli ilmu jiwa maupun ahli bahasa sehingga banyak penelitian yang kemudian
dilakukan terarah pada kaitan antara kedua ilmu ini. Pada saat itulah istilah
pshycolinguistics pertama kali dipakai. Kelompok ini kemudian mendukung penelitian
mengenai relativitas bahasa maupun universal Bahasa. Pandangan tentang relativitas
bahasa seperti dikemukakan oleh Benjamin Lee Whorf pada tahun 1956 dan universal

4
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 6.
5
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 11-13.
6
Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2018) Edisi Kedua Cet. Ke-8, h. 2.
bahasa seperti dalam karya Greenberg pada tahun 1963 merupakan karya-karya
pertama dalam bidang psikolinguistik.
2.2 Tahap Linguistik
Perkembangan ilmu linguistik, yang semula berorientasi pada aliran
behaviorisme dan kemudian beralih ke mentalisme (yang sering juga
disebut sebagai nativisme) pada tahun 1957 dengan diterbitkannya buku
Chomsky, Syntactic Structures, dan kritik tajam dari Chomsky terhadap
teori behavioristik B.F. Skinner telah membuat psikolinguistik sebagai ilmu
yang banyak diminati orang. Hal ini makin berkembang karena pandangan
Chomsky tentang universal bahasa makin mengarah pada pemerolehan
bahasa, khususnya pertanyaan “mengapa anak di mana pun juga
memperoleh bahasa mereka dengan memakai strategi yang sama.”
Kesamaan dalam strategi ini didukung pula oleh berkembangnya ilmu
neurolinguistik dan biolinguistik.
Studi dalam neurolinguistik menunjukkan bahwa manusia ditakdirkan
memiliki otak yang berbeda dengan primata lain, baik dalam struktur
maupun fungsinya. Pada otak manusia ada bagian-bagian yang dikhususkan
untuk kebahasaan, sedangkan pada otak binatang bagian-bagian ini tidak
ada. Dari segi biologi, manusia juga ditakdirkan memiliki struktur biologi
yang berbeda dengan binatang. Mulut manusia, misalnya, memiliki struktur
yang sedemikian rupa sehingga memungkinkan manusia untuk
mengeluarkan bunyi yang berbeda-beda. Studi ini mendukung pandangan
Chomsky yang mengatakan bahwa pertumbuhan bahasa pada manusia itu
terprogram secara genetik. Manusia dilahirkan bukan dengan piring kosong.
Waktu dilahirkan, manusia sudah dibekali dengan apa yang dinamakan
faculties of the mind yang salah satu bagiannya khusus diciptakan untuk
pemerolehan bahasa.7
2.3 Tahap Kognitif
Pada tahap ini psikolinguistik mulai mengarah pada peran kognisi
dan landasan biologis manusia dalam pemerolehan bahasa. Pelopor seperti
Chomsky mengatakan bahwa linguis itu sebenarnya adalah psikolog

7
Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2018) Edisi Kedua Cet. Ke-8, h.3-5.
kognitif. Pemerolehan bahasa pada manusia bukanlah penguasaan
komponen bahasa tanpa berlandaskan pada prinsip-prinsip kognitif.8 Seperti
dalam pengkajian yang dilakukan oleh Chomsky dengan tata Bahasa
generatif transformasinya. Tata bahasa ini memberikan satu peraturan
mengenai rumus-rumus tata bahasa yang memungkinkan seseorang
membuat kalimat-kalimat baru yang jumlahnya tidak terbatas. Aturan
mengenai rumus-rumus tata bahasa ini merupakan inovasi baru dalam teori
Chomsky yang telah mampu menerangkan mengapa manusia mampu
menyatakan dan memahami kalimat-kalimat yang terbatas jumlahnya dan
belum pernah didengar sebelumnya.9
Pada tahap ini orang juga mulai berbicara tentang peran biologi pada
bahasa karena mereka mulai merasa bahwa biologi merupakan landasan
bahasa itu tumbuh. Orang-orang seperti Chomsky dan Lenneberg
mengatakan bahwa pertumbuhan bahasa seorang manusia itu terkait secara
genetik dengan pertumbuhan biologinya.10 Lenneberg berpendapat bahwa
manusia memiliki kecenderungan biologis untuk memperoleh bahasa. Hal
itu bersifat khusus. Hanya manusia yang memilikinya. Alasan yang
menguatkan pendapat Lenneberg adalah sebagai berikut:11
a) Dalam otak manusia terdapat pusat-pusat syaraf yang bersifat khas.
b) Perkembangan bahasa pada semua bayi sama.
c) Menghambat pertumbuhan bahasa manusia sulit.
d) Bahasa tidak mungkin diajarkan kepada makhluk lain.
e) Terdapat gejala yang menunjukkan adanya kesemestaan bahasa.

