Anda di halaman 1dari 69

1. Apa itu Psikolinguistik?

Psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme pengolahan bahasa.

Penawaran psikolinguistik dengan proses mental seseorang dalam menggunakan,

memproduksi dan memahami bahasa. Hal ini berkaitan dengan hubungan antara

bahasa dan pikiran manusia, misalnya, bagaimana kata, kalimat, dan makna

wacana diwakili dan dihitung dalam pikiran.

Berikut beberapa defenisi dari ahli:

1. Jean Aitchison dalam karyanya The Articulate Mammal: An Introduction to

Psycholinguistics (1998:1, seperti dikutip oleh Soenjono Dardjowidjojo, 2003

: 7) mendefinisikan psikolinguistik sebagai suatu studi tentang bahasa dan

minda. Tampak pada pernyataan di atas, di dalam analisisnya tersebut,

psikolinguistik adalah suatu ilmu yang memfokuskan dua aspek yaitu bahasa

dan minda. Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk

dipergunakan bertutur dengan manusia lainnya dengan tanda, misalnya kata

dan gerakan sedangkan minda adalah makna. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

antara bahasa dan minda tidak dapat saling dipisahkan melainkan saling

melengkapi.
2. Trevor A Harley (1995 / 2001) sebagaimana dikutip oleh Soenjono

Dardjowidjojo (2003:7) menyatakan psikolinguistik sebagai suatu studi

tentang proses-proses mental dalam pemakaian bahasa. Dari definisi tersebut

dapat diketahui bahwa psikolinguistik merupakan pembelajaran tentang

bagaimana pemakaian bahasa pada setiap individu mempunyai proses-proses

mental yang beragam yang terjadi pada saat pemerolehan bahasa. Proses
mental yang beragam pada setiap individu ini digunakan untuk

menggambarkan bagaimana keadaan atau kondisi kejiwaan si pemakai bahasa

dalam pemakaian bahasa dalam jangka waktu tertentu.


3. Herbert H Clark dan Eve V.Clark Dalam karyanya Psychology and Language:

An Introduction to Psycholinguistics (1977 : 4, seperti dikutip oleh Soenjono

Dardjowidjojo, 2003 : 7) menjelaskan bahwa psikologi bahasa berkaitan

dengan tiga hal utama: komprehensi, produksi, dan pemerolehan bahasa.

Definisi yang dijelaskan oleh Herbert H Clark dan Eve V.Clark berkaitan

dengan bagaimana bahasa yang digunakan telah melewati sebuah proses yang

berkaitan dengan kejiwaan manusia. Adapun hal-hal yang dipentingkan di

dalam psikologi bahasa menurut Herbert H Clark dan Eve V.Clark adalah (1)

Komprehensi, yaitu memiliki arti kemampuan untuk menangkap dengan baik

sistem atau lambang bunyi yang arbiter, (2) Produksi, yaitu proses

memproduksi ujaran berdasarkan si penutur, di mana dalam berkomunikasi

memerlukan perencanaan mental, (3) Pemerolehan bahasa, yaitu proses

manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan

menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Menurut penulis,

definisi yang disampaikan oleh Herbert H Clark dan Eve V.Clark belum dapat

mewakili definisi psikolinguistik yang sebenarnya melainkan hanya

membicarakan tiga hal utama dalam psikologi bahasa saja.


4. Soenjono Dardjowidjojo (2003) di dalam buku Psikolinguistik: Pengantar

Pemahaman Bahasa Manusia (2003:7), Soenjono Dardjowidjojo memberikan

definisi sebagai berikut. Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari

proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam mereka berbahasa.


Menurut Soenjono Dardjowidjojo, psikolinguistik adalah pembelajaran yang

mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam mereka

berbahasa. Proses-proses mental yang dimiliki setiap individu sangat

beragam. Secara rinci psikolinguistik mempelajari empat aspek topik utama:

(a) komprehensi, yakni, proses-proses mental yang dilalui oleh manusia

sehingga mereka dapat menangkap apa yang dikatakan orang dan memahami

apa yang dimaksud, (b) produksi, yakni, proses-proses mental pada diri kita

yang membuat kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan, (c), landasan

biologis serta neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan (d)

pemerolehan bahasa, yakni, bagaimana anak memperoleh bahasa mereka.


5. Abdul Chaer (2003). Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata

psikologi dan kata linguistik, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang

masing-masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan.

Namun, keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya.

Hanya objek materianya yang berbeda, linguistik mengkaji perilaku

berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya

berbeda (Abdul Chaer, 2003 : 5). Dari penjelasan tersebut dapat diketahui

bahwa psikolinguistik adalah suatu bidang ilmu interdipliner antara bidang

ilmu psikologi mempelajari ilmu tentang kejiwaan, proses mental baik normal

maupun abnormal yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dan bidang

ilmu linguistik mempelajari ilmu tentang bahasa. Jika disimpulkan bahwa

psikolinguistik merupakan ilmu bahasa yang berkaitan dengan kejiwaan

seseorang yang berupa penggunaan bahasa atau pengungkapan sesuatu

melalui bahasa yang sesuai dengan perasaan seseorang. Meskipun kedua ilmu
antara psikologi dan linguistik ini cara dan tujuannya berbeda, tetapi banyak

juga bagian-bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama dan dengan

tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian kedua

disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.

Oleh karena itu, telah lama dirasakan perlu adanya kerjasama diantara kedua

disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerjasama

kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan

lebih bermanfaat.
6. Lavelt dalam Listianingrum (2013) Psycholinguistics is the study of the use

and of acquisition of human language and also it consists of different aspects.

The first is acquisition. It relates to how the human (especially children) learn

the language. The second is the use of language by normal adults.

Psikolinguistik adalah studi tentang penggunaan akuisisi bahasa manusia dan

juga terdiri dari berbagai aspek. Yang pertama adalah akuisisi. Berkaitan

dengan bagaimana manusia (terutama anak-anak) belajar bahasa. Yang kedua

adalah penggunaaan bahasa oleh orang dewasa yang normal.

Pengertian psikolinguistik menurut Lavelt tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa psikolinguistik merupakan suatu pembelajaran yang menekankan

penggunaan akuisisi bahasa manusia beserta aspek-aspeknya. Akuisisi yang

pertama berkaitan dengan bagaimana manusia (terutama anak-anak) belajar

bahasa. Yang kedua adalah penggunaan bahasa oleh orang dewasa yang

normal. Pastilah antara kedua akuisisi tersebut mempunyai perbedaan antara

anak-anak dan orang dewasa normal.


7. (Slobin dalam Dian Karina, 2013, from

http://diankarina900.blogspot.co.id/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html)

Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang

berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya

pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh

manusia. Dilihat dari apa yang dikatakan oleh Slobin, ia mengemukakan inti

dari pengertian diatas bahwa psikolinguistik memang lebih condong kepada

proses-proses psikologi seseorang yang sedang berkomunikasi. Atau dengan

kata lain, proses-proses berkomunikasi dilihat dari sisi psikologis orang

tersebut. Sisi psikologis yang dimaksud oleh Slobin juga telah mencakup

waktu dan bagaimana suatu bahasa itu diucapkan. Ini menjelaskan

bahwasannya waktu juga memengaruhi cara berkomunikasi seseorang.

Tentang bagaimana, ini menjelaskan bahwa proses-proses yang dilakukan

dalam berkomunikasi adalah dari anak kecil menuju dewasa. Lalu bagaimana

kemampuan berbahasa seseorang bisa mengingat untuk satu jenis bahasa

dan/atau bisa bertambah lebih dari satu bahasa secara umum. Selain itu

psikolinguistik mencoba untuk menjelaskan sifat dari struktur bahasa, dan

bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada saat mengingat, dan pada

waktu memahami kalimat dalam substitusi. Pada intinya, proses kegiatan

komunikasi untuk memproduksi dan memahami ungkapan. Slobin telah

berhasil membuat definisi yang lumayan bisa diterima untuk istilah

psikolinguistik karena telah menjelaskan dengan jelas tujuan dari gabungan

dua macam ilmu yang berbeda tersebut.


Sesuai denga namanya, psikolinguistik adalah subjek yang

menghubungkan psikologi dan linguistik. Psikolinguistik pada dasarnya adalah

inter disipliner dan dipelajari oleh orang-orang di berbagai bidang, seperti

psikologi, ilmu kognitif, dan linguistik. Ini adalah bidang studi yang menarik

perhatian dari sisi linguistik dan psikologi dan berfokus pada pemahaman dan

produksi bahasa.

Untuk lebih memperdalam pemahaman kita terhadap psikolinguistik, mari

kita lihat sepintas tentang sejarah, apa dan seperti apa psikolinguistik berikut

Gagasan pemunculan psikolinguistik sebenarnya sudah ada sejak tahun

1952, yaitu sejak Social Science Research Council di Amerika Serikat

mengundang tiga orang linguis dan tiga orang psikolog untuk mengadakan

konferensi interdisipliner. Secara formal istilah Psikolinguistik digunakan sejak

tahun 1954 oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. sebeok dalam karyanya

berjudul sycholinguistics, A Survey of Theory and Research roblems. Sejak itu

istilah tersebut sering digunakan. Psikolinguistik merupakan interdisiplin antara

Linguistik dan Psikologi. Karena itu, dalam membahas pengertian Psikolinguistik,

terlebih dahulu penulis akan berdasar pada pengertian ilmu-ilmu tersebut.

Psikologi berasal dari bahasa Inggris pscychology. Kata pscychology berasal dari

bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ruh, sukma

dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara etimologi psikologi berati ilmu jiwa.

Pengertian Psikologi sebagai ilmu jiwa dipakai ketika Psikologi masih berada atau

merupakan bagian dari filsafat, bahkan dalam kepustakaan kita pada tahun 50-an
ilmu jiwa lazim dipakai sebagai padanan Psikologi. Kini dengan berbagai alasan

tertentu (misalnya timbulnya konotasi bahwa Psikologi langsung menyelidiki

jiwa) istilah ilmu jiwa tidak dipakai lagi.

Pergeseran atau perubahan pengertian yang tentunya berkonsekuensi pada

objek Psikologi sendiri tadi tentu saja berdasar pada perkembangan pemikiran

para peminatnya. Bruno (Syah, 1995: 8) secara rinci mengemukakan pengertian

Psikologi dalam tiga bagian yang pada prinsipnya saling berhubungan. Pertama

Psikologi adalah studi mengenai ruh. Kedua Psikologi adalah ilmu pengetahuan

mengenai kehidupan mental. Ketiga Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai

tingkah laku organisme. Pengertian pertama merupakan definisi yang paling kuno

dan klasik (bersejarah) yang berhubungan dengan filsafat Plato (427-347 SM) dan

Aristoteles (384-322 SM). Mereka menganggap bahwa kesadaran manusia

berhubungan dengan ruhnya. Karena itu, studi mengenai kesadaran dan proses

mental manusia pun merupakan bagian dari studi mengenai ruh. Ketika Pikologi

melepaskan diri dari filsafat sebagai induknya dan menjadi ilmu yang mandiri

pada tahun 1879, yaitu saat Wiliam Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium

pskologinya, ruh dikeluarkan dari studi psikologi. para ahli, di antaranya William

james (1842-1910) sehingga pendapat kedua menyatakan bahwa psikologi sebagai

ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental. Pengertian ketiga dikemukakan

J.B. Watson (1878-1958) sebagai tokoh yang radikal yang tidak puas dengan

definisi tadi lalu beliau mendefinisikan Pikologi sebagai ilmu pengetahuan

tentang tingkah laku (behavior) organisme. Selain itu, Watson sendiri menafikan

(menganggap tidak ada) eksistensi ruh dan kehidupan mental. Eksistensi ruh dan
kehidupan internal manusia menurut Watson dan kawan-kawannya tidak dapat

dibuktikan karena tidak ada, kecuali dalam hayalan belaka. Dengan demikian

dapat kita katakan bahwa Psikologi behaviorisme adalah aliran ilmu jiwa yang

tidak berjiwa. Untuk menengahi pendapat tadi muncullah pengertian yang

dikemukakan oleh pakar yang lain, di antaranya Crow & Crow. Menurutnya

Pikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, yakni interaksi

manusia dengan dunia sekitarnya (manusia, hewan, iklim, kebudayaan, dsb.

Pengertian Pikologi di atas sesuai dengan kenyataan yang ada selama ini,

yakni bahwa para psikolog pada umumnya menekankan penyelidikan terhadap

perilaku manusia yang bersifat jasmaniah (aspek pasikomotor) dan yang bersifat

rohaniah (kognitif dan afektif). Tingkah laku psikomotor (ranah karsa) bersifat

terbuka, seperti berbicara, duduk, berjalan, dsb., sedangkan tingkah laku kognitif

dan afektif (ranah cipta dan ranah rasa) bersifat tertutup, seperti berpikir,

berkeyakinan, berperasaan, dsb. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa Pikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai prilaku manusia

baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Linguistik adalah ilmu yang

mempelajari bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 1982: 99).

Sejalan dengan pendapat di atas Martinet mengemukakan (1987: 19)

mengemukakan bahwa linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia.