2.4 Tahap Teori Psikolinguistik

Pada tahap akhir ini, psikolinguistik tidak lagi berdiri sebagai ilmu
yang terpisah dari ilmu-ilmu lain karena pemerolehan dan penggunaan
bahasa manusia menyangkut banyak cabang ilmu pengetahuan yang lain.
Psikolinguistik tidak lagi terdiri dari psiko dan linguistic saja tetapi juga

8
Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2018) Edisi Kedua Cet. Ke-8, h. 6.
9
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 20
10
Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2018) Edisi Kedua Cet. Ke-8, h. 6.
11
Suhartono, Syamsul Shodiq, Psikolinguistik, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010) Cet. Ke-1, h. 29.
menyangkut ilmu-ilmu lain seperti neurologi, filsafat, primatologi, dan
genetika.
Neurologi mempunyai peran yang sangat erat dengan bahasa
karena kemampuan manusia berbahasa ternyata bukan karena lingkungan
tetapi karena kodrat neurologis yang dibawanya sejak lahir. Tanpa otak
dengan fungsi-fungsinya yang kita miliki seperti sekarang ini, mustahillah
manusia dapat berbahasa. Ilmu filsafat juga kembali memegang peran
karena pemerolehan pengetahuan merupakan masalah yang sudah dari
jaman purba menjadi perdebatan di antara para filosof – apa pengetahuan
itu dan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan. Primatologi dan
genetika mengkaji sampai seberapa jauh bahasa itu milik khusus manusia
dan bagaimana genetika terkait dengan pertumbuhan bahasa. Dengan kata
lain, psikolinguistik kini telah menjadi ilmu yang ditopang oleh ilmu-ilmu
yang lain.12
3. Subdisiplin Psikolinguistik

Psikolinguistik telah menjadi bidang ilmu yang sangat luas dan


kompleks. Psikolinguistik telah berkembang pesat sehingga melahirkan
beberapa subdisiplin psikolinguistik. Diantara subdisiplin psikolinguistik itu
adalah berikut:13

a) Psikolinguistik Teoretis
Subdisiplin ini membahas teori-teori bahasa yang berkaitan dengan
proses-proses mental manusia dalam berbahasa, misalnya dalam
rancangan fonetik, rancangan pilihan kata, rancangan sintaksis,
rancangan wacana, dan rancangan intonasi.
b) Psikolinguistik Perkembangan
Subdisiplin ini berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik
pemerolehan bahasa pertama (BI) maupun pemerolehan bahasa kedua
(B2). Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan fonologi, proses
pemerolehan semantik, dan pemerolehan sintaksis secara berjenjang,
bertahap, dan terpadu.

12
Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2018) Edisi Kedua Cet. Ke-8, h. 6.
13
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 6-7.
c) Psikolingustik Sosial
Subdisiplin ini berkenaan dengan aspek-aspek sosial bahasa. Bagi
suatu masyarakat–bahasa, bahasa itu bukan hanya merupakan satu gejala
dan identitas sosial saja, tapi juga merupakan suatu ikatan batin dan
nurani yang sukar ditinggalkan.
d) Psikolinguistik Pendidikan
Subdisiplin ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum
dalam pendidikan formal disekolah. Umpamanya peranan bahasa dalam
pengajaran membaca, pengajaran kemahiran berbahasa, dan pengetahuan
mengenai peningkatan kemampuan berbahasa dalam proses memperbaiki
kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan.
e) Psikolinguistik-Neurologi (Neuropsikolinguistik)
Subdisiplin ini mengkaji hubungan antara bahasa, berbahasa, dan
otak manusia. Para pakar neurologi telah berhasil menganalisis struktur
biologis otak, serta telah memberi nama pada bagian-bagian struktur otak
itu. Namun, ada pertanyaan yang belum dijawab secara lengkap, yaitu
apa yang terjadi dengan masukan bahasa dan bagaimana keluaran bahasa
diprogramkan dan dibentuk dalam otak itu.
f) Psikolinguistik Eksperimen
Subdisiplin ini meliput dan melakukan eksperimen dalam semua
kegiatan bahasa dan berbahasa pada satu pihak dan perilaku berbahasa
dan akibat berbahasa pada pihak lain.
g) Psikolinguistik Terapan
Subdisiplin ini berkaitan dengan penerapan dari temuan-temuan
enam subdisiplin psikolinguistik di atas ke dalam bidang-bidang tertentu
yang memerlukannya. Yang termasuk subdisiplin ini adalah psikologi,
linguistik, pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa, pengajaran
membaca neurologi, psikiatri, komunikasi, dan susastra.
4. Ruang Lingkup Psikolinguistik
Dalam bukunya, Abdul Chaer mengemukakan pokok bahasan dalam
psikolinguistik sebagai berikut:
a) Apakah sebenarnya bahasa itu? Apakah yang “dimiliki” oleh seseorang sehingga
dia mampu berbahasa? Bahasa itu terdiri dari komponen-komponen apa saja?
b) Bagaimana bahasa itu lahir dan mengapa dia harus lahir? Dimanakah bahasa itu
berada atau disimpan?
c) Bagaimana bahasa pertama (bahasa ibu) diperoleh seorang anak-anak? Bagaimana
perkembangan penguasaan bahasa itu? Bagaimanakah bahasa kedua itu dipelajari?
Bagaimanakah seseorang menguasai dua, tiga, atau banyak bahasa?
d) Bagaimana proses penyusunan kalimat atau kalimat-kalimat? Proses apakah yang
terjadi di dalam otak waktu berbahasa?
e) Bagaimana bahasa itu tumbuh dan mati? Bagaimana proses terjadinya sebuah
dialek? Bagaimana proses berubahnya suatu dialek menjadi bahasa baru?
f) Bagaimanakah hubungan bahasa dengan pemikiran? Bagaimana pengaruh
kedwibahasaan atau kemultibahasaan dengan pemikiran dan kecerdasan seseorang?
g) Mengapa seseorang menderita penyakit atau mendapatkan gangguan berbicara
(seperti afasia), dan bagaimana cara menyembuhkannya?
h) Bagaimana bahasa itu harus diajarkan supaya hasilnya baik? Dan sebagainya.14

Dari poin-poin diatas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup kajian


psikolinguistik meliputi:
1. Hakikat bahasa dan asal-usul bahasa
2. Pemerolehan bahasa, sintaksis, semantik, dan fonologi
3. Hubungan antara berbahasa, berpikir dan berbudaya
4. Gangguan-gangguan dan penyakit berbahasa

Pembahasan pertama adalah hakikat bahasa dan asal-usul bahasa. Tentang


hakikat bahasa, para pakar linguistik deskriptif biasanya mendefinisikan bahasa sebagai
“satu sistem lambing bunyi yang bersifat arbitrer” yang kemudian lazim ditambah
dengan “yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri”.
Seorang filsuf bangsa perancis, F.B. Condillac berpendapat bahwa bahasa itu
berasal dari teriakan-teriakan dan gerak-gerik badan yang bersifat naluri yang
dibangkitkan oleh perasaan atau emosi yang kuat. Kemudian teriakan-teriakan ini
berubah menjadi bunyi-bunyi yang bermakna dan lama kelamaan menjadi semakin
panjang dan rumit. Von Schlegel, seorang filsafat bangsa Jerman berpendapat bahwa

14
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 8.
bahasa-bahasa yang ada di dunia ini tidak mungkin bersumber dari satu bahasa. Asal-
usul bahasa itu sangat berlainan tergantung pada faktor-faktor yang mengatur
tumbuhnya bahasa itu. Menurut Von Schlegel, dari manapun asalnya suatu bahasa, akal
manusialah yang membuatnya sempurna.15
Pembahasan kedua yaitu pemerolehan bahasa, sintaksis, semantik, dan fonologi.
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memproleh bahasa
pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kompetensi adalah
proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung tanpa disadari. Berlanjut ke proses
performansi yang terdiri dari dua tahap yakni proses pemahaman dan proses penerbitan.
Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau
kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan penerbitan
melibatkan kemampuan mengeluarkan kalimat-kalimat sendiri.
Menurut beberapa ahli, Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan
kecerdasan kanak-kanak. Artinya baik anak-anak yang cerdas maupun yang tidak
cerdas akan memperoleh bahasa itu. John Locke mengemukakan bahwa otak bayi pada
waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong yang nanti akan ditulisi atau diisi dengan
pengalaman-pengalaman. Semua pengetahuan dalam bahasa yang tampak dalam
perilaku berbahasa adalah merupakanhasil dari integrasi peristiwa-peristiwa linguistic
yang dialami dan diamati oleh manusia itu.16