Secara lebih rinci dalam Webster’s New Collegiate Dictionary (Nikelas,

1988: 10) dinyatakan EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya http://educare.e-

fkipunla.net Generated: 26 July, 2009, 06:28 linguistics is the study of human


speech including the units, nature, structure, and modification of language

‘linguistik adalah studi tentang ujaran manusia termasuk unit-unitnya,

hakikat bahasa, struktur, dan perubahanperubahan bahasa’. Dalam Oxford

Advanced Learner’s Dictionary (Nikelas, 1988: 10) dinyatakan linguistics

is the science of language, e.g. its structure, acquisition, relationship to other

forms of communication ‘linguistik adalah ilmu tentang bahasa yang

menelaah, misalnya tentang struktur bahasa, pemerolehan bahasa dan tentang

hubungannya dengan bentuk-bentuk lain dari komunikasi’. Dari pendapat-

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Linguistik ialah ilmu tentang bahasa

dengan karakteristiknya. Bahasa sendiri dipakai oleh manusia, baik dalam

berbicara maupun menulis dan dipahami oleh manusia baik dalam menyimak

ataupun membaca.

Berdasarkan pengertian psikologi dan Linguistik pada uraian sebelumnya

dapat disimpulkan bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku

berbahasa, baik prilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak. Untuk

lebih jelasnya, mengenai pengertian Psikolinguistik berikut ini dikemukakan

beberapa definisi Psikolinguistik. Aitchison (Dardjowidojo, 2003: 7) berpendapat

bahwa psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan minda. Sejalan dengan

pendapat di atas. Field (2003: 2) mengemukakan psycholinguistics explores the

relationship between the human mind and language ‘psikolinguistik

membahas hubungan antara otak manusia dengan bahasa’. Minda atau

otak beroperasi ketika terjadi pemakaian bahasa. Karena itu, Harley

(Dardjowidjojo: 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang


proses mental-mental dalam pemakaian bahasa. Sebelum menggunakan bahasa,

seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa. Dalam kaitan ini

Levelt (Marat, 1983: 1) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu studi

mengenai penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia. Kridalaksana (1982:

140) pun berpendapat sama dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah

ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi

manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Dalam proses berbahasa

terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran, berupa kalimat-kalimat.

Karena itu, Emmon Bach (Tarigan, 1985: 3) mengemukakan bahwa

Psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para

pembicara/pemakai bahasa membentuk/membangun kalimat-kalimat bahasa

tersebut. Sejalan dengan pendapat di atas Slobin (Chaer, 2003: 5) mengemukakan

bahwa psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang

berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada

waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia.

Secara lebih rinci Chaer (2003: 6) berpendapat bahwa psikolinguistik

mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu

diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-

kalimat dalam pertuturan itu. Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi

terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran. Dalam kaitan ini Garnham

(Musfiroh, 2002: 1) mengemukakan Psycholinguistics is the study of a mental

mechanisms that nake it possible for people to use language. It is a scientific

discipline whose goal is a coherent theory of the way in which language is


produce and understood ‘Psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme

mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat

memproduksi atau memahami ujaran’. Dalam penggunaan bahasa terjadi

proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi pikiran.

Dalam hubungan ini Osgood dan Sebeok (Pateda: 1990) menyatakan

pscholinguistics deals directly with the processes of encoding and decoding as

they relate states of communicators ‘psikolinguistik secara langsung

berhubungan dengan proses-proses mengkode dan mengerti kode seperti pesan

yang disampaikan oleh orang yang berkomunikasi’. Ujaran merupakan

sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman

pesan merupakan rekognisi sebagai hasil analisis. Karena itu, Lyons berpendapat

bahwa tentang psikolinguistik dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah

telaah mengenai produksi (sintesis) dan rekognisi (analisis). Bahasa sebagai

wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses bisa berupa bahasa

lisan atau bahasa tulis, sebagaimana dikemukakan oleh Kempen (Marat, 1983: 5)

bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa,

yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang ada pada manusia yang dapat

menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia

dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis

ataupun secara lisan. Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang

harus dikuasai oleh siswa, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pendapat di atas pun secara tersurat

menyatakan bahwa Psikolinguistik pun mempelajari pemerolehan bahasa oleh


manusia sehingga manusia mampu berbahasa. Lebih jauhnya bisa berkomunikasi

dengan manusia lain, termasuk tahapan-tahapan yang dilalui oleh seorang anak

manakala anak belajar berbahasa sebagaimana dikemukakan oleh Palmatier

(Tarigan, 1985: 3) bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari

perkembangan bahasa anak. Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya

dibutuhkan untuk berkomunikasi. Karena itu, Slama (Pateda, 1990: 13)

mengemukakan bahwa:

psycholinguistics is the study of relations between our needs for


expression and communications and the means offered to us by a language
learned in one’s childhood and later ‘

psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan-


kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang
ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-
tahap selanjutnya.

Berdasarkan pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa

Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku

yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak. berupa persepsi,

pemproduksian bahasa, dan pemerolehan bahasa. Perilaku yang tampak dalam

berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau ketika dia

memproduksi bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku

manusia ketika memahami yang disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu

yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.

Tujuan umum dari psikolinguistik adalah untuk mengetahui struktur dan

proses yang menggarisbawahi kemampuan manusia untuk berbicara dan


memahami bahasa. Psikolinguis tidak selalu tertarik pada interaksi bahasa antara

orang. Mereka berusaha atas semua untuk menyelidiki apa yang terjadi dalam diri

individu.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan ruang lingkup Psikolinguistik yaitu

penerolehan bahasa, pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan

bahasa, proses pengkodean, hubungan antara bahasa dan prilaku manusia,

hubungan antara bahasa dengan otak. Berkaitan dengan hal ini Yudibrata, Andoyo

Sastromiharjo, Kholid A. Harras (1997/1998:9) menyatakan bahwa

Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa

dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap

kecerdasan cara berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding

(penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan

pemakaian bahasa dan perubahan bahasa).

Field (2003: 2) mengemukakan ruang lingkup Psikolinguistik sebagai

berikut: language processing, language storage and access, comprehension theory,

language and the brain, bahasa dalam keadaan istimewa, language in exceptional

circumstances, frst language acquisiton ‘pemrosesan bahasa, penyimpanan

dan pemasukan bahasa, teori pemahaman bahasa, bahasa dan otak, pemerolehan

bahasa Secara lebih rinci Musfiroh pun berpendapat (2002: 8) bahwa

Psikolingusitik meliputi a. Hubungan antara bahasa dan otak, logika, dan pikiran

b. Proses bahasa dalam komunikasi: produksi, persepsi dan komprehensi c.

Permasalahan makna d. Persepsi ujaran dan kognisi e. Pola tingkah laku


berbahasa f. Pemerolehan bahasa pertama dan kedua g. Proses berbahasa pada

individu abnormal (Musfiroh, 2002: 8) Karena psikologi merupakan bagian dari

psikolinguistik, untuk mempermudah pemahman selanjutnya perlu dibicarakan

ranah psikologi.

Pada intinya, psikolinguistik terdiri dari dua pertanyaan.

- Apa pengetahuan tentang bahasa diperlukan bagi kita untuk menggunakan

bahasa?

- proses apa yang terlibat dalam penggunaan bahasa?

Persoalan terkait pengetahuan

Empat cakupan pengetahuan bahasa:

Semantik berkaitan dengan makna kalimat dan kata-kata.

Sintaks melibatkan susunan gramatikal kata-kata dalam kalimat.

Fonologi menyangkut sistem suara dalam suatu bahasa.

Pragmatik memerlukan aturan-aturan sosial yang terlibat dalam penggunaan

bahasa.

Hal ini tidak biasanya produktif untuk meminta orang-orang secara

eksplisit apa yang mereka tahu tentang aspek-aspek bahasa. Kami menyimpulkan

pengetahuan linguistik dari perilaku yang dapat diamati.

Persoalan terkait proses


Apa proses kognitif yang terlibat dalam penggunaan biasa bahasa?

Penggunaan biasa dari bahasa: misal memahami kuliah, membaca buku,

menulis surat, dan memegang percakapan, dll

proses kognitif: proses seperti persepsi, memori dan berpikir.

Meskipun kami melakukan beberapa hal seperti yang sering atau semudah

berbicara dan mendengarkan, kita akan menemukan bahwa proses kognitif yang

cukup besar yang terjadi selama kegiatan tersebut.

Dua arah kemungkinan studi dalam psikolinguistik

Bahasa sebagai cara untuk menjelaskan teori psikolinguistik dan proses: pengaruh

bahasa memori, persepsi, perhatian dan pembelajaran. Efek dari kendala

psikologis pada penggunaan bahasa: bagaimana keterbatasan memori

mempengaruhi produksi bahasa dan pemahaman.

2. Apa topik utama psikolinguistik?

Topik yang akan dibahas meliputi masalah umum psikolinguistik:

pemerolehan bahasa (bagaimana manusia belajar bahasa), produksi bahasa

(bagaimana kita membuat dan mengekspresikan makna melalui bahasa),

pemahaman bahasa (bagaimana kita memandang dan memahami bicara dan


bahasa tertulis) dan hubungan antara bahasa, pemikiran / kognisi, emosi, dan

tindakan.

2.1 Pemerolehan bahasa

Psikolinguistik tertarik tertarik pada pemerolehan bahasa: bagaimana

anak-anak memperoleh bahasa ibu mereka. Studi tentang akuisisi bahasa oleh

anak-anak sering disebut psikolinguistik perkembangan.

Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa menurut

Maksan (1993:20) adalah suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh

seseorang secara tidak sadar, implisit, dan informal. Lyons (1981:252)

menyatakan suatu bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi untuk proses yang

menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa disebut pemerolehan

bahasa. Artinya, seorang penutur bahasa yang dipakainya tanpa terlebih dahulu

mempelajari bahasa tersebut.

Dardjowidjodjo (2003:225) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah

proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural waktu dia

belajar bahasa ibunya.

Stork dan Widdowson (1974:134) mengungkapkan bahwa pemerolehan

bahasa dan akuisisi bahasa adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran

dalam bahasa ibunya.

Huda (1987:1) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses alami

di dalam diri seseorang menguasai bahasa. Pemerolehan bahasa biasanya

didapatkan hasil kontak verbal dengan penutur asli lingkungan bahasa itu. Dengan
demikian, istilah pemerolehan bahasa mengacu ada penguasaan bahasa secara

tidak disadari dan tidak terpegaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem kaidah

dalam bahasa yang dipelajari.

Jadi pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak

kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.

Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa

berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak

mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,

pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran

bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.

A. Teori Pemerolehan Bahasa


1. Teori Behaviorisme
Perkembangan bahasa adalah bentukan atau hasil dari pengaruh

lingkungan. Artinya, pengetahuan merupakan hasil dari interaksi dengan

lingkungannya melalui pengkondisian stimulus yang menimbulkan respons.


Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa anak dilahirkan tidak

membawa apa-apa, sehingga memerlukan proses bealajar. Proses belajar ini

melalui imitasi, modeling, atau belajar reinforcement (Hetherington, 1998;

Mussen dkk,1984; Monks dkk, 2001).


Skinner memakai teori stimulus-respon dalam menerangkan

perkembangan bahasa, yaitu bahwa bila anak mulai belajar berbicara yang

merupakan bukti berkembangnya bahasa anak, maka orang yang berada

disekelilingnya memberikan repons yang positif sebagai penguat (reinforcement).

Dengan adanya respon positif tersebut maka anak cenderung mengulang kata

tersebut atau tertarik mencoba kata lain. Dalam teori ini, Skinner menekankan
agar para pendidik PAUD untuk senantiasa menghadirkan suasana kelas dengan

latihan yang diberikan kepada anak harus dalam bentuk pertanyaan (stimulus) dan

jawaban (respons) yang dikenalkan melalui berbagai tahapan, mulai dari yang

sederhana sampai yang lebih rumit, contohnya sistem pembelajaran drilling. Pada

awalnya, anak akan memberikan respons pada setiap pembelajaran dan dapat

segera memberi repons. Pendidik perlu memberikan penguatan terhadap hasil

kerja anak yang baik dengan pujian atau hadiah.


Ahli lain, Albert Bandura mencoba menerangkan dari sudut teori belajar

sosial. Dia berpendapat anak belajar bahasa karena menirukan suatu model.

Tingkah laku imitasi ini tidak mesti harus menerima reinforcement sebab belajar

model dalam prinsipnya lepas dari reinforcement dari luar.


2. Teori Nativisme (Nativistic Approach)
Pelopor teori ini adalah Chomsky, seorang ahli linguistik. Ia berpendapat

bahwa bahasa sudah ada dalam diri anak, merupakan bawaan lahir, telah

ditentukan secara biologis, bersifat alamiah. Pada saat seorang anak lahir, ia telah

memiliki seperangkat kemampuan berbahasa yang disebut Tata Bahasa Umum

atau Universal Grammar. Jadi dalam diri manusia sudah ada innate mechanism,

yaitu bahwa bahasa seseorang itu ditentukan oleh sesuatu yang ada di dalam tubuh

manusia atau sudah diprogram secara genetik. Meskipun pengetahuan yang ada di

dalam diri anak tidak banyak mendapat rangsangan, anak tetap dapat

mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang didengarkannya, tetapi

juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada.

Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada

dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa

pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses


performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi

adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan

semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak

lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga

anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa. Performansi adalah

kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri

dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat.

Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi

kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan

kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).

Sejak lahir anak manusia sudah dilengkapi dengan alat yang disebut

dengan alat penguasaan/pemerolehan bahasa (language acquisation device/LAD),

dan hanya manusia yang mempunyai LAD. LAD ini mendapatkan inputnya dari

data bahasa dari lingkungan. LAD ini dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak

yang khusus untuk mengolah masukan (input) dan menentukan apa yang dikuasai

lebih dahulu seperti bunyi, kata, frasa, kalimat, dan seterusnya. Meskipun kita

tidak tahu persis tepatnya dimana LAD itu berada karena sifatnya yang abstrak

(invisible). Dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga secara mental

telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini. Tanpa LAD, tidak mungkin

seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai

sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat

membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.


Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas yang seluruh tubuhnya telah

dipasang tombol serta kabel listrik, mana yang dipencet itulah yang akan

menyebabkan bola lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan wujudnya

seperti apa ditentukan oleh input dari sekitarnya, antara Nurture dan Nature sama-

sama saling mendukung. Nature diperlukan karena tanpa bekal kodrati makhluk

tidak mungkin anak dapat berbahasa dan nurture diperlukan karena tanpa input

dari alam sekitar bekal yang kodrati itu tidak akan terwujud (Dardjowidjojo,

2003).

Teori ini berpengaruh pada pembelajaran bahasa, di mana anak perlu

mendapatkan model pembelajaran bahasa sejak dini. Anak belajar bahasa dengan

cepat sebelum usia 10 tahun, apalagi menyangkut bahasa kedua (second

language). Usia lebih dari 10 tahun, anak kesulitan dalam mempelajari bahasa.

3. Teori Kognitivisme

Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan

bahwa bahasa itu salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari

kematangan kognitif. Jadi perkembangan bahasa itu ditentukan oleh urutan-urutan

perkembangan kognitif.

Perkembangan bahasa tergantung pada kemampuan kognitif tertentu,

kemampuan pengolahan informasi, dan motivasi. Piaget (Mussen dkk., 1984) dan

pengikutnya menyatakan bahwa perkembangan kognitif mengarahkan

kemampuan berbahasa, dan perkembangan bahasa tergantung pada perkembangan

kognitif. Menurut Piaget struktur yang kompleks itu bukan pemberian alam dan

bukan sesuatu yang dipelajari dari lingkungan melainkan struktur itu timbul
secara tak terelakkan sebagai akibat dari interaksi yang terus menerus antara

tingkat fungsi kognisi anak dengan lingkungan kebahasaannya.

Menurut kaum kognitivisme bahwa kemampuan pembelajar sudah

terprogram secara biologis untuk memiliki kemampuan kognitif dan proses

belajar terjadi dengan cara memetakan kategori linguistik ke dalam kategori

kognitif, serta apa yang dipelajari adalah tata bahasa sebuah bahasa. Jadi,

sebetulnya kaum kognitivisme berusaha menggabungkan peran lingkungan dan

faktor bawaan, namun lebih besar ditekankan pada aspek berpikir logis (the power

of logical thinking). Urutan pemerolehan bahasa: menuranikan struktur aksi

representasi kecerdasan membentuk struktur linguistik. (Lebih jelas lihat Chaer,

2003; hal, 178-179).

Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah

perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk

keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada.

Anak hanya memahami dunia melalui inderanya. Anak hanya mengenal benda

yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat

mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai

menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir

dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang

diucapkan anak.

4. Teori Interaksionisme

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan

hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa.


Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan

input dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah

memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin

anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.

Sebenarnya, faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama

oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan

bahwa kemampuan berbahasa anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini

telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh

Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai

kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa

(Campbel, dkk., 2006: 2-3).

B. Tahap Pemerolehan Bahasa

Aitchison mengemukakan beberapa tahap pemerolehan bahasa anak:

1. Tahap Satu: Mendengkur

Tahap ini mulai berlangsung pada anak usia sekitar enam minggu. Bunyi

yang dihasilkan mirip dengan vokal tetapi tidak sama dengan bunyi vokal orang

dewasa.

2. Tahap Dua: Meraban

Tahap ini berlangsung ketika usia anak mendekati enam bulan. Tahap

meraban merupakan pelatihan bagi alat-alat ucap. Vokal dan konsonan dihasilkan

secara serentak.

3. Tahap Tiga: Pola intonasi


Anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Tuturan yang dihasilkan mirip

dengan yang diucapkan ibunya.

4. Tahap Empat: Tuturan satu kata

Pada umur satu tahun sampai delapan belas bulan anak mulai

mengucapkan tuturan satu kata. Pada usia ini anak memperoleh sekitar lima belas

kata meliputi nama orang, binatang, dan lain-lain.

5. Tahap Lima: Tuturan dua kata

Umumnya pada usia dua setengah tahun anak sudah menguasai beberapa

ratus kata. Tuturan hanya terdiri atas dua kata.

6. Tahap Enam: Infleksi kata

Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi mulai digunakan. Dalam

bahasa Indonesia yang tidak mengenal istilah infleksi, mungkin berwujud

pemerolehan bentuk-bentuk derivasi, misalnya kata kerja yang mengandung

awalan atau akhiran.

7. Tahap Tujuh: Bentuk tanya dan bentuk ingkar

Anak mulai memperoleh kalimat tanya dengan kata tanya seperti apa,

siapa, kapan, dan sebagainya. Di samping itu anak juga sudah mengenal bentuk

ingkar.

8. Tahap Delapan: Konstruksi yang jarang atau kompleks

Anak sudah mulai berusaha menafsirkan meskipun penafsirannya

dilakukan secara keliru. Anak juga memperoleh kalimat dengan struktur yang

rumit, seperti pemerolehan kalimat majemuk.

9. Tahap Sembilan: Tuturan yang matang


Pada tahap ini anak sudah dapat menghasilkan kalimat-kalimat seperti

orang dewasa.

Banyak ahli bahasa merasa bahwa jika kita dapat memahami mekanisme

internal yang memungkinkan anak-anak untuk belajar bahasa begitu cepat kita

akan menembus salah satu rahasia terdalam dari pikiran.

Psikolinguis, Steven Pinker, membuat kasus yang kuat untuk

mempertimbangkan unsur-unsur pengetahuan linguistik menjadi bawaan. Hal ini

sesuai dengan konsep Chomsky, tata bahasa yang universal: gagasan bahwa ada

struktur umum yang mendasari setiap bahasa, pengetahuan yang dilahirkan

dengan kita. Pemerolehan bahasa mengacu pada pembelajaran dan pengembangan

bahasa seseorang. Pembelajaran bahasa asli atau pertama disebut akuisisi bahasa

pertama, dan belajar dari bahasa kedua atau asing disebut akuisisi bahasa kedua.

Dua gagasan dasar dalam pemerolehan bahasa pertama

1. Generalisasi yang berlebihan / overextension (perpanjangan aturan di luar

batas yang tepat).


2. Undergeneralization / Underextension (anak menggunakan kata dalam cara

yang lebih terbatas daripada orang dewasa).

Hal ini ditunjukkan dengan psikolinguistik bahwa penggunaan bahasa

anak-anak adalah aturan-diatur. Misalnya, anak-anak sering mengatakan tooths

dan mouse, bukannya gigi dan tikus, dan dipegang, goed, runned dan finded,

bukan diadakan, pergi, berlari dan menemukan.

Generalisasi yang berlebihan merupakan fenomena yang sering terjadi

dalam perkembangan bahasa. Hal ini dapat ditemukan tidak hanya dalam

penggunaan sintaksis, tetapi juga di arti kata.


bulan: semua benda bulat

mobil: semua kendaraan

anjing: semua hewan berkaki empat

Kebanyakan psikolinguis percaya bahwa petunjuk intonasi, gestural, dan

kontekstual membuat jelas bahwa anak-anak menggunakan kata tunggal sebagai

kalimat, persis seperti apa orang dewasa sering lakukan dalam percakapan.

Susu (Apakah Anda memiliki susu? / Aku ingin susu.)

Penyamatan

Anak-anak juga menyamati atu memberikan gagasan yang tidak jelas.

Ketika seorang anak menggunakan kata dalam cara yang lebih terbatas daripada

orang dewasa (misalnya menolak untuk menyebut taksi sebagai mobil), fenomena

ini disebut penyamatan.

Sepatu hanya mengacu pada sepatu ibunya.

Topi hanya mengacu pada topinya sendiri.

Alasan untuk generalisasi yang berlebihan dan penyamatan

Pada beberapa kesempatan, kategori konseptual anak-anak benar-benar

dapat berbeda dari orang dewasa.

Pada kesempatan lain, mereka mungkin tahu benar bahwa sapi bukan

anjing tapi tidak tahu apa itu sesungguhnya.

Pada kesempatan masih lainnya, penyalahgunaan anak dari kata-kata

mungkin mencerminkan suatu upaya humor.

Tahapan akuisisi bahasa pertama:

Tahap pralinguistik
Pada usia enam bulan ketika mereka mampu duduk, anak-anak mendengar,

memproduksi sejumlah vokal yang berbeda dan konsonan. Pada tahap babbling,

suara dan suku kata yang mengucapkan anak-anak belum berarti.

Tahap satu kata

Di beberapa titik di bagian akhir dari tahun pertama atau awal tahun

kedua.

ucapan-ucapan satu kata anak juga disebut holophrastic, karena mereka

dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu konsep atau prediksi yang akan

dikaitkan dengan seluruh kalimat dalam pidato dewasa.

Tahap dua kata

Secara umum, tahap dua-kata dimulai kira-kira di semester kedua tahun

kedua anak. Ucapan dua kata anak dapat mengekspresikan berbagai hubungan

gramatikal tertentu yang ditunjukkan oleh urutan kata, yaitu Baby kursi.

Tahap berbentuk frase

Berusia antara dua dan tiga tahun. Ketika anak mulai merangkai lebih dari

dua kata, ucapan-ucapan mungkin dua, tiga, empat, atau lima kata atau lebih lama,

misalnya Cathy membangun rumah.

2.2 Produksi Bahasa

Produksi bahasa mengacu pada proses yang terlibat dalam menciptakan

dan mengekspresikanmakna melalui bahasa.Menurut Levelt (1989), produksi

bahasa berisi empat tahap berurutan(1) konseptualisasi, (2) formulasi, 3)

artikulasi, (4) pemantauan diri (Scovel 1998:27)


Pertama, kita harus mengkonsep apa yang kita ingin berkomunikasi; Kedua,

kita merumuskan pikiran ini menjadi rencana linguistik; Ketiga, kita

melaksanakan rencana melalui otot-otot dalam sistem pidato, Artikulasi

suara pidato adalah ketiga dan tahap yang sangat penting dari produksi. Setelah

kita mengorganisir pikiran kita menjadi rencana linguistik, informasi ini harus

dikirim dari otak ke otot-otot dalam sistem pidato sehingga mereka kemudian

dapat mengeksekusi gerakanyang diperlukan dan menghasilkan suara yang

diinginkan.Kita bergantung pada organvokal untuk menghasilkan suara sehingga

untuk mengekspresikan diri. Dalam produksi suara, paru-paru, tenggorokan dan

bibir dapat bekerja pada waktu yang samadan dengan demikian membentuk co-

artikulasi. Proses produksi ujaran begitu rumit bahwahal itu masih menjadi misteri

dalam psikolinguistik meskipun psikolinguis telah melakukan beberapa penelitian

dengan alat berteknologi tinggi dan telah diketahui banyak tentang

pidatoartikulasi.

Akhirnya, kita memantau suara kita, menilai apakah itu adalah yang kita maksud

untuk dikatakan dan apakah yang kita katakan itu carayang kita maksudkan.

Swa-regulasi adalah tahap terakhir dari produksi ujaran.Melakukan kesalahan

adalahmanusiawi. Tidak peduli siapa dia, dia akan membuat kesalahan dalam

percakapan atautertulis. Jadi setiap orang akan melakukan beberapa diri Koreksi

berulang-ulang sambil bercakap-cakap.Kesalahan Pidato

Kesalahan berbicarayag dibuat oleh pembicara sengaja. Mereka sangat umum

dan terjadi dalam berbicara sehari-hari.


Dalam formulasi berbicara, kita sering dipengaruhi oleh sistem suara bahasa.

Sebagai contoh,

besar dan gemuk --- lemak babi, mengisi kolam --- menipu pil.

Penelitian ilmiah kesalahan pidato, biasa disebut tergelincir lidah atau lidah yang

tergelincir, dapatmemberikan petunjuk yang berguna untuk proses produksi

bahasa: mereka dapatmemberitahu kita di mana pembicara berhenti untuk

berpikir.

Ahli psikolinguistik Steven Pinker membuat kasus yang kuat untuk

mempertimbangkan unsur-unsur pengetahuan linguistik menjadi bawaan. Hal ini

sesuai dengan konsep Chomsky tata bahasa yang universal: gagasan bahwa ada

struktur umum yang mendasari untuk setiap bahasa, pengetahuan yang kita

lahirkan.

Banyak ahli bahasa merasa bahwa jika kita dapat memahami mekanisme

internal yang memungkinkan anak-anak untuk belajar bahasa begitu cepat kita

akan menembus salah satu rahasia terdalam dari pikiran.


Kemampuan bahasa mengacu pada pembelajaran dan pengembangan bahasa

seseorang. Pembelajaran bahasa asli atau pertama disebut kemampuan bahasa

pertama, dan belajar dari bahasa kedua atau asing disebut kemampuan bahasa

kedua.
Generalisasi yang berlebihan (perpanjangan aturan di luar batas yang tepat)
Anak-anak yang tidak dewasa (anak menggunakan kata dengan cara terbatas

daripada orang dewasa)

Dua gagasan dasar dalam kemampuan berbahasa pertama.Hal ini

ditunjukkan dengan psikolinguistik bahwa penggunaan bahasa anak-anak adalah

aturan-diatur. Misalnya, anak-anak sering mengatakan tooths dan mouse,


bukannya gigi dan tikus, dan dipegang, goed, runned dan finded, bukan diadakan,

pergi, berlari dan menemukan.