Banyak pakar pemerolehan bahasa menganggap bahwa pemerolehan sintaksis


dimulai ketika kanak-kanak mulai dapat menggabungkan dua buah kata atau lebih
(lebih kurang ketika berusia 2:0 tahun).
Jika kanak-kanak telah mencapai tahap dua atau lebih, ucapan-ucapannya juga
menjadi semakin banyak, dan mudah ditafsirkan. Oleh karena itulah penyelidik lebih
cenderung untuk memulai pengkajian pemerolehan bahasa itu pada tahap dua kata.
Brown mengemukakan berdasarkan data yang dikumpulkannya. Menurutnya,
urutan pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak ditentukan oleh kumulatif kompleks
semantik morfem dan kumulatif kompleks tata bahasa yang sedang diperoleh itu. Jadi
sama sekali tidak ditentukan oleh frekuensi morfem atau kata-kata didalam ucapan

15
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 30-32.
16
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 168-180.
orang dewasa. Dari tiga kanak-kanak yang berusia dua tahun yang sedang memperoleh
bahasa inggris, ternyata morfem yang pertama dikuasai adalah progressive-ing dari kata
kerja, padahal bentuk ini tidak sering muncul dalam ucapan-ucapan orang dewasa.17
Dalam perkembangan psikolinguistik ada beberapa pendapat mengenai proses
pemerolehan semantik. Menurut beberapa ahli psikolinguistik perkembangan, kanak-
kanak memperoleh makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata
itu satu demi satu sampai semua fitur semantik itu dikuasai seperti yang dikuasai oleh
orang dewasa.
Menurut Anglin, perkembangan semantik kanak-kanak mengukuti satu proses
generalisasi yakni kemampuan kanak-kanak melihat hubungan-huubungan semantik
antara nama-nama benda mulai dari yang kongkret sampai pada yang abstrak.18
Selanjutnya adalah pembahasan tentang pemerolehan fonologi. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa pendapat mengenai pemerolehan fonologi oleh kanak-kanak
sebagai bagian dari pemerolehan bahasa-ibu seutuhnya.
Jakobson mengemukakan pada intinya teori structural universal mencoba
menjelaskan pemerolehan fonologi berdasarkan struktur-struktur universal linguistik,
yakni hukum-hukum struktural yang mengatur setiap perubahan bunyi.
Menurut Jakobson, seringnya sesuatu bunyi diucapkan seorang dewasa terhadap
kanak-kanak tidak menentukan munculnya bunyi tersebut dalam ucapan kanak-kanak.
Yang menetukan urutan munculnya bunyi-bunyi adalah seringnya bunyi-bunyi itu
muncul dalam bahasa-bahasa dunia. Jika bunyi-bunyi sering muncul dalam bahasa
dunia, maka bunyi-bunyi itu akan lebih dulu muncul dalam ucapan kanak-kanak,
meskipun itu jarang muncul dalam data masukan yang didengar oleh kanak-kanak.19
Selanjutnya adalah pembahasan ketiga yaitu tentang hubungan berbahasa,
berpikir, dan berbudaya. Dalam kajian psikolinguistik ada dua hipotesis yang
kontroversial yang tercermin dalam pertanyaan: mana yang lebih dahulu ada, bahasa
atau pikiran, atau keduanya hadir bersamaan. Berikut pendapat sejumlah pakar tentang
pertanyaan ini.
Hampir seluruh bagian dalam kehidupan manusia dilengkapi oleh bahasa
sehingga bahasa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan budaya
manusia. Segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya tidak

17
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 183-189.
18
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 194-198.
19
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 202-205.
terlepas dari unsur bahasa di dalamnya. Seorang peneliti yang akan memahami
kebudayaan suatu masyarakat terlebih dahulu harus menguasai perkembangan bahasa
suatu masyarakat, karena melalui bahasa seseorang bisa berpartisipasi dan memahami
suatu bahasa.20
Wilhelm von Humboldt, sarjana Jerman abad ke-19, menekankan adanya
ketergantungan pemikiran manusia pada bahasa. Maksudnya, pandangan hidup dan
budaya suatu masyarakat ditentukan oleh bahasa dan masyarakat itu sendiri.
Teori Sapir Whorf mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah “belas
kasih” bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupannya
bermasyarakat.
Berbeda dengan pendapat Sapir dan Whorf, Piaget, sarjana perancis,
berpendapat justru pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak
akan ada. Pikiran yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa, bukan
sebaliknya.
Teori-teori atau hipotesis-hipotesis yang dibicarakan di atas tampak cenderung
saling bertentangan. Di antara teori atau hipotesis di atas, barangkali hipotesis Sapir-
Whorf lah yang paling kontroversial. Hipotesis ini yang menyatakan bahwa jalan
pikiran dan kebudayaan suatu masyrakat di tentukan atau dipengaruhi oleh struktur
bahasanya, banyak menimbulkan kritik dan reaksi hebat dari para ahli filsafat,
linguistik, psikologi, psikolinguistik, antropologi, dan lain-lain.
Untuk menguji hipotesis Sapir-Whorf itu, Farb mengadakan peneltian terhadap
sejumlah wanita Jepang yang menikah dengan orang Amerika dan tinggal di Fransisco,
Amerika. Dari penelititan itu, Farb menarik kesimpulan bahwa bahasa bukan
menyebabkan perbedaan-perbedaan kebudayaan, tetapi hanya mencermikan
kebudayaan tersebut. Bahasa jepang menceminkan kebudayaan Jepang, dan bahasa
Inggris mencerminkan kebudyaan Inggris. Mengenai hubungan bahasa dan
kebudayaan, dalam teori-teori di atas kiranya memang tampak kurang dibicarakan. Hal
ini karena adanya pendapat umum di antara banyak sarjana, bahwa bahasa merupakan
bagian dari kebudayaan.21
Selanjutnya adalah pembahasan keempat yaitu tentang gangguan-gangguan dan
penyakit berbahasa. Dimulai dari struktur, fungsi dan pertumbuhan otak, otak adalah

20
Nandang Sarip Hidayat, Hubungan Berbahasa, Berpikir, dan Berbudaya, (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim
Riau).
21
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 51-62.
satu komponen dalam sistem susunan saraf manusia. Komponen lainnya adalah sum-
sum tulang belakang dan saraf tepi. Otak seorang bayi ketika baru dilahirkan beratnya
hanyalah kira-kira 40% dari berat otak orang dewasa.
Secara medis menurut Sidharta gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas
beberapa golongan diantaranya:
• Gangguan Berbicara
Berbicara merupakan aktivitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Salah
satunya ada gangguan mekanisme berbicara yaitu adalah suatu proses produksi ucapan
(perkataan) oleh kegiatan terpadu dari pita suara, lidah,otot-otot yang membentuk
rongga mulut serta kerongkongan dan paru-paru. Jika salah satu organ tersebut
mengalami kerusakan, biasanya akan berpengaruh pada aktivitas motorik seseorang.
Contohnya gangguan akibat faktor pulmonal yang dialami oleh para penderita
penyakit paru-paru. Lalu ada gangguan akibat faktor laringal yaitu gangguan pada pita
suara dapat menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi serak atau hilang sama sekali.
Dan masih banyak lagi gangguan berbicara lainnya.
• Gangguan Berbahasa
Manusia memiliki fungsi otak dan alat bicara yang normal akan bisa berbahasa
dengan baik. Dan sebaliknya mereka yang memiliki gangguan fungsi otak dan alat
bicara akan memiliki hambatan dalam berbahasa yang sifatnya memproduksi bahasa
atau menerima bahasa. Secara umum gangguan berbahasa dapat dibagi dua:
1. Gangguan berbahasa karena faktor medis, yaitu gangguan yang diakibatkan oleh
kelainan fungsi otak maupun adanya disfungsi alat bicara.
2. Gangguan berbahasa karena faktor lingkungan sosial yaitu adanya gangguan
berbahasa yang diakibatkan oleh lingkungan sosial dimana seorang individu
tinggal, misalnya gangguan yang disebabkan karena terpinggirkan dari interaksi
lingkungan manusia sehingga individu tersebut tidak mendapatkan input bahasa
sama sekali.22
• Gangguan Berpikir
Dalam sosiolinguistik ada dikatakan bahwa setiap orang mempunyai kecenderungan
untuk menggunakan perkataan-perkataan yang disukainya sehungga corak bahasanya
adalah khas bagi dirinya. Hal ini dalam sosiolinguistik disebut idiolek atau ragam