Generalisasi yang berlebihan merupakan fenomena yang sering dalam

perkembangan bahasa.Hal ini dapat ditemukan tidak hanya di penggunaan

sintaksis tetapi juga dalam arti kata.

bulan: semua benda bulat

mobil: semua kendaraan

anjing: semua hewan berkaki empat

Contoh generalisasi yang berlebihan

Kebanyakan psikolinguis percaya bahwa petunjuk intonasi, gestural, dan

kontekstual membuat jelas bahwa anak-anak menggunakan kalimat tunggal-

kata, persis seperti orang dewasa sering melakukan dalam percakapan.


Susu (Apakah Anda memiliki susu? / Aku ingin susu.)
Pada usia enam bulan ketika mereka mampu duduk, anak-anak mendengar
misalnya Cathy membangun rumah.

Produksi bahasa mengacu pada proses kognitif yang mengubah nonverbal

niat komunikasi ke dalam tindakan lisan.

Produksi Bahasa melibatkan dua proses simultan

1. Proses pemikiran, yang global dan holistik, yang melibatkan jenis berpikir

dalam jiwa yang belum bias berbicara.


2. prosesberbicara, yang merupakan kumpulan serial dan linear unit bahasa.

(William James 1980)

Produksi bahasa menurut Levelt (1989), produksi bahasa berisi empat tahap:
1. Konseptualisasi
2. Merumuskan
3. Mengartikulasikan
4. Pemantauan diri
Pertama, kita harus mengkonsep apa yang ingin kita komunikasikan
Kedua, kita merumuskan pikiran ini ke dalam rencana linguistic
Ketiga, kita menjalankan rencana melalui otot-otot dalam sistem pidato
Akhirnya, kita memantau pembicaraan kita, mengakses apakah itu adalah apa

yang kita maksudkan untuk mengatakan dan apakah kita mengatakan itu cara

yang kita maksudkan.


1. konseptualisasi

Konseptuaisasi melibatkan pemahaman dari niat, memilih informasi yang

relevan untuk diungkapkan untuk realisasi tujuan ini, informasi pemesanan ini

untuk ekspresi, jumlah total tersebut batin Kegiatan akan disebut konseptualisasi.

Menurut Levelt, konseptualisasi bertanggung jawab untuk pembangkit pesan.


2. Perumusan adalah tahap kedua dari produksi ujaran.

Tahap ini terdiri dari tiga tahap:

a. Mengidentifikasi makna
b. Memilih struktur sintaksis
c. menghasilkan kontur intonasi.

Tiga fase merumuskan

a. Mengidentifikasi makna
Kerangka ini diawali dengan pemikiran Anda ingin mengungkapkan dan

pencarian untuk definisi yang paling sesuai pikiran, seperti konsultasi kamus

terbalik ----- mendefinisikan arti dan kemudian menemukan kata untuk

mencocokkan.

kata berarti
b. Memilih struktur sintaksis

Langkah ini melibatkan menemukan struktur sintaksis yang tepat, tiga model

dapat digunakan.

1) diagram pohon

2) kerangka kerja berbasis semantik

3) model koneksionis

1) Mirip dengan menggunakan diagram pohon untuk mengurai kalimat dengan

tata bahasa struktur frase, di sini kita dapat menggunakan diagram pohon untuk

menghasilkan kalimat, dimulai dengan kalimat-tingkatrepresentasi (S), dan

daging keluar frasa (NP + VP), maka konstituen dalam frase (N, V, dll)

misalnya

NP VP

Det N V NP

2). Kerangka Semantik berbasis: tidak menggunakan diagram pohon tapi kasus,

tema, atau peran ditugaskan untuk kata kerja utama dan kata benda dalam kalimat.

Kita akan menemukan kata benda yang tepat dan kata kerja yang menggambarkan

tindakan, aktor dan objek dalam konseptualisasi.

Misalnya, kata tusukanakan mengaktifkan peran agen, pasien, dan instrumen.


3) Model koneksionis: kalimat yang akan diucapkan akan diwakili dengan

menyebarkan aktivasi melalui jaringan node mewakili fonologi, leksikal, dan

tingkat morfologi.

Menemukan frame sintaksis bisa menggunakan salah satu dari tiga model

tersebut.
3. Mengartikulasikan

Apakah Anda akan mengajukan pertanyaan atau membuat pernyataan, dan

konstituen di ucapan yang perlu ditekankan atau stres harus ditandai pada saat ini.

Di sinilah kita tata letak pola stres dalam kalimat yang akan diproduksi.

misalnya

Mike seperti bayi. (Menekankan objek)

Mike seperti bayi. (untuk menekankan subjek)

Kesalahan berbicara yang dibuat oleh pembicara tidak sengaja. Dalam

merumuskan pidato, kita sering dipengaruhi oleh sistem bunyi bahasa.


Studi ilmiah kesalahan pidato, biasa disebut tergelincir lidah atau lidah-

tergelincir, dapat memberikan petunjuk yang berguna untuk proses produksi

bahasa.

Tabel: jenis utama tergelincir (Slip) lidah


Artikulasi suara pembicara adalah yang ketiga dan tahap yang sangat penting

dari produksi.
Setelah kita mengorganisir pikiran kita menjadi rencana linguistik, informasi

ini harus dikirim dari otak ke otot-otot dalam sistem pidato sehingga mereka

kemudian dapat mengeksekusi gerakan yang diperlukan dan menghasilkan

suara yang diinginkan.


Kami bergantung pada organ vokal untuk menghasilkan suara pidato sehingga

untuk mengekspresikan diri. Dalam produksi suara pidato, paru-paru, pangkal

tenggorokan dan bibir dapat bekerja pada waktu yang sama dan dengan

demikian membentuk co-artikulasi.

4. Pemantauan diri
Pemantauan diri adalah tahap terakhir produksi pidato.. Jadi setiap orang akan

melakukan beberapa koreksi diri lagi dan lagi sambil bercakap-cakap.


Menurut beberapa psikolinguis, kesalahan berkomitmen hanya dengan bukan

penutur asli. Penutur asli sering membuat kesalahan dan memperbaiki diri

segera.
Penutur asli sering menggunakan cara yang berbeda untuk mengedit kinerja

linguistik mereka.
Produksi ujaran atau produksi tertulis bukanlah proses linear satu arah; itu

adalah paralel, sistem dua arah yang melibatkan produksi dan self-regulation

dalam produksi.
Produksi bahasa mengacu pada langkah-langkah bagaimana bahasa dapat

diproduksi oleh manusia apakah itu secara lisan atau tertulis. Kebanyakan

sarjana setuju bahwa tangisan awal, merintih, dan suara mendengkur bayi baru

lahir, tidak dapat dianggap bahasa awal. Suara tersebut benar-benar stimulus

dikendalikan; mereka adalah tanggapan paksa anak kelaparan,

ketidaknyamanan, keinginan untuk dipeluk, atau perasaan kesejahteraan.

Suara pertama anak, bagaimanapun, hanya respon terhadap rangsangan.

Selama periode awal, suara-suara yang dihasilkan oleh bayi, di semua

komunitas bahasa terdengar sama. Bayi baru lahir menanggapi kontras fonetik

ditemukan dalam beberapa bahasa manusia bahkan ketika perbedaan ini tidak

fonemik dalam bahasa yang digunakan di rumah bayi. Bayi bisa membedakan

antara suara yang fonemis dalam bahasa lain dan tidak ada dalam bahasa

orang tua mereka.

Kemampuan berkomunikasi disebut juga sebagai kemampuan berbahasa,

karena dalam berkomunikasi kita menggunakan bahasa sebagai media utamanya.

Adapun aspek-aspek ketrampilan berbahasa ada empat, yaitu: mendengar,

berbicara, membaca, dan menulis. Pada dasarnya berbagai kemampuan itu kita
peroleh dan kita pelajari secara kronologis. Artinya, mula-mula pada waktu kecil

kita belajar mendengarkan, kemudian diikuti dengan belajar berbicara. Setelah itu,

sekitar usia 4-5 tahun kita mulai belajar membaca, baru kemudian kita belajar

menulis.

Menulis merupakan salah satu dari empat aspek ketrampilan berbahasa.

Menurut Rusyana (1988:191) menulis merupakan kemampuan dalam

menggunakan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu

gagasan atau pesan. Sedangkan menurut Tarigan (1986 :21) menulis merupakan

proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang yang disampaikan

penulis dapat dipahami pembaca. Kedua pendapat tersebut sama-sama mengacu

pada menulis sebagai proses melambangkan bunyi-bunyi ujaran berdasarkan

aturan tertentu. Artinya, segala ide, pikiran, dan gagasan yang ada pada penulis

disampaikan dengan cara menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola.

Melalui lambang-lambang tersebut, pembaca dapat memahami apa yang

dikomunikasikan penulis. Sebagai bagian dari kegiatan bahasa, menulis berkaitan

erat dengan aktivitas berpikir, keduanya saling melengkapi. Costa (1985:103)

mengemukakan bahwa menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang

dilakukan secara bersama dan berulang-ulang. Tulisan merupakan wadah yang

sekaligus hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat

mengkomunikasikan pikirannya. Dan melalui kegiatan berpikir, penulis dapat

meningkatkan kemampuannya dalam menulis. Menemukan pikiran secara tertulis

tidaklah mudah. Di samping dituntut kemampuan berpikir yang memadai, juga

dituntut berbagai aspek terkait lainnya. Misalnya, penguasaan materi tulisan,


pengetahuan bahsa tulis, motivasi yang kuat, dan lain-lain. Paling tidak seorang

penulis harus menguasai 5 komponen tulisan, yaitu: isi (materi), tulisan,

organisasi tulisan, kebahsaan, gaya penulisan, dan mekanisme tulisan. Kegagalan

dalam salah satu komponen dapat mengakibatkan gangguan dalam menuangkan

ide secara tertulis. Mengacu pada pemikiran di atas, jelaslah bahwa menulis bukan

hanya sekadar menuliskan apa yang diucapkan, tetapi menulis merupakan suatu

kegiatan yang terorganisir sedemikian rupa sehingga terjadi suatu tindak

komunikasi antara penulis sama dengan apa yang dimaksudkan pembaca, maka

seorang telah dapat dikatakan terampil dalam menulis.

Perkembangan kemampuan bahasa dan berbicara pada anak meliputi :

Usia 0-8 minggu. Perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa pada masa

awal, seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti suara yang

didengarnya. Sejak lahir ia sudah belajar mengamati dan mengikuti gerak tubuh

serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya dari jarak tertentu. Meskipun masih

bayi seorang anak akan mampu memahami dan merasakan adanya komunikasi

dua arah dengan memberikan respon lewat gerak tubuh dan suara. Sejak dua

minggu pertama, ia sudah mulai terlibat dengan percakapan, dan pada minggu

keenam ia akan mengenali suara sang ibu, dan pada usia delapan minggu ia mulai

mampu mmberikan respon terhadap suara yang dikenalinya. Usia 8-24 minggu

Pada usia ini seorang bayi mulai belajar mengekspresikan dirinya melalui suara-

suara yang sangat lucu dan sederhana, seperti eh, ah, uh, oh dan tidak

lama kemudian ia akan mulai mengucapkan konsonan. Pada usia 12-24 minggu,

seorang bayi sudah mulai terlibat dalam percakapan tunggal seperti ma, ka,
da dan sejenisnya. Usia 28 minggu-1 tahun Pada usia 28 minggu seorang anak

mulai bisa mengucapkan ba, da, ka secara jelas sekali. Bahkan waktu

menangispun vocal suaranya sangat lantang dan dengan penuh intonasi. Pada usia

32 minggu ia akan mampu mengulang beberapa suku kata yang sebelumnya

sudah mampu diucapkannya. Pada usia 1 tahun seorang anak mulai mampu

sedikit demi sedikit mengucapkan sepatah kata yang sarat dengan arti. Selain itu,

ia mulai mengerti kata tidak dan mengikuti instruksi sederhana seperti bye-

bye atau main ciluk ba. Ia juga mulai bisa meniru bunyi suara binatang. Usia 1

Tahun-18 Bulan. Pada usia ini, seorang anak akan mampu mengucapkan dua

atau tiga patah kata-kata yang punya makna. Sebenarnya, ia juga sudah mampu

memahami sebuah obyek sederhana yang diperlihatkan kepadanya. Pada usia 15

bulan, anaka mulai bisa mengucapkan dan meniru kata yang sederhana dan sering

didengarnya untuk kemudian mengekspresikannya pada situasi yang tepat. Usia

18 bulan ia sudah mampu menunjuk obyek-obyek yang dilihatnya di buku dan

dijumpainya setiap hari. Selain itu ia juga mampu menghasilkan kurang lebih

sepuluh kata yang bermakna. Usia 18 Bulan-2 tahun Pada usia ini kemampuan

anak semakin tinggi dan kompleks. Perbendaharaan katanya pun bisa mencapai 30

kata dan mulai sering mengutarakan pertanyaan sederhana. Pada usia ini mereka

juga mulai menggunakan kata yang menunjukkan kepemilikan. Bagaimana pun,

sebuah percakapan melibatkan komunikasi dua belah pihak, sehingga anak juga

akan belajar merespon setelah mendapat stimulus. Usia 2 -3 tahun. Seorang anak

mulai menguasai 200-300 kata dan senang berbicara sendiri. Sekali waktu ia akan

memperhatikan kata-kata yang baru didengarnya untuk dipelajari secara diam-


diam. Mereka mulai mendengarkan pesan-pesan yang penuh makna, yang

memerlukan perhatian dengan penuh minat. Perhatian mereka juga semakin luas

dan semakin bervariasi. Mereka juga semakin lancer dalam bercakap-cakap,

meski pengucapannya belum sempurna. Anak seusia ini juga semakin tertarik

mendengarkan cerita yang lebih panjang dan kompleks. Usia 3-4 Tahun. Anak

sudah mulai mampu menggunakan kata-kata yang sifatnya perintah, hal ini juga

menunjukkan adanya rasa percaya diri yang kuat dalam menggunakan kata-kata

dan menguasai keadaan. Mareka senang sekali mengenali kata-kata baru dan terus

berlatih untuk menguasainya. Mereka menyadari, bahwa dengan kata-kata mereka

bisa mengendalikan situasi seperti yang diinginkannya, bisa mempengaruhi orang

lain, bisa mengajak teman-temannya atau ibunya. Mereka juga mulai mengenali

konsep-konsep tentang kemungkinan, kesempatan, dengan andaikan,

mungkin, misalnya, kalau. Perbendaharaan katanya makin sulit dan

bervariasi seiring dengan peningkatan penggunaan kalimat yang utuh.

Gangguan atau kerusakan pada kemampuan berbicara disebut

Nuerohypnistik. Penyakit yang termasuk neurohypnistik ini adalah Afasia yaitu

penyakit yang pasiennya mengalami gangguan dan pemahaman dalam berbicara.

Hal ini dikarenakan adanya gangguan dalam otak. Ada 2 macam jenis Afasia

yaitu:

o Afasia broca (tipe ekspresif). Broca adalah nama orang yang menemukan

tentang pusat produksi berbicara di otak pada bagian lobus frontalis yakni yang

kini dikenal dengan area broca. Ia menemukan pada penelitian terhadap pasien

afasia. Pasiennya saat itu diberi sebutan Si Tan karena ketidakmampuan pasien
tersebut dan tidak dapat berbicara dengan jelas selain kata Tan. Pada 1861

melalui otopsi setelah kematian, Broca menemukan bahwa Tan memiliki lesi yang

disebabkan sifilis pada otak besar bagian kiri. Letak lesi tersebut manandakan

daerah memproduksi kemampuan berbicara. Jadi afasia tipe ekspresif ini hanya

memperlambat seseorang dalam berbicara, membaca, dan mendengar.

o Afasia wernickcs (tipe reseptif). Berbeda dengan afasia broca yang

hanya memperlambat, pada afasia wernickcs atau afasia tipe reseptif ini penderita

sudah mengalami kesulitan dalam berbicara dan bahkan menyebabkan orang tidak

bisa lagi berbicara. Hal ini disebabkan karena sudah mencapai kerusakan yang

sangat parah pada pusat produksi berbicara di otak.

2.3. Pemahaman bahasa

Dengan mengasumsikan bahwa penggunaan bahasa tidak berbeda dengan

pengetahuan bahasa, apakah sesungguhnya yang terjadi ketika seseorang itu

menghasilkan tuturan (berenkode) atau memahami tuturan (berdekode)?

Tiga pertanyaan itulah yang dikaji dalam psikolinguistik dengan

mempertimbangkan empat tipe bukti, yakni:Komunikasi binatang, bahasa

anak-anak, bahasa orang dewasa yang normal,tuturan disfasik (orang yang

terganggu tuturannya).

Sebelum kita berbicara tentang masalah lain dalam psikolinguistik, kita

sebaiknya memahami dulu penggunaan istilah tata bahasa.Kita berasumsi bahwa

agar dapat berbicara, setiap orang yang tahu bahasanya memiliki tata bahasa yang

telah diinternalisasikan dalam benaknya.Linguis yang menulis tata bahasa

membuat hipotesis tentang sistem yang terinternalisasikan itu.


Istilah tata bahasa digunakan secara bergantian untuk maksud representasi

internal bahasa dalam benak seseorang dan model linguis atau dugaan atas

representasi itu.

Lebih jauh lagi, ketika kita berbicara tentang tata bahasa seseorang yang

terinternalisasikan itu, istilah tata bahasa digunakan dalam pengertian yang lebih

luas daripada makna tata bahasa yang kita temukan dalam berbagai buku ajar.Tata

bahasa itu mengacu pada keseluruhan pengetahuan bahasa seseorang.Tata bahasa

tidak hanya menyangkut masalah tata kalimat, tetapi juga fonologi dan semantik.

Memahami bahasa, seperti memproduksinya, adalah sebuah tugas otomatis

yang tampaknya menjadi proses yang relatif sederhana.


Apa yang jelas dari penelitian yang luas dalam pemahaman bahasa lisan dan

tertulis adalah bahwa orang tidak memproses informasi linguistik dalam rapi,

linear; mereka tidak bergerak dengan lancar dari satu tingkat linguistik yang

lain.
Penelitian menunjukkan bahwa dalam kebanyakan situasi, pendengar dan

pembaca menggunakan banyak informasi selain bahasa yang sebenarnya

sedang diproduksi untuk membantu mereka menemukan makna dari simbol-

simbol linguistik yang mereka dengar atau lihat.


1. MemahamiSuara
Memahami suara bukanlah proses pasif. Hal ini sering tergantung pada

konteks yang pendengar rharap untuk didengar. Orang memahami arti secara

keseluruhan. Mereka tidak mendengarkan setiap kata secara individual.


Membedakan suara yang sama, seperti / b / dan / p /, / t / dan / d / dalam

bahasa Inggris, adalah jenis lain dari memahami suara. Orang sering

mengenali perbedaan suara berdasarkan panjang memproduksi waktu.


Dalam kata, pemahaman suara adalah kombinasi dari kemampuan bawaan

manusia untuk membedakan perbedaan menit antara suara, dan kemampuan

untuk menyesuaikan diri dengan kategori akustik bahasa mereka.


2. Memahami Kata
Memahami kata adalah proses psikolinguistik sangat kompleks dan jauh lebih

kompleks daripada pengolahan suara. Itu karena ada kata ditekan dari kata-

kata dalam kosakata yang tidak hanya terdiri dari suara, tetapi juga

menyampaikan makna.
Psikolinguis menggunakan parallel Distributed Processing (PDP) untuk

menjelaskan proses kompleks pemahaman kata.

PDP adalah model kognisi dikembangkan dari neurologi, ilmu komputer

dan psikologi. Ini adalah cara di mana orang menggunakan beberapa proses

terpisah dan paralel pada saat yang sama untuk memahami bahasa lisan atau

tertulis.

Misalnya, memahami sebuah kata melibatkan:

Mengingat kata

mencari arti kata

mengeja kata

mengucapkan kata

Model PDP pemahaman dapat digunakan untuk menjelaskan akses

leksikal.Dalam pemikiran kita, kita telah menyimpan banyak kata, beberapa di

antaranya mudah diakses, tetapi beberapa yang tidak.Sebagai aturan, kata yang

memiliki frekuensi yang tinggi, cepat dan sering diaktifkan, dan kata-kata

frekuensi rendah membutuhkan waktu lebih lama untuk dimasukkan ke dalam


sistem pemahaman.Logogen atau perangkat deteksi leksikal, seperti saraf

individu dalam jaringan saraf raksasa. Ketika mereka diaktifkan, mereka akan

bekerja sama dengan banyak logogen lain untuk menciptakan pemahaman.

Pendekatan PDP mampu menjelaskan ujung lidah tip-of-the-tongue (TOT)

fenomena. Dalam kehidupan kita sehari-hari banyak dari kita telah memiliki

pengalaman kata yang kita tahu, tapi tidak bisa mengakses seluruh kata. Untuk

berkali-kali, kita tidak bisa hanya mendapatkan bagian dari kata-kata yang

samar-samar, seperti awal atau akhir dari kata-kata. Ini disebut efek

bathtub( keadaan yang tergenang air) karena ketika kita menenggelamkan diri

di bak mandi, kita hanya bisa melihat kepala dan kaki kita.

3. Memahami Kalimat
Selain dari kode suara dan makna leksikal, pemahaman juga termasuk

penguraian makna kalimat. Pengaruh terbesar pada pemahaman kalimat yang

berarti.
Ada beberapa faktor mempengaruhi pemahaman kalimat. pertama adalah

bahwa kemenduaan arti kata menyebabkan kesulitan dalam memahami

kalimat. Semakin kompleks informasi kata itu yang dimiiki, semakin sulit

kalimat ini untuk dipahami.

Ambiguitas (Kemenduaan)

ambiguitas leksikal contohnya:

Bank
Lembaga keuangan di mana Anda menyimpan uang
Anda kemiringan lahan di sepanjang sungai

Mereka sedang bermain kartu.

Orang-orang, mereka sedang melakukan tindakan bermain kartu.


Kartu itu, mereka tidak sedang memberi ucapan tapi bermain kartu.

Pesawat terbang bisa berbahaya.

Tindakan pesawat terbang bisa berbahaya.


Pesawat yang terbang bisa berbahaya.
4. Memahami kalimat
Faktor kedua adalah bahwa struktur linguistik kalimat mempengaruhi waktu

pemrosesan.
Taman jalan
Kuda itu berlari melewati gudang jatuh.
Bukti diperiksa oleh saksi ditempa.
Kuda yang berlari melewati gudang jatuh.
Ini adalah kalimat taman-jalan: mereka menyesatkan bagian-jalan anda

melalui.
Ambiguitas adalah antara kata kerja utama dan mengurangi interpretasi relatif

dari kata kerja yang dipacu, memeriksa.


Jika struktur kalimat adalah apa yang pembaca atau pendengar diharapkan

untuk membaca atau mendengar, waktu pemrosesan pendek, dan kalimat yang

mudah dimengerti. Jika struktur kalimat tidak, apa pembaca atau pendengar

harapkan, pemahaman terganggu dan kalimat pemahaman menjadi lambat.

Hal ini disebut taman jalan, pemahaman alami strategi. Dalam memahami

kalimat, intinya adalah apakah pembaca atau pendengar memilih jalan yang

benar atau jalan yang salah.


5. Memahami Teks
Memahami teks adalah unit terbesar dibandingkan dengan memahami suara,

kata-kata dan kalimat. Menurut penelitian tentang memahami teks, orang

cenderung untuk memahami atau menghafal isi tetapi tidak struktur.


Oleh karena itu dalam proses memahami teks-teks, informasi latar belakang

memainkan bagian yang sangat penting, dan sangat mempengaruhi cara di

mana orang mengingat sepotong wacana. Latar belakang pengetahuan bisa

mengaktifkan mental asosiasi dapat membantu memahami teks.

2.4. Hubungan bahasa dan pikiran/ otak

Bahasa dan Pikiran Saling Terkait?

Mungkin itu salah satu pertanyaan yang pernah mampir dalam benak kita.

Namun, beberapa pakar psikolinguistik telah memikirkan hal ini sejak lama dan

telah menelitinya.

Salah satu pakar Psikolinguistik yang mendalami kaitan antara bahasa dan

pikiran adalah Soenjono. Dalam buku Psikolinguistik Pengantar Pemahaman

Bahasa Manusia, Soenjono berpendapat bahwa orang sudah lama sekali berbicara

tentang otak dan bahasa. Aristotle pada tahun 384-322 Sebelum Masehi telah

berbicara soal hati yang melakukan hal-hal yang kini diketahui dilakukan juga

oleh otak. Dari pendapat Soenjono tersebut dapat dilihat jelas bahwa ada

keterkaitan antara otak dan bahasa. Otak merupakan organ yang berfungsi untuk

berpikir. Sehingga dapat disimpulkan pula bahwa ada keterkaitan antara pikiran

dan bahasa.

Pendapat para ahli mengenai keterkaitan bahasa & pikiran dibagi menjadi 3

kelompok, yaitu :
1. Ahli yang berpendapat bahwa bahasa mempengaruhi pikiran

Ahli yang mendukung hubungan ini adalah Benyamin Whorf dan gurunya,

Edward Saphir. Menurut mereka pemahaman terhadap kata mempengaruhi

pandangannya terhadap realitas. Pikiran kita dapat terkondisikan oleh kata yang

kita digunakan. Whorf dalam Rahmat (2000) mengatakan bahwa keterkaitan

antara bahasa dengan pikiran terletak pada asumsi bahwa bahasa mempengaruhi

cara pandang manusia terhadap dunia, serta mempengaruhi pemikiran individu

pemakai bahasa itu. Sebagai contoh Bangsa Jepang. Orang Jepang mempunyai

pikiran yang sangat tinggi karena orang Jepang mempunyai banyak kosa kata

dalam mejelaskan sebuah realitas. Hal ini membuktikan bahwa mereka

mempunyai pemahaman yang mendetail tentang realitas.

2. Ahli yang berpendapat bahwa pikiran mempengaruhi bahasa

Pendukung pendapat ini adalah tokoh psikologi kognitif, Jean Piaget.

Melalui observasi yang dilakukan oleh Piaget terhadap perkembangan aspek

kognitif anak. Ia melihat bahwa perkembangan aspek kognitif anak akan

mempengaruhi bahasa yang digunakannya. Semakin tinggi aspek tersebut

semakin tinggi bahasa yang digunakannya.

3. Ahli yang berpendapat bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi

Hubungan timbal balik antara kata-kata dan pikiran dikemukakan oleh

Benyamin Vigotsky, seorang ahli semantik berkebangsaan Rusia yang teorinya

dikenal sebagai pembaharu teori Piaget mengatakan bahwa bahasa dan pikiran

saling mempengaruhi. Penggabungan Vigotsky terhadap kedua pendapat di atas

banyak diterima oleh kalangan ahli psikologi kognitif


Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kata-kata atau bahasa dan

pikiran memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling

mempengaruhi. Di satu sisi kata-kata merupakan media yang digunakan untuk

memahami dunia serta digunakan dalam proses berpikir, di sisi yang lain

pemahaman terhadap kata-kata merupakan hasil dari aktifitas pikiran

Dari beberapa ahli di atas, hanya pendapat Edward Sapir dan Benyamin

Whorf yang banyak dikutip oleh para peneliti. Sapir dan Whorf mengatakan

bahwa tidak ada dua bahasa yang memiliki kesamaan untuk dipertimbangkan

sebagai realitas sosial yang sama. Sapir dan Whorf mengemukakan dua hipotesis

mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran, yaitu:

1. Hipotesis pertama adalah Linguistic Relativity Hypothesis yang menyatakan

bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif

nonbahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan

pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.