22
Dedhe Khairina, Suhaila Y.N., Mhd. Anggie J.D., Analisis Gangguan Bahasa pada Anak melalui Kajian
Psikolinguistik .
bahasa perseorangan. Pikiran yang terganggu menyebabkan gangguan ekspresi verbal,
dapat berupa hal-hal berikut:
a. Pikun (demensia)
Penyebab pikunini antara lain karena terganggunya fungsi otak dalam jumlah besar,
termasuk menurunnya jumlah zat-zat kimia dalam otak.
b. Sisofrenik
Sisofrenik adalah gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir.
c. Depresi
Orang yang tertekan jiwanya memproyeksikan penderitaanya pada gaya bahasa dan
makna curah verbalnya, itulah yang menyebabkan seseorang tertekan dan akhirnya
menimbulkan depresi.
Dalam sejarah tercatat sejumlah kasus anak terasing baik yang diasuh oleh hewan
(serigala) maupun yang terasingkan oleh keluarganya, salah satunya adalah kasus
Kamala.
Dalam suatu kasus, ketika baru ditemukan, Kamala diperkirakan berumur 8 tahun,
dan adiknya berumur 2 tahun. Kamala masih bisa hidup sampai berumur 9 tahun
kemudian sedangkan adiknya tak lama setelah ditemukan meninggal. Karena hidup
ditengah serigala, ia sangat mirip dengan serigala. Ia berlari cepat sekali dengan kaki
dan tangan; mengaum-aum; lebih sering bergaul dengan serigala, tidak bercakap satu
patah katapun; dan tidak terlihat adanya mimik wajah emosi. Sangat sukar untuk
mengajar dia berdiri, berjalan, menggunakan tangan, apalagi bercakap-cakap (sampai
dia meningggal tak lebih dari 50 kata yang dipelajarinya). Dia mencium-cium dan
mengendus-endus makanan. Dia memeriksa segala sesuatu dengan alat penciuman,
mempunyai penglihatan malam yang tajam dan memiliki pendengaran yang tajam pula.
Dia tidak tersenyum maupun tertawa.23

23
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015) Cet. Ke-3, h. 148-163.
B. KESIMPULAN
Psikolinguistik adalah salah satu disiplin ilmu yang mempelajari bahasa dan
bagaimana proses serta cara manusia memperoleh bahasa kemudian
mempraktikkannya. Psikolinguistik merupakan kombinasi antara ilmu psikologi dan
linguistik. Psikolinguistik Pendidikan adalah salah satu subdisiplin ilmu psikolinguistik
yang mengkaji peranan bahasa dalam Pendidikan. Psikolinguistik juga mengkaji
bagaimana bahasa itu harus diajarkan agar mendapatkan hasil yang baik.
Ruang lingkup kajian psikolinguistik meliputi:
1. Hakikat bahasa dan asal-usul bahasa
2. Pemerolehan bahasa, sintaksis, semantik, dan fonologi
3. Hubungan antara berbahasa, berpikir dan berbudaya
4. Gangguan-gangguan dan penyakit berbahasa
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2015. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Cet. Ke-3.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2018. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Edisi Kedua Cet. Ke-8.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


https://kbbi.web.id/psikolinguistik

Hidayat, Nandang Sarip. Hubungan Berbahasa, Berpikir, dan Berbudaya. Riau: UIN Sultan
Syarif Kasim Riau.
Khairina, Dedhe, dan Suhaila Y.N., dan Mhd. Anggie J.D., Analisis Gangguan Bahasa pada
Anak melalui Kajian Psikolinguistik. Medan.
Mar’at, Samsunuwiyati. 2011. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.
Cet. Ke-3.
Suhartono, dan Syamsul Shodiq. 2010. Psikolinguistik. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet.
Ke-1.

Anda mungkin juga menyukai