2. Hipotesis kedua adalah linguistic determinism yang menyatakan bahwa struktur

bahasa mempengaruhi cara individu mempersepsi dan menalar dunia perseptual.

Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur

yang sudah ada dalam bahasa.

Untuk memperkuat hipotesisnya Sapir dan Whorf memaparkan beberapa

contoh. Salah satu contoh yang dikemukakan adalah kata salju. Whorf

mengatakan bahwa sebagian besar manusia memiliki kata yang sama untuk
menggambarkansalju. Salju yang baru saja turun dari langit, salju yang sudah

mengeras atau salju yang meleleh, semua objek salju itu tetap dinamakan salju.

Di samping contoh di atas, hipotesis Sapir dan Whorf didukung oleh

beberapa temuan di bidang terutama bidang antropologi. Di bidang tersebut

dicontohkan bahwa dua individu yang memiliki kosa kata tentang warna dasar

(basic color) yang berbeda akan mengurutkan warna sekunder yang

berbeda. Language relativistics melihat bahwa kategori yang ada di dalam bahasa

menjadi dasar dalam aktivitas mental seperti kategorisasi, ingatan dan

pengambilan keputusan. Jika asumsi ini benar maka studi tentang bahasa

mengarah pada perbedaan pikiran yang diakibatkan sistem tersebut.

Berdasarkan ketiga kategori tersebut, saya sependapat bahwa Pikiran

mempengaruhi bahasa. Hal ini dikarenakan, semua tindakan manusia dilandasi

oleh pola pikir (pikiran). Pola pikir yang baik akan menghasilkan tindakan yang

baik, termasuk berbahasa. Misal, manusia yang hilang akal (tidak memiliki

otak/pikiran yang berfungsi normal) tidak akan mampu berbahasa dengan baik

dan benar. Seperti halnya anak-anak pra sekolah pada umumnya belum mampu

berbahasa dengan lancar karena memiliki kosakata yang terbatas dibandingkan

orang dewasa normal. Hal ini disebabkan karena pada usia pra sekolah

kemampuan otak mereka belum berkembang dengan sempurna.

Bukti lain bahwa Pikiran mempengaruhi bahasa dapat dilihat pada orang

yang kilir lidah dan penderita afasia.

1. Kilir Lidah
Kilir lidah adalah suatu fenomena dalam produksi ujaran di mana

pembicara terkilir lidahnya sehingga kata-kata yang diproduksi bukanlah kata

yang dia maksudkan. Kesalahan yang berupa kilir lidah

seperti kelapa untuk kepalamenunjukkan bahwa kata ternyata tidak tersimpan

secara utuh dan orang harus meramunya (Meyer dalam Soenjono, 2008:142).

Dalam hal ini yang memiliki peran yang sangat besar dalam meramu sebuah kata

agar antaralangue dan parole itu sesuai adalah otak (pikiran). Biasanya kilir lidah

terjadi pada waktu orang yang berbicara merasa gugup atau ketakutan, sehingga

antara konsep yang ada di pikiran dengan bahasa yang diujarkan mengalami

perbedaan.

2. Afasia

Afasia adalah suatu penyakit wicara di mana orang tidak dapat berbicara

dengan baik karena adanya penyakit pada otaknya. Penyakit ini pada umumnya

muncul karena orang tersebut menderita stroke, yakni, sebagian otaknya

kekurangan oksigen sehingga bagian tadi menjadi cacat (Soenjono, 2008:151).

Penyebab afasia selalu berupa cedera otak. Pada kebanyakan kasus, afasia

dapat disebabkan oleh pendarahan otak. Selain itu dapat juga disebabkan oleh

kecelakaan atau tumor. Seseorang mengalami pendarahan otak jika aliran darah di

otak tiba-tiba mengalami gangguan. Hal ini dapat terjadi melalui dua cara yaitu

terjadi penyumbatan pada pembuluh darah dan kebocoran pada pembuluh darah.

Untuk berkomunikasi dengan penderita afasia sebaiknya menggunakan bahasa

isyarat, gambar, tulisan, atau dengan menunjuk.


Dari kedua contoh di atas, maka jelas ada keterkaitan antara pikiran dan

bahasa. Sebelum bahasa diujarkan akan diproses terlebih dahulu di dalam otak.

Otak merupakan organ tubuh yang paling vital. Karena otak mengontrol

pikiran, emosi, dan motorik kita. Otak merupakan pusat koordinasi tubuh kita.

Berat rata-rata otak orang dewasa adalah 1 1/2 kilogram yang terdiri atas empat

bagian utama, yaitu (1) cerebrum (otak besar) mengontrol kemampuan berpikir,

analisis, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.

Bagian paling luar dari cerebrum adalah cerebral cortex yang sering

disebut sebagai materi abu-abu; (2) cerebellum (otak kecil) berfungsi mengontrol

keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh; (3) brainstem (batang otak)

mengarur pernapasan, denyut jantung, suhu tubuh, proses pencernaan, dan

merupakan sumber insting dasar manusia; dan (4) limbic system (sistem limbik)

mengatur perasaan, produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus dan

lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme, dan memori jangka

panjang.

Otak terdiri dari dua belahan (hemisfir) kiri dan kanan. Otak kiri terutama

berperan mengontrol bahasa (kemampuan berbicara, pengucapan kalimat dan

kata, memahami pembicaraan orang, mengulang kata dan kalimat), kemampuan

berhitung, membaca, dan menulis.

Otak kanan berperan dalam bahasa nonverbal seperti penekanan dan irama

kata, pengenalan situasi dan kondisi, pengendalian emosi, kesenian, musik,

kreativitas, dan berpikir holistik. Kedua hemisfir otak dihubungkan oleh jaringan

serabut saraf yang disebut corpus callosum. Wujud fisik hemisfir kiri dan kanan
sangat mirip, hanya ada sedikit perbedaan, salah satunya adalah wilayah wernicke

pada hemisfir kiri lebih luas dibandingkan dari yang kanan.

Proses pembelahan fungsi hemisfir otak terjadi sehingga tiap individu

memiliki spesialisasi fungsi ini yang disebut lateralisasi otak. Proses ini tidak

dimulai sejak anak dilahirkan, tapi saat anak menjelang usia 12 tahun atau

sebelum usia pubertas. Sebelum masa lateralisasi, otak anak sangat fleksibel,

plastis, dan sensitif. Lenneberg menyebutnya masa kritis (critical age), masa

belajar apa saja termasuk menguasai bahasa sangat mudah dan cepat. Setelah

masa kritis selesai, belajar perlu usaha keras.

Wilayah bahasa pada otak kiri, yaitu (1) broca yang merupakan

representasi motor untuk muka, lidah, bibir, langit-langit, lipatan vokal atau pita

suara dan lain-lain yang semua termasuk alat-alat ucap, sehingga broca dikenal

sebagai wilayah produksi ujaran; (2) wernicke berfungsi untuk mengontrol

pemahaman ujaran (speech comprehension), terletak di bagian belakang lobus

temporal kiri; (3) arcuate fasciculus merupakan kumpulan serabut saraf yang

menghubungkan broca dan wernickeberfungsi sebagai jembatan penghubung

informasi kedua wilayah bahasa itu; (4) angular cyrus terletak di lobus parietal

yang menghubungkan wilayah visual, auditori, dan wernicke, berfungsi untuk

mengubah stimuli audio ke rangsangan visual dan visual ke audio yang kemudian

dikirimkan ke wernicke untuk proses komprehensi; (5) motor cortex terletak di

wilayah broca agak ke belakang berfungsi untuk mengatur alat-alat ujaran, seperti

lidah, rahang, bibir, dan pita suara; (6) primary auditory cortex terletak di lobus

temporal berfungsi untuk menanggapi bunyi yang didengar; (7) primary visual
cortex terdapat di lobus oksipital berfungsi untuk menanggapi objek yang dilihat;

(8) hippocampus terletak di lobus temporal medial berfungsi mengatur memori:

mengintegrasikan memori jangka pendek ke memori jangka panjang, menyimpan

memori deklaratif dan memori jangka panjang.

Hubungan otak dan bahasa diilustrasikan sebagai berikut: input berupa

ujaran (informasi) ditanggapi oleh primary auditory cortex, diolah secara

terperinci kemudian dikirim ke wernicke untuk dipilah menjadi suku kata, kata,

frasa, klausa, kalimat dan dimaknai atau dimengerti. Informasi yang tidak

memerlukan respons disimpan di memori dan jika memerlukan tanggapan verbal

dikirim ke broca melalui jembatan arcuate fasciculus.

3. Tokoh-tokoh psikolinguistik dan teorinya

sejak zaman Panini dan Socrates (Simanjuntak, 1987) kajian bahasa dan

berbahasa banyak dilakukan oleh sarjana yang berminat dalam bidang ini. Pada

masa lampau ada dua aliran yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan

psikologi dan linguistik. Aliran yang pertama adalah aliran empirisme (filsafat

postivistik) yang erat berhubungan dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme

cenderung mengkaji bagian-bagian yang membentuk suatu benda sampai ke

bagian-bagiannya yang paling kecil dan mendasarkan kajiannya pada

faktor-faktor luar yang langsung dapat diamati. Aliran ini sering disebut sebagai

kajian yang bersifat atomistik dan sering dikaitkan dengan asosianisme dan

positivisme.

Aliran yang kedua adalah rasionalisme (filsafat kognitivisme) yang

cenderung mengkaji prinsip-prinsip akal yang bersifat batin dan faktor bakat atau
pembawaan yang bertanggung jawab mengatur perilaku manusia. Aliran ini

mengkaji akal sebagai satu kesatuan yang utuh dan menganggap batin atau akal

ini sebagai faktor yang penting untuk diteliti guna memahami perilaku manusia.

Oleh sebab itu, aliran ini dianggap bersifat holistik dan dikaitkan dengan

nativisme, idealisme, dan mentalisme.

Jauh sebelum psikolinguistik berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu

sebenarnya telah banyak dirintis kerja sama dalam bidang linguistik yang

memerlukan psikologi dan sebaliknya kerja sama dalam bidang psikologi yang

membutuhkan linguistik. Hal itu tampak, misaInya sejak zaman Wilhelm von

Humboldt, seorang ahli linguistik berkebangsaan Jerman yang pada awal abad 19

telah mencoba mengkaji hubungan bahasa dengan pikiran. Von Humboldt

memperbandingkan tata bahasa dari bahasa yang berbeda dan memperbandingkan

perilaku bangsa penutur bahasa itu. Hasilnya menunjukkan bahwa bahasa

menentukan pandangan masyarakat penuturnya. Pandangan Von Humboldt itu

sangat dipengaruhi oleh aliran rasionalisme yang menganggap bahasa bukan

sebagai satu bahan yang siap untuk dipotong-potong dan diklasifikasikan seperti

anggapan aliran empirisme. Tetapi, bahasa itu merupakan satu kegiatan yang

mempunyai prinsip sendiri dan bahasa manusia merupakan variasi dari satu tema

tertentu.

Pada awal abad 20, Ferdinand de Saussure (1964) seorang ahli linguistik

bangsa Swis telah berusaha menjelaskan apa sebenarnya bahasa itu dan

bagaimana keadaan bahasa itu di dalam otak (psikologi). Dia memperkenalkan

konsep penting yang disebutnya sebagai langue (bahasa), parole (bertutur) dan
langage (ucapan). De Saussure menegaskan bahwa objek kajian linguistik adalah

langue, sedangkan parole adalah objek kajian psikologi. Hal itu berarti bahwa

apabila kita ingin mengkaji bahasa secara tuntas dan cermat, selayaknya kita

menggabungkan kedua disiplin ilmu itu karena pada dasarnya segala sesuatu yang

ada pada bahasa itu bersifat psikologis.

Edward Sapir seorang sarjana Linguistik dan Antropologi Amerika awal

abad ke-20 telah mengikutsertakan psikologi dalam kajian bahasa. Menurut Sapir,

psikologi dapat memberikan dasar yang kuat bagi kajian bahasa. Sapir juga telah

mencoba mengkaji hubungan bahasa dengan pikiran. Simpulannya ialah bahasa

itu mempengaruhi pikiran manusia. Linguistik menurut Sapir dapat memberikan

sumbangan penting bagi psikologi gestalt dan sebaliknya, psikologi gestalt dapat

memberikan sumbangan bagi linguistik.

Pada awal abad ke-20, Bloomfield, seorang linguis dari Amerika Serikat

dipengaruhi oleh dua buah aliran psikologi yang bertentangan dalam menganalisis

bahasa. Pada mulanya, ia sangat dipengaruhi oleh psikologi mentalisme dan

kemudian beralih pada psikologi behaviorisme. Karena pengaruh mentalisme,

Bloomfield berpendapat bahwa bahasa itu merupakan ekspresi

pengalaman yang lahir karena tekanan emosi yang yang sangat kuat. Karena

tekanan emosi yang kuat itu, misaInya, munculnya kalimat seruan.

Misalnya:

Aduh, sakit, Bu!

Kebakaran, kebakaran, tolong, tolong!

Copet, copet!
Awas, minggir!

Karena seseorang ingin berkomunikasi, muncullah kalimat-kalimat deklaratif.

Misalnya: Ibu sedang sakit hari ini. Ayah sekarang membantu ibu di dapur.

Banyak karyawan bank yang terkena PHK. Para buruh sekarang sedang berunjuk

rasa.

Karena keinginan berkomunikasi itu bertukar menjadi pemakaian

komunikasi yang sebenarnya, maka mucullah kalimat yang berbentuk pertanyaan.

Misalnya: Apakah Ibu sakit?

Siapakah presiden keempat Republik Indonesia?

Mengapa rakyat Indonesia telah berubah menjadi rakyat yang mudah marah? Apa

arti likuidasi?

Tahukah Anda makna lengser keprabon?

Sejak tahun 1925, Bloomfield meninggalkan mentalisme dan mulai

menggunakan behaviorisme dan menerapkannya ke dalam teori bahasanya yang

sekarang terkenal dengan nama linguistik struktural atau linguistik taksonomi.

Jespersen, seorang ahli linguistik Denmark terkenal telah menganalisis

bahasa dari suclut panclang mentalisme dan yang seclikit berbau behaviorisme.

Menurut jespersen, bahasa bukanlah sebuah entitas dalam pengertian satu benda

seperti seekor anjing atau seekor kuda. Bahasa merupakan satu fungsi manusia

sebagai simbol di dalam otak manusia yang melambangkan pikiran atau

membangkitkan pikiran. Menurut Jespersen, berkomunikasi harus dilihat dari

sudut perilaku (jadi, bersifat behavioris). Bahkan, satu kata pun dapat
dibandingkan dengan satu kebiasaan tingkah laku, seperti halnya bila kita

mengangkat topi.

Di samping ada tokoh-tokoh linguistik yang mencoba menggunakan

psikologi dalam bekerja, sebaliknya ada ahli psikologi yang memanfaatkan atau

mencoba menggunakan linguistik dalam bidang garapannya, yakni psikologi.

John Dewey, misalnya, seorang ahli psikologi Amerika Serikat yang dikenal

sebagai pelopor empirisme murni, telah mengkaji bahasa dan perkembangannya

dengan cara menafsirkan analisis linguistik bahasa kanak-kanak berdasarkan

prinsip-prinsip psikologi. Dewey menyarankan, misaInya, agar penggolongan

psikologi kata-kata yang diucapkan anak-anak dilakukan berdasaran arti kata-kata

itu bagi anak-anak dan bukan berdasarkan arti kata-kata itu menurut orang dewasa

dengan bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini berdasarkan

prinsip-prinsip psikologi, akan dapat ditentukan perbandingan antara kata kerja

bantu dan kata depan di satu pihak dan kata benda di pihak lain. Jadi, dengan

demikian kita dapat menentukan kecenderungan pikiran (mental) anak yang

dihubungkan dengan perbedaan-perbedaan linguistik itu. Kajian seperti itu

menurut Dewey akan memberikan bantuan yang besar bagi psikologi pada

umumnya.

Wundt, seorang ahli psikologi Jerman yang terkenal sebagai pendukung

teori apersepsi dalam psikologi menganggap bahwa bahasa itu sebagai alat untuk

mengungkapkan pikiran. Wundt merupakan ahli psikologi pertama yang

mengembangkan teori mentalistik secara sistematis dan sekarang dianggap

sebagai bapak psikolinguistik klasik. Menurut Wundt, bahasa pada mulanya lahir
dalam bentuk gerak-gerik yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan-perasaan

yang sangat kuat secara tidak sadar. Kemudian terjadilah pertukaran antara

unsur-unsur perasaan itu dengan unsur-unsur mentalitas atau akal. Komponen akal

itu kemudian diatur oleh kesadaran menjadi alat pertukaran pikiran yang

kemudian terwujud menjadi bahasa. Jadi, menurut Wundt, setiap bahasa terdiri

atas ucapan-ucapan bunyi atau isyarat-isyarat lain yang dapat dipahami

menembus pancaindera yang diwujudkan oleh gerakan otot untuk menyampaikan

keadaan batin, konsep-konsep, perasaan-perasaan kepada orang lain. Menurut

Wundt satu kalimat merupakan satu kejadian pikiran yang mengejawantah secara

serentak. Jika kita perhatikan maka terdapat keselarasan antara teori evolusi

Darwin dengan teori mentalisme bahasa Wundt itu.

Teori performansi bahasa yang dikembangkan Wundt itu didasarkan pada

analisis psikologis yang dilakukannya yang terdiri atas dua aspek, yakni (1)

fenomena fisis yang terdiri atas produksi dan persepsi bunyi, dan (2) fenomena

batin yang terdiri atas rentetan pikiran. Jelaslah bahwa analisis Wundt terhadap

hubungan fenomena batin dan fisis itu bagi psikologi pada umumnya bergantung

pada fenomena linguistik. Itulah sebabnya Wundt berpendapat bahwa interaksi di

antara fenomena batin dan fenomena fisis itu akan dapat dipahami dengan lebih

baik melalui kajian struktur bahasa.

Titchener, seorang ahli psikologi berkebangsaan Inggris yang menjadi

rakyat Amerika menggambarkan dan menyebarluaskan ide Wundt itu di Amerika

Serikat yang kemudian terkenal dengan psikologi kesadaran atau psikologi

introspeksi. Pengenalan dan penyebaran teori introspeksi itu kemudian telah


mencetuskan satu revolusi psikologi di Amerika Serikat dengan berkembangnya

teori behaviorisme di mana kesadaran telah disingkirkan dari psikologi dan dari

kajian bahasa.

Pillsbury dan Meader, ahli psikologi mentalisme Amerika Serikat telah

mencoba menganalisis bahasa dari sudut psikologi. Analisis kedua sarjana

psikologi itu sangat baik ditinjau dari segi perkembangan neuropsikolinguistik

dewasa ini. Menurut Pillsbury dan Meader bahasa adalah satu alat untuk

menyampaikan pikiran, termasuk gagasan, dan perasaan. Mengenai

perkembangan bahasa, Meader mengatakan bahwa manusia mula-mula berpikir

kemudian mengungkapkan pikirannya itu dengan kata-kata dan terjemahan.

Untuk memahaminya, diperlukan pengetahuan tentang bagaimana kata-kata

mewujudkan dirinya pada kesadaran seseorang, bagaimana kata-kata itu

dihubungkan dengan ide-ide jenis lain yang bukan verbal, juga bagaimana ide-ide

itu muncul dan terwujud dalam bentuk imaji-imaji, bagaimana gerakan ucapan itu

dipicu oleh ide itu dan akhirnya bagaimana pendengar atau pembaca

menerjemahkan kata-kata yang didengarnya atau kata-kata yang dilihatnya ke

dalam pikirannya sendiri. Tampaklah dalam pola pikir Meader itu terdapat

keselarasan antara tujuan psikologi mental dengan tujuan linguistik seperti yang

dikembangkan oleh Chomsky.

Watson, seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika Serikat telah

menempatkan perilaku bahasa pada tingkatan yang sama dengan perilaku manusia

yang lain. Dalam pandangan Watson, perilaku bahasa itu sama saja dengan sistem

otot saraf yang berada dalam kepala, leher, dan bagian dada manusia. Tujuan
utama Watson pada mulanya adalah menghubungkan perilaku bahasa yang

implisit, yaitu pikiran dengan ucapan yang tersurat, yaitu bertutur. Akhirnya

Watson menyelaraskan perilaku bahasa itu dengan kerangka respon yang

dibiasakan menurut teori Pavlov. Menurut penyelarasan itu kata-kata telah

diperlakukan sebagai pengganti benda-benda yang telah tersusun di dalam satu

sisi respon yang dibiasakan.

Buhler seorang ahli psikologi dari Jerman mengatakan bahwa bahasa

manusia mempunyai tiga fungsi, yaitu ekspresi, evokasi, dan representasi. la

menganggap definisi bahasa yang diberikan Wundt agak berat sebelah. Menurut

Buhler, ada lagi fungsi bahasa yang sangat berlainan yang tidak dapat dimasukkan

ke dalam gerakan ekspresi, yaitu koordinasi atau penyelarasan. Jadi, satu nama

dikoordinasikan (diselaraskan) dengan isi atau kandungan makna. Dengan

demiikian Buhler mendefiniskan bahasa menurut fungsinya.

Weiss, seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika yang terkenal dan

sealiran dengan Watson, telah menggambarkan kerja sama yang erat antara

psikologi dan linguistik. Hal tersebut dibuktikan dengan kontak media artikel

antara Weiss dan Bloomfield serta Sapir. Weiss mengakui adanya aspek mental

bahasa, tetapi karena aspek mental itu bersifat abstrak (tak wujud) sukarlah untuk

dikaji atau didemontrasikan. Oleh sebab itu, Weiss menganggap bahwa bahasa itu

sebagai wujud perilaku apabila seseorang itu menyesuaikan dirinya dengan

lingkungan sosialnya. Sebagai suatu bentuk perilaku, bahasa itu memiliki ciri-ciri

biologis, fisiologis, dan sosial. Sebagai alat ekspresi, bahasa itu memiliki tenaga

mentalitas.
Weiss merupakan seorang tokoh yang merintis jalan ke arah lahirnya

disiplin Psikolinguistik. Dialah yang telah berjasa mengubah pikiran Bloomfield

dari penganut mentalisme menjadi penganut behaviorisme dan menjadikan

Linguistik Amerika pada tahun 50-an berbau behaviorisme. Menurut Weiss, tugas

seorang psikolinguis sebagai peneliti yang terlatih dalam dua disiplin ilmu, yakni

psikologi dan linguistik, adalah sebagai berikut.

(1) Menjelaskan bagaimana perilaku bahasa menghasilkan satu alam pengganti

untuk alam nyata yang secara praktis tidak dibatasi oleh waktu dan tempat.

(2) Menunjukkan bagaimana perilaku bahasa itu mewujudkan sejenis

organisasi sosial yang dapat ditandai sebagai sekumpulan organisasi kecil yang

banyak.

(3) Menerangkan bagaimana menghasilkan satu bentuk organisasi dan di dalam

organisasi itu pancaindera dan otot-otot seseorang dapat ditempatkan agar dapat

dipakai dan dimanfaatkan oleh orang lain.

(4) Menjelaskan bagaimana perilaku bahasa menghasilkan satu bentuk perilaku

yang menjadi fungsi setiap peristiwa di alam ini yang telah terjadi, sedang terjadi,

atau akan terjadi, di masa depan.

Kantor, seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika mencoba

meyakinkan ahli-ahli linguistik di Amerika bahwa kajian bahasa tidaklah menjadi

monopoli ahli Linguistik. la mencela keras beberapa ahli filologi yang selalu

berteriak agar ahli psikologi keluar dari kajian bahasa yang menurut ahli filologi

tersebut bukan bidang garapan ahli psikologi. Menurut Kantor, bahasa merupakan

bidang garapan bersama yang dapat dikaji baik oleh ahli psikologi maupun oleh
ahli bahasa. Kantor mengkritik psikologi mentalisme yang menurut dia psikologi

semacam itu tidak mampu menyumbangkan apa-apa kepada linguistik dalarn

mengkaji bahasa. Bahasa tidak boleh dianggap sebagai alat untuk menyampaikan

ide, keinginan, atau perasaan, dan bahasa bukanlah alat fisis untuk proses mental,

melainkan perilaku seperti halnya perilaku manusia yang lain.

Caroll, seorang ahli psikologi Amerika Serikat yang sekarang merupakan

salah satu tokoh psikolinguistik modern telah mencoba mengintegrasikan

fakta-fakta yang ditemukan oleh linguistik murni seperti unit ucapan, keteraturan,

kadar kejadian dengan teori psikologi pada tahun 40-an. Kemudian ia

mengembangkan teori simbolik, yakni teori yang mengatakan bahwa respon

kebahasaan harus lebih dulu memainkan peranan dalam keadaan isyarat sehingga

sesuatu menjelaskan sesuatu yang lain dengan perantaraan. Keadaan isyarat itu

haruslah sedemikian rupa sehingga organisme dengan sengaja bermaksud agar

organisme lain memberikan respon kepada isyarat itu sebagai satu isyarat. Dengan

demikian, respon itu haruslah sesuatu yang dapat dilahirkan baik secara langsung

maupun tidak langsung oleh mekanisme-mekanisme.

Para ahli linguistik dan psikologi yang dibicarakan di atas telah mencoba

merintis hubungan atau kerja sama antara psikologi dan linguistik. Sebenarnya

kerja sama yang benar-benar terjadi antara ahli psikologi dan linguistik itu telah

terjadi sejak tahun 1860, yaitu ketika Heyman Steinhal, seorang ahli psikologi

bertukar menjadi ahli linguistik dan Moritz Lazarus seorang ahli linguistik

bertukar menjadi ahli psikologi. Mereka berdua menerbitkan jurnal yang khusus

memperbincangkan psikologi bahasa dari sudut psikologi dan linguistik. Steinhal


mengatakan bahwa ilmu psikologi tidaklah mungkin hidup tanpa ilmu bahasa.

Pada tahun 1901, di Eropa, Albert Thumb seorang ahli linguisstik telah

bekerja sama dengan seorang ahli psikologi Karl Marbe untuk menerbitkan buku

yang kemudian dianggap sebagai buku psikolinguistik pertama yang diterbitkan,

tentang penyelidikan eksperimental mengenai dasar-dasar psikologi pembentukan

analogi pertuturan. Kedua sarjana itu menggunakan kaidah-kaidah psikologi

eksperimental untuk meneliti hipotesis-hipotesis linguistik. Hal itu menunjukkan

kukuhnya disiplin psikolinguistik. Salah satu hipotesis yang mereka teliti

kebenarannya adalah keadaan satu rangsangan kata yang cenderung berhubungan

dengan satu kata lain apabila kedua-duanya termasuk ke dalam kategori yang

sama; kata benda berhubungan dengan kata benda yang lain; kata sifat

berhubungan dengan kata sifat yang lain. Di Amerika Serikat usaha ke arah kerja

sama secara langsung antara, ahli linguistik dan ahli psikologi dirintis oleh Social

Science Researcb Council yang menganjurkan diadakannya seminar antara ahli

psikologi dan linguistik secara bersama-sama. Osgood (ahli psikologi), Sebeok

(ahli linguistik) dan Caroll (ahli psikologi) mengadakan seminar bersama-sama.

Hasil dari seminar tersebut adalah terbitnya buku Psikolinguistik yang berjudul

Psycholinguistic, a survey of theory and research problems pada tahun 1954 yang

disunting olch Osgood dan Sebeok. Meskipun demikian, nama disiplin baru

Psikolinguistik itu muncul bukan karena seminar itu, karena sebenarnya Pronko

pada tahun 1946 telah memberikan ulasan tentang Psikolinguistik dengan

teknik-teknik penyelidikannya.

Psikolinguistik benar-benar dianggap sebagai disiplin baru, sebagai ilmu


tersendiri pada tahun 1963, yaitu ketika Osgood menulis satu artikel dalam jurnal

American Psychology yang berjudul On understanding and creating sentences.

Dalam tulisan itu, Osgood menjelaskan teori baru dalam behaviorisme yang

dikenal dengan neobehaviorisme yang dikembangkan oleh Mowrer, yakni seorang

ahli psikologi yang sangat berminat untuk mengkaji bahasa. Pandangan Osgood

itu kemudian terkenal dengan teori mediasi, yaitu suatu usaha mengkaji peristiwa

batin yang menengahi stimulus dan respon yang dianggap oleh Skinner sebagai

usaha untuk memperkukuh peranan akal ke dalam psikologi yang oleh kaurn

behaviorisme dianggap tidak ilmiah karena peristiwa itu tidak dapat diamati

secara langsung.

Teori Osgood yang disebut sebagai teori mediasi itu telah dikritik

habis-habisan oleh Skinner yang menuduhnya sebagai pakar yang mencoba

mempertahankan mentalisme yang sebelumnya telah disingkirkan oleh

behaviorisme. Osgood merasakan kekuatan teorinya itu dengan dukungan

Lenneberg, yang merupakan produk pertama mahasiswa yang digodok dalam

kajian Psikolinguistik. Lenneberg berpenclapat bahwa manusia memiliki

kecenderungan biologis yang khusus untuk memperoleh bahasa yang tidak

dimiliki oleh hewan. Alasan Lenneberg untuk membuktikan hal tersebut adalah

sebagai berikut:

(1) terdapatnya pusat-pusat yang khas dalam otak manusia;

(2) perkembangan bahasa yang sama bagi semua bayi;

(3) kesukaran yang dialami untuk menghambat pertumbuhan bahasa

pada manusia;
(4) bahasa tidak mungkin diajarkan kepada makhluk lain;

(5) bahasa itu memiliki kesemestaan bahasa (language universal).

Miller pada tahun 1965 memastikan bahwa kelahiran disiplin baru

Psikolinguistik ticlak dapat dielakkan lagi. Menurut Miller, tugas Psikolinguistik

adalah menguraikan proses psikologis yang terjadi apabila seseorang itu

menggunakan kalimat. Pendapat Miller itu sangat berorientasi pada mentalisme

Chomsky dan teori Lenneberg, sedangkan Osgood dan Sebeok masih berbau

neobehaviorisme. Miller dengan tegas menolak pendapat Osgood clan Sebeok

yang banyak mendasarkan pada prinsip mekanis pembelajaran menurut

behaviorisme. Miller memperkenalkan teori linguistiknya Chomsky kepada pakar

psikologi. Miller juga mengkritik pakar Psikologi yang terlalu mengandalkan

kajian makna. Namun, perkembangan Psikolinguistik pada awal abad ke-20 itu

memang masih didominasi oleh Psikologi Behaviorisme maupun

Neobehaviorisme.

Teori psikolinguistik secara radikal setidak-tidaknya mengalami lima

perubahan arah setelah berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu tersendiri pada tahun

50-an (Titone, 1981). Perubahan itu dapat disarikan sebagai berikut.

Periode 1

Selama tahun 50-an teori Psikolinguistik dipengaruhi oleh pandangan teori

behavioristik seperti yang dikembangkan Skinner dan teori taksonomi struktural

seperti yang dikembangkan Bloomfield.

Periode 2

Selama tahun 60-an dan awal tahun 70-an pandangan mentalistik kognitivis dari
transformasionalis seperti Chomsky mendominasi semua aspek Psikolinguistik.

Periode 3

Perubahan tekanan pada periode ini menuju ke arah pragmatik komunikatif.

Aspek bahasa dalam lingkaran teori transformasional secara mendalam masih

mempengaruhi teori Psikolinguistik dan juga pengajaran bahasa kedua pada tahun

70-an.

Periode 4

Pada akhir dekade terakhir pandangan Pragmatik atau Sosiolinguistik menjadi

arus utama pada periode ini.

Periode 5

Pada tahun-tahun terakhir diusulkan model integratif yang terdiri atas komponen

behavioral dan kognitif serta ciri kepribadian.

4. Apa kontribusi psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa?

Kesadaran pendidik dalam memosisikan interdisiplin ilmu psikolinguistik

dalam kerangka substansial pembelajaran bahasa di kelas ialah imperatif yang tak

boleh dipisahkan. Instrumen pendidikan makro yang berupa bahan ajar disusun

sesudah merencanakan pengajaran berbasis analisis kebutuhan. Hal itu

dimaksudkan sebagai penyiapan ruang pengajaran yang harapannya tak

nihil nilai-nilai humanisme dan karenanya dapat memerdekakan pedidik ke arah

kreativitas tanpa batas. Dalam konteks ini, interdisiplin ilmu psikologi dan

linguistik sehingga menjadi psikolinguistik diperhitungkan kontribusinya bagi


keberhasilan pembelajaran bahasa. Kenyataan ini semakin jelas; mengingat

pembelajaran bahasa dipengaruhi oleh jagat psikologis manusia.

Merujuk pada teori filsafat bahasa yang menyatakan bahwa bahasa ialah

sistem tanda yang arbitrer dan konvensional, secara parsial setidaknya sendi

bahasa dibedakan atas dua hal: wujud ujaran yang tertuju pada objek di luar

eksistensi dan konsep internal dalam otak. Ferdinand de Saussure dalam karya

monumentalnya yang berjudul Course in General Linguistics mengenalkan

Signifie dan Signifiant untuk menamakan ciri tanda bahasa. Situasi demikian

mengimplikasikan bahwa segi mentalistik manusia berpengaruh besar pada

bongkahan konsep di dalam otak yang dilisankan melalui mulut, sehingga

terwujud ujaran semantis. Proses komunikasi pun terjadi: transfer ide berupa

taking dan giving seperti penelitian ihwal Aspect of Language oleh Dwight

Bolinger (1975).

Pemahaman filosofis bahasa sebagai sesuatu yang otonom dengan kondisi

kejiwaan manusia perlulah dikaji dari perspektif behaviorisme yang dicetuskan

oleh Edward Edward dan Lee Thorndike (1874-1949). Thorndike menuturkan

dalam karya agungnya berjudul Human Nature and The Social Order (1949):

Hukum reaksi bervariasi (behavioristik) melihat pada individu diawali oleh

proses trial and eror yang menunjukan adanya bermacam-macam respons sebelum

memeroleh respons yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

Temuan Thorndike itu sangat relevan dengan pembelajaran di kelas. Subjek didik

(pedidik) diarahkan untuk mengeksplorasi kemampuan diri secara maksimal

dalam meniti pengetahuan/ilmu pengetahuan.


Dalam konteks pembelajaran bahasa, pemahaman dari salah satu

keterampilan berbahasa, menulis semisalnya, diwujudkan dengan memproduksi

teks secara kontinu. Artinya, pedidik melakukan kegiatan menulis terus menerus

dengan didasarkan semangat trial and eror (pinjam istilah Thorndike); sebab ide

atau gagasan yang hendak ditulis tak lantas muncul begitu saja dari otak manusia

perlu proses kontemplatif diri yang tak instan. Senada dengan Thorndike, Otto

Jespersen (1982) seorang pakar linguistik dari berkebangsaan Denmark telah

menganalisis bahasa menurut psikologi mentalitisk yang juga berbau

behavioristik.

Implikasi psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa ini semakin penting

bila diposisikan sebagai landasan (alur) keberhasilan pengajaran jika didasarkan

ke arah pendidikan karakter. Artinya, apabila implikasi itu telah dipahami

secara komprehensif, etika pendidik dalam mengajar di situasi heterogen tak lagi

semena-mena. Pendidik yang memahami kondisi psikis pedidik akan tercipta

kondisi belajar yang beradab dan bijaksana. Seperti gaya pengajaran yang

dilakukan oleh seorang pendidik di India dalam film Tare Zameen Par saat

menemui pedidiknya yang mengalami kesulitan dalam membedakan huruf.

Setelah dianalisis, sang pendidik itu mendiagnosis bahwa pedidiknya mengalami

gangguan berbahasa yang oleh medis disebut sebagai disleksia.

Pendidik itu paham: proses pembelajaran di kelas tak terlepas dari

persoalan singular (subjek didik). Oleh karenanya, pendidik haruslah peka

terhadap kondisi apapun yang menyangkut pedidiknya termasuk kondisi

kejiwaan (psikologis) pedidik. Akhirnya, sang pendidik tadi memberikan


perlakuan khusus pada sang anak penderita disleksia. Ia yakin: disleksia bukanlah

penyakit akut yang patut diratapi. Sebaliknya, penderita disleksia dapat diterapi

dengan bermodalkan kesungguhan dan keuletan. Ilmuan mutakhir menemukan

terapi bagi penderita disleksia. Terapi itu disebut metode DORE karena sang

penemu adalah Wynford Dore. Metode ini dilakukan dengan latihan rutin bagi

setiap individu untuk menstimulasi daerah otak dengan sejumlah pembelajaran.

Latihan seperti berdiri di atas papan bergoyang, melempar kantung, mengayunkan

bola, dilakukan selama sepuluh hari sekali. Pelbagai ilustrasi di atas

menggambarkan betapa pentingnya implikasi psikolinguistik dalam pembelajaran

bahasa. Dengan demikian, ungkapan lampau ihwal Guru (pendidik) ialah orang

tua di sekolah bagi siswa (pedidik) yang tak semata-mata menyampaikan materi

saja tanpa memahami kondisi jiwa tiap siswa. Sebab, dengan memahami psikologi

anak, pembelajaran akan terarah ke pusat cita-cita bangsa, yakni: pemberadaban

bangsa.

5. Issu psikolinguistik apa yang dapat diteliti dalam pengajaran dan

belajar bahasa?

Ada banyak hal yang dapat diteliti dalam hal pengajaran dan belajar

bahasa terkait dengan psikolinguistik. Itu karena psikolinguistik berbicara tentang

keadaan mental dalam memproses sesuatu. Psikolinguistik memiliki prinsip-

prinsip penting dalam pengajaran bahasa seperti, metode yang diterapkan yang

memberikan tekanan atau konstruksi kompetensi reseptif dan produktif,

memperhatikan prinsip kemampuan bahasa kedua, merekomendasikan evaluasi

dengan menggunakan uji integratif.Metode pengajaran lisan dan papan menyalin


harus dipertimbangkan efektivitas sementara daerah mereka penciptaan bahasa

Inggris termasuk keberadaan native speaker akan memotivasi pembangunan

memahami keterampilan dan ucapan produksi secara bersamaan.Oleh karena itu,

dengan orang-orang, siswa akan sering berada dalam situasi yang alami. Evaluasi

mendengar dan berbicara akan memotivasi mereka untuk belajar bahasa secara

komprehensif. Hal-hal teknis seperti kecepatan ucapan dan menggunakan bantuan

visual akan diperhitungkan jika guru memahami prinsip psikolinguistik.

Kegiatan berbahasa juga berlangsung secara mekanistik dan mentalistik,

artinya kegiatan berbahasa berkaitan dengan proses atau kegiatan mental ( otak )

manusia sehingga study linguistik perlu dilengkapi denagn study antardisiplin

antara linguistik dan psikologi yang lazim disebut psikolinguistik. Obyek

psikolinguistik adalah bahasa yakni bahasa yang berproses dalam jiwa manusia

yang tercermin dalam gejala jiwa dan ruang lingkup psikolinguistik yakni bahasa

dilihat dari aspek aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh

manusia. Hubungan bahasa dan pikiran adalah hubungan timbal balik bahwa

bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya pikiran membentuk bahasa. Bahasa

merupakan medium paling penting bagi semua intekrasi manusia dan dalam

banyak hal bahasa dapat disebut sebagai intisari dari fenomena social. Bahasa

sebagaimana yang dikatakan oleh ahli sosiologi bahasa, bahwa tanpa adanya

bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari kegiatan yang

didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan pranata social yang setiap

orang menguasai, agar dapat berfungsi dalam daerah yang bersifat kelembagaan

dari kehidupan social. Dan bahwa psikolinguistik adalah sebagai sesuatu bidang
ilmu yang luas yang turut berperan dalam memberikan berbagai pertimbangan

khususnya dalam proses pembelajaran bahasa.

Anda mungkin juga menyukai